Studi Keanekaragaman Plankton Di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

(1)

STUDI KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN

DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN

SAMOSIR

SKRIPSI

RESI PEBRINA SEMBIRING

040805030

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

STUDI KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN

DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN

SAMOSIR

SKRIPSI

RESI PEBRINA SEMBIRING

040805030

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI KEANAKARAGAMAN PLANKTON DI

PERAIRAN DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

Kategori : SKRIPSI

Nama : RESI PEBRINA SEMBIRING Nomor Induk Mahasiswa : 040805030

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Oktober 2009

Komisi pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Ing. Ternala, A. Barus, M.Sc Mayang Sary Yeanny, S.Si, M.Si

NIP: 131 695 907 NIP: 132 206 571

Diketahui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

DR. Dwi Suryanto, M.Sc NIP: 132 089 421


(4)

PERNYATAAN

STUDI KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2009

Resi Pebrina Sembiring 040805030


(5)

PENGHARGAAN

Puji Syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “STUDI

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR”, yang merupakan

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih saya sampaikan bapak dan ibu dosen yang tercinta: Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku dosen pembimbing II, Prof. Dr.Retno Widhiastuti, M.S., dan Etti Sartina Siregar, S.Si, M.Si yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan serta waktu dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc, selaku Dosen Penasehat Akademik, dan Kepada Bapak Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, dan Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, Dr. Eddy Marlianto M.Sc, selaku Dekan Fakultas FMIPA USU, semua dosen Departemen Biologi FMIPA USU, penulis juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Sukirmanto dan Ibu Nurhasni Muluk selaku laboran di laboratorium dan Ibu Rosliana Ginting dan Bang Erwin selaku Pegawai administrasi Program Studi Biologi FMIPA USU.

Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku yang tersayang: S. Sembiring dan R. Tarigan yang telah memberi doa, harapan, dukungan, materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada abangku Wira Frankly Sembiring, Adekku Kurniawan Sembiring, A.Md, Darma Lestari Sembiring dan adekku yang paling manis Monalisa Marini Sembiring yang telah memberi doa dan semangat kepada saya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bengkila dan Bibi yang telah memberi motivasi, dorongan dan semanagat kepada saya untuk penyusunaan skripsi ini. Kepada Saudara sepupuku Fitri, Rotua, Karolin, Olan dan Ibeth yang telah banyak memberikan dorongan, doa dan motivasi kepada saya.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat sebagai team lapangan: K’tiwi, Yourik, Fransisko, Gokman dan Misran yang telah banyak membantu selama di lapangan, terima kasih juga kepada rekan-rekanku stambuk 2004: Lestari, Lidya Christ, Sry Sayrani, Dahlia, Boy Risman, Rosalina, Janri, Agnes Siska, Lusi, Mestyka, Maris, Maria Rumondang, Siska F., Reni, Rio, Daniel, Walter, Joseph dan seluruh stambuk 2004 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, Adik-adik Biologi USU stambuk 2005: Fitri, Erna, Taripar, Erni, Rebecca, Valen, Sarah, Ocit dan Toberni. Stambuk 2006, stambuk 2007, stambuk 2008, Abang dan kakak mahasiswa Biologi USU dan seluruh anggota PKBKB yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penyusunan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman satu kos Jl. Jamin Ginting 389 Padang Bulan Medan: Ede, Ayrin, Karti, Rona, Redy, Citra, Eva Setia, Masliana,


(6)

Mely, Icha dan K’Hetty. Rasa terima kasih yang terdalam penulis sampaikan atas motivasi, dukungan dan kebersamaan yang telah diberikan selama ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2009


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Studi Keanekaragaman Plankton di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Purposive Random Sampling yaitu menentukan 4 stasiun penelitian yang berbeda berdasarkan aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan 3 ulangan dan 4 kedalaman yang berbeda pada masing-masing stasiun penelitian (0 meter, 4 meter, 8 meter dan 11 meter).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 kelas plankton yang terdiri dari kelas fitoplankton yang tergolong dalam 18 famili dan 30 genus serta 5 kelas zooplankton yang tergolong dalam 7 famili dan 15 genus. Total kelimpahan plankton tertinggi berdasarkan stasiun terdapat pada stasiun I sebesar 14945,22 ind/l dan total nilai kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 3836,55 ind/l. Total kelimpahan plankton berdasarkan kedalaman terdapat pada kedalaman 8 meter stasiun I sebesar 16452,78 ind/l dan kelimpahan terendah terdapat pada kedalaman 4 meter stasiun IV sebesar 3101,90 ind/l. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 3,11 dn terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 2,63. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,89 dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 0,83.

Uji statistik menunjukkan kelimpahan plankton berdasarkan stasiun berbeda signifikan sedangkan berdasarkan kedalaman tidak berbeda signifikan. Dari hasil analisis korelasi hubungan antara faktor fisik kimia dengan indeks keanekaragaman berkisar antara berhubungan sedang dan kuat.


(8)

THE STUDY OF DIVERSITY PLANKTON IN DANAU TOBA DISTRICT 0F PANGURURAN REGENCY OF SAMOSIR

ABSTRACT

Have been done research about The Study of Diversity Plankton in Danau Toba District of Pangururan Regency of Samosir. This research is done with Purposive Random Sampling that is determining 4 research station of pursuant to difference of society activity in area. Samples were taken by 3 restating and 4 deepness at each station (0 metre, 4 metre, 8 metre and 11 metre).

The result of research show that there were 7 class of plankton which included 2 class fitoplankton which devided into 18 family and 30 genus and 5 class 0f zooplankton which devided into 7 family and 15 genus. Total highest abundance pursuant to station obtained at station I that is 14945,22 ind/l while the lowest there is at station IV that is 3836,55 ind/l. At 8 metre deepness highest abundance at station I that is 16452,78 ind/l and the 4 metre lowest at station IV that is 3101,90 ind/l. The highest value of diversity index at station I that is 3,11 and the lowest at station IV that is 2,63. The highest value of equitability index at station II that is 0,89 and the lowest a station IV that is 0,83.

According to statistical test that abundance of plankton at station was significance diffrence while the abundance of plankton at deepness not significance diffrence. From result of correlation analisys known that the relation between variety index and chemical physical factor value range from middle relation and strong.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi viii

Daftar Tabel viii

Daftar Lampiran ix

Bab.1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Tujuan Penelitian 2

1.4. Hipotesis 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

Bab.2 Tinjauan Pustaka 4

2.1. Ekosistem Danau 4

2.2. Plankton 5

2.3. Faktor Fisik- Kimia Perairan yang Mempengaruhi

Keanekaragaman Plankton

8

Bab.3 Bahan dan Metoda 13

3.1 Metoda Penelitian 13

3.2 Waktu dan Tempat 13

3.3 Deskripsi Area 16

3.4 Pengambilan Sampel 16

3.5 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 16

3.6 Pengamatan di Laboratorium 18

3.7 Analisis Data 19

Bab.4 Hasil dan Pembahasan 22

4.1. Faktor Biotik Lingkungan 35

4.2 Analisis Sidik Ragam 35

4.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman

pada Masing-masing Stasiun Penelitian

37

4.4. Faktor Abiotik Lingkungan 38

4.5 Analisis Korelasi Pearson untuk Faktor Fisik- Kimia dan

Nilai Keanekaragaman (H’) dengan Metoda Komputerisasi SPSS Ver. 16.00

43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Peta Lokasi Penelitian 49

Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO

Lampiran C. Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD5

Lampiran D. Bagan Kerja Kandungan Nitrat ( NO

51

3

-Lampiran E. Bagan Kerja Analis Fosfat (PO

) 52

4

-Lampiran F. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) pada Berbagai

) 53

Besaran Temperatur air 54

Lampiran G. Data Mentah Plankton 55

Lampiran H. Foto Beberapa Plankton yang Didapatkan pada Stasiun Penelitian 71

Lampiran I. Contoh Perhitungan 73

Lampiran J. Faktor Fisik Kimia Perairan 78


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisik Kimia Perairan

18

Tabel 2. Hasil Identifikasi Plankton yang Diperoleh 22

Tabel 3. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan pada Masing-masing Penelitian

24

Tabel 4. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan di Kedalaman 8 Meter pada Masing-masing Penelitian

26

Tabel 5. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan di Kedalaman 4 Meter pada Masing-masing Penelitian

28

Tabel 6. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan di Kedalaman 8 Meter pada Masing-masing Penelitian

31

Tabel 7. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan di Kedalaman 8 Meter pada Masing-masing Penelitian

33

Tabel 8. Analisis Sidik Ragam Populasi Plankton Perstasiun 35

Tabel 9. Nilai LSD 0,05 Dibandingkan dengan Rataan Masing-masing 36

Perlakuan

Tabel 10. Analisis Sidik Ragam Populasi Plankton Perkedalaman 36

Tabel 11. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton yang Diperoleh pada Masing-masing stasiun Penelitian

37

Tabel 12. Faktor Fisik Kimia Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten samosir

38 Tabel 13. Nilai Analisis Korelasi Keanekaragaman Plankton dengan

Faktor Fisik Kimia Perairan


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Studi Keanekaragaman Plankton di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Purposive Random Sampling yaitu menentukan 4 stasiun penelitian yang berbeda berdasarkan aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan 3 ulangan dan 4 kedalaman yang berbeda pada masing-masing stasiun penelitian (0 meter, 4 meter, 8 meter dan 11 meter).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 kelas plankton yang terdiri dari kelas fitoplankton yang tergolong dalam 18 famili dan 30 genus serta 5 kelas zooplankton yang tergolong dalam 7 famili dan 15 genus. Total kelimpahan plankton tertinggi berdasarkan stasiun terdapat pada stasiun I sebesar 14945,22 ind/l dan total nilai kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 3836,55 ind/l. Total kelimpahan plankton berdasarkan kedalaman terdapat pada kedalaman 8 meter stasiun I sebesar 16452,78 ind/l dan kelimpahan terendah terdapat pada kedalaman 4 meter stasiun IV sebesar 3101,90 ind/l. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 3,11 dn terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 2,63. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,89 dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 0,83.

