Analisis resiko lingkungan pengembangan pasar Angso Duo Kota Jambi di Provinsi Jambi

(1)

ANALISIS RESIKO LINGKUNGAN PENGEMBANGAN

PASAR ANGSO DUO KOTA JAMBI

DI PROVINSI JAMBI

LINDAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ABSTRACT

LINDAWATI. Enviroment Risk Analisys of Traditional Market Development in Angso Duo Jambi – Jambi Province. Under direction of NASTITI SISWI INDRASTI and SUPRIHATIN

Angso Duo Market in Jambi City is a traditional market which is located on an area of 5 hectares, with a number of traders about 1000 peoples. In last few years, this market expand into the wholesale market. Local Government of Jambi City plans to develop this market in order to meet the needs of the traditional trading activity in the market as well as the wholesale market.

This market is located in the center of the main traffic of Jambi city and near the riparian river area of Batanghari watershed (DAS) which is in critical category. Local Government of Jambi City has alternative plans to develop this market , there were: 1) to relocate the market away from the existing market, 2) to relocate the market to the area which were provided by the Local Government of Jambi Province near the existing market, and 3) to maintain existing market by improving infrastructure. The alternative area in second and third alternative is a protected area and asset of Local Government of Jambi Province. The aims of this study were 1) to analyze the environmental risk of market development, 2) to analyze policy alternatives in market development.

The research was conducted during December 2010 and March 2011 in Jambi City. The informations were collected through indivial interviewed with 100 traders and some key informans from the Provincial Government, City Government, NGOs, universitiy, and community. Data were analyzed by 1) environmental risk analysis to determine the magnitude of risk appears, 2) stakeholders analysis to determine the importance and influence of stakeholders and 3) analytical hierarchy process to determine policy alternative in developing Angso Duo traditional market.

Based on analysis of environmental risks due to the existence of the current Angso Duo traditional market, there were some results could be concluded: 1) solid waste as organic waste has a great chance to produce methane that causing global warming, 2) liquid waste does not affect the Batanghari river water quality, 3) flood in the market cause malfunctions of riparian area of Batanghari watershed. Priority of development market alternatives were: 1) to move away the market from the existing location, 2) to relocate the market into Jambi Province area, and 3) to make market improvements at existing location. The second and third alternatives require coordination with the provincial government because the alternative area is an asset of Jambi Province. Waste and riparian functions management was required in each alternative. This research recommended to performe in-situ composting on the first alternative and to provide solid waste collection sites and storage tank of liquid waste for the second and third aternative

Key words: traditional markets, organic solid waste, methane gas, flood, river border


(3)

RINGKASAN

Pasar Angso Duo Kota Jambi merupakan pasar tradisional yang berdiri seiring dengan lahirnya Kota Jambi, terletak di atas lahan seluas 5 hektar, dengan jumlah pedagang sekitar 1000 orang. Beberapa tahun terakhir pasar ini tidak hanya menjadi pasar tradisional tetapi juga berkembang menjadi pasar induk. Untuk itu Pemerintah Kota Jambi berencana untuk mengembangkan pasar agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas perdagangan sebagai pasar tadisional sekaligus pasar induk.

Pasar ini berada di kawasan sempadan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari yang masuk kategori DAS kritis. Pasar ini juga berada di pusat jalur utama lalu lintas Kota Jambi. Alternatif pengembangan pasar yang direncanakan oleh pemda Jambi yakni 1) merelokasi pasar dengan lokasi yang jauh dari pasar yang ada saat ini; 2) merelokasi pasar di lahan yang telah disediakan oleh pemerintah Provinsi Jambi seluas 9 ha dengan lokasi bersebelahan dari pasar yang ada, dan 3) tidak memindahkan pasar yang ada tetapi membenahi infrasturktur pasar.

Permasalahan dalam pengembangan pasar ini adalah alternatif kedua dan ketiga merupakan kawasan lindung dan dari segi kepemilikan merupakan asset Pemerintah Provinsi Jambi. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi sosial dan ekonomi pasar saat ini, resiko pengembangan pasar terhadap lingkungan dan menganalisis alternatif kebijakan pengembangan pasar yang akan datang.

Penelitian berlangsung selama 4 (empat) bulan mulai Desember 2010 sampai Maret 2011. Analisis kondisi pasar saat ini digunakan data yang bersumber dari dinas/instansi terkait. Sampel keadaan umum dan karakteristik pedagang digunakan 10% dari populasi pedagang. Responden stakeholders yang terkait penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yang berasal dari kelompok Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, LSM, Perguruan Tinggi, dan masyarakat. Metode analisis yang digunakan meliputi analisis resiko lingkungan untuk mengetahui besaran resiko yang muncul, analisis stakeholders untuk mengetahui kepentingan dan pengaruh stakeholders serta analisis hierarki proses untuk mengetahui alternatif kebijakan yang akan dipilih oleh stakeholders.

