Pengaruh Limbah Domestik Terhadap Kualitas Perairan Danau Toba (Studi Kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, dan Kelurahan Pangururan)
PENGARUH LIMBAH DOMESTIK TERHADAP KUALITAS
PERAIRAN DANAU TOBA
(Studi Kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, dan
Kelurahan Pangururan)
T E S I S
OLEHSONDANG JUNI ESKA SIMAMORA 117004015/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
PENGARUH LIMBAH DOMESTIK TERHADAP KUALITAS
PERAIRAN DANAU TOBA
(Studi Kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, dan
Kelurahan Pangururan)
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
SONDANG JUNI ESKA SIMAMORA 117004015/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
Ketua Anggota
Drs. Chairuddin, MSc
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Erman Munir, MS)
Tanggal Lulus : 27 Agustus 2014
Judul Tesis : PENGARUH LIMBAH DOMESTIK TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA
STUDI KASUS DESA MARBUN TORUAN, DESA NAPITUPULU BAGASAN, DAN KELURAHAN PANGURURAN
Nama : SONDANG JUNI ESKA SIMAMORA
Nomor Induk Mahasiswa : 117004015
Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL)
(4)
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan pada tanggal 8 Juni 1983, sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara dengan nama Ayah Patar Simamora dan Ibu G. Rosmauli Sitorus.
Menyelesaikan pendidikan dasar pada SD Santa Maria Doloksanggul pada tahun 1995, selanjutnya pada tahun 1998 tamat sekolah lanjutan pertama pada SMP Negeri 1 Doloksanggul dan pada tahun 2001 menamatkan sekolah lanjutan atas pada SMA Negeri 5 Medan. Kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia dan lulus pada bulan 19 November 2005. Pada tahun 2011 berkesempatan melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Sondang J. E Simamora Jl. Menteng VII Gg Gereja No. 5 Medan
(5)
(6)
Telah diuji pada
Tanggal : 27 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S Anggota : 1. Drs. Chairuddin, MSc
2. Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc 3. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si
(7)
ABSTRAK
Pengaruh limbah domestik terhadap kualitas perairan Danau Toba studi kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, Kelurahan Pangururan telah diteliti pada bulan September 2013-April 2014. Tujuan penelitian adalah: (1) mengukur penurunan kualitas perairan Danau Toba akibat pembuangan limbah domestik, (2) mengetahui pengaruh perilaku penduduk terhadap penurunan kualitas perairan Danau Toba.
Penelitian ini menggabungkan penelitian fisik dan sosial. Penelitian fisik dilakukan dengan menganalisa sifat fisik-kimia dan biologi air dan penelitian sosial dilakukan dengan wawancara terhadap responden dengan bantuan kuisoner. Populasi penelitian kualitas air mencakup air Danau Toba dengan sampel di 4 stasiun yaitu Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, Pangururan dan Parbalohan sebagai kontrol. Populasi penelitian sosial adalah penduduk di Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, dan Pangururan. Sampel adalah kepala keluarga/istrinya dengan jumlah 30 orang tiap lokasi penelitian sehingga total sampel adalah 90 orang yang dipilih secara purposive. Parameter fisik-kimia dan biologis air yang diamati adalah suhu, pH, penetrasi, kekeruhan, DO, BOD5, COD, nitrat, fosfat, dan fecal coliform. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu air tidak berbeda nyata antar lokasi pengamatan, sedangkan nilai rata-rata pH, kekeruhan, DO, BOD5
Rata-rata pengetahuan responden adalah 3,59 dan masuk dalam kriteria Tahu tentang limbah domestik, rata-rata sikap adalah 3,28 dan masuk dalam kriteria Setuju menjaga Danau Toba dari pencemaran limbah domestik, rata-rata tindakan adalah 2,85 dan masuk dalam kategori Kadang-kadang masih membuang limbah ke Danau Toba. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap responden yang baik tidak serta merta membuat tindakan pengelolaan menjadi baik. Pengetahuan, sikap dan tindakan mempunyai korelasi sedang hingga tinggi terhadap konsumsi bahan-bahan rumah tangga yang berpotensi menimbulkan pencemaran air.
, COD, nitrat, fosfat adalah berbeda nyata antar lokasi pengamatan. Mengacu kepada PP RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, nilai colifecal di Napitupulu Bagasan dan Marbun Toruan serta nilai COD di Pangururan telah melebihi baku mutu air kelas I.
(8)
ABSTRACT
Effect of domestic waste on Lake Toba water quality case study in Marbun Toruan Village, Napitupulu Bagasan Village, and Pangururan Village has been analyzed on September 2013-April 2014. Research purposes: (1) measuring the decrease in water quality due to Lake Toba domestic sewage include changes in physical, chemistry, and biology parameters, (2) determine the effect of the human behavior to the decline in the quality of Lake Toba.
The research combined of physical and social research. Physical research was done by analyzing the chemical, physical, and biological water quality and social research was done by interviewing respondents with questionnaires. The population of water included whole Lake Toba with four station namely Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, Pangururan, and Parbalohan as control. Social research population is resident in Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, and Pangururan. The sample was the head of the family/his wife’s by the number of 30 persons each study site so that the total sample was 90 people who were selected purposively.
Physical, chemical, and biological parameters measured were temperature, pH, penetration, turbidity, DO, BOD5, COD, nitrate, phosphate, and fecal coliform. The results showed that the average value of the water temperature was not significantly different, while the average values of pH, turbidity, DO, BOD5, COD, nitrate, phosphate was significantly different between the location of the observation. According to Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, that the colifecal value in Napitupulu Bagasan and Marbun Toruan and COD values in Pangururan have exceeded the water quality standard class I.
The average of respondent knowlegde of domestic waste is 3,59 and categorized as Know, the average attitude is 3,28 and categorized as Agree to maintain the quality of Lake Toba, the average action is 2,85 and categorized as Sometimes still dumping waste into Lake Toba. It can be concluded that the good level of knowledge and attitudes on the management of Lake Toba does not necessarily make management actions to be good. Knowledge, attitudes and actions of the people have moderate to high correlation to the consumption of household materials that may cause water pollution.
(9)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan kasih karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul “PENGARUH PEMBUANGAN LIMBAH DOMESTIK TERHADAP
PERAIRAN DANAU TOBA STUDI KASUS DESA MARBUN TORUAN, DESA NAPITUPULU BAGASAN, DAN KELURAHAN PANGURURAN”.
Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc (Almarhum) selaku pembimbing utama yang dengan tulus dan penuh perhatian membimbing penulis hingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Teladan dan kebaikan Bapak selama proses penyelesaian tesis ini tidak akan terlupakan.
2. Ibu Prof. Retno Widhiastuti, MS selaku pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan teladan kepada penulis selama proses penulisan tesis ini.
3. Bapak Drs. Chairuddin, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan semangat dalam penyelesaian tesis ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc dan Bapak Dr. R.
Hamdani Harahap, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MS selaku Direktur Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
(10)
6. Seluruh dosen dan sivitas akademika di Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas dukungan dan kesempatan yang diberikan.
Ucapan terimakasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua yaitu Patar Simamora dan G. Rosmauli Sitorus atas doa dan dukungan yang tiada henti sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kepada suami terkasih Binsar Sihombing, penulis mengucapkan terima kasih atas segala dukungan dan pengertian yang luar biasa selama penulis mengikuti studi sampai selesai.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, sahabat Jahartap J. Pasaribu dan senior-senior GMKI, serta semua pihak atas dukungan moral, materiil dan doa di sepanjang pelaksanaan studi hingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Besar harapan penulis agar tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Medan, Agustus 2014
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……….. i
ABSTRACT ……….. ii
KATA PENGANTAR ……… iii
RIWAYAT HIDUP ……… v
DAFTAR ISI ………... vi
DAFTAR TABEL ……….. viii
DAFTAR LAMPIRAN ………. x
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
1.1. Latar Belakang ………... 1
1.2. Perumusan Masalah ………... 4
1.3. Tujuan Penelitian ………... 4
1.4. Hipotesis ……… 4
1.5. Manfaat Penelitian ………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 6
2.1. Limbah Domestik ………. 6
2.1.1. Pengertian Limbah Domestik ……….. 6
2.1.2. Jenis Limbah Domestik ………... 6
2.1.3. Air Limbah Domestik ……….. 7
2.1.4. Dampak Pembuangan Limbah Domestik ……… 10
2.2. Pencemaran Danau ………... 11
2.3. Danau Toba ……… 12
2.3.1. Letak dan Luas ………. 12
2.3.2. Fungsi dan Manfaat ………. 13
2.3.3. Hidrologi ……….. 13
2.4. Indikator Kualitas Perairan Danau Toba ………... 14
2.4.1. Parameter Fisik Air ……….. 15
` 2.4.2. Parameter Kimia ……….. 17
2.4.3. Parameter Mikrobiologi ………... 21
2.5. Perilaku Masyarakat ……….. 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 25
3.1. Rancangan Penelitian ………. 25
3.2. Waktu dan Lokasi ……….. 25
3.3. Pengukuran Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi ………… 27
3.4. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ……… 29
3.5. Pengumpulan Data ………. 30
3.6. Analisis Data ………. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 33
4.1. Pengukuran Parameter Fisik, Kimia,d an Bilogis Air ……... 33
(12)
4.1.2. Derajat Keasaman ………... 35
4.1.3. Penetrasi ………. 37
4.1.4. Kekeruhan ……….. 37
4.1.5. Oksigen Terlarut (DO) ……… 39
4.1.6. COD ………. 42
4.1.7. BOD5 ……… 43
4.1.8. Nitrat ………. 45
4.1.9. Fosfat ………. 46
4.1.10.Fecal Coliform ………. 48
4.2. Pengukuran Pengaruh Perilaku Masyarakat terhadap Penurunan Kualitas Air ………. 49 4.2.1. Uji Normalitas ……….. 49
4.2.2. Analisis Sosial ……….. 50
4.2.3. Analisis Korelasi ……….. 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 60
5.1. Kesimpulan ……… 60
5.2. Saran ……….. 61
DAFTAR PUSTAKA ……….. 62
(13)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Baku Mutu Air Limbah berdasarkan Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2006 ……….
