memastikan pelaksanaan prestasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan somasi yang menentukan kapan prestasi itu harus dilaksanakan. Akan tetapi bila
Debitur tetap tidak melaksanakan prestasinya, maka ia dapat dinyatakan lalai, di mana pihak Kreditur dapat meminta ganti rugi.
3. Pihak berwajib melaksanakannya, tetapi tidak secara yang semestinya dan atau tidak sebaik-baiknya.
Sedangkan menurut R. Setiawan, wanprestasi dapat dibagi atas ada 3 tiga bentuk, yaitu:
100
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. 2. Terlambat memenuhi prestasi.
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.
3. Akibat Hukum Wanprestasi.
Dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya, debitur harus membayar ganti rugi berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Kewajiban
debitur nembayar ganti rugi baru menjadi kewajiban debitur setelah debitur dinyatakan ialai oleh kreditur.. Hal ini sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata, yaitu:
“Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.
Bentuk pernyataan lalai menurut Pasal 1238 KUHPerdata adalah: 1. Berbentuk surat perintah atau akta lain yang sejenis.
2. Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri.
100
R. Setiawan, Op.cit., hal. 17-18.
Universitas Sumatera Utara
Didalam surat perjanjian itu ditetapkan ketentuan bahwa debitur telah dianggap bersalah jika satu kali saja dia melewati batas maktu yang
diperjanjikan. Dengan penegasan seperti ini, berarti tidak akan ada tegoran bagi debitur jika ia melanggar dan dengan sendirinya debitur sudah berada
dalam keadaan lalai bila ia tak melaksanakan prestasi tepat pada waktunya.
3. Tegoran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatansomasi. Somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai
dengan tegoranpernyataan kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya. Dalam somasi inilah kreditur menyatakan kehendaknya bahwa
perjanjian harus dilaksanakan dalam batas waktu yang tertentu.
101
Selanjutnya Pasal 1267 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Pihak terhadap
siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia
akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.”
Menurut pasal tersebut, pihak kreditur dapat menuntut si debitur yang lalai dengan pemenuhan perjanjian atau pembatalan disertai dengan ganti rugi sesuai
dengan perhitungan kerugian yang diderita kreditur dan bunga. Terhadap si debitur yang lalai, terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh kreditur, yaitu:
a. Kreditur dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan atas prestasi yang diperjanjikan sudah terlambat.
b. Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yakni kerugian yang diderita olehnya karena terlambat atau tidak dilaksanakan atau dilaksanakan
tetapi tidak sebagaimana mestinya. c. Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian
kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.
d. Kreditur dapat melakukan pembatalan perjanjian. Dalam halnya suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban bertimbal-balik, kelalaian dari satu
pihak memberikan hak kepada pihak yang lainnya untuk meminta kepada Hakim supaya perjanjian dibatalkan, tuntutan mana juga dapat disertai
101
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 59.
Universitas Sumatera Utara
dengan permintaan penggantian kerugian. Hak ini diberikan oleh Pasal 1266 KUHPerdata.
102
Menurut ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata, yang dimaksud ganti kerugian
adalah: Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian,
barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya atau sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Hukuman atau akibat-akibat yang dapat diancamkam kepada debitur yang
wanprestasi, adalah: a. Membayar kerugian yang diderita oleh Kreditur atau dengan singkat
dinamakan ganti rugi; b. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
c. Peralihan risiko; d. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
103
Lebih lanjut Subekti menyatakan, apabila terjadi wanprestasi maka kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan sebagai berikut:
a. Pemenuhan perjanjian b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi
c. Ganti rugi saja d. Pembatalan perjanjian
e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi
104
Namun apabila objek perjanjian berupa pembayaran sejumlah uang, maka kerugian yang dapat dituntut akibat wanprestasi adalah bunga menurut
undang-undang moratorium interesse sebagaimana disebut dalam Pasal 1250
102
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 147-148.
103
Ibid., hal. 47.
104
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal 53
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata, yang besarnya berdasarkan Stb. 1848 No. 22 jo. 1849 No. 63 sebesar 6 persen per tahun dan dalam hal ini kreditur tidak perlutidak dibebani kewajiban
pembuktian. Cukup jika debitur telah nyata terlambat membayar, kreditur dapat menuntut ganti rugi berupa bunga.
105
B. Ganti Rugi Dalam Sewa Menyewa Akibat Wanprestasi.
Pada dasarnya dalam perjanjian timbal balik, yaitu khususnya pada perjanjian sewa menyewa rumah, apabila salah satu pihak baik si penyewa maupun pihak yang
menyewakan melakukan perbuatan wanprestasi yang menimbulkan kerugian memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti kerugian.
Meskipun demikian tuntutan terhadap ganti kerugian karena wanprestasi dalam hubungannya dengan pemutusan perjanjian sewa menyewa rumah ini kebanyakan
hanya terhadap kerugian yang jumlahnya besar. Untuk dapat mengetahui benar apakah gugatan itu termasuk wanprestasi atau perbuatan yang melawan hukum, kalau
kita melihat unsur-unsur yang terdapat dalam perbuatan yang melawan hukum. Hal mana dapat dilihat dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu:
1. Perbuatan yang melawan hukum. 2. Adanya kerugian.
3. Hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian. 4. Adanya kesalahan.
Keempat unsur tersebut di atas harus terbukti menggugat pengganti kerugian
105
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 65-74.