Berdasarkan analisis resiko lingkungan akibat keberadaan Pasar Angso Duo saat ini dapat disimpulkan : 1) limbah padat berupa sampah organik mempunyai peluang yang besar dalam menghasilkan gas metan sebagai gas rumah kaca penyebab pemanasan global; 2). Limbah cair tidak mempengaruhi kualitas air sungai Batanghari; 3). Gangguan fungsi sempadan sungai karena di lokasi pasar akan tergenang dan banjir. Urutan prioritas alternatif pengembangan pasar adalah 1) merelokasi jauh dari pasar yang ada; 2).merelokasi dilahan yang disediakan pihak Pemprov.Jambi; dan 3).tetap pada lokasi lama tetapi dilakukan pembenahan. Alternatif kedua dan ketiga memerlukan koordinasi dengan pihak pemprov, karena lahan tersebut merupakan asset Pemprov.Jambi. Pengelolaan limbah dan penanganan fungsi sempadan diperlukan disetiap alternatif. Pengomposan dan penyediaan IPAL dapat dilakukan secara in-situ di alternatif pertama. Penyediaan unit pengumpulan limbah padat dan penyediaan storage tank untuk limbah cair perlu disediakan untuk alternatif kedua dan ketiga. Pemerintah


(4)

daerah sebaiknya menyediakan unit pengolahan lanjutan untuk sampah padat maupun cair dengan merevitalisasi TPA Talang Gulo dan IPAL Terpadu untuk limbah cair.


(5)

ANALISIS RESIKO LINGKUNGAN PENGEMBANGAN

PASAR ANGSO DUO KOTA JAMBI

DI PROVINSI JAMBI

LINDAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperolah

gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Lailan Saufina. M.Sc


(7)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Resiko Lingkungan Pengembangan Pasar Angso Duo Kota Jambi di Provinsi Jambi Nama Mahasiswa : Lindawati

NIM : P 052 090 211

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Prof.Dr.Ing.Ir.Suprihatin.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana


(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karunianya penelitian dengan judul “Analisis Resiko Lingkungan Pengembangan Pasar Angso Duo Kota Jambi di Provinsi Jambi” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka penulisan tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof.Dr.Ing Ir. Suprihatin. selaku Anggota Komisi Pebimbing.

2. Bapak Gubernur Jambi, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

3. Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS dan Dr.Ir. Lailan Saufina. M.Sc selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi S2 PSL IPB.

4. Dosen dan rekan Program Studi PSL IPB Angkatan Tahun 2009 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya.

Terimakasih yang sangat mendalam penulis persembahkan kepada ibunda tersayang Siti Maryam Yakin dan anak-anakku Harya Aji Sinatrya, Arum Indira Rizki dan Hana Nur Rahmadani yang telah dengan sabar menemani selama pendidikan. Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 17 November 1969 dari ayah M.Yakin.MS dan ibu Siti Maryam. Penulis merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Tahun 1988 penulis lulus SMA Negeri 1 Jambi dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Jambi pada Fakultas Peternakan. Tahun 1997 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Badan Litbang Departemen Pertanian. Tahun 2003 penulis dipromosikan menjadi Kasubbag Program di Balitbangda Provinsi Jambi. Tahun 2006 penulis menjadi Kasubbid Produksi dan Teknologi pada Bappeda Provinsi Jambi. Pada tahun 2009 penulis menjadi Kasubbag Program di Biro Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kantor Gubernur Jambi.

Pada tahun 2009 penulis diizinkan untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(10)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Jambi merupakan ibukota Provinsi Jambi terdiri dari 10 (sepuluh) kabupaten dan kota. Letak kota ini berada di pusat pertumbuhan ekonomi serta berada di jalur perdagangan di Provinsi Jambi. Pertumbuhan ekonomi kota ini terus meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2005 sebesar 5,69%, tahun 2006 sebesar 5,93% dan tahun 2007 sebesar 6,09%. Pertumbuhan ekonomi Kota Jambi sangat dipengaruhi oleh sektor-sektor pembangunnya. Salah satu sektor-sektor yang sangat berpengaruh yakni sektor-sektor perdagangan dan jasa. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa sektor perdagangan memberi kontribusi sebesar 25% dari total keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah terus berupaya untuk membangun sarana dan prasarana penunjang pedagangan di Kota Jambi.

Pasar Angso Duo Kota Jambi merupakan pasar tradisional yang berdiri seiring dengan lahirnya Kota Jambi, terletak di atas lahan seluas 5 hektar, dengan jumlah pedagang sekitar 800 orang (KPP Kota Jambi, 2010). Beberapa tahun terakhir pasar ini tidak hanya menjadi pasar tradisional tetapi juga berkembang menjadi pasar induk. Dengan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah pedagang bertambah sebanyak 200 orang. Dengan demikian dibutuhkan penambahan ruang untuk aktivitas perdagangan. Berdasarkan hal itu maka pemerintah daerah berencana untuk mengembangkan pasar agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas perdagangan sebagai pasar tradisional sekaligus pasar induk.

Pada tahun 2012 Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi merencanakan pengembangan Pasar Angso Duo. Pemerintah menetapkan tiga alternatif untuk pengembangan pasar tersebut yakni 1) merelokasi pasar dengan lokasi yang jauh dari pasar yang ada saat ini; 2) merelokasi pasar di lahan yang telah disediakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi seluas 9 ha berada di lokasi bersebelahan dari pasar yang ada; atau 3) tidak memindahkan pasar yang ada tetapi membenahi infrasturktur pasar. Kondisi pasar saat ini berada di sempadan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari bagian hilir, DAS Batanghari ini berada dalam kategori kritis serta berada di pusat jalur utama lalu lintas Kota Jambi.


