I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki 400 jenis dari 1.100 jenis ikan hias air tawar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, volume ekspor ikan hias Indonesia
pada periode 2007-2011 meningkat 11,56. Nilai ekspor ikan hias Indonesia berdasarkan data United National Commodity Trade Statistics pada 2009 sebesar
11,7 juta dolar AS atau 3,12 dari total nilai ekspor ikan hias di dunia yang mencapai 373,8 juta dolar AS. Kondisi ini menjadikan Indonesia menduduki
peringkat ke-9 di dunia untuk negara pengekspor ikan hias, sedangkan pada tahun 2010 nilai ekspor ikan hias Indonesia meningkat menjadi 19,8 juta dolar AS atau
5,95 dari total ekspor ikan hias di dunia yang mencapai 332,4 juta dolar AS. Saat ini, Indonesia menjadi pengekspor ikan hias peringkat kelima di dunia di
bawah Singapura, Spanyol, Jepang, dan Malaysia KKP, 2012. Ikan sinodontis Synodontis eupterus merupakan salah satu komoditas
ekspor ikan hias air tawar Indonesia. Ikan sinodontis banyak digemari oleh para penggemar ikan hias air tawar, karena ikan ini dikenal dengan keindahan sirip
dorsalnya yang tegak dan memanjang, sehingga sering disebut dengan featherfin catfish. Selain itu, ikan ini juga memiliki keunikan yaitu kebiasaan berenang
dengan posisi terbalik upside-down Anonim, 2010. Budidaya ikan sinodontis ini sudah berkembang di Indonesia, tetapi pada kenyataannya, produksi ikan
sinodontis dari para petani relatif rendah. Teknik pemeliharaan benih ikan sinodontis yang dilakukan oleh petani umumnya kurang intensif, sehingga
produksi ikan sinodontis yang dihasilkan belum maksimal. Berdasarkan hasil survei ke petani ikan sinodontis di Cibuntu, Bogor, petani biasanya menggunakan
kepadatan 3 ekorL dalam pemeliharaan ikan sinodontis dari ukuran 34 inch hingga ke ukuran 1,5 inch dalam kurun waktu sebulan, dengan kelangsungan
hidup sebesar 70-80. Upaya peningkatan produktivitas telah dilakukan sebelumnya oleh Azmi
2011 pada pemeliharaan benih ikan sinodontis di dalam akuarium dari ukuran rata-rata 2,54 cm selama 40 hari dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekorL. Hasil yang
diperoleh untuk nilai kelangsungan hidup masing-masing perlakuan yaitu sebesar 98,88; 96,11; dan 95,37. Nilai kelangsungan hidup yang tinggi disertai
1
kualitas lingkungan yang relatif baik ini memungkinkan pemeliharaan ikan dilakukan dengan kepadatan lebih tinggi. Walaupun demikian peningkatan
kepadatan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan yang selanjutnya terhadap produktivitasnya.
Kepadatan berhubungan dengan produksi dan pertumbuhan ikan Hickling, 1971 dalam Effendi et al. 2006. Menurut Hepher dan Pruginin
1981, pertumbuhan ikan bergantung kepada beberapa faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis, dan kemampuan memanfaatkan makanan, ketahanan terhadap
penyakit serta faktor lingkungan seperti kualitas air, pakan dan ruang gerak atau kepadatan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi,
peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil produksi. Namun masalah yang dihadapi dalam budidaya secara intensif adalah menurunnya kadar
oksigen air dan meningkatnya limbah metabolisme. Peningkatan kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan jika jumlah pakan, oksigen terlarut, serta
buangan metabolit tidak mampu disesuaikan sehingga menghambat pertumbuhan. Menurut Stickney 1979, pada kondisi kepadatan yang semakin tinggi
maka konsumsi oksigen dan akumulasi bahan buangan metabolit ikan akan semakin tinggi. Menurut Hepher dan Pruginin 1981 dan Boyd 1990,
menurunnya kandungan oksigen dan meningkatnya kandungan amonia di air disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang
dipelihara. Menurut Boyd 1990, menurunnya kandungan oksigen terlarut di air dapat mengurangi nafsu makan ikan yang pada akhirnya menyebabkan
pertumbuhan terganggu. Meningkatnya limbah metabolisme yaitu amonia cenderung menyebabkan gangguan fisiologis dan pemicu stres pada ikan.
Respons stres pada ikan terjadi dalam 3 tahap yaitu tanda adanya stres, bertahan dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan
energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini laju pertumbuhan dapat menurun. Ikan menggunakan energinya untuk bertahan pada kondisi stres
untuk waktu terbatas, sehingga energi untuk pertumbuhan berkurang Wedemeyer, 1996. Hal ini sesuai dengan pernyataan Goddard 1996, kepadatan
yang tinggi dalam pemeliharaan ikan budidaya haruslah didukung dengan pergantian air yang tinggi.
2
Kepadatan dapat dikatakan optimal apabila ikan yang ditebar dalam jumlah tinggi, tetapi kompetisi pakan dan ruang masih dapat ditolerir oleh ikan,
sehingga dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan yang tinggi, serta variasi ukuran yang rendah. Apabila kepadatan optimal
dapat dicapai, maka sarana dan sumber daya air tawar dapat dimanfaatkan secara efisien, sehingga produksi yang dihasilkan maksimal. Dengan demikian akan
didapatkan efisiensi usaha yang tinggi Budiardi et al., 2007. Dengan upaya yang akan dilakukan tersebut diharapkan pemeliharaan ikan sinodontis secara
terkontrol dalam akuarium memiliki keuntungan yang tinggi dengan mengefisienkan sarana yang dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan produksi terbaik ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada padat penebaran 6, 9, 12, dan 15 ekorL.
3
II. BAHAN DAN METODE