Uji statistik menunjukkan kelimpahan plankton berdasarkan stasiun berbeda signifikan sedangkan berdasarkan kedalaman tidak berbeda signifikan. Dari hasil analisis korelasi hubungan antara faktor fisik kimia dengan indeks keanekaragaman berkisar antara berhubungan sedang dan kuat.


(13)

THE STUDY OF DIVERSITY PLANKTON IN DANAU TOBA DISTRICT 0F PANGURURAN REGENCY OF SAMOSIR

ABSTRACT

Have been done research about The Study of Diversity Plankton in Danau Toba District of Pangururan Regency of Samosir. This research is done with Purposive Random Sampling that is determining 4 research station of pursuant to difference of society activity in area. Samples were taken by 3 restating and 4 deepness at each station (0 metre, 4 metre, 8 metre and 11 metre).

The result of research show that there were 7 class of plankton which included 2 class fitoplankton which devided into 18 family and 30 genus and 5 class 0f zooplankton which devided into 7 family and 15 genus. Total highest abundance pursuant to station obtained at station I that is 14945,22 ind/l while the lowest there is at station IV that is 3836,55 ind/l. At 8 metre deepness highest abundance at station I that is 16452,78 ind/l and the 4 metre lowest at station IV that is 3101,90 ind/l. The highest value of diversity index at station I that is 3,11 and the lowest at station IV that is 2,63. The highest value of equitability index at station II that is 0,89 and the lowest a station IV that is 0,83.

According to statistical test that abundance of plankton at station was significance diffrence while the abundance of plankton at deepness not significance diffrence. From result of correlation analisys known that the relation between variety index and chemical physical factor value range from middle relation and strong.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ekosistem air di daratan (inland water) secara umum dibagi menjadi dua tipe yaitu perairan lentik (perairan tenang misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga, dan kolam) dan perairan lotik (yang berarus deras misalnya sungai, kali, kanal dan parit). Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat dan terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004, hlm: 21).

Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia, terletak di pegunungan Bukit Barisan dengan luas permukaan ±112.970 Ha dengan perairan terdalam berkisar ±435 m dan terletak pada ketinggian ±995 m di atas permukaan laut (Dinas Perikanan Daerah Tkt I Sumut, 1993). Berdasarkan letak geografisnya, Danau Toba terletak diantara 2-30 LU dan 98-990 BT.

Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk keperluan aktivitas persawahan, pemukiman keramba, objek wisata dan lain sebagainya. Aktivitas yang dilakukan di sekitar Danau Toba akan akan mempengaruhi faktor fisik kimia perairan. Perubahan ini akan mempengaruhi keanekaragaman plankton dan organisma lainnya yang terdapat dalam perairan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai studi keanekaragaman plankton di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.


(15)

1.2 Permasalahan

Danau Toba Kecamatan pangururan Kabupaten Samosir sebagai perairan yang cukup luas saat ini mengalami peningkatan berbagai aktivitas manusia yang hidup di sekitarnya diantaranya berfungsi sebagai sumber air minum bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya dan sebagai sumber air untuk kebutuhan pertanian. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan mempengaruhi faktor fisik-kimia perairan dan keanekaragaman plankton. Sejauh ini masih sedikit sekali informasi tentang keanekaragaman plankton di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui bagaimana keanekaragaman plankton pada masing- masing stasiun pengamatan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui keanekaragaman plankton di setiap stasiun dan kedalaman

b. Untuk mengetahui hubungan faktor fisik-kimia perairan terhadap keanekaragaman

plankton di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.

1.4 Hipotesis

a. Terdapat perbedaan keanekaragaman plankton di setiap stasiun pengamatan dan

kedalaman

b. Adanya hubungan antara faktor fisik-kimia perairan dengan keanekaragaman


(16)

1.5 Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi tentang keanekaragaman plankton di perairan Danau

Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.

b. Memberikan informasi mengenai hubungan faktor fisik- kimia perairan terhadap

keanekaragaman plankton di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Danau

Ekosistem danau dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston. Berdasarkan daya tembus cahaya matahari ke dalam lapisan air, dapat dibedakan antar zona fotik di bagian atas, yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik di bagian bawah yang tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004. hlm: 102).

Menurut Soegianto (2005, hlm: 96), danau memiliki tiga zona yang berbeda: 1) zona litoral, dekat pantai di mana tumbuhan berakar dapat dijumpai, 2) zona limnetik (lapisan permukaan perairan terbuka), sinar matahari mampu menembus zona ini, dan didominasi oleh fitoplankton dan ikan yang berenang bebas, dan 3) zona profundal yakni zona perairan dalam yang tidak dapat ditembus sinar matahari dan dihuni oleh organisma yang membuat liang di dasar perairan.

Meskipun di lapisan bawah beberapa danau tidak terdapat hewan, tetapi mungkin organisme anaerobik terdapat di semua dasar danau. Di dasar ini terdapat banyak materi organik, oleh karena semua organisme yang mati dari bagian atas perairan akan tenggelam ke dasar. Materi organik inilah yang kemudian digunakan sebagai makanan oleh saprovor (Soemarwoto, et al., 1990, hlm: 84).


(18)

Danau sering diklasifikasikan berdasarkan produksi bahan organiknya. Danau oligotrofik merupakan danau yang dalam dan tidak banyak mengandung nutrien, dan fitoplankton pada zona limnetiknya tidak begitu produktif. Danau eutrofik merupakan danau yang umumnya lebih dangkal, dan kandungan nutrien pada airnya tinggi. Sebagai akibatnya fitoplankton menjadi sangat produktif dan air sering sekali menjadi keruh (Campbell, 2000, hlm: 279).

2.2 Plankton

2.2.1 Defenisi Plankton dan Pembagiannya

Plankton adalah organisma baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya berukuran relatif kecil (mikro), hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai daya gerak/walaupun ada daya gerak relatif lemah sehingga distribusinya sangat dipengaruhi oleh daya gerak air, seperti arus dan lainnya (Nybakken, 1992, hlm: 38). Plankton diaplikasikan untuk seluruh hewan dan tumbuhan yang hidup secara bebas di air karena keterbatasan pergerakannya atau secara pasif melawan arus perairan karena memiliki flagel (Heddy & Kurniati, 1996, hlm: 16-17).

Plankton merupakan organisma perairan pada tingkat (tropik) pertama dan berfungsi sebagai penyedia energi. Secara umum plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni: fitoplankton yang merupakan golongan tumbuhan umumnya mempunyai klorofil (plankton nabati) dan zooplankton (golongan hewan) atau plankton hewani (Wibisono, 2005, hlm: 155).

Berdasarkan daur hidupnya plankton dibedakan menjadi dua yakni plankton yang bersifat planktonik hanya pada sebagian daur hidupnya, misal embrio disebut meroplankton, sedangkan organisma seluruh daur hidupnya bersifat plankton disebut holoplankton (Nybakken, 1992, hlm: 38-39).


(19)

Menurut Basmi (1995, hlm: 23-25), pengelompokkan plankton berdasarkan beberapa hal berikut:

a. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

1. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang

mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorgaik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.

2. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak

mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa-sisa organisme lain yang telah mati.

3. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung

pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus. Disamping itu plankton itu juga mengkonsumsi fitoplankton.

b. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:

1. Limnoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar.

2. Haliplankton, yakni plankton yang hidup dilaut.

3. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau.

4. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di air kolam.

c. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas:

1. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik.

2. Epiplankton, yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.

3. Bathiplankton, yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga

umumnya tanpa sinar.

d. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang

dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas:

1. Autogenetik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri

2. Allogenetik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut


(20)

Berdasarkan ukuran tubuhnya plankton dapat dibedakan menjadi lima yaitu:

megaplankton (organisme planktonik yang besarnya lebih dari 2 mm), makroplankton

(memiliki ukuran antara 0,2 mm - 2,0 mm), mikroplankton (memiliki ukuran antara 20 µ m - 0,2 mm), nanoplankton (organisme planktonik yang sangat kecil yang berukuran 2 µ m – 20 µ m) dan ultraplankton (organisme planktonik yang berukuran kurang dari 2 µ m). Nanoplankton dan ultraplankton tidak dapat ditangkap oleh jaring-jaring plankton baku (Nybakken, 1992, hlm: 37).

2.2.2 Ekologi Plankton

Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesa senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996, hlm: 18). Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2004, hlm: 40-43).

Fitoplankton ada yang dapat tertangkap dengan jaring plankton tetapi lebih banyak lagi yang sangat halus, lolos tidak tertangkap. Fitoplankton yang sangat halus ini disebut nanoplankton, ukurannya kurang dari 20 µm,dan sangat rapuh hingga sulit diawetkan. Di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan, baru kemudian dinoflagellata. Alga biru jarang dijumpai, tetapi sekali muncul sering populasinya sangat besar ( Nontji, 1993, hlm: 129).

Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai produsen primer. Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi komponen ekosistem lainnya khususnya ikan. Posisinya di dasar piramida makanan mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap fitoplankton, maka seketika komunitas lain akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton bergantung pada kualitas air, karena itu jenis alga tertentu dapat digunakan sebagai indikator


(21)

eutrifikasi air. Keasaman air juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton (Monk, et al, 2000, hlm: 174).

Kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang akan mempengaruhi tingkatan trofik perairan tersebut. Fluktuasi dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama oleh perubahan berbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi populasi plankton adalah ketersedian nutrisi di suatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrifikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan (Barus. 2004, hlm: 31).

