Tri Purusha Uraian Singkat Materi
Buku Guru Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 101
berbentuk bunga padma. Oleh karena itu, Pura Agung Besakih dijadikan sebagai pusat untuk menyucikan dunia dengan segala isinya. Pura Besakih juga pusat
kegiatan upacara agama bagi umat Hindu. Di Pura Agung Besakih setiap sepuluh tahun sekali dilangsungkan upacara Panca Bali Krama dan setiap seratus tahun
diselenggarakan upacara Eka Dasa Rudra. Pura Agung Besakih secara spiritual adalah sumber kesucian dan sumber kerahayuan bagi umat Hindu. Pelinggih Padma
Tiga di Pura Besakih sebagai sarana untuk memuja Tuhan sebagai Sang Hyang Tri Purusa. Fungsi dan jenis pelinggih Padmasana yang memakai bhedawangnala,
bertingkat lima dan di puncaknya ada satu ruang. Pelinggih Padma Tiga di Pura Besakih, selain digunakan sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau
Sanghyang Tri purusa, juga sebagai niyasa Sanghyang Tunggal yaitu Sang Hyang Widhi WasaTuhan Yang Maha Esa. Bangunan yang paling utama di Pura Besakih
adalah palinggih Padma Padmasana Tiga. Letaknya di Pura Penataran Agung Besakih. Palinggih tersebut terdiri atas tiga bangunan berbentuk padmasana berdiri
di atas satu altar. Perkembangan awal dari Tri Purusha ini disebutkan bahwa ketika
Dang Hyang Nirartha pertama kali tiba di Pulau Bali dari Blambangan sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M, dan ketika itu Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem
Waturenggong, beliau mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tri Purusha ini.
Bagian-bagian Tri Purusha
Umat Hindu mempunyai keyakinan dan kepercayaan terhadap kekuatan Hyang Widhi. Agama Hindu mempunyai keyakinan atau kepercayaan akan adanya Sang
Hyang Widhi Tuhan Yang Mahaesa yang memiliki kemahakuasaan di luar batas kemampuan kita. Keyakinan dan kepercayaan itu dalam ajaran agama Hindu disebut
dengan Sradha. Maha Pencipta yang merupakan asal mula dari yang ada, tanpa permulaan, tanpa tengah, dan tanpa akhir tan paadi, tan pamadhya, tan paanta
Demikian pula di dunia ini ada tata tertib sehingga nampak adanya suatu rencana yang berdasarkan pemikiran dan tujuan tertentu. Seperti misalnya mengenai siklus
kehidupan semua makhluk di dunia ini. Peredaran bumi, bulan, planet, bintang yang tidak terhitung banyaknya sebagai isi cakrawala ini namun satu dengan yang lainnya
tidak pernah bertubrukan dan betapa luasnya ruang angkasa ini. berdasarkan gejala- gejala yang terjadi dari keanehan alam ini orang dapat percaya dengan adanya Tuhan.
Tuhan Yang Maha Esa, Tri Purusha, Brahman terdiri dari;
1. Parama Siwa
Tuhan sebagai jiwa agung alam atas, disebut Parama Siwa atau Parameswara. 2.
Sada Siwa Tuhan sebagai jiwa alam tengah, disebut Sadha Siwa.
3. Siwa Àtma
Tuhan sebagai penguasa alam bawah disebut Siwa atau Iswara.
102 Kelas XII SMA
Semester 1
Tri Purusha adalah jiwa agung tiga alam semesta yakni Bhur Loka alam bawah, Bhuwah Loka alam tengah dan Swah Loka alam atas. Tri Purusha terdiri dari;
1. Parama Siwa: Parama Siwa artinya Tuhan dalam keadaan belum beraktivitas.
Tuhan dapat digambarkan seperti kilat atau petir. Kilat atau petir itu adalah listrik yang ada di alam dan hanya terlihat pada musim hujan. Listrik ada tetapi
belum aktif. Seperti itulah penggambaran Tuhan dalam keadaan Parama Siwa.