(11)

2 Perencanaan pengembangan pasar tersebut hendaknya mengacu pada prinsip pembangunan berkelanjutan, yang berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan selain kepentingan ekonomi dan sosial (Salim, 2009). Diperlukan suatu perencanaan yang matang serta mampu menghitung serta meminimalkan dampak yang akan muncul dari suatu pembangunan (Sugandhy dan Hakim, 2007), serta menghindari pola pikir yang bersifat lokal dan tidak berpikir keterkaitannya dengan lingkungan secara global yang merupakan penyebab dari lemahnya pembangunan saat ini (Gore, 1994).

Pasar tradisional merupakan salah satu tempat yang memproduksi limbah cair maupun padat. Berdasarkan hasil penelitian Susilawaty (2009) peraiaran sungai Batanghari termasuk dalam kategori tercemar berat. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas di sekitar sungai tersebut memberi beban ke dalam sungai. Sementara limbah padat berupa sampah organik merupakan sumber penghasil gas metan, salah satu gas rumah kaca. Gas metan tidak dapat terserap oleh klorofil tumbuh-tumbuhan melalui proses fotosintesis seperti gas CO2,

Berdasarkan hal tersebut perlu suatu kajian khusus pengembangan pasar tersebut, hal ini di maksudkan agar memperkecil masalah yang ditimbulkan oleh keberadaan pasar bagi lingkungan. Untuk itu dilakukan penelitian Analisis Resiko Lingkungan Pengembangan Pasar Angso Duo di Kota Jambi.

sehingga lebih stabil di atmosfir.

1.2. Kerangka Pemikiran

Pembangunan sarana fisik pelayanan umum hendaknya mengacu pada prinsip pembangunan berkelanjutan, yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Berkaitan dengan rencana pengembangan Pasar Angso Duo Kota Jambi pada tahun 2012, pemerintah daerah menetapkan tiga alternatif yakni 1) merelokasi pasar dengan lokasi yang jauh dari pasar yang ada saat ini; 2) merelokasi pasar dilahan yang telah disediakan oleh Pemprov. Jambi seluas 9 ha di lokasi bersebelahan dari pasar yang ada; atau 3) tidak memindahkan pasar yang ada tetapi membenahi infrastruktur pasar.

Untuk memutuskan alternatif yang hendak dipilih maka perlu untuk menganalisis keberadaan pasar saat ini. Alternatif kedua dan ketiga merupakan kawasan lindung sempadan Daerah Aliran Sungai. Dampak negatif keberadaan pasar dapat diukur melalui jumlah limbah padat yang dihasilkan, pencemaran perairan sungai akibat


(12)

3 masuknya limbah cair ke dalam sungai, serta pengaruh terhadap penurunan fungsi sempadan. Untuk itu perlu menganalisis resiko pasar saat ini guna mengantisipasi dampak yang akan ditimbulkan akibat pengembangan pasar bagi lingkungan. Analisis resiko lingkungan merupakan upaya mengidentifikasi sumber dan jenis resiko yang mungkin terjadi serta upaya untuk mencari alternatif pengendaliannya.

Agar hasil dari analisis resiko ini dapat digunakan dalam pertimbangan pengembangan pasar, maka perlu dilakukan analisis terhadap stakeholders terkait.

Stakeholders merupakan semua pihak yang kepentingannya terpengaruh oleh dampak, baik positif maupun negatif yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan, atau dengan kata lain stakeholders merupakan pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dari suatu kebijakan yang diambil (Igbal dan Sumaryanto, 2007). Dengan mengetahui stakeholders maka persepsi stakeholders terhadap alternatif pengembangan pasar dapat dianalisis dengan menggunakan Analisis Hierarkhi Proses (AHP). Alternatif yang dihasilkan merupakan solusi yang menjadi masukan untuk dipilih oleh pihak pemerintah daerah dalam pengembangan pasar selanjutnya. Adapun bagan kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah.


(13)

4 Sta

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

1.3. Perumusan Masalah

Untuk mengetahui besaran resiko pasar terhadap lingkungan serta alternatif pengembangan pasar kedepan maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagaimana berikut:

1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi pasar saat ini

2. Seberapa besar dampak dari pasar yang ada terhadap lingkungan, baik dari sisi pencemaran maupun gangguan terhadap fungsi sempadan sungai

3. Bagaimana alternatif kebijakan pengembangan Pasar Angso Duo kedepan.

Rencana Pengembangan Pasar Induk Angso Duo

Kondisi Eksisting :

1.Berada di sempadan Sungai Batanghari 2.Potensi pencemaran limbah padat &cair

Pengembangan Kembali Pasar Induk Angso Duo

Analisis Resiko Lingkungan

Analisis Hierarki Proses (AHP) Identifikasi Resiko :

1. Dampak pencemaran 2. Penurunan fungsi sempadan

sungai

Pengendalian Resiko (minimalisir resiko)

Alternatif Pengembangan

Analisis Stakeholders

Persepsi Stakeholder Stakeholders


(14)

5 1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganilisis kondisi sosial ekonomi pasar saat ini

2. Menganalisis Resiko dari kondisi Pasar Angso Duo saat ini.

3. Menganalisis alternatif pengembangan Pasar Angso Duo kedepan

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna bagi Pemerintah Kota Jambi dalam mempertimbangkan pengembangan Pasar Angso Duo dan dapat mengetahui permasalahan lingkungan yang muncul selama ini, sehingga pengembangan pasar kedepan diharapkan tidak menurunkan daya dukung lingkungan.


