Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah sewa menyewa rumah, namun secara judul dan substansi pokok permasalahan yang dibahas sangat jauh berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa rumah yang pernah dilakukan adalah: 1. Mahmud Khaiyath, NIM: 037011048, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun 2005, dengan judul “Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Secara Sepihak Menurut Hukum Perjanjian Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1 A Medan.” 2. Linda, NIM: 057011046, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun 2007, dengan judul “Kajian Yuridis Terhadap Sengketa Sewa Menyewa Rumah Secara Lisan di Kota Binjai Studi Kasus Atas Putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 14Pdt.G2001PNBJtanggal 17 April 2002.” Jika diperhadapan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa Universitas Sumatera Utara dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.” 9 Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. “Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat.” 10 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 11 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.” 12 Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. 13 9 Lawrence M. Friedman, Teori dan Filsafat Umum, terjemahan Muhammad Arifin, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996, hal. 2 10 Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal. 237. 11 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, hal. 80. 12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal. 6. 13 Snelbecker dalam Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 34-35. Universitas Sumatera Utara Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keseimbangan dan keadilan hukum keseimbangan dan keadilan hukum sebagai landasan yuridis pelaksanaan perjanjian sewa menyewa rumah berjangka pendek yang berhubungan dengan pekerja kontrak di Kota Batam. Perjanjian sewa menyewa rumah berjangka pendek antara pekerja kontrak dengan pemilik rumah sewa dilaksanakan secara tertulis dengan memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak selama perjanjian sewa menyewa tersebut berlangsung. Pada umumnya perjanjian tertulis sewa-menyewa tersebut dibuat dalam bentuk notariil antara pemilik rumah sewa dan pekerja kontak selaku penyewa, dimana jangka waktu sewa rumah tersebut disesuaikan dengan jangka waktu pekerja kontrak tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya di perusahaan tempatnya bekerja. Dalam hal perjanjian sewa-menyewa menggunakan akta Notaris, maka pembayaran uang sewa dilakukan oleh penyewa kepada yang menyewakan pada saat dilaksanakan penandatanganan akta sewa-menyewa dihadapan Notaris. Akta sewa-menyewa tersebut sekaligus juga merupakan bukti pembayaran yang sah dari penyewa kepada yang menyewakan. Apabila terjadi perpanjangan waktu sewa setelah jangka waktu sewa di dalam akta terlampaui, maka wajib dibuat akta perpanjangan sewa-menyewa antara penyewa dengan yang menyewakan rumah tersebut. Harga sewa rumah akan disesuaikan dengan harga pasaran sewa pada waktu dilakukannya perpanjangan sewa tersebut. Pada akta sewa-menyewa akan tercantum pula klausul tentang tidak bertanggung jawabnya pihak yang menyewakan apabila pihak penyewa Universitas Sumatera Utara menggunakan rumah yang disewanya tersebut untuk melakukan perbuatan yang melawan hukum. Klausul ini untuk melindungi pihak yang menyewakan dari perbuatan penyewa yang bertentangan dengan hukum yang berlaku. Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak. 14 Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara pemilik rumah dengan pekerja kontrak tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara pemilik rumah dengan pekerja kontrak adalah suatu perjanjian yang berarti para pihak dalam hal ini mempunyai hak dan kewajiban. Untuk itu dalam membahas masalah perjanjian sewa menyewa tidak bisa lepas dari ketentuan- ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Buku III Bab VII yang terdiri dari Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Tukar Menukar, Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian untuk Melakukan Pekerjaan, Perjanjian Persekutuan, Perjanjian Perkumpulan. Perjanjian Penitipan Barang, Perjanjian Pinjam Pakai dan Perjanjian Pinjam Meminjam. Menurut Herlien, janji antara para pihak hanya akan dianggap mengikat sepanjang dilandasi pada asas adanya keseimbangan hubungan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan 14 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Bisnis, Bandung, Alumni, 1994, hal. 42-44. Universitas Sumatera Utara antara kepentingan kedua belah pihak sebagaimana masing-masing pihak mengharapkannya. 