8
2.2. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD .. 19 2.3. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis 20
air ………... 3.1. Alat yang digunakan untuk pengukuran faktor fisik, kimia dan
biologi air ………..
29
3.2. Pedoman penilaian koefisien korelasi r ………. 32 4.1. Nilai rata-rata parameter yang diukur pada masing-masing
lokasi pengambilan sampel ……….
33
4.2. Hasil uji statistik/uji beda dari parameter lingkungan yang diamati ………...
34
4.3. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter pH antar lokasi pengamatan
36
4.4. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter kekeruhan antar lokasi pengamatan ……….
39
4.5. Nilai kejenuhan oksigen (%) pada masing-masing lokasi pengamatan ……….
41
4.6. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter DO antar lokasi pengamatan ………
41
4.7. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter COD antar lokasi pengamatan ………
43
4.8. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter BOD5
44 antar lokasi
pengamatan ……… 4.9. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter NO3
-46 antar lokasi
(14)
pengamatan ……… 4.10. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter PO4
3-48 antar lokasi
pengamatan ……… 4.11. Uji statistik Kolmogorov Smirnov untuk menunjukkan
distribusi pemakaian air, bahan cair dan bahan padat di semua lokasi pengamatan ……….
50
4.12. Distribusi responden berdasarkan usia ………... 51 4.13. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dengan tingkat
pendidikan ………...
51
4.14. Kriteria penilaian interpretasi pengetahuan masyarakat ………. 52 4.15. Kriteria penilaian interpretas sikap masyarakat ……….. 53 4.16. Kriteria penilaian interpretasi tindakan masyarakat …………... 53 4.17. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan
variabel perilaku masyarakat dengan jumlah air ………...
55
4.18. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan variabel perilaku masyarakat dengan konsumsi bahan cair ……
57
4.19. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan variabel perilaku masyarakat dengan konsumsi bahan ………...
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kriteria mutu air berdasarkan kelas ……… 66 2. Bagan kerja metode Winkler untuk mengukur DO ……… 68 3. Bagan kerja metode Winkler untuk mengukur BOD5 ………… 69
4. Bagan kerja pengukuran COD dengan metode refluks ……….. 70 5. Nilai oksigen terlarut maksimum (mg/L) pada berbagai besaran
temperatur air ………..
71
6. Nilai parameter fisik-kimia air pada setiap stasiun pengamatan 72
7. Kuisoner penelitian ………. 73
8. Hasil uji F terhadap parameter fisik dan kimia air ………. 76 9. Hasil uji perbedaan nyata terhadap parameter lingkungan
antara lokasi pengamatan ………
77
10. Rata-rata penggunaan air dan bahan-bahan rumah tangga ……. 93 11. Rata-rata faktor perilaku responden terhadap Danau Toba …… 96 12. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan
variabel perilaku masyarakat dengan jumlah limbah yang masuk ke perairan Danau Toba ………..
99
13. Peta lokasi penelitian ……….. 100
(16)
(17)
ABSTRAK
Pengaruh limbah domestik terhadap kualitas perairan Danau Toba studi kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, Kelurahan Pangururan telah diteliti pada bulan September 2013-April 2014. Tujuan penelitian adalah: (1) mengukur penurunan kualitas perairan Danau Toba akibat pembuangan limbah domestik, (2) mengetahui pengaruh perilaku penduduk terhadap penurunan kualitas perairan Danau Toba.
Penelitian ini menggabungkan penelitian fisik dan sosial. Penelitian fisik dilakukan dengan menganalisa sifat fisik-kimia dan biologi air dan penelitian sosial dilakukan dengan wawancara terhadap responden dengan bantuan kuisoner. Populasi penelitian kualitas air mencakup air Danau Toba dengan sampel di 4 stasiun yaitu Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, Pangururan dan Parbalohan sebagai kontrol. Populasi penelitian sosial adalah penduduk di Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, dan Pangururan. Sampel adalah kepala keluarga/istrinya dengan jumlah 30 orang tiap lokasi penelitian sehingga total sampel adalah 90 orang yang dipilih secara purposive. Parameter fisik-kimia dan biologis air yang diamati adalah suhu, pH, penetrasi, kekeruhan, DO, BOD5, COD, nitrat, fosfat, dan fecal coliform. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu air tidak berbeda nyata antar lokasi pengamatan, sedangkan nilai rata-rata pH, kekeruhan, DO, BOD5
Rata-rata pengetahuan responden adalah 3,59 dan masuk dalam kriteria Tahu tentang limbah domestik, rata-rata sikap adalah 3,28 dan masuk dalam kriteria Setuju menjaga Danau Toba dari pencemaran limbah domestik, rata-rata tindakan adalah 2,85 dan masuk dalam kategori Kadang-kadang masih membuang limbah ke Danau Toba. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap responden yang baik tidak serta merta membuat tindakan pengelolaan menjadi baik. Pengetahuan, sikap dan tindakan mempunyai korelasi sedang hingga tinggi terhadap konsumsi bahan-bahan rumah tangga yang berpotensi menimbulkan pencemaran air.
, COD, nitrat, fosfat adalah berbeda nyata antar lokasi pengamatan. Mengacu kepada PP RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, nilai colifecal di Napitupulu Bagasan dan Marbun Toruan serta nilai COD di Pangururan telah melebihi baku mutu air kelas I.
(18)
ABSTRACT
Effect of domestic waste on Lake Toba water quality case study in Marbun Toruan Village, Napitupulu Bagasan Village, and Pangururan Village has been analyzed on September 2013-April 2014. Research purposes: (1) measuring the decrease in water quality due to Lake Toba domestic sewage include changes in physical, chemistry, and biology parameters, (2) determine the effect of the human behavior to the decline in the quality of Lake Toba.
The research combined of physical and social research. Physical research was done by analyzing the chemical, physical, and biological water quality and social research was done by interviewing respondents with questionnaires. The population of water included whole Lake Toba with four station namely Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, Pangururan, and Parbalohan as control. Social research population is resident in Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, and Pangururan. The sample was the head of the family/his wife’s by the number of 30 persons each study site so that the total sample was 90 people who were selected purposively.
Physical, chemical, and biological parameters measured were temperature, pH, penetration, turbidity, DO, BOD5, COD, nitrate, phosphate, and fecal coliform. The results showed that the average value of the water temperature was not significantly different, while the average values of pH, turbidity, DO, BOD5, COD, nitrate, phosphate was significantly different between the location of the observation. According to Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, that the colifecal value in Napitupulu Bagasan and Marbun Toruan and COD values in Pangururan have exceeded the water quality standard class I.
The average of respondent knowlegde of domestic waste is 3,59 and categorized as Know, the average attitude is 3,28 and categorized as Agree to maintain the quality of Lake Toba, the average action is 2,85 and categorized as Sometimes still dumping waste into Lake Toba. It can be concluded that the good level of knowledge and attitudes on the management of Lake Toba does not necessarily make management actions to be good. Knowledge, attitudes and actions of the people have moderate to high correlation to the consumption of household materials that may cause water pollution.
(19)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Aktivitas manusia yang semakin banyak akan menimbulkan peningkatan konsumsi dan dengan sendirinya volume, jenis, dan karakteristik limbah yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Limbah yang dihasilkan sering dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Bila hal ini terus dilakukan dan jumlah limbah terakumulasi di lingkungan maka akan terjadi pencemaran lingkungan dan penurunan kualitas lingkungan. Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk maka aktivitas penduduk semakin tinggi sehingga memicu timbulnya pencemaran lingkungan.
Perairan sering menjadi tempat pembuangan limbah rumah tangga karena dianggap cepat, murah, dan tidak merepotkan. Tekanan terhadap lingkungan perairan berdasarkan variasi jumlah penduduk dikaitkan dengan intensitas kegiatannya sehari-hari dan perilaku yang telah berlangsung akan mempengaruhi jumlah limbah domestik yang diproduksi dan dibuang ke lingkungan perairan sehingga menurunkan kualitas perairan.
Penurunan kualitas perairan dipengaruhi oleh lingkungan sosial berupa kepadatan penduduk yang menimbulkan limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah peternakan, atau pun limbah industri. Seiring dengan berkembangnya aktivitas masyarakat yang tinggal di sekitar sungai atau danau, akan berpengaruh terhadap kualitas air karena limbah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat akan dibuang secara langsung maupun tidak langsung ke badan air. Di negara-negara berkembang
(20)
termasuk Indonesia, pencemaran domestik merupakan jumlah pencemar terbesar (85 %) yang masuk ke badan air (Suriawiria, 1996).
Menurut Garno (2002), aktivitas yang paling berpengaruh menyumbang nitrogen dan fosfor bagi perairan Waduk Saguling adalah dari limbah rumah tangga. Potensi ini lebih besar bila dibandingkan dengan limbah dari budidaya ikan dalam keramba jaring apung, pencucian dari lahan pertanian, limbah peternakan, dan limbah industri.
Sebagian besar masyarakat masih membuang air limbah domestik dari kegiatan mandi, cuci, dan kakus (grey water) langsung ke dalam saluran drainase yang seharusnya untuk menampung air hujan. Bahkan limbah domestik padat juga sering dibuang ke badan air. Limbah domestik memiliki sebaran areal yang sangat luas dan menyebar sehingga lebih sulit dikendalikan daripada limbah industri (Sasongko, 2010).