(15)

6 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Tradisional

Pasar tradisional di Indonesia dikenal dengan pasar yang kumuh hal ini dikarenakan sifat pengelolaannya yang kurang profesional. Akibat pengelolaan demikian pasar ini menimbulkan eksternalitas negatif bagi lingkungan. Salah satunya adalah sampah/limbah yang merupakan bahan tidak digunakan lagi, sehingga dibuang sebagai bahan yang tidak berguna (Sudarso, 2003). Limbah dapat berada pada setiap fase materi yaitu fase padat, cair, atau gas (limbah ketika dilepaskan dalam dua fase yaitu cair dan gas). Bila limbah masuk ke dalam lingkungan (ke air, udara dan tanah) maka kualitas lingkungan akan menurun. Peristiwa masuknya limbah ke lingkungan dikenal sebagai peristiwa pencemaran lingkungan.

2.1.1. Limbah Padat/ Sampah

Komposisi sampah di Indonesia umumnya terdiri dari kertas (2%), sisa sayur, buah-buahan dan daun-daunan (94%), gelas dan benda padat lainnya (1%), plastik (2%), serta residu (1%) (Flintof dalam Sudarso, 2003) Limbah pasar tradisional berdasarkan jenisnya, digolongkan ke dalam dua kelompok yakni limbah yang dapat terurai yaitu limbah yang tersusun dari senyawa organik seperti sisa tanaman, hewan, atau pun kotoran, dan limbah yang tidak terurai yang terdiri dari plastik, botol, logam. Sampah /limbah di Indonesia pada umumnya dibuang pada Tempat Pemprosesan Akhir (TPA). Metode penanganan sampah di Tempat Pembuangan Akhir antara lain :

1. Open Dumping merupakan cara pembuangan sampah sederhana, sampah dihamparkan di tempat terbuka tanpa penutupan dan pengolahan.

2. Controlled landfill sampah dihamparkan pada lokasi cekungan dan permukaannya diratakan dan ditutupi tanah pada ketebalan tertentu yang dilakukan secara periodik 3. Sanitary landfill sampah diratakan pada suatu lokasi yang cekung, kemudian pada

ketebalan tertentu ditutup dengan tanah. Bagian atas urugan digunakan untuk menimbun sampah lalu ditutup lagi dengan tanah sehingga terbentuk lapisan lapisan sampah dan tanah. Bagian dasar konstruksi sanitary landfill dibuat lapisan kedap air


(16)

7 yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) yang terbentuk dari proses penguraian sampah organik.

Pengelolaan sampah meliputi antara lain daur ulang, insinerasi / pembakaran dan pengomposan.

1. Daur Ulang

Daur ulang atau recycling adalah mengembalikan suatu produk atau sisa dari suatu proses produksi ke dalam siklus produksi. Recycling dibedakan atas dua jenis (Widyatmoko dan Sintorini, 2001) reuse yaitu menggunakan kembali suatu produk untuk tujuan yang sama, misalnya tabung gas, reutilization yaitu menggunakan buangan untuk keperluan yang berbeda dari konsep awal, untuk itu diperlukan perlakuan fisik, kimia atau biologis.

2. Insinerasi

Insinerasi adalah proses pembakaran sampah yang terkendali menjadi gas dan abu. Alat insinerasi dinamakan insinerator. Gas yang dihasilkan berupa karbondioksida dan gas-gas lain, dilepaskan ke udara. Abu/residu yang dihasilkan dibuang ke TPA atau dicampur dengan bahan lainya sehingga menjadi bahan yang berguna. Residu setelah pembakaran merupakan 20% sampai 30% dari berat awal (Salvato, 1982 dalam Murniwati, 2006). Untuk mendapatkan operasi insinerasi yang optimum dan efisien, proses pembakaran harus dikontrol sehingga residu yang dihasilkan sekecil mungkin dan emisi berbahaya dapat dicegah. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi proses pembakaran antara lain adalah karakteristik sampah (Pavoni et al

1975 dalam Wahyono, 2001). Berdasarkan material sampah yang dibakar, insinerator terbagi atas berbagai jenis seperti insinerator di pusat pembuangan sampah (skala TPA) insinerator untuk kawasan terbatas (skala untuk pemukiman), insinerator untuk bulky material, insinerator sampah berbahaya dan insinerator untuk lumpur.