Zooplankton yang merupakan plankton yang bersifat hewani sangat beraneka ragam dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Namun dari sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting yaitu subklas kopepoda. Kopepoda ialah Crustaceae holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken, 1992, hlm: 41).

2.3 Faktor Fisik Kimia yang Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton

Menurut Nybakken (1992, hlm: 40-42), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisma dengan faktor-faktor

abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan (Barus, 2004, hlm: 24).

Faktor abiotik (fisika kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton antara lain:


(22)

Cahaya matahari merembes sampai pada kedalaman tertentu pada semua danau, sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat dibanding air yang dingin, sehingga lapisan air yang dingin disebut epilimnion dan lapisan air yang dingin disebut hipolimnion. Pemisah dari kedua lapisan tersebut dinamakan metalimnion dan diantara kedua lapisan tersebut terjadi peningkatan suhu yang tajam yang disebut termoklin (Whitten, 1987, hlm: 204).

Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu

sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan

aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi

(penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi

(Brehm & Maijer 1990 dalam Barus, 2004, hlm: 44)

b. Penetrasi Cahaya

Menurut Haerlina (1987, hlm: 5-6), penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton). Penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terdapat di dalam air (Barus, 2004, hlm: 43).

Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai fotosintesis ini sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya


(23)

matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan (Suin, 2002, hlm: 42).

c. DO (Disolved Oxygen)

Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.

Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat di dalam air terdapat pada

suhu 0 oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Dengan terjadinya peningkatan suhu akan

menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin

rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut

(Barus, 2004, hlm : 56).

Stratifikasi suhu mempunyai pengaruh yang menarik terhadap air di bagian dasar danau. Organisma-organisma yang berfotosintesis tumbuh subur pada air di bagian permukaan yang dirembes oleh banyak cahaya, dan hal ini yang menyebabkan epilimnion mendapatkan persediaan oksigen yang cukup. Tetapi dalam air keruh di lapisan hipolimnion mungkin hampir tidak ada fotosintesis, dan hampir tidak ada produksi oksigen di sana. Namun hewan-hewan juga hidup di dasar danau, dan membutuhkan oksigen untuk pernapasannya. Kekurangan oksigen ini menjadi lebih parah karena aktivitas pengurai yang terus-menerus berlangsung. Hal ini disebabkan karena biota di permukaan yang bercahaya akan mengeluarkan kotoran, bangkai-bangkai dan sisa-sisa ke dalam hipolimnion dan bakteri memakannya selama jatuh ke dasar. Bakteri-bakteri pengurai itu dapat dengan cepat mengurangi oksigen terlarut pada hipolimnion sampai hampir habis, dan tidak ada jalan bagi ekosistem untuk mencapai lapisan-lapisan ini kecuali jika lapisan-lapisan tersebut bercampur aduk (Whitten, 1987, hlm: 207).


(24)

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik,

yang diukur pada temperatur 200 C. Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa

untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari, jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 (lima) hari yang

disebut BOD5 (Barus, 2004, hlm: 65-66).

B0D (Biochemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh organisma dalam lingkungan air. Proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksdasi oleh mikroorganisma memerlukan waktu yang cukup lama, hal ini sangat tergantung pada kerja dari bakteri yang menguraikannya (Wardana, 1995, hlm: 77).

e. pH

Organisma akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisma akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan organisma akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan antara keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, di mana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan

konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisma (Barus, 2004, hlm: 61).


(25)

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas pH atau dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH tanah. Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran pH air adalah cara pengambilan sampelnya harus benar sehingga pH yang diperoleh benar (Suin, 2002, hlm: 54). Nilai pH air yang normal adalah netral yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya oleh limbah cair berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahnnya sebelum dibuang (Kristanto, 2002, hlm: 73).

f. Kandungan Nitrat dan Fospat

Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi yang paling penting adalah nitrat dan fospat (Nybakken, 1992, hlm: 41). Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya dalam jumlah besar maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara mempunyai fungsi khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel dan cangkang (Isnansetyo & Kurniastuti, 1995, hlm: 16).

Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang berasal dari industri, bahan peledak, piroteknik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk yang diberi nitrat/nitrogen (Alaerts & Sri 1987, hlm: 161).

Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai nutrien bagi berbagai organisma akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisma yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisma. Peningkatan konsentrasi fospat dalam suatu ekosistem perairan akan meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan air lainnya secara cepat. Peningkatan fospat akan menyebabkan timbulnya proses


(26)

eutrofikasi di suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004, hlm: 43).

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba pada bulan Februari 2009. Untuk identifikasi di laboratorium dilakukan bulan Maret sampai dengan April 2009 di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Departemen Biologi FMIPA USU.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel plankton adalah ”Purposive Random Sampling” pada 4 stasiun pengamatan. Pada masing-masing stasiun dilakukan 3 (tiga) kali ulangan pada setiap kedalaman yang berbeda.

3.3 Deskripsi Area

Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Daerah Pangururan ini merupakan daerah padat penduduk. Di perairan Pangururan ini terdapat berbagai aktivitas masyarakat seperti persinggahan kapal, PDAM, pasar tradisional dan perairan ini juga digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum, dan sebagai objek wisata.


(27)

eutrofikasi di suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004, hlm: 43).

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba pada bulan Februari 2009. Untuk identifikasi di laboratorium dilakukan bulan Maret sampai dengan April 2009 di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Departemen Biologi FMIPA USU.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel plankton adalah ”Purposive Random Sampling” pada 4 stasiun pengamatan. Pada masing-masing stasiun dilakukan 3 (tiga) kali ulangan pada setiap kedalaman yang berbeda.

3.3 Deskripsi Area

Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Daerah Pangururan ini merupakan daerah padat penduduk. Di perairan Pangururan ini terdapat berbagai aktivitas masyarakat seperti persinggahan kapal, PDAM, pasar tradisional dan perairan ini juga digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum, dan sebagai objek wisata.


(28)

a. Stasiun I

Stasiun ini terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang secara

geografis terletak pada 02o37’14,4”LU dan 098o40’31,5”BT. Daerah ini merupakan

jatuhan air belerang dari bukit dan juga merupakan daerah objek wisata yang banyak dikunjungi orang.

Gambar 1. Foto Lokasi Penelitian untuk Stasiun I b. Stasiun II

Stasiun ini terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang secara

geografis terletak pada 02o21,2’23.3”LU dan 098o41’26,5” BT. Daerah ini merupakan


(29)

Gambar 2. Foto Lokasi Penelitian untuk Stasiun c. Stasiun III

Stasiun ini terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang secara

geografis terletak pada 02o35’56,4” LU dan 098o42’10.9” BT. Daerah ini merupakan

daerah PDAM dan banyak terdapat tumbuhan air ((Eichornia sp).

Gambar 3. Foto Lokasi Penelitian untuk Stasiun III d. Stasiun IV

Stasiun ini terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang secara

geografis terletak pada 02o34’10,1” LU dan 098o41’23,2” BT. Daerah ini merupakan


(30)

Gambar 4. Foto Lokasi Penelitian untuk Stasiun IV 3.4 Pengambilan Sampel

Sampel air pada masing-masing stasiun pengamatan diambil berdasarkan kedalaman 0 m, 4 m, 8 m, dan 11 m. Untuk setiap kedalaman dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Untuk sampel air pada permukaan (0 m), diambil dengan menggunakan ember 5 L sebanyak 25 L. Dituang kedalam plankton net. Air yang tersisa di dalam bucket di ambil dan dimasukkan kedalam botol film dan ditetesi lugol sebanyak 3 tetes. Kemudian botol film ditutup dan diberi label.

Untuk pengambilan sampel air pada kedalaman 4m, 8 m dan 11 m dilakukan dengan menggunakan lamnot. Panjang tali lamnot disesuaikan dengan kedalaman yang di inginkan kemudian dimasukkan ke dalam badan air untuk mendapatkan sampel air sebanyak 25 L. Sampel air yang diperoleh dituang ke dalam plankton net. Air yang tersisa di dalam bucket diambil dan dimasukkan ke dalam botol film dan ditetesi lugol sebanyak 3 tetes. Kemudian botol film ditutup dan diberi label.

3.5 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup :


(31)

Air diambil, kemudian dituang ke dalam erlenmeyer dan diukur dengan

menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air selama ±10 menit

kemudian di baca skalanya.

3.5.2 Penetrasi Cahaya

Diukur dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping sechii antara terlihat dengan tidak, kemudian diukur panjang talinya yang masuk kedalam air.

3.5.3 Kedalaman

Diukur dengan tali berskala yang diberi pemberat, lalu dimasukkan kedalam badan air sampai mencapai dasar perairan. Kemudian dibaca skala pada tali yang sejajar dengan permukaan air.

3.5.4 pH (Derajat Keasaman)

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pada pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

3.5.5 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan Metoda Winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut (Lampiran B).


(32)

Nilai kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Lampiran C).

KEJENUHAN (%) =

[ ]

[ ]

100%

2 2

×

t O

u O

O2

O

(u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)

2

Sesuai dengan besarnya suhu

(t) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel)

3.5.7 BOD5

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan Metoda Winkler. Sampel air yang

diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler. Pengukuran BOD dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan (Lampiran D)

3.5.8 Kadar Nitrat dan Fosfat

Pengukuran kadar nitrat dan fospat dengan metode Spektrofotometer, bagan kerja terlampir (Lampiran E dan Lampiran F).