Kualitas perairan Danau Toba yang berada di dekat pemukiman, dipengaruhi secara langsung atau pun tidak langsung oleh berbagai kegiatan penduduk dengan tingkat populasi yang cukup tinggi. Kegiatan penduduk dapat menimbulkan bahan pencemar rumah tangga yang berasal dari pemukiman, pasar, rumah sakit. Beberapa contoh yang dapat menimbulkan pencemaran air seperti deterjen, sabun, pasta gigi, bahan sisa makanan, bahan sisa minyak, plastik bekas, dan lain-lain. Limbah domestik jenis ini relatif lebih sulit untuk dihancurkan. Jika kuantitas dan intensitas limbah domestik ini masih dalam batas normal, alam masih mampu melakukan proses kimia, fisika, dan biologi secara alami. Namun, peningkatan populasi manusia telah menyebabkan peningkatan kuantitas dan intensitas pembuangan limbah domestik sehingga membuat proses penguraian limbah secara alami menjadi tidak seimbang. Yunus (2005) menyatakan terbatasnya upaya pengendalian pengendalian pencemaran air diperparah oleh rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan
(21)
serta kurangnya penegakan hukum terhadap pelanggar pencemaran lingkungan. Pencemaran air tidak terlepas dari perilaku masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya air.
Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh aktivitas manusia terhadap kualitas perairan Danau Toba telah dilakukan di beberapa lokasi yaitu Simanindo (Barus, et al., 1998), Parapat, Pangururan, dan Tamba (Barus, et al., 1999) dimana aktivitas keramba jaring apung menyebabkan penurunan oksigen terlarut sehingga menimbulkan kematian massal ikan, sedangkan penelitian Ginting (2002) menyebutkan bahwa berbagai aktivitas manusia yaitu pelabuhan, keramba jaring apung, pemukiman dan perhotelan, menghasilkan berbagai jenis limbah yang dibuang langsung ke perairan, berpengaruh nyata pada perubahan kualitas air Danau Toba. Namun, penelitian yang khusus terhadap pengaruh limbah domestik terhadap kualitas perairan Danau Toba masih minim dilakukan.
Melanjutkan penelitian terdahulu maka timbul keinginan penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh limbah domestik terhadap kualitas perairan Danau Toba.
(22)
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka permasalahan yang akan dicari pemecahannya melalui penelitian ini adalah penurunan kualitas air dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam membuang limbah domestik ke Danau Toba. Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka beberapa pertanyaan mendasar perlu dicari jawabannya adalah :
1. Apakah limbah domestik yang masuk ke perairan danau akan mempengaruhi kualitas air Danau Toba?
2. Seberapa besar pengaruh limbah domestik enduduk di sekitar Danau Toba terhadap penurunan kualitas air Danau Toba?
3. Bagaimana pengaruh perilaku penduduk di sekitar Danau Toba terhadap penurunan kualitas perairan Danau Toba?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengaruh pembuangan limbah domestik terhadap Danau Toba dengan pengukuran kualitas air mencakup sifat fisika, kimia, dan biologi
2. Mengetahui pengaruh perilaku penduduk di sekitar Danau Toba terhadap penurunan kualitas perairan Danau Toba
1.4. Hipotesis
Pembuangan limbah domestik ke Danau Toba akan menurunkan kualitas perairan Danau Toba
(23)
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk:
1. Menjadi acuan bagi penelitian lebih lanjut terkait dengan kegiatan penduduk yang mempengaruhi kualitas perairan khususnya Danau Toba
2. Memberi informasi bagi penduduk di sekitar Danau Toba tentang kualitas air sehubungan dengan pemanfaatan dan kegiatan penduduk di sekitar danau. 3. Memberi masukan bagi pemerintah kabupaten di sekitar Danau Toba untuk
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Domestik
2.1.1. Pengertian Limbah Domestik
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008, limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga tetapi tidak termasuk tinja. Kegiatan sehari-hari yang dapat menghasilkan limbah adalah mencuci, memasak, mandi, kegiatan pertanian, kegiatan peternakan.
Menurut Tchobanoglous (1979) dalam Suhartono (2009), limbah domestik adalah limbah yang dibuang dari pemukiman penduduk, pasar, dan pertokoan serta perkantoran yang merupakan sumber utama pencemaran di perairan pantai. Menurut Kodoatie dan Sjarief (2005), air limbah domestik merupakan air bekas yang tidak dapat lagi dipergunakan untuk tujuan semula, baik yang mengandung kotoran manusia atau dari aktivitas dapur, kamar mandi, dan cuci dimana kuantitasnya 50-70% dari total rata-rata konsumsi air bersih yaitu sekitar 120 – 140 liter/orang/hari. Jumlah pencemar domestik di negara-negara maju merupakan 15% dari seluruh pencemar yang memasuki badan air (Suriawiria, 1996). Limbah domestik memiliki sebaran areal yang sangat luas dan menyebar sehingga lebih sulit dikendalikan daripada limbah industri.
2.1.2. Jenis Limbah Domestik
Limbah domestik menurut bentuk fisiknya dapatnya dibagi menjadi, (1) limbah cair yaitu buangan dari toilet, air cucian, air kamar mandi, (2) limbah padat atau sampah seperti sampah sisa makanan, bungkus atau kemasan, kantong plastik, botol bekas, dan (3) limbah gas seperti asap dari kompor minyak, asap dari tungku, asap dari pembakaran sampah, dan bau dari kakus.
(25)
Limbah domestik mengandung sampah padat dan cair yang berasal dari limbah rumah tangga dengan beberapa sifat utama yaitu, (1) mengandung bakteri, (2) mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga BOD (biological oxygen demand) biasanya tinggi, (3) padatan organik dan anorganik yang mengendap di dasar perairan menyebabkab oksigen terlarut (DO) rendah, (4) mengandung bahan terapung dalam bentuk suspensi sehingga mengurangi kenyamanan dan menghambat laju fotosintesis (Suhartono, 2009).
Secara garis besar limbah domestik dibagi dalam dua kelompok yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik bersumber dari kotoran (tinja), sisa sayuran dan makanan, sedangkan limbah anorganik dapat berupa plastik, kertas, bahan-bahan kimia yang diakibatkan oleh penggunaan deterjen, sampo, sabun dan penggunaan bahan kimia lainnya. Sasongko ( Limbah organik umumnya dapat didegradasi oleh mikroba dalam lingkungan. Sebaliknya, limbah anorganik lebih sulit didegradasi sehingga sering menimbulkan pencemaran di lingkungan. Pada daerah yang tidak mempunyai unit pengelolaan limbah domestik, umumnya limbah dibuang langsung ke lingkungan khususnya perairan (sungai, danau) yang kemudian terangkut dan terendapkan di sepanjang badan perairan.
2.1.3. Air Limbah Domestik
Air limbah merupakan air bekas yang sudah tidak terpakai lagi sebagai hasil dari adanya berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Air itu biasanya dibuang ke alam yaitu tanah atau badan air. Air limbah domestik merupakan limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah tangga seperti kamar mandi, dapur, cucian. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Rumah Tangga yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran,
(26)
perniagaan, apartemen, dan asrama. Mukhtasor (2007) membagi air limbah domestik menjadi dua bagian yaitu : (1) air limbah domestik yang berasal dari cucian seperti sabun, deterjen, minyak dan lemak, serta shampo, (2) air limbah domestik yang berasal dari kakus seperti tinja dan air seni. Air limbah domestik mengandung lebih dari 90% cairan. Kodoatie, et al. (2010) menyatakan zat-zat yang terdapat dalam air buangan di antaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut seperti protein, karbohidrat, dan lemak dan juga unsur anorganik seperti butiran, garam, metal serta mikroorganisme.
Limbah domestik terdiri dari karakteristik fisika antara lain parameter kekeruhan dan TSS, karakteristik kimia antara lain adalah parameter DO, BOD, COD, pH dan deterjen, dan karakteristik biologi antara lain adalah parameter Coliform.
Tabel 2.1. Baku mutu air limbah domestik
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH - 6 – 9
BOD mg/L 100
TSS mg/L 100
Minyak dan Lemak mg/L 10
Sumber : Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2006
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka tingkat konsumsi air dalam rumah tangga juga semakin tinggi dan volume air limbah rumah tangga juga akan meningkat. Hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa konsumsi rata-rata air adalah 144 liter/orang/hari. Konsumsi terbesar adalah untuk mandi yakni sekitar 65 liter/orang/hari atau 45% dari total konsumsi air. Air yang terpakai tersebut akan kembali ke lingkungan dalam bentuk limbah yang biasanya mengandung zat-zat kimia yang sulit didegradasi di badan air seperti deterjen, sabun, pengharum baju.
(27)
Sistem pembuangan air limbah yang umum digunakan masyarakat yakni air limbah yang berasal dari toilet dialirkan ke dalam tangki septik dan air limpasan dari tangki septik diresapkan ke dalam tanah atau dibuang ke saluran umum, sedangkan air limbah non toilet yakni yang berasal dari mandi, cuci serta buangan dapur dibuang langsung ke saluran umum. Banyaknya limbah cair toilet yang dibuang ke badan air akan menyebabkan pencemaran air (Tato, 2004).
Air limbah domestik dapat berpengaruh buruk terhadap berbagai hal karena dapat berperan sebagai media pembawa penyakit, dapat menimbulkan kerusakan pada bahan bangunan dan tanaman, dapat merusak ekosistem perairan. Air limbah juga dapat menurunkan nilai estetika (keindahan) karena akan mengakibatkan munculnya bau busuk dan pemandangan yang kurang sedap (Sugiharto, 1987).
Akibat yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Bersifat langsung misalnya, penurunan atau peningkatan temperatur dan pH akan menyebabkan terganggunya kehidupan biota air, sedangkan akibat tidak langsung adalah defisiensi oksigen karena jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai limbah akan semakin meningkat (Silalahi, 2010)
Menurut penelitian Komarawidjaja (2004), air limbah domestik yang masuk ke perairan sungai Citarum mengganggu biota perairan baik dari segi kelimpahan maupun keragaman jenisnya dan dari hasil identifikasi terhadap invertebrata perairan terungkap bahwa ada kecenderungan penurunan jenis keragaman invertebrata yang hidup sesil seperti siput. Penurunan itu dapat terjadi karena tingkat pencemaran organik yang tinggi, senyawa B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan pestisida yang secara rutin masuk ke badan air sungai tersebut.