3. Pengomposan

Kompos adalah sejenis pupuk yang merupakan bentuk akhir dari bahan bahan organik setelah mengalami pembusukan. Bahan utama pembuatan kompos adalah sampah, terutama sampah rumah tangga, pasar, taman, dan kebun. Perbandingan kandungan karbon dan nitrogen (C/N rasio) sebesar 30/1. Pembuatan kompos


(17)

8 terjadi karena adanya kegiatan jasad renik yang beragam jenisnya dan secara serentak bekerja dalam habitatnya masing masing pada suhu tertentu. Proses pembusukan terjadi secara aerobik maupun anaerobik. Kedua proses pembusukan ini dapat terjadi secara bersamaan dalam satu tumpukan. Pembusukan aerobik lebih cepat daripada pengomposan anaerobik. Dalam proses pengomposan, bahan organik diuraikan menjadi unsur-unsur yang dapat diserap jasad renik maka ukuran bahan organik berubah menjadi partikel-partikel yang kecil. Volume tumpukan menyusut kira-kira sebanyak tiga perempatnya sepanjang proses pengomposan (CPIS, 1992)

Sampah Organik sebagai Penghasil Gas Metan

Pembuangan sampah yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya pembusukan anaerobik. Pembusukan anaerobik terjadi pada tumpukan bagian dalam yang tidak berongga dan memiliki kadar udara cukup. Tumpukan sampah yang mengalami keadaan kekurangan oksigen (anaerobik) menghasilkan gas metan. Jumlah emisi gas metan dari pembuangan akhir sampah secara keseluruhan di dunia mencapai kira-kira 30 – 70 juta ton per tahun. Kebanyakan gas metan dari sumber ini berasal dari negara-negara berkembang yang kadar pembuangan sampahnya cenderung besar Serikat (US-EPA), sumber gas metan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama berasal dari kegiatan penambangan dan pemakaian bahan bakar, peternakan serta tempat pembuangan akhir sampah (Wikiepedia, 2010).

Salah satu masalah lingkungan yang pada saat ini banyak menarik perhatian baik nasional maupun internasional adalah masalah pemanasan global. Pemanasan global dilaporkan telah menimbulkan dampak yang kurang baik seperti terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi, terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, serta kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara-negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Pemanasan global disebabkan oleh bertambahnya gas-gas rumah kaca di atmosfir. Gas metan digolongkan sebagai gas rumah kaca karena gas ini dapat menyebabkan kenaikan temperatur pada atmosfir bumi. seperti efek dalam rumah kaca. Pada rumah kaca, atap atau dinding kaca dari rumah


(18)

9 kaca tersebut dapat dilewati radiasi matahari gelombang panjang. Selanjutnya radiasi tersebut masuk ke dalam rumah kaca. Oleh permukaan tanah radiasi gelombang panjang dari sinar matahari tersebut dipantulkan kembali dalam bentuk sinar gelombang pendek atau sinar infra merah yang panas. Sinar gelombang pendek ini tidak dapat menembus atap atau dinding kaca sehingga menaikkan temperatur di dalam ruangan rumah kaca tersebut. Demikian halnya yang terjadi di atmosfir bumi, radiasi gelombang panjang yang dapat melewati atmosfir bumi dipantulkan kembali oleh permukaan bumi dalam bentuk sinar infra merah. Pada kondisi normal sinar infra merah sebagian besar akan kembali ke luar angkasa. Namun, terdapatnya gas seperti karbon dioksida, metan dan sebagainya dalam atmosfir yang dapat menyerap sinar panas pantulan dari bumi tersebut telah menaikkan temperatur udara di atmosfir.

Gas metan dibandingkan dengan gas karbon dioksida, dapat menimbulkan pemanasan global yang lebih besar. Gas metan tidak dapat terserap oleh klorofil tumbuh-tumbuhan sehingga lebih stabil di atmosfir dibanding gas CO2 yang dapat

terserap tanaman melalui proses fotosintesis. Gas metan merupakan senyawa hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas, tidak berwarna dan juga tidak berbau dengan rumus kimia CH4. Gas ini ditemukan oleh Alessandro Volta sekitar tahun

1776-1778 yang melakukan penelitian di Danau Manggiore dan mengamati adanya gelembung-gelembung gas dan ternyata gas tersebut dapat terbakar. Kadar gas metan di atmosfir telah mengalami kenaikan yang cukup besar sejak sebelum era industrialisasi. Pada sekitar tahun 1750, kadar metan di atmosfir masih sekitar 700 parts per billion (ppb) dan pada saat ini diperkirakan sudah mencapai 1800 ppb. Selain tidak berwarna dan tidak berbau, sifat-sifat lain gas metan antara lain dapat terbakar pada kadar antara 5-15%, mempunyai titik didih −161°C dan mempunyai kelarutan dalam air sekitar 35 mg/L pada tekanan 1 atmosfir. Gas metan termasuk salah satu jenis gas rumah kaca yang cukup potensial

2.1.2. Limbah Cair

Limbah cair merupakan bahan pencemar yang berbentuk cair yang masuk ke dalam badan air /sungai. Hampir setiap saat sungai yang ada di dunia menerima sejumlah besar aliran sedimen baik secara alamiah maupun buangan hasil kegiatan


(19)

10 manusia. Terkadang sungai menerima pencemaran yang berat dengan kandungan pencemar yang tinggi. Sungai dinyatakan tercemar jika sifat fisik, kimia dan biologinya mengalami perubahan kearah negatif. Menurut Wardhana (2001) indikator air tercemar adalah 1) perubahan suhu air, pH, warna, bau, dan rasa; 2) timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut; 3) meningkatnya mikroorganisme dan radioaktivitas air.