2. Sadha Siwa: Sadha Siwa berarti keadaan Tuhan sudah aktif dan berfungsi
menciptakan alam. Penggambaran Tuhan Brahman sebagai Sadha Siwa dalam keadaan aktif sudah mulai berfungsi, sudah menunjukkan kemahakuasaan-Nya
yang diwujudkan dalam wujud Dewa. Tuhan berfungsi sebagai pencipta disebut Dewa Brahma, Tuhan berfungsi sebagai pemelihara disebut Dewa Wisnu dan
Tuhan berfungsi sebagai pelebur atau mengembalikan ke asalnya disebut Dewa Siwa. Tuhan dalam wujud Sadha Siwa juga memiliki kekuasaan dapat kecil
sekecil-kecilnya, besar sebesar-besarnya, bersifat Maha Tahu, Maha Karya, ada di mana-mana dan kekal abadi. Karena Tuhan memiliki kemahakuasaan, maka
Tuhan diberi gelar atau sebutan bermacam-macam sesuai kemahakuasaan-Nya, seperti:
a. Brahma, b. Wisnu,
c. Rudra, d. Mahadewa,
e. Sang Hyang Widhi, f. Sang Hyang Sangkan Paran, dll.
3. Siwatma: Siwa sebagai bagian ketiga dari Tri Purusha adalah keadaan Tuhan sebagai Siwatma yaitu dapat menyatu dan menjiwai tubuh makhluk.
Penggambaran Tuhan dalam wujud Siwa digambarkan seperti sebuah bola lampu. Bola lampu akan menyala bila sudah dialiri oleh listrik. Listrik yang
mengalir akan menyesuaikan dengan bentuk sebuah lampu. Kalau dalam makhluk hidup, bila Tuhan dalam Siwatma akan menyatu dengan ciptaan-Nya
menjadi tubuh makhluk yang disebut Atma. Atamlah yang menjiwai Manusia, hewan dan tumbuhan. Ketika Tuhan sudah berada dalam makhluk ciptaan-Nya,
maka Tuhan akan dipengaruhi oleh keadaan makhluk itu dan menjadi lupa akan asalnya dan akan mengalami suka duka.
Bentuk Pemujaan Tri Purusha Padmasana
Pelinggih Padma Tiga di Pura Besakih sebagai sarana untuk memuja Tuhan sebagai Sang Hyang Tri Purusa yaitu jiwa agung alam semesta. Purusha artinya jiwa atau
hidup. Tuhan sebagai jiwa dari Bhur Loka disebut Siwa, sebagai jiwa Bhuwah Loka
Buku Guru Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 103
disebut Sadha Siwa dan sebagai jiwa dari Swah Loka disebut Swah Loka. Pelinggih Padma Tiga sebagai media pemujaan Sang Hyang Tri Purusa yaitu Siwa, Sadasiwa
dan Paramasiwa. Hal ini dinyatakan dalam Piagam Besakih dan juga dalam beberapa sumber lainnya seperti dalam Pustaka Pura Besakih yang diterbitkan oleh Dinas
Kebudayaan Provinsi Bali tahun 1988.
Pura Besakih adalah merupakan sumber kesucian, tempat pemujaan Tri Purusha. Pura Besakih banyak mengandung ilosoi. Menurut Piagam Besakih, Pura Agung
Besakih adalah Sari Padma Bhuwana atau pusatnya dunia yang dilambangkan berbentuk bunga padma. Oleh karena itu, Pura Agung Besakih dijadikan sebagai
pusat untuk menyucikan dunia dengan segala isinya. Pura Besakih juga pusat kegiatan upacara agama bagi umat Hindu. Di Pura Agung Besakih setiap sepuluh tahun sekali
dilangsungkan upacara Panca Bali Krama dan setiap seratus tahun diselenggarakan upacara Eka Dasa Rudra. Pura Agung Besakih secara spiritual adalah sumber kesucian
dan sumber kerahayuan bagi umat Hindu. Pelinggih Padma Tiga di Pura Besakih sebagai sarana untuk memuja Tuhan sebagai Sang Hyang Tri Purusa. Pelinggih
Padma Tiga di Pura Besakih, selain digunakan sebagai niyasa stana Sang hyang Siwa Raditya atau Sang hyang Tri Purusa, juga sebagai niyasa Sang hyang Tunggal yaitu
Sang Hyang Widhi WasaTuhan Yang Maha Esa. Bangunan yang paling utama di Pura Besakih adalah palinggih Padma Padmasana Tiga. Letaknya di Pura Penataran
Agung Besakih. Palinggih tersebut terdiri atas tiga bangunan berbentuk padmasana berdiri di atas satu altar.