Tabel 1. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan

No Parameter Fisik-Kimia

Satuan Alat Tempat

Pengukuran

1 Suhu Air 0C Termometer Air Raksa In – situ

2 Penetrasi Cahaya Cm Keping Sechii In – situ

3 Kedalaman M Tali berskala In – situ

4 pH Air - pH meter In – situ

5 DO (OksigenTerlarut) mg/l Metoda Winkler In – situ

6 Kejenuhan Oksigen % Metode Winkler In - Situ

7 BOD5 mg/l Metoda Winkler dan Inkubasi Laboratorium

8 Kadar Nitrat dan Fospat mg/l Spektrofotometer Laboratorium 9 Kadar Belerang mg/l Spektrofotometer Laboratorium


(33)

3.6 Pengamatan di laboratorium

Sampel plankton yang diperoleh dari lapangan dibawa ke laboratorium Ekologi Tumbuhan FMIPA USU dengan menggunakan termos es yang berisi es agar suhu tidak terlalu tinggi, kemudian disimpan di lemari es, selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan buku acuan identifikasi Edmondson (1963), Bold & Wynne (1985), dan Pennak (1989).

3.7 Analisis Data

Data plankton yang diperoleh dihitung nilai kelimpahan populasi, kelimpahan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Weinner, indeks ekuitabilitas dan analisis korelasi dengan persamaan menurut Michael (1984) dan Krebs (1985) sebagai berikut :

3.7.1 Kelimpahan Plankton

Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut Isnansetyo & Kurniatuty (1995), yaitu :

N =

W v

V p P L

T 1

× × × Keterangan:

N = jumlah plankton per liter

T = luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2)

L = luas satu lapang pandang (mm2

V = volume konsentrasi plankton pada bucket (ml) )

P = jumlah plankter yang dicacah p = jumlah lapang yang diamati

v = volume konsentrat di bawah gelas penutup (ml) W = volume air media yang disaring dengan plankton net


(34)

Karena sebagian besar dari unsur – unsur rumus ini telah diketahui pada

Haemocytometer, yaitu T = 196 mm2 dan v = 0,0196 ml (19,6 mm3) dan luas

penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas satu lapang pandang (l) dengan jumlah lapang yang diamati. Sehingga rumusnya menjadi:

N =

W PV

0196 ,

0 ind./l

3.7.2 Kelimpahan relatif ( KR)

KR =

total K

jenis suatu K

3.7.3 Frekuensi Kehadiran (FK)

FK = x100%

sampiling plot

total Jumlah

spesies suatu

ditempati yang

plot Jumlah

dimana nilai FK : 0 – 25% = sangat jarang

25 – 50% = jarang

50 – 75% = sering

> 75% = sangat sering

3.7.4 Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H’)

H’ = −

pi ln pi

Pi = ni/N

dimana :

H’ = indeks diversitas Shannon – Wienner

pi = proporsi spesies ke –i

ni = Jumlah individu satu jenis


(35)

dengan nilai H’: 0<H’<2,302 = keanekaragaman rendah

2,302<H’<6,907 = keanekaragaman sedang

H’>6,907 = keanekaragaman tinggi

3.7.5 Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E)

(E) =

max '

H H

dimana :

H’ = indeks diversitas Shannon – Wienner

H max = keanekaragaman spesies maximum

= ln S (dimana S banyaknya spesies)

3.7.6 Uji F dan Analisis Korelasi

Uji F digunakan untuk mencari perbedaan nilai kelimpahan plankton antar stasiun dan kedalaman sedangkan analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi dengan keanekaragaman plankton. Uji F dihitung dengan menggunakan LSD (Leat Significance Difference) sedangkan analisis korelasi dihitung menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan metoda komputerisasi SPSS Ver. 16.00.


(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Faktor Biotik Lingkungan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir didapatkan 7 kelas plankton yang terdiri dari 2 kelas fitoplankton yang tergolong dalam 18 famili dan 30 genus serta 5 kelas zooplankton yang tergolong dalam 7 famili dan 15 genus seperti pada Tabel 2. berikut:

Tabel 2. Hasil identifikasi plankton yang diperoleh

Kelompok Kelas Famili Genus

Fitoplankton Bacillariophyceae Chaetoceraceae 1. Chaetoceros

Cymbellaceae 2. Cymbella

Epithemiaceae 3. Rhopalodia

Fragillariaceae 4. Asterionella

5. Diatoma 6. Fragillaria 7. Ophepora 8. Tabellaria


(37)

Naviculaceae 9. Gyrosigma 10.Navicula 11.Neidium 12.Pinnularia

Nitzchiaceae 13.Nitzchia

Surirellaceae 14.Surirella

Chlorophyceae Chlorocaceae 15.Cholorococcum

Desmidiaceae 16.Closterium

17.Cosmarium 18.Desmidium 19.Staurastrum

Hydrodictiaceae 20.Hydrodiction

21.Pediastrum

Mesotaniaceae 22.Gonatozygon

Oocytaceae 23.Ankistrodesmus

Palmellaceae 24.Gleocystis

25.Sphaerocystis

Protococcaceae 26.Protococcus

Tribonemataceae 27.Tribonema

Ulotrichasceae 28.Ulothrix

Volvocaceae 29.Volvox

Zygnemataceae 30.Spirogyra

Zooplankton Crustaceae Bosminidae 31.Bosmina 32.Dapinia 33.Diacyclops 34.Eucyclops 35.Macrocyclops 36.Megacyclops

Diaptomidae 37.Diaptomus

38.Eudiaptomus

Filosa Euglyphidae 39.Euglypha

Granulo-reticulosa Raphidiophriidae 40.Raphidiophrys

Lobosa Arcellidae 41.Arcella

Centropyxidae 42.Centropyxis

Monogononta Brachionidae 43.Mytillina 44.Keratella 45.Trichocerca


(38)

4.1.1 Kelimpahan Plankton, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Pada Masing-masing Stasiun Penelitian

Dari hasil perhitungan terhadap plankton, maka diperoleh nilai kelimpahan plankton (Ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) pada masing-masing stasiun penelitian seperti pada Tabel 3. berikut ini:

Tabel 3. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Masing-masing Stasiun Penelitian

TAKSA STASIUN I STASIUN II STASIUN III STASIUN IV

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK

FITOPLANKTON I. Bacillariophyceae A. Chaetoceraceae

1. Chaetoceros 204,08 1,36 100 81,63 0,99 50 132,65 1,68 100 40,81 1,06 75 B. Cymbellaceae

2. Cymbella 112,24 0,75 100 132,65 1,61 75 61,22 0,78 75 - - - C. Epithemiaceae

3. Rhopalodia 244,89 1,64 100 - - - 153,06 1,94 75 51,01 1,33 75 D. Fragillariaceae

4. Asterionella 91,84 0,61 75 112,24 1,36 50 - - - -

5. Diatoma 173,47 1,16 75 20,41 0,25 25 102,04 1,29 75 - - -

6. Fragillaria 136,65 0,91 50 122,44 1,48 75 122,44 1,55 75 - - -

7. Ophepora 91,83 0,61 75 20,41 0,25 25 40,81 0,52 75 - - -

8. Tabellaria 367,34 2,46 75 193,87 2,35 75 326,53 4,14 100 - - - E. Naviculaceae

9. Gyrosigma 255,10 1,71 75 81,63 0,99 50 132,65 1,68 75 - - -

10. Navicula 316,32 2,11 75 102,03 1,24 75 132,65 1,68 100 - - -

11. Neidium 204,08 1,36 100 81,63 0,99 50 183,67 2,33 100 - - -

12. Pinnularia 316,32 2,11 50 122,45 1,48 50 295,91 3,75 100 - - - F. Nitzchiaceae

13. Nitzchia 357,14 2,39 75 132,65 1,61 75 275,51 3,49 100 224,49 5,85 100 G. Surirellaceae

14. Surirella 377,55 2,53 75 234,69 2,85 100 163,26 2,09 75 40,81 1,06 75

II. Chlorophyceae

H. Chlorococaceae

15. Chlorococcum - - - 193,87 2,35 75 - - 75 173,47 4,52 50 I. Desmidiaceae

16. Closterium - - - 91,83 - 75 163,26 2,07 - - - -


(39)

18. Desmidium 20,41 0,14 25 51,01 0,61 75 1255,09 15,91 50 40,81 1,06 75

19. Staurastrum 1734,69 11,61 100 1102,04 13,37 75 173,47 2,20 100 1010,20 26,33 100 J. Hydrodictiaceae

20. Hydrodiction 193,87 1,30 75 81,63 0,99 100 571,43 7,24 75 51,01 1,33 75

21.Pediastrum 744,89 4,98 100 479,58 5,82 75 530,61 6,72 100 316,32 8,24 100 K. Mesotaeniaceae

22.Gonatozygon 1183,67 7,92 100 571,42 6,93 100 - 4,15 100 224,49 5,85 100 L. Oocystaceae

23. Ankistrodesmus 204,08 1,36 75 81,63 0,99 100 - - - 51,01 1,33 75 M.Palmellaceae

24. Gleocystis 61,22 0,41 75 61,22 0,74 75 224,49 2,85 - 51,01 1,33 75

25. Sphaerocystis 234,69 1,57 75 163,26 1,98 75 - - 75 163,26 4,25 100 N. Protococcaceae

26. Protococcus 193,87 1,30 75 81,63 0,99 75 214,28 2,72 - 40,81 1,06 50 O.Tribonemataceae

27. Tribonema 204,08 1,36 75 142,85 1,73 75 142,85 1,81 75 - - - P. Ulotrichasceae

28.Ulotrix 551,02 3,69 75 285,76 3,47 75 61,22 0,78 100 214,28 5,58 100 Q. Volvocaceae