Parameter Fisik – Kimia Peraiaran

Perubahan suhu, pH, warna, bau dan rasa dapat terjadi dengan meningkatnya buangan industri dan aktivitas manusia lainnya, akibatnya akan menurunkan kadar oksigen air, meningkatkan reaksi kimia dan mengganggu kehidupan organisme air (Kristanto, 2004).

Endapan dan koloid serta bahan terlarut yang berasal dari buangan akan mempengaruhi kualitas air sungai. Bahan buangan padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut akan menjadi koloid. Endapan sebelum sampai ke dasar akan melayang bersama koloid, kondisi ini akan menghalangi penetrasi cahaya matahari yang mengganggu proses fotosintesis. Akibatnya akan mengganggu kehidupan mikroorganisme air. Penentuan padatan yang terdapat di air sangat berguna dalam analisis perairan dan menentukan efisensi unit pengolahan.

Dissolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter (Gurnham, 1965). Oksigen terlarut di dalam perairan bersumber dari difusi langsung melalui lapisan permukaan dan proses fotosintesis. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh suhu air dan tekanan parsial oksigen di atmosfir. Penyebab utama berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut adalah pencemar yang masuk dan mengkonsumsi oksigen terutama bahan organik.

Parameter Biokimia Perairan

Kandungan oksigen secara biokimia dapat digunakan untuk menduga banyaknya senyawa organik yang ada dalam suatu perairan melalui pengukuran BOD dan COD. Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecah bahan buangan organik yang masuk ke perairan (Wardhana, 2001). BOD merupakan gambaran seberapa banyak oksigen yang telah digunakan oleh aktivitas mikroba selama kurun waktu yang


(20)

11 ditentukan. Analisis BOD adalah suatu analisa empirik yang mendekati secara global proses biokimia maupun mikrobiologis yang benar-benar terjadi di alam, sehingga uji BOD berlaku sebagai simulasi suatu proses biologis. Semakin besar nilai BOD semakin besar tingkat pencemaran oleh bahan organik.

Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan ukuran banyaknya oksigen yang digunakan dalam mendegradasi bahan organik dengan menggunakan kalium dikromat, yang merupakan pengoksidasi kuat untuk mengoksidasi zat organik secara lengkap dalam suasana asam dengan katalis peraksulfat. Hubungan antara COD dan BOD menggambarkan bahwa jumlah senyawa kimia yang dapat doksidasi secara kimiawi lebih besar dari biologis (Kristianto, 2004).

Mikroorganisme Perairan.

Mikrorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan yang masuk ke sungai. Parameter mikrobiologi seperti Eschericia coli (E.coli) termasuk parameter baku mutu air. Keberadaan E.coli dalam perairan menunjukkan pencemaran akibat tinja manusia. Dalam saluran pencernaan E.coli berkembang biak dan mengalami mutasi dari yang tidak potogen menjadi patogen atau sebaliknya sebagai penyebab penyakit diare (Hasutji, 1995).

2.2. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem ekologi. Sebagai suatu sistem ekologi maka setiap masukan (input) akan mengalami proses dan akan menghasilkan keluaran/output (Asdak, 2004). Dalam ekosistem DAS komponen masukan terdiri dari curah hujan, sedang komponen keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen (termasuk unsur hara di dalamnya). Komponen DAS yang terdiri dari vegetasi, tanah dan air /sungai berlaku sebagai prosessor di dalam sistem tersebut. Selanjutnya disebutkan juga bahwa evaluasi terhadap DAS dapat mengindikasikan sejumlah kejadian yang menyebabkan kenormalan atau ketidaknormalan suatu DAS. Indikasi tersebut dapat dilihat dari 1) bentuk dan perubahan tataguna lahan yang telah dan sedang berlangsung; 2) tingkat kerusakan dari vegetasi penutup tanah di daerah tangkapan air DAS yang bersangkutan; 3) luasan tanah-tanah kritis semakin meningkat; 4) terjadinya kerusakan pada alur-alur sungai; 5) luas permukaan lahan yang diperkeras


(21)

12 semakin meningkat; 6) kerusakan pada daerah resapan (recharge area) sehingga mengganggu pasokan air. Hasil evaluasi terhadap DAS akan menunjukkan status dari DAS tersebut, jika termasuk dalam status kritis hal ini menginformasikan adanya gangguan dalam kesehatan DAS baik dibagian hulu maupun hilir. Salah satu gangguan di hilir DAS adalah semakin tingginya areal yang mengalami pengerasan dan kerusakan pada daerah resapan dan pengaliran air.