Tri Hita Karana
Tri Hita Karana menjadi falsafah hidup yang begitu tangguh. Masing-masing hubungan yang tercipta memiliki pedoman hidup untuk menghargai sesama aspek sekelilingnya.
Pun, sama halnya dengan menghargai Tuhan dengan selalu mengingatNya kapanpun dan dimanapun, menghargai alam dengan tidak merusaknya dan tidak menyalahi
aturan yang sudah ada, menghargai sesama manusia dengan menjaga perasaan dan bersikap empati agar selalu rukun dan damai. Prinsip pelaksanaan dibuat sedemikian
rupa hingga seimbang dan selaras satu sama lainnya. Berdasar pada kearifan lokal
ini, sekiranya kita bisa belajar mengimplementasikan ilosoi hidup dengan mantap, kreatif serta dinamis semata-mata demi mewujudkan kehidupan harmonis.
Kata Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sanskerta, dimana kata Tri artinya tiga, Hita artinya sejahtra atau bahagia dan Karana artinya sebab atau penyebab. Tri Hita
Karana berarti tiga hubungan yang harmonis yang menyebabkan kebahagiaan bagi umat manusia. Untuk itu ketiga hal tersebut harus dijaga dan dilestarikan agar dapat
mencapai hubungan yang harmonis. Sebagaimana dimuat dalam ajaran Agama Hindu bahwa ”kebahagiaan dan kesejahtraan” adalah tujuan yang ingin dicapai dalam
hidup manusia, baik kebahagiaan atau kesejahteraan isik atau lahir yang disebut ”Jagadhita” maupun kebahagiaan rohani dan batiniah yang disebut ”Moksa”.
104 Kelas XII SMA
Semester 1
Untuk bisa mencapai kebahagiaan yang dimaksud, kita sebagai umat manusia perlu mengusahakan hubungan yang harmonis saling menguntungkan dengan ketiga hal
tersebut diatas. Karena melalui hubungan yang harmonis terhadap ketiga hal tersebut diatas, akan tercipta kebahagiaan dalam hidup setiap umat manussia. Oleh sebab
itu dapat dikatakan hubungan harmonis dengan ketiga hal tersebut diatas adalah suatu yang harus dijalin dalam hidup setiap umat manusia. Jika tidak, manusia akan
semakin jauh dari tujuan yang dicita-citakan atau sebaliknya ia akan menemukan kesengsaraan. Tri Hita Karana sebagai konsep keharipan lokal, terdiri dari;
1. Hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha EsaSang Hyang Widhi Wasa
Parhyangan 2.
Hubungan manusia dengan sesama manusia Pawongan 3.
Hubungan manusia dengan alam semesta Palemahan Konsep ini Tri Hita Karana di Bali tercermin dalam tata kehidupan masyarakat
Hindu yang meliputi tiga unit yaitu: 1 Parahyangan, yakni berupa unit tempat suci Pura tertentu yang mencerminkan tentang Ketuhanan. 2 Pawongan, berupa unit
dalam organisasi masyarakat adat sebagai perwujudan unsur antara sesama manusia. 3 Palemahan, yaitu berupa unit atau wilayah tertentu sebagai perwujudan unsur
alam semesta atau lingkungan.