Universitas Sumatera Utara
untuk perbuatan yang melawan hukum. Hanya saja untuk unsur kesalahan dalam perkembangannya ada pembalikan beban pembuktian dimana tergugat harus
membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Ketentutan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dengan tejadinya
pemutusan perjanjian sewa menyewa rumah itu sendiri sudah merupakan beban atau hukum bagi pihak yang melakukan wanprestasi. Di samping itu biasanya pihak-pihak
yang berperkara khususnya pihak yang merasa haknya dirugikan menerima putusan yang dijatuhkan oleh hakim setelah diberikan saran dan pertimbangan. Oleh karena
itu wajarlah apabila hakim dalam putusannya yang hanya mengabulkan terhadap ganti rugi yang jumlahnya dinilai cukup beralasan.
Menurut Ahmad Ichsan, bahwa “Ukuran untuk menetapkan besarnya ganti kerugian itu ditentukan oleh hubungan kausal antara kemungkinan kerugian yang
diderita oleh pihak kreditur dengan adanya wanprestasi yang dilakukan oleh pihak debitur, yang tergantung pula pada kejujuran dari pihak debitur sendiri dalam hal
tidak melakukan wanprestasi itu, yang mana kesemuanya itu di dalam praktek diserahkan kepada keputusan hakim untuk memutuskan berdasarkan bukti-bukti yang
ada serta rasa keadilan masyarakat”.
106
Ganti kerugian bagi pihak yang merasa haknya dirugikan diakibat pihak yang lain lalai tidak memuhi perikatannya, dapat menuntut terhadap hak yang dirugikan
tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata, yang menyebutkan: “Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih
106
Ahmad Ichsan, Hukum Perdata I B, cetakan 1, Jakarta, Pembimbing Masa, 1967, hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian kerugian”.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1243 KUHPerdata, yang dimaksud ganti kerugian adalah:
Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi
perjanjiannya tetap melalaikannya atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.
Adapun pengertian ganti kerugian menurut M. Yahya Harahap, adalah: “Kerugian nyata atau feetelijke nadeel yang ditimbulkan karena perbuatan
wanprestasi”.
107
Sedangkan menurut M. Abdul Kadir, yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah “ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi karena
lalai”.
108
Jadi ganti kerugian yang dapat dituntut oleh pihak kreditur yang merasa haknya dirugikan tersebut harus ada hubungannya dengan wanprestasinya si debitur
yang lalai memenuhi perikatannya. Pitlo mengatakan, pada umumnya hukum kita mengenal pengganti kerugian
hanya dalam bentuk uang. Menurut umum dapat diterima bahwa dalam perbuatan melawan hukum hakim bebas untuk menentukan pengganti kerugian dalam bentuk
memperbaiki dalam keadaan semula. Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, orang dapat menggugat pelaku perbuatan melawan hukum dengan berbagai macam yaitu:
107
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 66.
108
M. Abdul Kadir, Hukum Perikatan, Cetakan VI, Bandung, Alumni, 1982, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
1. Pengganti kerugian dalam bentuk uang. 2. Perbaikan dalam keadaan semula.
3. Larangan untuk melakukan tindakan melawan hukum di kemudian hari. 4. Suatu prestasi, tidak terdiri dari uang, yang dapat menghapuskan kerugian.
5. Penetapan hakim bahwa tindakannya adalah melawan hukum.
109
Jika wanprestasi itu benar-benar menimbulkan kerugian kepada pihak yang menyewakan kreditur, maka si penyewa wajib mengganti kerugian yang
ditimbulkannya. Ganti kerugian yang dapat diminta oleh pihak yang menyewakan itu harus ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang diderita dengan perbuatan
wanprestasi. Atau kerugian nyata sebagai akibat langsung dari perbuatan si penyewa yang ingkar melaksanakan pemenuhan perjanjian menurut selayaknya.
Mengenai ganti kerugian akibat kelalaian si penyewa maupun pihak yang menyewakan telah diatur cukup jelas dalam Akte Perjanjian Sewa Menyewa yang
dibuat. Di dalam akte tersebut mengatur mengenai tentang jaminan dari masing-masing pihak dan juga sekaligus sanksi-sanksi yang akan diancamkan
apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian sesuai yang telah disepakati.
110
Salah satu sanksi dalam Pasal 4 Akte Perjanjian Sewa Menyewa tersebut adalah mengenai wujud dalam pemberian ganti kerugian kepada si penyewa
pekerja kontrak dikarenakan pihak yang menyewakan tidak dapat memberi kenikmatan kepada pekerja kontrak sebagai pihak penyewa karena mendapat
109
Pitlo dalam M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni 1986, hal. 78.
110
Wawancara dengan Hadi Irawan, Pekerja Kontrak di Kota Batam, pada tanggal 22 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
gangguan dari pihak ketiga lainnya. Pada dasarnya pemberian ganti kerugian adalah berupa sejumlah uang,
pemberian dengan uang ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesulitan penilaian, di samping itu mengingat bahwa dalam lalu lintas pergaulan yang makin
maju, memperhitungkan sesuatu dengan sejumlah uang lebih rasional dan praktis sifatnya.
Sementara bentuk kelalaian yang dapat diminta ganti kerugian oleh pihak yang menyewakan dari si penyewa adalah apabila karena kelalaian dari si penyewa
sehingga menyebabkan kerusakan terhadap rumah yang disewanya tersebut, maka si penyewa wajib mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang menyewakan.
C. Penyelesaian Sengketa Sewa Menyewa Rumah Berjangka Pendek Bagi Pekerja Kontrak di Kota Batam.
1. Pengertian Sengketa