Suatu bentuk penggunaan lahan yang salah adalah pembangunan fisik di daerah sempadan sungai. Akibat yang ditimbulkan dari pengerasan sempadan bagian hilir menyebabkan berkurangnya daya infiltrasi air hujan dan tingginya air limpasan (run off). Dampak akhir gangguan pada sempadan berupa bencana erosi, banjir dan sedimentasi sebagia variabel ketidak optimalan kondisi ruang DAS. Hal ini berawal dari ketidak terpaduan antar wilayah atau antar sektor dalam pengelolaan DAS tersebut (Aswandi, 2003)

Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan ini sangat bergantung kepada jumlah air hujan per satuan waktu (intensitas), keadaan penutupan tanah, topografi (terutama kemiringan lereng), jenis tanah, dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (Rahim, 2006).

Jumlah dan kecepatan limpasan permukaan bergantung kepada luas areal tangkapan dan intensitas hujan maksimum. Limpasan permukaan dengan jumlah dan kecepatan yang besar sering menyebabkan pemindahan atau pengangkutan massa tanah secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah banjir. Banjir ini meluapkan sedimentasi depresi alami, saluran-saluran, anak-anak sungai, sungai-sungai, dan selanjutnya waduk-waduk. Menurut Rahim (2006), terdapat dua tujuan alasan mengetahui jumlah dan laju limpasan permukaan yakni untuk merancang jumlah dan dimensi saluran atau struktur lainnya dalam rangka untuk menyimpan limpasan permukaan, dan untuk mengetahui besarnya laju limpasan permukaan di suatu daerah yang digunakan sebagai dasar untuk antisipasi penangannya.

Pendugaan limpasan permukaan bergantung antara lain 1) berapa jumlah maksimum curah hujan per satuan waktu; 2) berapa dari curah hujan tersebut yang menjadi limpasan permukaan; dan 3) luas areal tangkapan (cathment area).


(22)

13 Daya infiltrasi air merupakan kemampuan air tanah untuk terserap secara vertikal oleh gaya grafitasi bumi ataupun secara horizontal oleh gaya kapileritas tanah. Daya infiltrasi ini sangat erat hubungannya dengan kelembaban tanah, sifat permukaan tanah, stuktur dan tekstur tanah. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi mekanisme daya infiltrasi air yang terdiri dari proses masuknya air hujan melalui pori-pori tanah, tertampungnya air hujan ke dalam tanah, serta proses mengalirnya air (Asdak, 2004).

2.3. Analisis Resiko Lingkungan

Resiko merupakan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak dapat diduga/tidak diinginkan, ketidak pastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu, yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian.

Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, atau suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk penilaian resiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko (Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999).

Tahap-Tahap dalam Analisis Risiko

Tahap-tahap yang dilalui dalam mengimplementasikan analisis resiko adalah mengidentifikasi terlebih dahulu resiko-resiko yang mungkin akan terjadi, setelah mengidentifikasi maka dilakukan evaluasi atas masing-masing resiko ditinjau dari severity (nilai resiko) dan frekuensinya. Evaluasi dampak lingkungan mencakup mengenai elemen analisa dampak, yang menggambarkan kemungkinan yang akan timbul akibat kegiatan. Metode ini merupakan kegiatan menghitung resiko dari suatu kegiatan dan menentukan dampak dari kegiatan/peristiwa secara kualitatif maupun kuantitatif .

2.4. Analisis Kebijakan Pembangunan

Keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh sumberdaya manusia, institusi, dan organisasi yang juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan rekayasa ulang. Menurut Parsons (1995), dalam model proses suatu penetapan kebijakan dapat dikaji


(23)

14 dari input dan output. Faktor-faktor input terdiri dari persepsi, organisasi, tuntutan, dukungan, dan keluhan. Unsur kebijakan antara lain adalah regulasi, distribusi, redistribusi, kapitalisasi, dan nilai-nilai etika. Outputnya antara lain adalah aplikasi, penegakan hukum, interpretasi, evaluasi, legitimasi, modifikasi, penyesuaian, dan penarikan diri atau pengingkaran.

Ilmu kebijakan dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perannya dalam upaya meningkatkan kualitas keputusan, yang diperoleh dari proses perumusan tujuan kebijakan, mengenali permasalahan kebijakan, dan mencari jalan pemecahan masalah kebijakan. Dunn (2003) mengemukakan bahwa prosedur analisis kebijakan merupakan subordinat dari standar plausibilitas dan relevansi kebijakan, dan terhadap tuntutan umum atau aturan multiplisme kritis. Peranan prosedur ini adalah untuk menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan. Ada lima prosedur analisis kebijakan yang dipakai dalam pemecahan masalah manusia yaitu 1) perumusan masalah (definisi) untuk menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan; 2) peramalan (prediksi) untuk menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa yang akan datang dari penerapan alternatif kebijakan; 3) rekomendasi (preskripsi) untuk menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan realatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah; 4) pemantauan (deskripsi) untuk menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan; dan 5) evaluasi, yang memberikan nama sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari-hari.

Analisis Stakeholders dan Analisis Hierarki Proses

Beberapa alat analisis yang dapat digunakan dalam analisis kebijakan yaitu

analisis stakeholder dan Analisis Hierarki Proses. Keberhasilan suatu proyek sangat bergantung pada keterlibatan stakeholders kunci pada saat perancangan dan perencanaan. Kegagalan dari pengambil kebijakan dan perencana untuk mengenali perbedaan dan potensi konflik ketertarikan stakeholders sering mengarah pada perlawanan terhadap kebijakan dan proyek, yang diakibatkan oleh kegagalan dalam mempertemukan tujuan mereka.