(28)
2.1.4. Dampak Pembuangan Limbah Domestik
Kehadiran bahan pencemar di badan air ada yang secara langsung dapat diketahui tanpa pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu, seperti timbulnya busa, warna, dan bau yang tidak sedap. Limbah yang masuk ke perairan danau secara terus-menerus terutama limbah organik dapat menyebabkan terjadinya pengayaan unsur hara di badan air sehingga berpotensi menimbulkan eutrofikasi.
Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan BOD di atas 200 mg/L akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air sehingga bakteri aerobik dalam perairan akan mati sedangkan bakteri anaerobik akan menguraikan nitrat menjadi ammonia dan sulfat menjadi sulfida yang akan menjadi racun bagi ikan. Air limbah domestik yang mengandung deterjen akan meningkatkan kadar fosfat sehingga memicu pertumbuhan ganggang air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan dapat menghancurkan danau melalui eutrofikasi. Bila ganggang mati, tubuhnya mengendap ke dasar danau. Ketika danau menjadi lebih dangkal, tumbuhan berakar dapat tegak berdiri, akhirnya danau menjadi rawa dan akhirnya menjadi padang (Oxtoby, 2003).
Hasil penelitian Retnaningdyah (1997), tingkat pencemaran Kali Mas Surabaya akibat limbah domestik yang mengandung deterjen digolongkan dalam kategori tercemar ringan sampai tercemar. Sehubungan dengan pencemaran tersebut beberapa parameter habitat makroinvertebrata bentos mengalami perubahan secara spasial.
(29)
2.2.Pencemaran Danau
Danau adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta terbentuk secara alami. Pembentukan danau terjadi karena gerakan bumi sehingga bentuk dan luasnya sangat bervariasi. Danau merupakan penampung alami dalam pengumpulan unsur nutrisi, bahan padat tersuspensi dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar. Danau lebih banyak terkontaminasi dibandingkan sungai karena proses pelarutan dalam danau kurang efektif dibandingkan dengan sungai. Air dalam danau terdiri dari lapisan-lapisan yang sedikit mengalami pencampuran dan aliran air danau relatif sangat kecil sehingga mengurangi daya pengenceran dan penambahan kandungan oksigen terlarut. Bila pencemaran terjadi terus menerus maka akan menyebabkan keracunan pada hewan air dan manusia yang menggunakan air khususnya untuk air minum.
Pencemaran air di perairan danau umumnya diakibatkan oleh limbah dari kegiatan masyarakat sekitar yang masuk melalui sungai-sungai yang merupakan sumber masukan. Danau merupakan perairan tergenang (lentik) sehingga lebih banyak terkontaminasi oleh limbah yang masuk ke perairan tersebut.
Pencemaran yang terjadi di Danau Toba berasal dari pemukiman, kawasan pariwisata, dan kegiatan pertanian. Di beberapa tempat, kualitas air Danau Toba menurun karena tingginya konsentrasi BOD, COD dan Escheria coli, seperti di Parapat, Tomok, Pangururan, dan Balige (Simanihuruk, 2005 dalam Siregar, 1997). Umumnya limbah cair dari pemukiman, kawasan pariwisata dan lainnya mengalir masuk ke Danau Toba tanpa ada pengolahan limbah.
Pencemaran danau bersumber dari pemukiman, industri, limbah pertanian, peternakan, dan pelabuhan. Menurut Damanik, et al. (1984) kegiatan masyarakat/penduduk di kawasan Danau Toba baik berada langsung di tepi pantai
(30)
maupun di daratan mempengaruhi kualitas air danau. Bahan-bahan pencemaran danau dapat berbentuk padatan ataupun limbah cair. Pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan aktivitas manusia dan dengan sendirinya akan meningkatkan volume limbah yang dibuang ke lingkungan perairan danau.
Kegiatan mandi, cuci, kakus dengan menggunakan air Danau Toba banyak dijumpai seperti mencuci perkakas dapur, mandi sampai penempatan kakus yang didirikan persis di pinggiran pantai Danau Toba (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011). Salah satu penyebab pencemaran Danau Toba adalah rendahnya perilaku sehat masyarakat dalam mengelola limbah domestik, dimana limbah yang belum diolah langsung disalurkan menuju danau (Moedojo, et.al.)
2.3. Danau Toba
2.3.1. Letak dan Luas
Danau terbesar di Indonesia adalah Danau Toba yang terletak pada ketinggian 905 meter di atas pemukaaun laut (dpl) dan luas perairan nya 1.130 Km2
Secara geografis kawasan Danau Toba terletak di Propinsi Sumatera Utara pada titik koordinat 2
dengan kedalaman maksimal 529 meter di bagian utara dan 429 meter di bagian selatan. Danau Toba merupakan danau terdalam kesembilan di dunia dan merupakan danau tipe vulkanik kaldera yang terbesar di dunia (Anonim, 2009).
0
21’32” – 2056’28” Lintang Utara dan 980 26’35” – 99015’40” Bujur Timur. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) lebih kurang 4.311,58 Km2
Berdasarkan wilayah administrasi, Ekosistem Kawasan Danau Toba terletak pada 7 (tujuh) kabupaten yaitu (1) Kabupaten Samosir, (2) Kabupaten Toba Samosir, (3) Kabupaten Simalungun, (4) Kabupaten Tapanuli Utara, (5) Kabupaten Humbang Hasundutan, (6) Kabupaten Dairi, dan (7) Kabupaten Karo. Wilayah perairan Danau
(31)
Toba bagian selatan cenderung lebih dinamis dibandingkan dengan wilayah utara sehingga tingkat akumulasi bahan pencemar di selatan lebih kecil dibandingkan bagian utara (Lukman, 2010).
2.3.2. Fungsi dan Manfaat
Beberapa fungsi dan manfaat Danau Toba yaitu : (1) Air Danau Toba dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai air minum dan kebutuhan air sehari-hari (mandi, mencuci, memasak), (2) Danau Toba dengan pemandangan alam yang menakjubkan berpotensi sebagai objek wisata dan sedang diusulkan menjadi Geopark, (3) Danau Toba dimanfaatkan sebagai sarana transportasi di Kawasan Danau Toba, (4) Budidaya perikanan dalam bentuk keramba jaring apung, (5) Sumber air bagi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan. Pemanfaatan air Danau Toba untuk PDAM berada di Pangururan dan Balige (Lukman, 2010).
2.3.3. Hidrologi
Air yang masuk ke Danau Toba berasal dari : (1) Air hujan yang langsung jatuh ke danau ; (2) Air yang berasal dari sungai-sungai yang masuk ke danau. Sungai-sungai yang mengalir dan bermuara ke Danau Toba yaitu (1) Sungai Sigubang, (2) Sungai Bah Bolon, (3) Sungai Guloan, (4) (5) Sungai Arun, (6) Sungai Tomok, (7) Sungai Sibandang, (8) Sungai Halian, (9) Sungai Simare, (10) Sungai Aek Bolon, (11) Sungai Mongu, (12) Sungai Mandosi, (13) Sungai Gopgopan, (14) Sungai Kijang, (15) Sungai Sinabung, (16) Sungai Ringo, (17) Sungai Prembakan, (18) Sungai Sipultakhuda dan (19) Sungai Silang, sedangkan outlet Danau Toba hanya 1 yaitu Sungai Asahan.
Daerah aliran sungai (catchment area) tersebut diatas terdiri dari 26 Sub DAS, yaitu : Aek Sigumbang, Aek Haranggaol, Situnggaling, Naborsahon,Tongguran, Gopgopan, Mandosi, Aek Bolon, Simare, Halion, Sitobu, Siparbul, Pulau Kecil,
(32)
Silang, Bodang, Parembakan, Tulas, Aek Ranggo, Simala, B. Sigumbang, B. Bolon, Silabung, Guluan, Arun, Simaratuang, Sitiung-tiung. Total jumlah sungai yang masuk ke Danau Toba adalah 289 sungai, dari Pulau Samosir adalah 112 sungai dan dari daerah tangkapan air lainnya adalah 117 sungai. Dari 289 sungai itu, 57 diantaranya mengalirkan air secara tetap dan sisa 222 sungai lagi adalah sungai musiman (intermitten) (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).
2.4. Indikator Kualitas Perairan Danau Toba
Menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2009, baku mutu air Danau Toba diklasifikasikan ke kelas I yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kriteria mutu air Danau Toba mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.
Parameter-parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas air pada perairan Danau Toba meliputi sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologis.
2.4.1. Parameter Fisik Air
2.4.1.1. Suhu. Masuknya air limbah ke dalam perairan cenderung akan mempengaruhi suhu perairan. Menurut (Mutiara, 1999), perubahan suhu baik naik maupun turun yang berlangsung secara mendadak atau ekstrem seringkali berakibat lethal bagi organisme-organisme khususnya ikan. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di pihak lain juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen terlarut untuk keperluan metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003). Sehingga suhu merupakan controlling factor
(33)
berlanjut terhadap pertumbuhan dan proses fisiologis serta siklus reproduksinya (Fardiaz, 1992).
2.4.1.2. Derajat keasaman (pH). Derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air. Nilai pH suatu perairan dapat mencerminkan keseimbangan antar asam dan basa dimana semakin tinggi pH nya maka semakin besar sifat basanya, sebaliknya semakin rendah pH nya maka semakin asam perairannya. Pengaruh perubahan pH yang diakibatkan oleh bahan pencemar terhadap organisme akuatik sangatlah sulit untuk ditentukan kecuali bila zat-zat pencemar tersebut mempunyai pengaruh langsung. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan ion-ion. Dari aktivitas biologi dihasilkan gas CO2
2.4.1.3.
yang merupakan hasil respirasi. Gas ini akan membentuk ion buffer atau penyangga untuk menjaga kisaran pH perairan agar tetap stabil. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif karena pada pH rendah kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen akan menurun, aktivitas pernafasan naik, dan selera makan biota perairan akan menurun.