29. Volvox 112,24 0,75 100 295,9 3,59 100 30,61 0,39 75 61,22 1,60 75 R. Zygnemataceae

30. Spirogyra 275,50 1,84 75 112,24 1,36 75 30,61 0,39 75 51,01 1,33 75

ZOOPLANKTON

III. Crustaceae a. Bosminidae

31. Bosmina 326,53 2,18 100 183,67 2,22 75 - 1,38 25 20,40 0,53 25 b. Daphnidae

32. Daphnia 153,05 1,02 100 40,81 0,49 75 193,87 2,46 - - - - c. Cyclopidae

33. Diacyclops 551,05 3,69 100 622,44 7,55 50 173,47 2,20 50 163,26 4,25 50

34. Eucyclops 255,10 1,71 100 244,90 2,97 75 102,04 1,29 50 102,04 2,65 50

35. Macrocyclops 306,04 2,05 100 285,71 3,46 75 132,65 1,68 25 61,22 1,59 50

36. Megacyclops 1591,81 10,65 100 193,87 2,35 75 408,16 5,17 25 61,22 1,59 75 d. Diaptomiidae

37. Diaptomus 999,99 6,69 100 479,59 5,82 75 234,69 2,97 50 91,83 2,39 100

38. Eudiaptomus 265,30 1,77 100 275,50 3,34 75 81,63 1,03 50 102,04 2,65 75 IV. Filosa

e. Euglyphidae

39. Euglypha 112,24 0,75 50 40,81 0,49 50 224,49 2,85 50 - - - V.

Granulo-reticulosa f.Raphidiophriidae

40. Raphidiophrys 387,75 2,59 100 173,46 2,10 50 122,44 4,15 100 81,63 2,12 100 VI. Lobosa

g. Arcellidae

41. Arcella 265,3 1,77 100 30,61 0,35 50 61,22 0,78 75 51,01 1,33 100 h. Centropyxidae

42. Centropyxis 122,44 0,82 100 61,22 0,35 75 40,81 2,76 25 20,40 0,53 50 VIII. Monogononta

i. Brachionidae

43.Mytillina 112,24 0,75 50 71,42 0,57 75 183,67 1,84 25 71,42 1,86 100

44. Keratella 295,91 1,98 100 112,24 1,36 75 81,63 1,03 75 51,01 1,33 100 j. Trichocercidae

45. Trichocerca 33,31 0,22 75 28,11 0,34 25 - 2,76 50 30,61 0,80 75

TOTAL 14945,22 100 - 8242,22 100 - 7877,61 100 - 3836,55 100 -

Dari Tabel 3 nilai kelimpahan plankton tertinggi, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran terdapat pada stasiun I dari genus Staurastrum sebesar 1734,69 ind/l, 11,61 % dan 100%. Tingginya nilai kelimpahan plankton pada stasiun I karena nilai fospat yang tinggi sehingga nutrisi plankton terpenuhi untuk mendukung kehidupan plankton. Pada Stasiun I ini nilai fospat sebesar 0,625 mg/l (Lampiran J). Menurut Alaert & Sri (1987, hlm: 231) untuk mencapai pertumbuhan plankton yang


(40)

optimal diperlukan konsentrasi fospat pada kisaran 0,27 mg/l – 5,51 mg/l. Menurut Nybakken (1992, hlm : 41). Fospat merupakan unsur dalam air dan unsur yang paling penting bagi plankton. Fospat dapat berasal dari sedimen yang terfiltrasi ke dalam air tanah dan masuk ke dalam sistem perairan terbuka (Barus, 2004, hlm: 70). Nilai terendah terdapat pada stasiun IV dari genus Bosmina dan Centropyxis dengan nilai kelimpahan , kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 20,40 ind/l, 0,53 % dan 25 %, hal ini disebabkan nilai fospat yang rendah pada stasiun IV sebesar 0,073 mg/l sehingga tidak mendukung untuk kehidupan plankton (Lampiran J).

Tabel 4. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Kedalaman 0 meter di Setiap Stasiun Penelitian

TAKSA STASIUN I STASIUN II STASIUN III STASIUN IV

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK

FITOPLANKTON I. Bacillariophyceae A. Chaetoceraceae

1. Chaetoceros 285,71 1,97 100 - - - 122,44 1,82 66,67 81,63 1,49 33,33 B. Cymbellaceae

2. Cymbella 204,08 1,40 66,67 81,63 1,38 33,33 122,44 1,82 33,33 - - - C. Epithemiaceae

3. Rhopalodia 244,89 1,68 66,67 - - - 163,26 2,42 66,67 81,63 1,49 33,33 D. Fragillariaceae

4. Asterionella 204,08 1,40 66,67 - - - -

5. Diatoma 285,71 1,97 66,67 81,63 1,38 33,33 122,44 1,82 66,67 - - -

6. Fragillaria 530,61 3,65 100 122,44 2,07 33,33 - - - -

7. Ophepora 81,63 0,56 33,33 - - - 122,44 1,82 66,67 - - -

8. Tabellaria 122,44 0,84 66,67 448,97 7,59 100 122,44 1,82 66,67 - - - E. Naviculaceae

9. Gyrosigma 163,26 1,12 100 - - - 326,53 4,85 66,67 - - -

10. Navicula 448,97 3,09 66,67 122,44 2,07 66,67 122,44 1,82 33,33 - - -

11. Neidium 204,08 1,40 66,67 - - - 163,26 2,42 33,33 - - -

12. Pinnularia 326,53 2,24 66,67 - - - 408,16 6,06 100 - - - F. Nitzchiaceae

13. Nitzchia 448,97 3,09 100 204,08 3,45 66,67 204,08 3,03 66,67 408,16 7,46 100 G. Surirellaceae

14. Surirella 448,97 3,09 100 122,44 2,07 33,33 - - - -

II. Chlorophyceae

H. Chlorococaceae

15. Chlorococcum - - - 204,08 3,45 66,67 163,26 2,42 33,33 612,24 11,19 66,67 I. Desmidiaceae

16. Closterium - - - 40,81 0,69 33,33 - - - -

17. Cosmarium 734,69 5,06 100 285,71 4,83 66,67 244,89 3,64 100 122,44 2,24 33,33

18. Desmidium - - - 40,81 0,69 33,33 - - - 81,63 1,49 33,33

19. Staurastrum 2612,24 17,98 100 1469,38 24,83 100 1591,83 9,96 100 1510,20 27,61 100 J. Hydrodictiaceae

20. Hydrodiction 435,67 13,84 100 298,09 2,95 100 336,31 1,47 100 734,69 13,43 100

21.Pediastrum 1346,93 9,27 100 448,97 7,59 100 938,77 13,94 100 - - - K. Mesotaeniaceae

22.Gonatozygon 1877,55 12,92 100 571,43 9,65 100 489,79 7,27 100 408,16 7,46 100 L. Oocystaceae

23. Ankistrodesmus 285,71 1,97 66,67 244,89 4,14 66,67 - - - 40,81 0,75 33,33 M.Palmellaceae

24. Gleocystis 122,44 0,84 66,67 81,63 1,38 33,33 - - - 122,44 2,24 66,67

25. Sphaerocystis 367,34 2,52 100 285,71 4,83 66,67 367,34 5,45 66,67 285,71 5,22 66,67 N. Protococcaceae

26. Protococcus 244,89 1,68 66,67 40,81 0,69 33,33 - - - 81,63 1,49 33,33 O.Tribonemataceae

27. Tribonema 244,89 1,68 66,67 163,26 2,76 33,33 285,71 4,24 66,67 - - - P. Ulotrichasceae

28.Ulotrix 653,06 4,49 100 571,43 9,65 100 122,44 1,82 66,67 204,08 3,73 66,67 Q. Volvocaceae


(41)

29. Volvox 122,44 0,84 66,67 122,44 2,07 66,67 163,26 2,42 66,67 81,63 1,49 33,33 R. Zygnemataceae

30. Spirogyra 326,53 2,25 100 81,63 1,38 33,33 40,81 0,61 33,33 122,44 2,24 33,33

ZOOPLANKTON

III. Crustaceae a. Bosminidae

31. Bosmina 40,81 0,28 33,33 - - - - b. Daphnidae

32. Daphnia 40,81 0,28 33,33 - - - - c. Cyclopidae

33. Diacyclops 81,63 0,56 33,33 - - - -

34. Eucyclops 40,81 0,28 33,33 - - - -

35. Macrocyclops 81,63 0,56 33,33 - - - -

36. Megacyclops 40,81 0,28 33,33 - - - - d. Diaptomiidae

37. Diaptomus 81,63 0,56 33,33 - - - 40,81 0,75 33,33

38. Eudiaptomus 81,63 0,56 33,33 - - - 81,63 1,49 33,33 IV. Filosa

e. Euglyphidae

39. Euglypha - - - -

V. Granulo-reticulosa f. Raphidiophriidae

40. Raphidiophrys 244,89 1,68 100 - - - 122,44 1,82 66,67 40,81 0,75 33,33 VI. Lobosa

g. Arcellidae

41. Arcella 163,26 1,12 66,67 - - - 40,81 0,75 33,33 h. Centropyxidae

42. Centropyxis 122,44 0,84 66,67 - - - - VIII. Monogononta

i. Brachionidae

43.Mytillina - - - 122,44 2,24 66,67

44. Keratella 448,97 3,09 100 - - - 40,81 0,75 33,33 j. Trichocercidae

45. Trichocerca - - - 40,81 0,75 33,33

TOTAL 14530,40 - 5918,25 100 - 6734,55 100 - 5469,27 100 -

Dari Tabel 4 dapat dilihat nilai kelimpahan plankton, kelimpahan relatif dan frekuensi Kehadiran di kedalaman 0 meter pada masing masing stasiun penelitian. Pada keempat stasiun kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada genus Staurastrum. Pada stasiun I nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran secara berurutan sebesar 2612,24 ind/l, 17,98% dan 100%. Pada stasiun II kelimpahan , kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran secara berurutan sebesar 1469,38 ind/l, 24,83% dan 100%. Pada stasiun III nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran secara berurutan sebesar 1531,83 ind/l, 23,64% dan 100%. Pada stasiun IV nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran secara berurutan sebesar 1510,20 ind/l, 27,61% dan 100%. Tingginya nilai kelimpahan Staurastrum pada keempat stasiun penelitian ini diakibatkan oleh penyebaran faktor fisik kimia perairan seperti suhu, penetrasi dan intensitas cahaya yang hampir konstan sehingga sangat mendukung kehidupan plankton (Lampiran J).