Tiga unit yang disebut Tri Hita Karana yang releksinya terwujud dalam banyak
aspek kehidupan dalam masyarakat Hindu. Ketiga hubungan yang harmonis tersebut diyakini akan membawa kebahagiaan dalam hidup
Tri Hita Karana sebagai konsep keharipan lokal, terdiri dari; a. Hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha EsaSang Hyang Widhi Wasa
Parhyangan. b. Hubungan manusia dengan sesama manusia Pawongan.
c. Hubungan manusia dengan alam semesta Palemahan. Konsep ini Tri Hita Karana di Bali tercermin dalam tata kehidupan masyarakat
Hindu yang meliputi tiga unit yaitu : 1 Parahyangan, yaitu berupa unit tempat suci Pura tertentu yang mencerminkan tentang Ketuhanan. 2 Pawongan, berupa
unit dalam organisasi masyarakat adat sebagai perwujudan hubungan antar sesama manusia. 3 Palemahan, yaitu berupa unit atau wilayah tertentu sebagai perwujudan
alam semesta atau lingkungan.Tiga unit yang disebut Tri Hita Karana
yang releksinya terwujud dalam banyak aspek kehidupan dalam masyarakat Hindu. Ketiga hubungan
yang harmonis tersebut diyakini akan membawa kebahagiaan dalam hidupini. Sebagai konsep dasar dari ajaran Tri Hita Karana dalam Agama Hindu dapatlah
kiranya diperhatikan atau direnungkan melalui sloka berikut ini:
”Mattahparataram na nyat kimchid astidhananjaya mayi sarwam idam protam sutre manigana iva”
Buku Guru Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 105
Terjemahannya: Tiada yang lebih tinggi daripada-Ku oh Dananjaya, yang ada disini semua terikat
pada-Ku bagaikan rangkaian mutiara pada seutas tali Bhagawadgita, VII.7.
Dari penjelasan sloka tersebut diatas dapatlah diketemukan bahwa segala sesuatu yang ada berasal dari Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, demikianlah
pada akhirnya semua ini akan kembalikepada-Nya. Keberadaan Hyang Widhi Wasa dari sudut Agama adalah mutlak, karena jika direnungkan secara mendalam bahwa
segalanya adalah kehendak-Nya. Maka kalau kita menyadari hai ini sewajarnyalah kita berbakti kepada Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.
Tri Hita Karana, Istilah Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta dari kata Tri yang berarti tiga. Hita berarti sejarah dan Karana atrinya penyebab. Dengan demikian
maka Tri Hita Karana berarti tiga macam hal yang menyebabkan kesejahteraan atau kemakmuran. Adapun yang termasuk bagian-bagian Tri Hita Karana adalah sebagai
berikut:
1. Bhuana atau Karang Desa adalah alam yang merupakan teritorial atau wilayah
suatu desa adat yang telah ditentukan secara deinitif batas-batasanya dengan suatu upacara keagamaan.
2. Krama Desa yaitu suatu kelompok manusia yang bermasyarakat dan bertempat tinggal di dalam wilayah desa adat serta merupakan warga atau apaturan desa yang
sekaligus merupakan bagian-bagian kecil dari tubuh desa yang paling menentukan dapat diupamakan sebagai jantung, hati, dan limpa dari suatu makhluk hidup.
Krama Desalah yag merupakan penggerak tubuh desa,sedang lainnya itu adalah merupakan pelengkap. Namun demikian juga sangat diperlukan oleh tubuh desa
dalam pembentukan suatu desa yang kukuh dan sehat.
3. Tempat Suci adalah untuk memuja TuhanSang Hyang Widhi Tuhan sebagai pujaan bersama yang diwujudnyatakan dalam Kahyangan Tiga. Itu makanya setiap desa
adat di Bali dibangun Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem. Kahyangan Tiga seolah-olah merupakan jiwa dari Karang Desa yang tidak dapat dipisah-pisahkan
dengan seluruh aktivitas dan kehidupan desa.