Kekeruhan dan kecerahan. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Menurut Suin (2002), kekeruhan air disebabkan
(34)
adanya partikel-partikel debu, tanah liat, pragmen tumbuh-tumbuhan dan plankton dalam air. Kekeruhan yang tinggi akan menyebabkan penetrasi cahaya ke dalam air berkurang, sehingga akan menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga.
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual menggunakan secchi disk (Effendi, 2003). Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, dan partikel-partikel. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat menurunkan nilai produktivitas perairan.
2.4.2. Parameter Kimia
2.4.2.1. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO).
Oksigen dalam air umumnya berasal dari udara bebas secara difusi pada permukaan air dan merupakan hasil kegiatan proses fotosintesis tumbuhan akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut berubah-ubah dalam siklus harian. Pada waktu pagi hari, konsentrasi oksigen terlarut rendah, dan semakin Oksigen terlarut merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan, oksigen juga diperlukan untuk dekomposisi senyawa-senyawa organik. Semakin banyak kandungan bahan organik dalam air limbah, maka oksigen yang dibutuhkan untuk proses dekomposisi akan semakin banyak. Pada perairan yang tercemar oleh bahan organik, kandungan oksigen akan sangat menurun, bahkan pada kasus pencemaran yang berat kandungan oksigen terlarutnya akan habis (Mason, 1981).
(35)
tinggi pada siang hari yang disebabkan oleh fotosintesis, sampai mencapai titik maksimal lewat tengah hari. Pada malam hari saat tidak terjadi fotosintesis, pernafasan di dalam perairan memerlukan oksigen sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut.
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Sebagian besar zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Untuk mendukung kehidupan organisme air, kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (Swingle dalam Salmin, 2005).
2.4.2.2. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5). BOD5 merupakan parameter yang
dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan bahan organik di perairan. Hal ini disebabkan karena BOD5 dapat menggambarkan jumlah
bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis yaitu, jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air, dalam waktu inkubasi 5 hari pada temperature 20 0C (Sugiharto, 1987). Pemeriksaaan BOD5
Jumlah oksigen yang diperlukan bakteri untuk menguraikan bahan organik dalam perairan tergantung dari konsentrasi dan banyaknya bahan
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat buangan penduduk atau industri (Alaerts dan Santika, 1984).
(36)
organik dalam danau. Jika limbah organik yang dilepaskan ke perairan semakin banyak, nilai BOD5
Wirosarjono (1974) dalam Salmin (2005) menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD dan DO seperti tertera pada Tabel 2.3.
akan semakin meningkat pula. Hal ini mengakibatkan menurunnya kandungan oksigen terlarut dalam air, sehingga terjadi defisiensi oksigen. Bila kondisi ini berlangsung berkepanjangan, maka kondisi perairan akan berubah menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Parameter BOD secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan.
Tabel 2.2. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD
Tingkat Pencemaran Parameter
DO (ppm) BOD (ppm)
Rendah > 5 0 - 10
Sedang 0 – 5 10 – 20
Tinggi 0 25
Sumber : Wirosarjono (1974) dalam Salmin (2005)
2.4.2.3. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD). Parameter lain yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran perairan adalah COD. COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 L sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (Alaerts dan
Santika 1984). Nilai COD menggambarkan total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004). Banyak zat organik yang tidak dapat
(37)
diuraikan secara cepat berdasarkan pengujian BOD5. Uji COD merupakan
suatu analisa yang menggunakan reaksi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga uji COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang teroksidasi secara biologis (Alaerts, dan Santika, 1984). COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari uji BOD5
Tabel 2.3. Perbandingan rata-rata angka BOD
karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD (Fardiaz, 1992).
5
Jenis Air
/COD untuk beberapa jenis air BOD5/COD
Air buangan domestik (penduduk) 0,40 – 0,60 Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,60 Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis 0,20
Air sungai 0,10
Sumber : Alaerts dan Santika, 1984
2.4.2.4. Kandungan Nitrat . Nitrat mewakili hasil akhir degradasi bahan organik (nitrogen) yang berasal dari limbah domestik, sisa pupuk pertanian atau dari nitrit yang mengalami nitrifikasi. Nitrat merupakan zat nutrisi yang diperlukan tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan jumlah yang berlebihan akan menimbulkan pencemaran. Nitrat dapat menyebabkan pencemaran karena dapat menimbulkan eutrofikasi sehingga mengurangi jumlah oksigen terlarut dan menaikkan BOD5
2.4.2.5.
(Mahida, 1993).
Kandungan Fosfat. Fosfat dalam air limbah dijumpai dalam bentuk orthofosfat (seperti H2PO4-, HPO42-, PO43-), polyfosfat seperti Na2(PO4)
(38)
fosfat organik dalam air secara bertahap akan dihidrolisa menjadi bentuk orthofosfat yang stabil melalui dekomposisi secara biologi. Dalam air limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Orthofosfat berasal dari pupuk yang masuk dalam badan air melalui drainase dan aliran air hujan. Polyfosfat dapat memasuki badan air melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat (Alaerts, 1987). Untuk pemeriksaan terhadap badan air yang sedikit tercemar ataupun yang telah dicemari oleh buangan industri, rumah tangga, atau pertanian memerlukan pemeriksaan fosfat total. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/L, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Perkins, 1974). 2.4.3. Parameter Mikrobiologi
Fecal Coliform
Bakteri coliform adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan fecal coliform menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan.
Menurut Sastrawijaya (2000), colifecal adalah bakteri coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada buangan feses masuk ke dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri colifecal di
(39)
dalam air, maka air itu kemungkinan tercemar dan tidak dapat digunakan sebagai sumber air minum.
2.5. Perilaku Masyarakat
Persentase kehadiran bahan pencemar domestik di dalam badan air sering dijadikan indikator kemajuan suatu negara. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat dalam membuang berbagai jenis buangan ke dalam badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu (Suriawiria, 1996).
Menurut Soemarwoto (1997), kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan limbah yang dihasilkan penduduk tidak dapat ditangani dengan baik. Selanjutnya, menurut hasil penelitian Sugiharti (1997) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sehat penduduk terhadap sampah di Kodia Semarang menyebutkan bahwa pembuangan limbah domestik meliputi faktor sosial ekonomi, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, partisipasi, tersedianya fasilitas dan tingkat pendidikan. Pengetahuan tentang pembuangan limbah domestik yang sehat akan mempengaruhi sistem pembuangan limbah yang dilakukan oleh penduduk.
Perilaku manusia merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku terhadap lingkungan kesehatan merupakan respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Menurut penelitian Darmawan et al. (2010), variabel pengetahuan, sikap dan perilaku mempunyai pengaruh positif terhadap peran serta masyarakat untuk menjaga lingkungan hidup melalui kesanggupan membayar masyarakat.
Sarwono (1997) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam menjaga kesehatannya antara lain:
(40)
a. Pengetahuan, merupakan hasil tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang secara empiris sesuai dengan objeknya. Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut hasil penelitian Budhiati (2011), ada hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang pengelolaan lingkungan dengan perilaku hidup sehat masyarakat.
b. Sikap (Attitude), merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap beberapa objek, pribadi, dan peristiwa. Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek tadi. Namun, suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
c. Tindakan, merupakan respon yang dilakukan terhadap objek, peristiwa dan manusia. Tindakan dipengaruhi oleh pendidikan dan sikap seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Gurdjita, 2008).
Perilaku masyarakat dalam mengelola lingkungan tergantung pada tingkat pengetahuan dan pemahaman. Karena rendahnya perilaku sehat, maka limbah rumah tangga langsung disalurkan ke danau termasuk dari hotel-hotel dan restoran yang berdiri di bibir pantai. Di sisi lain, masyarakat yang menggunakan air danau untuk sumber air minum, mandi, mencuci dan tempat buang air besar masih banyak dijumpai. Penelitian tentang kualitas air Danau Toba tahun 1993 menyatakan bahwa pemukiman penduduk adalah sumber pencemaran utama, sekitar 47% hingga 58% di empat daerah yang berpotensi tercemar (Moedojo, et.al).
(41)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif yang menggabungkan antara penelitian fisik dan penelitian sosial. Penelitian fisik mencakup analisis kualitas air yang diambil dari perairan Danau Toba di sekitar pemukiman penduduk baik secara kimia, fisika, dan biologi. Penelitian sosial dilakukan untuk mengetahui pengaruh perilaku masyarakat terhadap jumlah dan jenis limbah domestik yang dibuang ke perairan Danau Toba. Penelitian sosial dilakukan dengan wawancara dan survei dengan alat bantu kuesioner yang dibagikan ke penduduk di sekitar Danau Toba (Lampiran 7). Kuisoner telah diuji dan disempurnakan melalui pretest sehingga layak untuk diambil sampelnya.
3.2. Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan di perairan Danau Toba dengan 3 lokasi yang berdekatan dengan pemukiman penduduk yaitu Desa Marbun Toruan Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Napitupulu Bagasan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir, dan Kelurahan Pasar Pangururan Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian ini berlangsung dari September 2013 hingga April 2014. Metode yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel pada 3 titik, sebelum outlet air limbah domestik masuk ke badan air danau, pada outlet setelah air limbah domestik tercampur dengan air danau, dan pada titik setelah pencampuran air limbah domestik dengan air danau tinggi. Lokasi pengambilan sampel ada 3 sehingga jumlah stasiun pengambilan sampel ada sembilan. Untuk
(42)
membandingkan hasil pengujian pada tiga lokasi pemukiman penduduk, maka ditambah dengan satu lokasi yang jauh dari pemukiman sebagai pembanding yaitu Desa Parbalohan Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
Stasiun 1
Stasiun 1 berada pada area pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk rendah, berada pada titik 02019’37,0” LU dan 0980
Stasiun 2
49’24,6” BT di desa Marbun Toruan Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Pengambilan sampel air dilakukan di Sungai Janji.