(42)

Dari Tabel 4 dapat dilihat nilai kelimpahan plankton terendah, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran pada setiap stasiun. Pada stasiun I terdapat genus

Bosmina dan Daphnia dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi

kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,28% dan 33,33%. Pada stasiun II terdapat genus

Closterium, Desmidium, dan Protococcus dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif

dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,69% dan 33,33%. Pada stasiun III terdapat genus Protococcus dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,69% dan 33,33% dan stasiun IV terdapat genus

Ankistrodesmus, Diaptomus, Raphiodiophrys, Arcella, Keratella dan Trichocerca

dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,75% dan 33,33%.

Secara keseluruhan dari keempat stasiun penelitian diketahui bahwa total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun I dengan nilai 14530,40 ind/l dan terendah terdapat pada stasiun IV dengan nilai 5469,27ind/l, hal ini disebabkan karena nilai fospat yang rendah pada stasiun ini sebesar 0,073 (Lampiran J). Menurut Barus (2004, hlm: 52) kelimpahan plankton akan meningkat jika di perairan tersebut terdapat nutrisi yang mendukung pertumbuhannya. Nutrisi bagi pertumbuhan plankton berasal dari bangkai plankton, sisa-sisa tanaman dan hewan, kotoran hewan, limbah industri, limbah rumah tangga dan limbah pertanian.

Tabel 5. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Kedalaman 4 meter di Setiap Stasiun Penelitian

TAKSA STASIUN I STASIUN II STASIUN III STASIUN IV

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK

FITOPLANKTON I. Bacillariophyceae A. Chaetoceraceae

1. Chaetoceros 81,63 0,61 33,33 122,44 1,50 66,67 122,44 1,67 66,67 40,81 1,31 33,33 B. Cymbellaceae

2. Cymbella 81,63 0,61 66,67 204,08 2,50 66,67 40,81 0,56 33,33 - - - C. Epithemiaceae

3. Rhopalodia 285,71 2,14 66,67 - - - 244,89 3,35 66,67 40,81 1,31 33,33 D. Fragillariaceae

4. Asterionella 81,63 0,61 33,33 81,63 1 33,33 - - - -

5. Diatoma 204,08 1,53 66,67 - - - 122,44 1,67 66,67 - - -

6. Fragillaria - - - 244,89 3 66,67 204,08 2,79 66,67 - - -

7. Ophepora 122,44 0,92 33,33 81,63 1 66,67 40,81 0,56 33,33 - - -

8. Tabellaria 530,61 3,97 66,67 122,44 1,50 66,67 367,34 5,03 66,67 - - - E. Naviculaceae

9. Gyrosigma 40,81 0,30 33,33 122,44 1,50 66,67 122,44 1,67 33,33 - - -

10. Navicula 285,71 2,14 66,67 122,44 1,50 66,67 81,63 1,12 33,33 - - -


(43)

12. Pinnularia 693,87 5,20 100 204,08 2,50 100 285,71 3,91 100 - - - F. Nitzchiaceae

13. Nitzchia 693,87 5,20 66,67 122,44 1,50 66,67 285,71 3,91 100 244,89 7,89 66,67 G. Surirellaceae

14. Surirella 571,43 4,28 100 408,16 5,00 100 448,97 6,14 66,67 40,81 1,31 33,33

II. Chlorophyceae

H. Chlorococaceae

15. Chlorococcum - - - 244,89 3 66,67 285,71 3,91 100 - - - I. Desmidiaceae

16. Closterium - - - 122,44 1,50 66,67 - - - -

17. Cosmarium 81,63 0,61 33,33 285,71 3,50 66,67 244,89 3,35 66,67 81,63 2,63 33,33

18. Desmidium - - - 122,44 1,50 33,33 81,63 1,12 33,33 40,81 1,31 33,33

19. Staurastrum 1673,46 12,54 100 1061,22 13,00 100 1306,12 17,88 100 775,51 25,00 100 J. Hydrodictiaceae

20. Hydrodiction 367,34 2,75 66,67 163,26 2 66,67 285,71 3,91 66,67 40,81 1,31 33,33

21.Pediastrum 1346,93 9,27 100 448,97 7,59 100 938,77 13,94 100 - - - K. Mesotaeniaceae

22.Gonatozygon 1387,75 10,40 100 612,24 7,50 100 653,06 8,94 100 285,71 9,21 100 L. Oocystaceae

23. Ankistrodesmus 285,71 2,14 66,67 40,81 0,50 33,33 - - - 40,81 1,31 33,33 M.Palmellaceae

24. Gleocystis 81,63 0,61 66,67 81,63 1 33,33 - - - 40,81 1,31 33,33

25. Sphaerocystis 367,34 2,75 66,67 163,26 2 33,33 204,08 2,79 66,67 204,08 6,58 66,67 N. Protococcaceae

26. Protococcus 285,71 2,14 66,67 81,63 1 33,33 - - - 81,63 2,63 33,33 O.Tribonemataceae

27. Tribonema 367,34 2,75 66,67 122,44 1,50 66,67 285,71 3,91 66,67 - - - P. Ulotrichasceae

28.Ulotrix 653,06 4,89 100 81,63 1 33,33 163,26 2,23 100 244,89 7,89 66,67 Q. Volvocaceae

29. Volvox 204,08 1,53 66,67 122,44 1,50 33,33 40,81 0,56 33,33 122,44 3,95 66,67 R. Zygnemataceae

30. Spirogyra 376,34 2,75 100 163,26 2 66,67 40,81 0,56 33,33 40,81 1,31 33,33

ZOOPLANKTON

III. Crustaceae a. Bosminidae

31. Bosmina 204,08 1,53 66,67 285,71 3,50 66,67 - - - - b. Daphnidae

32. Daphnia 204,08 1,53 66,67 - - - - c. Cyclopidae

33. Diacyclops 244,89 1,83 66,67 612,24 7,50 100 - - - 40,81 1,31 33,33

34. Eucyclops 204,08 1,53 66,67 204,08 2,50 66,67 - - - -

35. Macrocyclops - - - 244,89 3 66,67 - - - 81,63 2,63 33,33

36. Megacyclops 122,44 1,83 66,67 40,81 0,50 33,33 - - - 81,63 2,63 33,33 d. Diaptomiidae

37. Diaptomus 285,71 2,14 66,67 163,26 2 33,33 - - - 40,81 1,31 33,33

38. Eudiaptomus 122,44 0,92 66,67 122,44 1,50 66,67 - - - 81,63 2,63 33,33 IV. Filosa

e. Euglyphidae

39. Euglypha - - - -

V. Granulo-reticulosa f. Raphidiophriidae

40. Raphidiophrys 408,16 3,06 100 - - - 204,08 2,79 66,67 40,81 1,31 33,33 VI. Lobosa

g. Arcellidae

41. Arcella 285,71 2,14 66,67 - - - 40,81 0,56 33,33 40,81 1,31 33,33 h. Centropyxidae

42. Centropyxis 122,44 0,92 66,67 40,81 0,50 33,33 - - - - VIII. Monogononta

i. Brachionidae

43.Mytillina - - - 122,44 1,50 66,67 - - - 40,81 1,31 33,33

44. Keratella 244,89 1,83 100 163,26 2 66,67 204,08 2,79 66,67 40,81 1,31 33,33 j. Trichocercidae

45. Trichocerca 40,81 0,30 33,33 - - - -


(44)

Dari Tabel 5 dapat dilihat kelimpahan plankton tertinggi pada keempat stasiun terdapat pada genus Staurastrum. Pada stasiun I kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi sebesar 1673,46 ind/l, 12,54% dan 100%. Pada stasiun II Kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 1061,22 ind/l, 13,00% dan 100%. Pada stasiun III kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran 1306,12 ind/l, 17,88%, dan 100%, Sedangkan pada stasiun IV kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 775,51 ind/l, 25,00% dan 100%.

Dari keempat stasiun penelitian diperoleh nilai kelimpahan tertinggi pada genus Staurastrum, dari kelas Chlorophyceae. Hal ini disebabkan karena kondisi perairan yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya baik dari kondisi lingkungan maupun ketersediaan nutrisi yang berlimpah sehingga pertumbuhannya cepat. Pada

setiap stasiun penelitian suhu sebesar 250C (Lampiran J). Suhu ini optimum bagi

kelangsungan hidup dan pertumbuhan plankton. Menurut Isnansetyo & Kurniastuti (1995, hlm: 36) Suhu yang optimum bagi kelangsungan hidup Chlorophyceae adalah

23 – 250C. Kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar umumnya

berasal dari kelas Chlorophyceae (Barus, 2004, hlm: 27).

Berdasarkan nilai kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran plankton pada setiap stasiun penelitian maka hanya Staurastrum yang dapat hidup dengan baik pada keempat stasiun penelitian dengan nilai kelimpahan relatif > 10% dan frekuensi kehadiran > 25%. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suin (2002), apabila didapatkan nilai kelimpahan relatif > 10% dan frekuensi kehadiran > 25% menunjukkan bahwa organisma tersebut dapat hidup dan dapat berkembang biak dengan baik pada habitat tersebut.

Kelimpahan plankton terendah pada keempat stasiun terdapat pada genus yang berbeda. Pada stasiun I terdapat genus Trichocerca dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,30% dan 33,33%. Pada stasiun II terdapat genus Centropyxis dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,50% dan 33,33%. Pada stasiun III terdapat genus Cymbella, Volvox, Spirogyra dan Arcella dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,56% dan 33,33% dan


(45)

stasiun IV terdapat 13 genus yakni Chaetoceros, Rhopalodia, Surirella, Hydrodyction,

Ankistrodesmus, Gleocystis, Spirogyra, Diacyclops, Diaptomus, Arcella, Mytillina dan Keratella dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar

40,81 ind/l, 1,31% dan 33,33%.