15 Asas keseimbangan, dikaitkan dengan asas dalam perjanjian, dikatakan lahir sebagai suatu penolakan terhadap asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak pada kenyataannya dikatakan telah membawa ketidakadilan, karena didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar bargaining position yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak selalu dalam posisi memiliki posisi tawar yang seimbang. 16 Dalam asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, menentukan bentuk kontrak, memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan. Jika asas konsensualisme berkaitan dengan lahirnya kontrak, asas kekuatan mengikatnya kontrak berkaitan dengan akibat hukum, maka asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi kontrak. Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika bargaining power tidak seimbang maka suatu kontrak dapat menjurus atau menjadi unconscionable. 17 Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum. Berdasarkan teori sistem ini, dapat dirumuskan bahwa sistem hukum perjanjian sewa-menyewa adalah kumpulan asas- asas hukum yang merupakan landasan tempat berpijak di atas nama tertib hukum 15 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2006, hal.305. 16 Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebasan Berkontrak, Jakarta, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal. 1-2. 17 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredt Bank di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 185. Universitas Sumatera Utara perjanjian sewa menyewa dibangun. Dengan adanya ikatan asas-asas hukum tersebut berarti hukum perjanjian sewa menyewa merupakan suatu sistem hukum. 18 Pengaturan hukum perjanjian sewa-menyewa diatur dalam KUHPerdata diantaranya adalah: Pasal 1548 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya”. Pasal 1570 KUHPerdata menyatakan bahwa “jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang telah ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu.” Pasal 1571 KUHPerdata menyatakan bahwa “jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.” Pasal 1578 KUHPerdata menyatakan bahwa: Seorang pembeli yang hendak menggunakan kekuasaan yang diperjanjikan dalam perjanjian sewa, untuk jika barangnya dijual, memaksa si penyewa, mengosongkan barang yang disewa. Diwajibkan memperingatkan si penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana diharuskan oleh adat kebiasaan setempat mengenai pemberhentian-pemberhentian sewa. 18 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni, 1996, hal .16. Universitas Sumatera Utara Pasal 1579 KUHPerdata menyatakan bahwa, “Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya”. Berdasarkan dari ketentuan kedua Pasal tersebut di atas yakni Pasal 1578 dan Pasal 1579 KUHPerdata tersebut, jelas bahwa dalam perjanjian sewa menyewa yang telah diperjanjikan terlebih dahulu, tidak dibenarkan untuk memaksa si penyewa untuk mengosongkan barang yang disewa dengan alasan barang tersebut akan dijual atau akan dipergunakan sendiri oleh pemilik barang yang disewa tersebut. Dalam hal barang yang disewa oleh si penyewa tersebut, akan dijual, maka pemilik barang yang disewa harus terlebih dahulu memberikan pemberitahuan kepada si penyewa. Jauh hari sebelum waktu penjualan barang tersebut tiba. Dalam praktek pelaksanaan perjanjian sewa menyewa, pada umumnya, klausul bila barang yang disewa tersebut akan dijual oleh pemilik barang yang disewa tersebut dicantumkan secara tegas dalam perjanjian tertulis tersebut dengan mencantumkan pula syarat- syarat yang harus disepakati kedua belah pihak yaitu pemilik sewa dan penyewa, untuk dapat terlaksananya penjualan barang yang disewa tersebut. 19 Perjanjian sewa-menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan 19 Soedjono Dirdjosisworo, Misteri di Balik Kontrak Bermasalah, Bandung, Mandar Maju, 2002, hal 37. Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat. 20 Jikalau ditinjau perjanjian sewa menyewa ini adalah merupakan suatu jenis perjanjian yang bebas bentuknya, artinya perjanjian tersebut dapat diperbuat baik secara lisan maupun tertulis tergantung kesepakatan antara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan, akan tetapi segala bentuk perjanjian sewa menyewa, khususnya perjanjian sewa menyewa rumah, sebaiknya diperbuat secara tertulis dengan tujuan untuk lebih dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Demikian pula halnya dengan yang terjadi dalam perjanjian sewa-menyewa ini meliputi segala jenis benda, benda bergerak, benda tidak bergerak asal tidak dilarang oleh undang-undang dan ketertiban umum. Terhadap syarat esensial dalam perjanjian sewa-menyewa ini, yakni mengenai harga sewa atau sewa haruslah