Berada pada area pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk sedang, pada titik 02036’24,2” LU dan 0980
Stasiun 3
41’38,8” BT di kelurahan Pasar Pangururan Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Pengambilan sampel air dilakukan di sungai dekat Hotel Dainang.
Berada pada area pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, pada titik 02020”54” LU dan 0990
Stasiun 4
4’40” BT di desa Napitupulu Bagasan Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir. Pengambilan sampel air dilakukan di Sungai Aek Halian.
Berada pada titik 02034’41,9” LU dan 098054’18,0” BT di Parbalohan, Simanindo, Kabupaten Samosir. Lokasi ini sebagai pembanding karena jauh dari pemukiman penduduk.
(43)
3.3. Pengukuran Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi
Pengukuran faktor fisik-kimia air digunakan untuk menentukan kualitas air : 1. Suhu
Untuk pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan alat termometer raksa berskala 0 – 50 0
2. pH air
C. termometer tersebut dimasukkan ke dalam air dan dibiarkan selama kurang lebih 3 menit. Kemudian termometer diangkat, langsung dibaca dan dicatat.
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. pH meter dimasukkan ke dalam sampel air, bila angka yang terbaca telah stabil, langsung dibaca dan dicatat. Angka yang tertera menunjukkan nilai pH air yang diukur.
3. Penetrasi Cahaya
Pengukuran penetrasi cahaya menggunakan Secchi disk. Secchi disk
dimasukkan ke dalam air secara perlahan-lahan sambil memperhatikan warna putih piringan tidak terlihat lagi kemudian diukur panjang talinya. Selanjutnya piringan itu diturunkan lagi ke dalam air dan secara perlahan-lahan ditarik ke atas sampai warna putih dari piringan itu terlihat kembali, lalu diukur kedalamannya. Lalu kedua kedalaman itu dihitung rata-ratanya.
4. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan menggunakan metode Winkler. Langkah-langkah pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 2.
5. BOD5
Untuk pengukuran BOD
5 dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran
(44)
ke laboratorium untuk diinkubasi pada suhu 20 0C selama 5 hari. Setelah itu dilakukan pengukuran BOD5
6. COD
dengan menghitung selisih DO akhir dengan DO awal. Langkah-langkah pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pengujian COD dilakukan dengan menggunakan Metode Refluks. Langkah-langkah pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 4.
7. Kandungan Nitrat
Untuk pengukuran nitrat dilakukan di Laboratorium Binalab Medan dengan metode spektrofotometri.
8. Kandungan Fosfat
Untuk pengukuran fosfat dilakukan di Laboratorium Binalab Medan dengan metode spektrofotometri.
9. Fecal coliform
Pengukuran fecal coliform dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU dengan metode MPN (Most Probability Number).
(45)
Peralatan yang digunakan untuk mengukur kualitas fisik, kimia dan biologi air dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat yang digunakan untuk pengukuran faktor fisik, kimia dan biologi air
Alat Satuan Parameter Keterangan
Fisika
1. Termometer 2. pH meter 3. Secchi Disk
4. Turbidimeter 5. Water sampler Kimia
1. DO-SCT
2. Spectrofotometer
3. Spectrofotometer
4. Spectrofotometer
5. Winkler 6. Refluks 7. pH meter Biologi MPN Dokumentasi Kamera digital o skala C m NTU ml mg/L ppm ppm ppm mg/L mg/L skala MPN/100 ml - Suhu pH Kecerahan Kekeruhan Sampel air Oksigen terlarut Nitrat Total Posfat Deterjen BOD COD 5 pH Fecal coliform Dokumentasi Penelitian Insitu Insitu Insitu Lab Insitu Insitu Lab Lab Lab Lab Lab Insitu Lab Insitu
Suhu air, kecerahan, oksigen terlarut dan pH diukur langsung di lapangan (in situ) pada saat pengambilan sampel, sedangkan untuk parameter fisik-kimia yang lain dianalisis di Laboratorium Binalab Medan dan uji fecal coliform dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU.
3.4. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian tentang kualitas air meliputi keseluruhan air Danau Toba di wilayah Desa Marbun Toruan Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan, Kelurahan Pasar Pangururan Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, dan Desa Napitupulu Bagasan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. Sampel
(46)
dalam penelitian ditentukan pada 3 titik, sebelum outlet air limbah domestik masuk ke badan air danau, pada outlet setelah air limbah domestik tercampur dengan air danau, dan pada titik setelah pencampuran air limbah domestik dengan air danau tinggi. Populasi dalam penelitian sosial adalah penduduk wilayah Desa Marbun Toruan Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan, Kelurahan Pasar Pangururan Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, dan Desa Napitupulu Bagasan Kecamatan Napitupulu Bagasan Kabupaten Toba Samosir. Rancangan sampel penelitian dipilih secara proporsional berdasarkan lokasi tempat tinggalnya. Uji statistik yang akan dilakukan pada penelitian sosial ini adalah analisis korelasi sehingga sampel yang harus diambil minimal adalah 30 orang (Singarimbun dan Effendi, 1995) di masing-masing lokasi pengambilan sampel. Jumlah total sampel adalah 90 orang dan yang terpilih adalah sampel yang tinggal dan beraktivitas di sekitar Danau Toba.
3.5. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder yaitu :
a. Data primer diperoleh dari pengukuran kondisi fisik, kimia dan biologi perairan Danau Toba. Hasil pengukuran diperoleh di lapangan dan sebagian dari hasil analisis di laboratorium.
b. Data sekunder diperoleh melalui wawancara dan kuesioner untuk mendapatkan informasi mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam membuang limbah domestik di sekitar perairan Danau Toba. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisoner tertutup berisi serangkaian pertanyaan dan pernyataan yang digunakan untuk
(47)
mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian. Skala pengukuran kuisoner yang digunakan adalah skala likert dari 1-5.
3.6. Analisis Data
Data primer yang dikumpulkan pada Sub Bab 3.5 kemudian dilakukan analisis data dengan uji statistik menggunakan uji statistik ANOVA dengan SPSS versi 20 untuk mengetahui nilai rata-rata parameter lingkungan pada masing-masing stasiun pengamatan adalah berbeda nyata atau tidak.
Data sekunder yang dikumpulkan pada Sub Bab 3.5 kemudian dilakukan analisis data dengan tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data konsumsi air dan bahan-bahan timbulan limbah rumah tangga responden terdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 20 pada nilai residualnya. Nilai signifikansi hasil pengujian normalitas pada nilai residual lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan distribusi data mengikuti pola distribusi normal.
b. Analisis Sosial
Analisis sosial dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden dan data tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan responden atas limbah domestik yang dibuang ke perairan Danau Toba. Jawaban responden atas pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner dianalisis dengan menghitung rata-rata seluruh jawaban responden dan penilaian dengan skala Likert.
(48)
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel yaitu perilaku masyarakat dengan jumlah konsumsi air dan bahan-bahan rumah tangga. Besarnya koefisien korelasi antara 0 sampai dengan ±1. Nilai positif atau negatif menunjukkan arah hubungan apakah searah atau berlawanan. Dalam memberikan penilaian kuat lemahnya korelasi antara variabel dapat digunakan pedoman pada Tabel 3.2. Pedoman tersebut dapat digunakan untuk menilai koefisien korelasi r.
Tabel 3.2. Pedoman penilaian koefisien korelasi r Nilai Koefisien Korelasi r Tingkat Hubungan
1,00 Korelasi sempurna
0,900 – 0,999 Korelasi sangat tinggi
0,700 – 0,899 Korelasi tinggi
0,400 – 0,699 Korelasi sedang
0,200 – 0,399 Korelasi rendah
0,000 – 0,199 Tidak ada korelasi
Sumber : Guilford dalam Nawawi, H., (2005)
Nilai koefisien korelasi 1,00 menunjukkan hubungan yang sempurna antar variabel yang diuji. Koefisien korelasi sangat tinggi menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara variabel-variabel yang diuji, sedangkan koefisien korelasi yang bernilai rendah ataupun tidak ada korelasi menunjukkan hubungan yang lemah dan dapat diabaikan dalam proses perancangan. Analisis korelasi pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 20.
(49)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Parameter Fisik, Kimia, dan Biologis Air
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di perairan Danau Toba, didapatkan nilai rata-rata faktor fisik, kimia, dan biologis air seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Nilai rata-rata parameter yang diukur pada masing-masing lokasi pengambilan sampel
Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Baku Mutu 1. Suhu (0C) 24,40 25,80 23,97 5,57 viasi 3
2. pH 7,23 6,73 6,90 7,60 6 – 9
3. Penetrasi (m) 1,58 1,04 1,06 3,37 -
4. Kekeruhan (NTU)
1,64 21,54 8,22 0,97 -
5. DO (mg/L) 7,23 6,33 7,23 7,30 Min. 6
6. COD (mg/L ) 6,65 1,80 7,80 6,14 10
7. BOD5 (mg/L ) 0,78 1,29 0,89 0,65 2
8. NO3- (mg/L ) 0,67 1,37 0,77 0,48 10
9. PO43- (mg/L ) 0,07 0,15 0,09 0,06 0,2
10. Deterjen (mg/L)
<0,01 <0,01 <0,01 0,01 200 11. Fecal Coliform
(MPN/100)
150 93 150 3 100
Ket :
Stasiun 1 = Marbun Toruan Stasiun 2 = Pangururan
Stasiun 3 = Napitupulu Bagasan
Stasiun 4 = Parbalohan sebagai Kontrol
Baku mutu berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001
Selanjutnya, nilai parameter lingkungan yang diukur pada masing-masing lokasi pengamatan akan diuji secara statistik dan hasilnya adalah seperti tertera pada Tabel 4.2.