Secara keseluruhan total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun I yakni 13346,75 ind/l dan terendah terdapat pada stasiun IV yakni 3101,90 ind/l. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan fospat yang relatif tinggi sehingga nutrisi untuk pertumbuhan plankton terpenuhi. Menurut Barus (2004, hlm: 31) bahwa fluktuasi dari populasi plankton dipengaruhi oleh perubahan berbagai kondisi lingkungan, salah satunya adalah ketersediaan nutrisi di perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fospor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi plankton.

Tabel 6. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Kedalaman 8 meter di Setiap Stasiun Penelitian

TAKSA STASIUN I STASIUN II STASIUN III STASIUN IV

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK

FITOPLANKTON I. Bacillariophyceae A. Chaetoceraceae

1. Chaetoceros 244,89 1,49 100 204,08 1,68 66,67 40,81 0,46 33,33 40,81 1,15 33,33 B. Cymbellaceae

2. Cymbella 81,63 0,50 66,67 244,89 2,02 66,67 81,63 0,93 33,33 - - - C. Epithemiaceae

3. Rhopalodia 244,89 1,49 66,67 - - - 204,08 2,32 66,67 81,63 2,30 33,33 D. Fragillariaceae

4. Asterionella 81,63 0,50 66,67 122,44 1,01 66,67 - - - -

5. Diatoma 204,08 1,24 66,67 - - - 163,26 1,86 33,33 - - -

6. Fragillaria - - - 122,44 1,01 66,67 163,26 1,86 66,67 - - -

7. Ophepora 163,26 0,99 66,67 - - - 122,44 1,39 33,33 - - -

8. Tabellaria 816,32 4,96 100 204,08 1,68 66,67 244,89 2,79 100 - - - E. Naviculaceae

9. Gyrosigma 816,32 4,96 100 204,08 1,68 66,67 81,63 0,93 66,67 - - -

10. Navicula 530,61 3,23 100 163,26 1,35 66,67 122,44 1,39 66,67 - - -

11. Neidium 204,08 1,24 66,67 163,26 1,35 66,67 122,44 1,39 66,67 - - -

12. Pinnularia 244,89 1,49 100 285,71 2,36 100 204,08 2,32 66,67 - - - F. Nitzchiaceae

13. Nitzchia 285,71 1,74 66,67 204,08 1,68 66,67 571,43 6,51 100 204,08 5,75 66,67 G. Surirellaceae

14. Surirella 489,79 2,98 66,67 204,08 1,68 66,67 285,71 3,25 66,67 81,63 2,30 33,33

II. Chlorophyceae

H. Chlorococaceae

15. Chlorococcum - - - 326,53 2,69 66,67 204,08 2,32 66,67 81,63 2,30 33,33 I. Desmidiaceae

16. Closterium - - - 204,08 1,68 66,67 - - - -

17. Cosmarium - - - 81,63 0,67 33,33 163,26 1,86 66,67 285,71 8,05 66,67

18. Desmidium 81,63 0,50 33,33 40,81 0,33 33,33 40,81 0,46 33,33 40,81 1,31 33,33

19. Staurastrum 1795,91 10,92 100 1551,02 12,79 100 1755,10 20,00 100 1102,04 31,03 100 J. Hydrodictiaceae

20. Hydrodiction 285,71 1,74 66,67 81,63 0,67 66,67 204,08 2,32 66,67 81,63 2,30 33,33

21.Pediastrum 734,69 4,46 100 653,06 5,39 100 612,24 6,98 100 81,63 2,30 66,67 K. Mesotaeniaceae


(46)

L. Oocystaceae

23. Ankistrodesmus 244,89 1,49 66,67 40,81 0,33 33,33 - - - 122,44 3,45 66,67 M.Palmellaceae

24. Gleocystis 40,81 0,25 33,33 81,63 0,67 33,33 - - - 40,81 1,15 33,33

25. Sphaerocystis 204,08 1,24 66,67 204,08 1,68 66,67 326,53 3,72 66,67 81,63 2,30 33,33 N. Protococcaceae

26. Protococcus 244,89 1,49 66,67 204,08 1,68 66,67 - - - - O.Tribonemataceae

27. Tribonema 204,08 1,24 66,67 285,71 2,36 66,67 285,71 3,25 66,67 - - - P. Ulotrichasceae

28.Ulotrix 571,43 3,47 100 367,34 3,03 66,67 122,44 1,39 66,67 122,44 3,45 66,67 Q. Volvocaceae

29. Volvox 122,44 0,74 66,67 204,08 1,68 66,67 40,81 0,46 33,33 40,81 1,15 33,33 R. Zygnemataceae

30. Spirogyra 285,71 1,74 100 204,08 1,68 66,67 40,81 0,46 33,33 40,81 1,15 33,33

ZOOPLANKTON

III. Crustaceae a. Bosminidae

31. Bosmina 326,53 1,98 66,67 204,08 1,68 66,67 - - - - b. Daphnidae

32. Daphnia 122,44 0,74 66,67 40,81 0,33 33,33 - - - - c. Cyclopidae

33. Diacyclops 612,12 3,72 66,67 897,95 7,41 100 122,44 1,39 66,67 244,89 6,90 66,67

34. Eucyclops 326,53 1,98 66,67 408,16 3,37 100 81,63 0,93 33,33 163,26 4,60 100

35. Macrocyclops 367,34 2,23 100 489,79 4,04 100 - - - -

36. Megacyclops 612,24 3,72 100 367,34 3,03 100 - - - - d. Diaptomiidae

37. Diaptomus 1959,18 11,91 100 1183,67 9,76 100 612,24 6,98 100 81,63 2,30 33,33

38. Eudiaptomus 285,71 1,74 66,67 448,97 3,70 100 367,34 4,19 100 81,63 2,30 33,33 IV. Filosa

e. Euglyphidae

39. Euglypha 204,08 1,24 66,67 40,81 0,33 33,33 122,44 1,39 66,67 - - - V.

Granulo-reticulosa f. Raphidiophriidae

40. Raphidiophrys 367,34 2,23 100 244,89 2,02 33,33 204,08 2,32 66,67 81,63 2,30 33,33 VI. Lobosa

g. Arcellidae

41. Arcella 244,89 1,49 100 40,81 0,33 33,33 122,44 1,39 66,67 81,63 2,30 33,33 h. Centropyxidae

42. Centropyxis 40,81 0,25 33,33 81,63 0,67 33,33 - - - 40,81 1,15 33,33 VIII. Monogononta

i. Brachionidae

43.Mytillina 122,44 0,74 66,67 40,81 0,33 33,33 - - - 81,63 2,30 66,67

44. Keratella 244,89 1,51 66,67 122,44 1,01 66,67 244,89 2,79 66,67 40,81 1,15 33,33 j. Trichocercidae

45. Trichocerca 81,63 0,50 66,67 - - - 81,63 0,93 66,67 40,81 1,15 33,33

TOTAL 16452,78 100 - 12122,27 100 - 8775,34 100 - 3550,90 100 -

Dari Tabel 6 kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada genus Staurastrum dengan nilai yang berbeda-beda pada setiap stasiunnya. Pada stasiun I kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi sebesar 1795,91 ind/l, 10.92% dan 100%. Pada stasiun II kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 1551,02 ind/l, 12,79% dan 100%. Pada stasiun III kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 1755,10 ind/l, 20,00%, dan 100%, sedangkan pada stasiun IV kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 1102,04 ind/l, 31,03% dan 100%. Kelimpahan plankton yang tertinggi terdapat pada


(47)

kedalaman 8 meter ini dibandingkan dengan kedalaman yang lain, hal ini karena fospat yang tinggi sebesar 0,577 mg/l (Lampiran J) dan juga karena 8 meter masih batas penetrasi cahaya sehinggga fitoplankton masih dapat melakukan fotosintesis.

Kelimpahan plankton terendah pada keempat stasiun terdapat pada genus yang berbeda. Pada stasiun I terdapat genus Gleocystis dan Centropyxis dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,25% dan 33,33%. Pada stasiun II terdapat genus Ankistrodesmus, Euglypha, Arcella dan

Mytillina dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar

40,81 ind/l, 0,33% dan 33,33%. Pada stasiun III terdapat genus Chaetoceros, Volvox dan Spirogyra dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,46% dan 33,33% dan stasiun IV terdapat genus 7 genus yaitu genus yaitu Chaetoceros, Gleocystis, Volvox, Spirogyra, Centropyxis, Keratella dan

Trichocerca dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran

sebesar 40,81 ind/l, 1,15% dan 33,33%.

Secara keseluruhan total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun I yakni 16452,78 ind/l dan terendah terdapat pada stasiun IV yakni 3550,90 ind/l. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan fospat yang relatif tinggi sehingga nutrisi untuk pertumbuhan plankton terpenuhi. Tingginya nilai kelimpahan plankton pada stasiun I karena nilai fospat yang tinggi sehingga nutrisi plankton terpenuhi untuk mendukung kehidupan plankton. Fospat merupakan unsur dalam air dan unsur yang paling penting bagi plankton (Nybakken, 1992, hlm : 41).