tertentu atau segala sesuatu yang dapat ditentukan dan biasanya harus ditentukan secara tegas perjanjian yaitu dengan penetapan besarnya uang sewa- menyewa harus dibayar kepada pihak yang menyewakan. Jangka waktu atau lamanya sewa dapat saja ditentukan secara jelas dalam perjanjian, atau dengan kata lain tidak perlu disebutkan untuk berapa lamakah barang tersebut akan disewa oleh pihak penyewa, tetap telah disetujui oleh kedua belah pihak baik penyewa maupun yang disewakan dalam setiap bulan atau tahunnya. Penegasan perjanjian sewa-menyewa rumah ini adalah sejak berlakunya PP No.44 Tahun 1994, disebutkan segala bentuk perjanjian sewa menyewa rumah haruslah diperbuat dengan suatu batas waktu tertentu dan segala bentuk perjanjian sewa menyewa rumah yang telah diperbuat tanpa batas waktu adalah batal demi hukum. 20 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Jakarta, Pradnya Paramita, 1987, hal. 53. Universitas Sumatera Utara Jika diperhatikan sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa-menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan. 21 Karenanya selama berlangsung masa persewaan, pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang disusunnya dengan bebas, selama jangka waktu secara berlangsung. Pertanggung jawaban atas terjadinya suatu peristiwa terhadap objek atau barang yang disewa disebut resiko. Dalam ilmu hukum, resiko ini merupakan tolak ukur. Untuk menetapkan kepada siapakah dibebankan untuk menanggung kerugian dalam hal suatu kejadian yang menimpa atau barang yang disewa dan terjadi diluar kesalahan suatu pihak. 22 Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan satu pihak. Dalam perjanjian sewa menyewa, pengaturan masalah resiko adalah apabila terjadi suatu peristiwa atas barang yang disewa, bisa saja terjadi karena disebabkan kelalaiannya atau karena keadaan yang memaksa di luar kesanggupan dan pengakuan salah satu pihak. Apabila terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan rusaknya atau tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dikarenakan kesengajaan dari salah satu pihak, maka dalam hal ini resiko atas terjadinya peristiwa tersebut ditanggung oleh pihak yang bersangkutan, misalnya jika terjadi peristiwa itu dikarenakan kesalahan pihak yang menyewa, maka pihak yang menyewakanlah yang harus bertanggung jawab atas resiko yang terjadi dan jika pihak penyewa yang melakukan kesalahan tersebut, maka pihak penyewalah yang harus menanggung resiko. Tetapi apabila terjadinya suatu peristiwa telah menimpa barang yang disewa, disebabkan oleh suatu keadaan yang memaksa force majeure, misalnya karena bencana alam, maka dalam hal ini pihak penyewa terhindari dari tanggung jawab dan pihak yang menyewakan tidak dapat meminta tanggung jawab resiko kepada pihak penyewa. 23 Ada 3 tiga hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yaitu : 21 Qirom S, Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangan, Yogyakarta, Liberty, 1985, hal 78. 22 Djojodirdjo Moegeni, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1979, hal. 49. 23 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 1. Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya 2. Terjadinya secara kebetulan 3. Keadaan memaksa 24 Basrah Lubis mengemukakan bahwa, jika benda yang disewa itu musnah sewaktu terjadinya sewa menyewa karena overmacht maka perikatan sewa menyewa batal demi hukum, dan pihak penyewa tidak berhak atas ganti rugi, baik benda tersebut secara keseluruhan maupun sebahagian. Apapun pernyataannya, batalnya perjanjian itu tidak perlu dimintakan pernyataan dan resiko atas musnahnya objek sewa-menyewa secara keseluruhan adalah pihak yang menyewakan pemilik hak atas benda serta tidak dapat meminta atau menuntut pembayaran uang sewa kepada pihak penyewa atau dengan tegasnya uang sewa dengan sendirinya gugur, dan sebaliknya pihak penyewa tidak dapat menuntut penggantian barang ataupun ganti rugi dari pihak yang menyewakan Pasal 1553 KUHPerdata. 25 Tetapi apabila musnahnya barang yang disewa tersebut hanya sebahagian, maka dalam hal ini pihak penyewa dapat memilih 2 dua kemungkinan yaitu : a. Meminta pengurangan harga sewa yang sebanding dengan bahagian barang yang telah musnah. b. Menuntut pembatalan perjanjian sewa menyewa tersebut kepada pihak yang menyewakan atas musnahnya sebahagian dari objek atau barang yang disewa dalam perjanjian sewa menyewa ini. Terkadang sulit untuk menentukan batas antara musnahnya keseluruhan barang yang disewa dengan musnahnya sebahagian barang yang disewa. 26 , sebab sering kali kita dihadapkan pada kesulitan untuk menentukan kapankah sesuatu barang atau objek sewa kemusnahannya dianggap meliputi keseluruhannya atau hanya sebahagian saja.

2. Konsepsi