(50)
Tabel 4.2. Hasil uji statistik/uji beda dari parameter lingkungan yang diamati
No Parameter Nilai F
FHitung FTabel
1 Suhu (0C) 3,71 4,07
2 pH 11,26 4,07
3 Kekeruhan (NTU) 15,29 4,07
4 DO (mg/L ) 4,34 4,07
5 COD (mg/L ) 224,21 4,07
6 BOD5 (mg/L ) 158,24 4,07
7 NO3 (mg/L ) 217,41 4,07
8 PO43- (mg/L ) 56,44 4,07
Hipotesis :
Ho = Rata-rata nilai parameter pada lokasi pengamatan adalah identik Hi = Rata-rata nilai parameter pada lokasi pengamatan adalah identik
Jika FHitung > FTabel
4. 1.1. Suhu
, maka Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa nilai rata-rata dari parameter yang diamati adalah berbeda nyata.
Suhu perairan Danau Toba pada 4 stasiun pengamatan menunjukkan variasi rata-rata suhu yang tidak berbeda. Hasil pengukuran suhu air berkisar 24,40 – 25,57 o
Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di pihak lain juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air. Huet (1971) menyatakan bahwa suhu perairan tidak menjadi faktor pembatas tetapi hanya sebagai faktor yang menentukan kelimpahan biota air di dalamnya. Kisaran suhu yang cocok untuk organisme air adalah 20 – 30
C, suatu kisaran nilai yang umum dijumpai pada perairan di daerah tropis.
o
C. Berdasarkan pendapat tersebut, maka kisaran suhu yang diperoleh untuk masing-masing stasiun pengamatan masih optimum bagi kehidupan organisme air.
(51)
Dari uji statistik pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu pada masing-masing lokasi pengamatan tidak berbeda nyata (FHitung < FTabel
4.1.2. Derajat keasaman (pH)
).
Derajat keasaman (pH) suatu perairan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan biota air, antara lain berpengaruh terhadap respirasi, kandungan nutrisi dan produktivitas serta daya tahan organisme. Hasil pengukuran pH pada lokasi pengamatan menunjukkan nilai berkisar 6,73 – 7,60 (Tabel 4.1). Nilai pH terendah berada di Pangururan yaitu 6,73 dan nilai tertinggi berada pada Kontrol yaitu 7,60.
Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain aktivitas biologi, suhu, dan kandungan oksigen. Adanya aktivitas masyarakat yang membuang limbah ke badan air akan meningkatkan aktivitas organisme dalam mengurai bahan organik yang menghasilkan asam organik yang lebih banyak melalui proses penguraian bahan organik secara aerob sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai pH. Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001, ambang batas pH perairan kelas I adalah 6-9. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap lokasi pengamatan, air Danau Toba masih tergolong air kelas I.
Dari hasil uji statistik pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pH pada masing-masing lokasi pengamatan adalah berbeda nyata (FHitung > FTabel). Hasil analisa
statistik lebih lanjut menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata pH yang nyata antar lokasi kontrol dengan lokasi Napitupulu Bagasan dan Pangururan serta antara lokasi Marbun Toruan dengan Pangururan, seperti terlihat pada Tabel 4.3.
(52)
Tabel 4.3. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter pH antar lokasi pengamatan
Kelompok Pengukuran (I) Kelompok Pengukuran (J) Perbedaan rata-rata (I-J) Marbun Toruan
Pangururan 0,50000*
Napitupulu Bagasan 0,33333
Kontrol -0,36667
Pangururan
Marbun Toruan -0,50000
Napitupulu Bagasan
*
-0,16667
Kontrol -0,86667*
Napitupulu Bagasan
Marbun Toruan -0,33333
Pangururan 0,16667
Kontrol -0,70000*
Kontrol
Marbun Toruan 0,36667
Pangururan 0,86667
Napitupulu Bagasan
*
0,70000* Tanda (*) menunjukkan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 0,05
4.1.3. Penetrasi
Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air, serta kepadatan plankton suatu perairan. Dari hasil pengukuran penetrasi cahaya pada lokasi pengamatan diperoleh bahwa intensitas cahaya mampu menembus kedalaman 1,04 – 3,37 m (Tabel 4.1). Nilai penetrasi tertinggi berada pada kontrol sedangkan nilai penetrasi di Marbun Toruan, Pangururan, dan Napitupulu Bagasan tidak berbeda jauh. Penetrasi dipengaruhi oleh kekeruhan dimana kekeruhan tertinggi diperoleh di lokasi Pangururan. Adanya kekeruhan yang tinggi di Pangururan disebabkan oleh limbah domestik yang dibuang secara langsung atau pun tidak langsung ke sungai yang bermuara ke Danau Toba. Wilayah perairan Danau Toba bagian selatan cenderung lebih dinamis dibandingkan dengan wilayah utara sehingga tingkat akumulasi bahan pencemar di selatan lebih kecil dibandingkan bagian utara
(53)
(Lukman, 2010). Tingkat akumulasi bahan pencemaran di Pangururan dimungkinkan lebih tinggi karena letaknya yang berada di arah utara perairan Danau Toba.
4.1.4. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain. Bahan organik meliputi tinja, urin, sabun, lemak, deterjen dan sisa makanan sedangkan bahan anorganik seperti ammonia dan garam-garam ammonium merupakan derivate dari dekomposisi tinja, urin, dan nitrat (Dix, 1981).
Dari hasil pengukuran kekeruhan pada lokasi pengamatan diperoleh bahwa intensitas cahaya mampu menembus kedalaman 0,97 – 21,54 NTU (Tabel 4.1). Nilai terendah berada di Kontrol yaitu 0,97 NTU dan nilai tertinggi berada di Pangururan yaitu 21,54 NTU. Tingginya kekeruhan khusus di stasiun Pangururan disebabkan banyaknya partikel melayang dan larut dalam air sehingga penetrasi cahaya menjadi terhalang masuk ke perairan akibatnya aktivitas fotosintesis akan terganggu.
Dari hasil uji statistik pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kekeruhan pada masing-masing lokasi pengamatan adalah berbeda nyata (FHitung >
FTabel). Hasil analisa statistik lebih lanjut menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai
rata-rata kekeruhan yang nyata antar lokasi Pangururan dengan ketiga lokasi pengamatan yang lain, tetapi antar ketiga lokasi pengamatan yang lain (Balige, Marbun Toruan, dan Kontrol) tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4.
(54)
Tabel 4.4. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter kekeruhan antar lokasi pengamatan
Kelompok Pengukuran (I) Kelompok Pengukuran (J) Perbedaan rata-rata (I-J) Marbun Toruan
Pangururan -19,90000*
Napitupulu Bagasan -6,58667
Kontrol 0,66667
Pangururan
Marbun Toruan 19,90000
Napitupulu Bagasan * 13,31333 Kontrol * 20,56667* Napitupulu Bagasan
Marbun Toruan 6,58667
Pangururan -13,31333
Kontrol
*
7,25333 Kontrol
Marbun Toruan -0,66667
Pangururan -20,56667
Napitupulu Bagasan
*
-7,25333 Tanda (*) menunjukkan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 0,05
4.1.5. Oksigen terlarut (Dissolved oxygen, DO)
Oksigen terlarut menyatakan jumlah oksigen yang berada dalam air, berasal dari hasil fotosintesis dan absorbsi udara. Jumlah oksigen di perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh organisme air. Semakin banyak jumlah oksigen terlarut maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut terlalu rendah akan menimbukan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerob yang mungkin terjadi (Salmin, 2000). Kehidupan dalam air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 ppm, selebihnya bergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran bahan pencemar, suhu air dan sebagainya.
Hasil pengukuran oksigen terlarut pada lokasi pengamatan berkisar antara 6,33 – 7,23 mg/L (Tabel 4.1). Nilai terendah pada Pangururan dan nilai tertinggi pada lokasi Kontrol. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pembuangan limbah domestik dari berbagai lokasi pengamatan ke perairan Danau Toba akan meningkatkan jumlah
(55)
limbah organik sehingga kebutuhan oksigen terlarut oleh bakteri untuk menguraikan limbah organik tersebut akan meningkat dan konsentrasi oksigen terlarut akan menurun.
Untuk melihat potensi kemampuan penyerapan oksigen yang sebenarnya dari masing-masing lokasi pengamatan maka dilakukan penghitungan kejenuhan oksigen dengan cara membandingkan pengukuran DO dengan nilai DO sebenarnya yang dapat larut dalam air (lampiran 5) pada temperatur lapangan yang diukur dengan menggunakan rumus :
O2
Kejenuhan (%) = x 100 [u]
O2 [t]
O2
O
[u] = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur di lapangan (mg/L)
2 [t] = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya sesuai dengan harga temperatur
pengukuran
Berdasarkan nilai pada lampiran 5 terlihat bahwa pada temperatur 25,57 (hasil pengukuran pada lokasi kontrol), seharusnya air mampu menyerap oksigen sebanyak 8,04 mg/L. Konsentrasi oksigen terlarut yang diukur di lapangan pada lokasi kontrol hanya 7,30 mg/L. Dengan menggunakan rumus di atas, nilai kejenuhan oksigen pada lokasi kontrol adalah 90,79%.
Tabel 4.5. Nilai kejenuhan oksigen (%) pada masing-masing lokasi pengamatan Parameter Kontrol Marbun Toruan Pangururan Napitupulu Bagasan
1. Suhu (oC) 25,57 24,40 25,80 23,97
2. DO (mg/L) 7,30 7,23 6,33 7,23
3. Kejenuhan (%) 90,79 88,27 79,02 87,63
(56)
Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa kejenuhan oksigen tertinggi diperoleh di lokasi kontrol. Hal ini semakin membuktikan bahwa kegiatan domestik di sekitar Danau Toba akan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dalam air.
Dari hasil uji statistik seperti terlihat pada Tabel 4.2, terlihat bahwa nilai rata-rata oksigen terlarut pada lokasi pengamatan menunjukkan perbedaan nyata (FHitung >
FTabel
Tabel 4.6. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter DO antar lokasi pengamatan
). Hasil uji statistik lebih lanjut terhadap parameter DO menunjukkan ada perbedaan yang nyata antara lokasi Pangururan dengan ketiga lokasi lainnya.