Tabel 7. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Kedalaman 11 meter di Setiap Stasiun Penelitian

TAKSA STASIUN I STASIUN II STASIUN III STASIUN IV

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK

FITOPLANKTON I. Bacillariophyceae A. Chaetoceraceae

1. Chaetoceros 204,08 1,94 66,67 - - - 244,89 2,76 66,67 - - - B. Cymbellaceae

2. Cymbella 81,63 0,78 33,33 - - - - C. Epithemiaceae

3. Rhopalodia 204,08 1,94 66,67 - - - - D. Fragillariaceae

4. Asterionella - - - -


(1)

=

39 ln

11 , 3

= 0,85

Uji Statistik Analisis Variance Populasi Plankton Perstasiun

Perlakuan

I II III IV

20 8 13 4

10 13 6 5

24 5 15 22

9 2 10 4

17 12 9 7

13 2 7 12

9 19 32 4

36 8 13 99

25 10 13 5

31 8 18 31

20 12 29 22

31 13 29 5

35 23 27 5

37 19 16 16

20 10 16 4

2 16 3 21

170 5 123 6

19 108 17 5

73 8 59 2

116 47 52 16

20 56 22 10

6 8 21 6

23 6 14 4

19 15 6 9

20 8 3 12

54 11 3 8

11 28 19 5

27 11 17 2

32 11 10 7

15 18 13 5

54 4 40 4


(2)

25 24 8

39 28 22

63 19 12

26 47 6

11 27 4

38 4 18

26 17 8

12 3

11 6

29 7

4 11

3

Total 1307 781 776 367 3231

Rumus Hipotesis

Ho : U1 = U2 = U3 = U4 HA : U1 = U2 = U3 = U4 n 1 = 43

n2 = 44 n3 = 39 n4 = 31

Level signifikan : 0,05 dan 0,01 T1 = 1307

T2 = 781 T3 = 776 T4 = 367

CF =

n xij

2

) (

= 157

) 3231

( 2

=

157 10439361

= 66492,74 SST =

(xij)2 −CF

=

( ) ( ) ( )

20 2+ 10 2+ 24 2...

( )

4 2−66492,74

= 153761-66492,74 = 87268,26

SSP =

( )

Tj 2−CF

= 66492,74

31 ) 367 ( 39

) 776 ( 44

) 781 ( 43

) 1307

( 2 2 2 2

− +

+ +

= 39726,72 + 13862,75 + 15440,41 + 4344, 81 – 66492,74 = 73374,69 – 66492,74

= 6881,95

SSE = SST – SSP

= 87628,26 – 6881,95 = 80386,31


(3)

MSP = 2293,98 3 95 , 6881 = = DFp SSp

= 153 525,40

31 , 80386 = = DFp SSE

= 4,37

40 , 525 98 , 2293 = = MSE MSp

Tabel Analisis Variance Populasi Plankton Perstasiun Sumber Variasi Derajat Bebas Nilai Total Perlakuan Nilai Rataan

F Hitung F Tabel

Antar Stasiun 3 6881,95 2293,98 4,37 2,67

3,91

Galat 153 80386,31 525,40

Total 156 87268,26

MS terbesar = 2293,98 MS terkecil = 525,40 Harga F pada tabel: F 0,05 ; 3 ; 153 = 2,67 F 0,01 ; 3 ; 153 = 3,91 Daerah penolakan

Tolak Ho, terima HA jika : F > 2,67 pada level 0,05 F > 3,91 pada level 0,01 Terima Ho, tolak HA jika : F < 2,67 pada level 0,05 F < 3,91 pada level 0,01

Berdasarkan Tabel di atas karena F = 4,37 maka F > 2,67 pada level 0.05 sehingga daerah penolakan yang diterima adalah tolak Ho. Dimana Ho merupakan U1 = U2 = U3 = U4 atau perbedaan rataan berbeda sehingga diperlukan uji signifikan selanjutnya.

Untuk uji signifikan selanjutnya dengan menggunakan LSD0,05

I vs II

untuk masing-masing beda rataan adalah:

05 , 0

LSD ; df = 153 

     +       2 1 n MSE n MSE

= 1,96 x 

     +       44 40 , 525 43 40 , 525

= 1,96 x 12,22+11,94

= 1,96 x 24,15

= 1,96.x 4,91 = 9,62

I vs III = 1,96 x 

     +       39 40 , 525 43 40 , 525


(4)

= 1,96 x 12,22+13,47

= 1,96 x 5,07 = 9,94

I vs IV = 1,96 x 

     +       31 40 , 525 43 40 , 525

= 1,96 x 12,22+16,95

= 1,96 x 29,17

= 1,96 x 5,40 = 10,58

II vs III = 1,96 x 

     +       39 40 , 525 44 40 , 525

= 1,96 x 11,94+13,47

= 1,96 x 25,41

= 1,96 x 5,04 = 9,88

II vs IV = 1,96 x 

     +       31 40 , 525 44 40 , 525

= 1,96 x 11,94+16,95

= 1,96 x 28,89

= 1,96 x 5,37 = 10,52

III vs IV = 1,96 x 

     +       31 40 , 525 39 40 , 525

= 1,96 x 13,47+16,95

= 1,96 x 30,42

= 1,96 x 5,51 = 10,80

Nilai LSD0,05 Dibandingkan dengan Rataan Masing-masing Perlakuan

Beda Antara Beda Mean

LSD 0.05 Kesimpulan

Stasiun I vs II 12,64 9,62* Beda nyata

Stasiun I vs III 10,49 9,94* Beda nyata

Stasiun I vs IV 18,55 10,58** Beda sangat nyata

Stasiun II vs III 2,15 9,88 Beda tidak nyata

Stasiun II vs IV 5,91 10,52 Beda tidak nyata

Stasiun III vs IV 8,06 10,80 Beda tidak nyata Keterangan :

MSP = Nilai rataan antar perlakuan MSE = Nilai rataan galat


(5)

DFE = Derajat bebas galat DFT = Derajat bebas total

SSP = Nilai total antar perlakuan SSE = Nilai total galat

SST = Nilai total CF = Faktor koreksi

Xij = Total seluruh jumlah pengamatan

T1 = Total jumlah pengamatan (pada perlakuan 1) n 1 = Besar (banyaknya) sample pada perlakuan 1

n = Total pengamatan (n1 + n2 + n3……)

k = Jumlah perlakuan

F = Statistik F

Lampiran J. Faktor Fisika-Kimia Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

PARAMETER STASIUN I STASIUN II

A. FISIKA 0M 4M 8M 11M

Rata-rata

0M 4M 8M 11M

Rata-rata

1. Suhu (0C) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25

2. Penetrasi Cahaya (m) 8 8

3. Intensitas Cahaya (cd) 1000 1000

B. KIMIA

1.pH 7,1 7 7 7 7,025 7,4 7,2 7,1 7,1 7,2

2.DO (mg/l) 6,3 6,1 6,1 6,0 6,125 6,9 6,8 6,2 6,1 6,5

3.Kejenuhan O2 (%) 77,68 75,21 75,21 73,98 75,52 85,08 83,84 76,44 75,21 80,14

4.BOD5 (mg/l) 0,5 0,3 0,4 0,5 0,425 0,9 1 1 0,4 0,825

5.Nitrat (NO3-) (mg/l) 0,710 0,717 0,684 0.974 0.772 0,596 0.628 0.641 0.705 0.642

6.Fosfat (PO42-) (mg/l) 0,531 0,523 0,577 0.870 0,625 0,331 0,381 0,337 0,475 0,381

7. Belerang (H2S) (mg/l) 0,0462 Tidak terdeteksi

PARAMETER STASIUN III STASIUN IV

A. FISIKA 0M 4M 8M 11M

Rata-rata

0M 4M 8M 11M

Rata-rata

1. Suhu (0C) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25

2. Penetrasi Cahaya (m) 8 8

3. Intensitas Cahaya (cd) 1000 1000

b. KIMIA

1.pH 7,4 7,3 7,2 7,2 7,27 7,3 7,4 7,3 7,2 7,3

2.DO (mg/l) 6,6 6,5 6,4 5,8 6,325 7 6,8 6,6 6,4 6,7

3.Kejenuhan O2 (%) 81,38 80,14 78,91 71,51 77,98 86,31 83,84 81,84 78,91 82,72

4.BOD5 (mg/l) 0,2 0,1 0,1 0,1 0,125 0,4 0,3 0,1 0,1 0,225

5.Nitrat (NO3

-0,316

) (mg/l) 0,359 0,382 0,448 0,376 0,306 0,335 0,351 0,371 0,341

6.Fosfat (PO42-) (mg/l) 0,109 0,060 0,097 0,098 0,091 0,047 0,065 0,095 0,084 0,073

7. (H2S) (mg/l) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi

Keterangan

Stasiun I = Masukan Air Belerang Stasiun II = Keramba Ikan

Stasiun III = PDAM


(6)

Lampiran K. Hasil Analisis Korelasi

Correlations

pH DO Kej_O2 Nitrat Fospat BOD5 H pH Pearson

Correlation 1 .753 .764 -.787 -.772 -.171 -.609 Sig. (2-tailed) .001 .001 .000 .000 .527 .012 N 16 16 16 16 16 16 16 DO Pearson

Correlation .753 1 .999 -.533 -.487 .216 -.440 Sig. (2-tailed) .001 .000 .033 .056 .422 .088 N 16 16 16 16 16 16 16 Kej_O2 Pearson

Correlation .764 .999 1 -.544 -.496 .198 -.455 Sig. (2-tailed) .001 .000 .029 .051 .463 .077 N 16 16 16 16 16 16 16 Nitrat Pearson

Correlation -.787 -.533 -.544 1 .978 .514 .536 Sig. (2-tailed) .000 .033 .029 .000 .042 .032 N 16 16 16 16 16 16 16 Fospat Pearson

Correlation -.772 -.487 -.496 .978 1 .446 .502 Sig. (2-tailed) .000 .056 .051 .000 .083 .047 N 16 16 16 16 16 16 16 BOD5 Pearson

Correlation -.171 .216 .198 .514 .446 1 .455 Sig. (2-tailed) .527 .422 .463 .042 .083 .077 N 16 16 16 16 16 16 16 H Pearson

Correlation -.609 -.440 -.455 .536 .502 .455 1 Sig. (2-tailed) .012 .088 .077 .032 .047 .077 N 16 16 16 16 16 16 16