Kelompok Pengukuran (I) Kelompok Pengukura (J) Perbedaan rata-rata (I-J) Marbun Toruan
Pangururan 0,96667*
Napitupulu Bagasan 0,06667
Kontrol 0,06667
Pangururan
Marbun Toruan -0,96667
Napitupulu Bagasan * -0,90000 Kontrol * -0,90000* Napitupulu Bagasan
Marbun Toruan -0,06667
Pangururan 0,90000
Kontrol
*
0,00000 Kontrol
Marbun Toruan -0,06667
Pangururan 0,90000
Napitupulu Bagasan
*
0,00000 Tanda (*) menunjukkan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 0,05
Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 batas minimum DO untuk kriteria air kelas I adalah 6. Hal ini menunjukkan bahwa air Danau Toba pada tiap stasiun pengamatan masih tergolong kelas I.
4.1.6. Chemical Oxygen Demand (COD)
Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Alaerts dan Santika, 1984). Hasil pengukuran COD pada lokasi pengamatan berkisar antara 6,14 – 11,80 mg/L (Tabel
(57)
4.1). Nilai COD tertinggi diperoleh pada lokasi Pangururan yaitu 11,80 mg/L dan terendah pada lokasi kontrol yaitu 6,14 mg/L. Tingginya nilai COD pada lokasi Pangururan diduga akibat besarnya nilai polutan berupa zat organik yang berasal dari limbah rumah tangga yang masuk ke badan air Danau Toba karena nilai COD akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bahan organik.
Menurut PP Nomor 82 Tahun 2001, untuk kriteria mutu air kelas I nilai COD yang diperbolehkan adalah 10 mg/L. Berdasarkan baku mutu air, nilai COD di lokasi Pangururan telah melewati ambang batas yang ditetapkan.
Dari hasil uji statistik seperti terlihat pada Tabel 4.2, terlihat bahwa nilai rata-rata COD pada lokasi pengamatan menunjukkan perbedaan nyata (FHitung > FTabel
Tabel 4.7. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter COD antar lokasi pengamatan
). Hasil uji statistik lebih lanjut, pengamatan terhadap parameter COD menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari nilai rata-rata COD antara semua lokasi pengamatan kecuali lokasi kontrol dengan Marbun Toruan.
Kelompok Pengukuran (I) Kelompok Pengukuran (J) Perbedaan rata-rata (I-J) Marbun Toruan
Pangururan -4,81667*
Napitupulu Bagasan -0,81667 Kontrol
*
0,84667* Pangururan
Marbun Toruan 4,81667
Napitupulu Bagasan * 4,00000 Kontrol * 5,66333* Napitupulu Bagasan
Marbun Toruan 0,81667
Pangururan * -4,00000 Kontrol * 1,66333* Kontrol
Marbun Toruan -0,84667
Pangururan * -5,66333 Napitupulu Bagasan * -1,66333* Tanda (*) menyatakan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 0,05
(58)
Umumnya nilai COD akan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai BOD5,
karena nilai BOD5
4.1.7. Biochemical Oxygen Demand (BOD
terbatas hanya terhadap bahan organik yang bisa diuraikan secara biologis saja, sementara nilai COD menggambarkan kebutuhan oksigen untuk total oksidasi, baik terhadap senyawa yang dapat diuraikan secara biologis maupun terhadap senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis.
5
Nilai BOD
)
5 menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan hampir semua zat organik dalam air (Alaerts dan Santika, 1984). Pemeriksaaan BOD5 diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri. Hasil pengukuran BOD5 pada lokasi pengamatan
berkisar antara 0,65 – 1,29 mg/L (Tabel 4.1). Nilai terendah berada pada Kontrol yaitu 0,65 mg/L dan nilai tertinggi berada di Pangururan yaitu 1,29 mg/L. Peningkatan konsentrasi BOD5
Menurut PP Nomor 82 Tahun 2001, untuk kriteria mutu air kelas I nilai BOD menunjukkan peningkatan jumlah polutan dari kegiatan penduduk yang masuk ke perairan Danau Toba.
5
yang diperbolehkan adalah 2 mg/L. Berdasarkan baku mutu air, nilai BOD5
Dari hasil uji statistik seperti terlihat pada Tabel 4.2, terlihat bahwa nilai rata-rata BOD
di semua lokasi pengamatan masih memenuhi ambang batas yang ditetapkan.
5 pada lokasi pengamatan menunjukkan perbedaan nyata (FHitung > FTabel). Hasil
uji statistik lebih lanjut terhadap parameter BOD5 menunjukkan adanya perbedaan
(59)
Tabel 4.8. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter BOD antar lokasi pengamatan
Kelompok Pengukuran (I) Kelompok Pengukuran (J) Perbedaan rata-rata (I-J) Marbun Toruan
Pangururan -0,51000*
Napitupulu Bagasan -0,11000 Kontrol
*
0,13333* Pangururan
Marbun Toruan 0,51000
Napitupulu Bagasan * 0,40000 Kontrol * 0,64333* Napitupulu Bagasan
Marbun Toruan 0,11000
Pangururan * -0,40000 Kontrol * 0,24333* Kontrol
Marbun Toruan -0,13333
Pangururan * -0,64333 Napitupulu Bagasan * -0,24333* Tanda (*) menyatakan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 0,05
4.1.8. Nitrat (NO3
Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen stabil yang digunakan untuk mensintesa senyawa protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, akan tetapi pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas khususnya bila konsentrasi fosfat tinggi, sehingga air kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian ikan (Alaerts dan Santika, 1984). Hasil pengukuran nitrat pada lokasi pengamatan berkisar antara 0,48 – 1,37 mg/L. Nilai nitrat terendah diperoleh pada lokasi kontrol sedangkan nilai tertinggi terdapat pada lokasi Pangururan. Peningkatan konsentrasi nitrat di lokasi pengamatan menunjukkan adanya pengaruh pembuangan limbah domestik ke perairan Danau Toba, walaupun secara umum konsentrasi nitrat di perairan Danau Toba masih berada dalam ambang batas yang ditetapkan menurut PP No. 82 Tahun 2001.
)
Dari hasil uji statistik seperti terlihat pada Tabel 4.2, terlihat bahwa nilai rata-rata nitrat pada lokasi pengamatan menunjukkan perbedaan nyata (FHitung > FTabel). Hasil
(60)
uji statistik lebih lanjut terhadap parameter nitrat menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari nilai rata-rata nitrat pada lokasi kontrol dengan ketiga pengamatan lainnya. Selanjutnya terlihat adanya perbedaan nyata antara Napitupulu Bagasan dengan Marbun Toruan dan Pangururan, demikian halnya antara Marbun Toruan dengan Pangururan.
Tabel 4.9. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan perbedaan nilai rata-rata parameter NO3- antar lokasi pengamatan
Kelompok Pengukuran (I) Kelompok Pengukuran (J) Perbedaan rata-rata (I-J) Marbun Toruan
Pangururan -0,69667*
Napitupulu Bagasan -0,09667 Kontrol
*
0,19333* Pangururan
Marbun Toruan 0,69667
Napitupulu Bagasan * 0,60000 Kontrol * 0,89000* Napitupulu Bagasan
Marbun Toruan 0,09667
Pangururan * -0,60000 Kontrol * 0,29000* Kontrol
Marbun Toruan -0,19333
Pangururan * -0,89000 Napitupulu Bagasan * -0,29000* Tanda (*) menyatakan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 0,05
4.1.9. Fosfat total (PO4
Fosfat merupakan salah satu unsur yang penting dalam perairan untuk metabolisme sel. Secara alami fosfat di perairan berasal dari pencucian bahan-bahan yang mengandung fosfat dan dari aktivitas manusia seperti limbah domestik, deterjen dan pupuk yang mengandung fosfat, buangan industri, limbah air permukaan dan pelapukan tumbuh-tumbuhan.
)
Poenomo dan Hanafi (dalam Nurachmi, 1999) menyatakan bahwa tingkat kesuburan perairan dapat dibagi menjadi 4 yaitu : (1) kesuburan rendah konsentrasi fosfat berkisar 0,00-0,020 mg/L, (2) kesuburan cukup konsentrasi fosfat berkisar
(1)
Lampiran 12. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan variabel perilaku masyarakat dengan jumlah limbah yang masuk ke perairan Danau Toba
Correlations
Konsumsi Air Konsumsi Bahan Cair
Konsumsi Bahan Padat
Pengetahuan Sikap Tindakan
Konsumsi Air
Pearson Correlation 1 0,513** 0,712** 0,511** 0,715** 0,789**
Sig0, (2-tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
N 90 90 90 90 90 90
Konsumsi Bahan Cair
Pearson Correlation 0,513** 1 0,116 0,453** 0,520** 0,557**
Sig0, (2-tailed) 0,000 0,277 0,000 0,000 0,000
N 90 90 90 90 90 90
Konsumsi Bahan Padat
Pearson Correlation 0,712** 0,116 1 0,405** 0,701** 0,712**
Sig0, (2-tailed) 0,000 0,277 0,000 0,000 0,000
N 90 90 90 90 90 90
Pengetahuan
Pearson Correlation 0,511** 0,453** 0,405** 1 0,542** 0,583**
Sig0, (2-tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
N 90 90 90 90 90 90
Sikap
Pearson Correlation 0,715** 0,520** 0,701** 0,542** 1 0,797**
Sig0, (2-tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
N 90 90 90 90 90 90
Tindakan
Pearson Correlation 0,789** 0,557** 0,712** 0,583** 0,797** 1
Sig0, (2-tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
N 90 90 90 90 90 90
(2)
Peta Lokasi Penelitian
(3)
Foto-foto Penelitian
Lo ka si Pe ng a m a ta n Pa ng urura n
(4)
Lo ka si Pe ng a m a ta n Pa rb a lo ha n Lo ka si Pe ng a m a ta n Na p itup ulu Ba g a sa n
(5)
Wa w a nc a ra d e ng a n re sp o nd e n
(6)