(24)

15 Keterlibatan langsung dari partai kunci yang memiliki hubungan dengan analisis masalah dan proyek perencanaan kedepan menciptakan rasa kepemilikan dan komitmen pada proses perencanaan yang akan berkontribusi terhadap keberhasilan suatu proyek. Analisis stakeholders memberikan hasil berupa pemahaman tentang tujuan dan ketertarikan dari berbagai macam stakeholders. Analisis ini menggunakan keragaman ketertarikan tersebut sebagai titik awal. (Grontjik, 2003). Untuk menyederhanakan permasalahan dalam pengambilan keputusan maka digunakan

Analisis Hierarki Proses (AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarki. AHP merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu pengambilan keputusan (Saaty, 1993).


(25)

16 I. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Jambi Provinsi Jambi. Penelitian berlangsung selama 4 (empat) bulan mulai Desember 2010 sampai Maret 2011. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut.

Lokasi Penelitian

Gambar 2. Lokasi Penelitian

3.2. Rancangan Penelitian 3.2.1. Jenis & Sumber Data

Berdasarkan cara memperolehnya, jenis data dikelompokkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi lapangan dan


(26)

17 wawancara dengan stakeholders. Jenis data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Primer

No Jenis Data Sumber

1. Karakteristik Pedagang Pasar Observasi & Responden 2. Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders Responden

3. Alternatif Kebijakan Pengembangan Pasar Responden

Parameter yang diukur dari karakteristik pedagang yakni : 1) kondisi umum pedagang; 2) persepsi dan partisipasi pedagang terhadap pasar. Parameter yang diukur dari kepentingan dan pengaruh stakeholders adalah : 1) kepentingan berdasarkan ekologi, sosial, ekonomi, politis dan tugas pokok dan fungsi stakeholders dan 2) pengaruh

stakeholders yang didasarkan pada tahap perencanaan, fasilitasi, kewenangan, regulasi serta anggaran. Parameter yang mendasari pemilihan alternatif kebijakan pengembangan pasar yakni aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

Data sekunder diperoleh dari dokumen yang dipublikasikan oleh pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, peraturan perundangan, data dari instansi terkait, serta data pendukung lainnya terkait dengan pengembangan pasar. Secara rinci jenis dan sumber data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Sekunder yang Dibutuhkan

No Jenis Data Sumber

1. Laporan Tahunan Dinas KPP. KPP, Dispenda,

2. Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah

3. Peraturan Perundangan Depdagri, Pemkot Jambi 4. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Bappeda Kota Jambi 5. Laporan (RTRW, Lakip, Statistik) Bappeda, BPS,BMG 6. Data Penunjang Lainnya Dinas instansi lainnya

3.2.2. Teknik Penentuan Sampling

Penentuan contoh atau sampling dilakukan dengan 2 (dua) cara random sampling dan purposive sampling. Random sampling digunakan untuk mengetahui karakteristik pedagang yang diambil sebanyak 10 % dari populasi, yakni 100 orang responden (dari 1000 pedagang pasar tradisional dan pasar induk). Untuk data


(27)

18 kepentingan dan pengaruh stakeholders serta persepsi terhadap alternatif kebijakan pengembangan pasar digunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan responden yang dipilih mengetahui dan terkait dengan permasalahan penelitian. Keseluruhan responden yang diwawancarai untuk analisis stakeholders dan alternatif kebijakan pengembangan pasar dapat dilihat pada Tabel 3 .

Tabel 3. Responden Penelitian

No Kelompok Stakeholders Jumlah Responden

(orang) 1. Pemerintah Provinsi Assisten II Gubernur 1

Bappeda 1

BLH 1

Dinas Pekerjaan Umum 1

2. Pemerintah Kota Bappeda 1

BLH 1

Dinas Tata Ruang 1

Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman

1

Kantor Pengelola Pasar 1

3. Perguruan Tinggi Pusat Studi DAS Unja 1

4. LSM Walhi 1

5. Masyarakat Ketua Adat Jambi 1

Total 12

3.2.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari tiga cara, yakni review dokumen, wawancara, dan observasi lapangan. Untuk pengumpulan data sekunder dilakukan melalui review dokumen (studi literatur), kondisi karakteristik pedagang menggunakan teknik observasi lapang dan wawancara. Sedangkan kepentingan, pengaruh serta persepsi stakeholders menggunakan teknik wawancara mendalam (deep interview) dengan bantuan kuisioner. Secara rinci teknik pengumpulan data sebagai berikut :

A. Kondisi Sosial Ekonomi Pasar Angso Duo

Untuk mengetahui karakteristik pedagang maka dilakukan melalui wawancara dan observasi lapang. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi umum dan persepsi pedagang. Observasi lapang digunakan untuk mengetahui partisipasi pedagang dalam menjaga kebersihan lingkungan. Untuk data kontribusi pasar Angso Duo


(28)

19 terhadap Pendapatan Asli Daerah menggunakan teknik review dokumen Dinas Pedapatan Daerah.

B. Resiko Lingkungan

• Limbah Padat dan Cair Pasar

Data limbah padat berupa jumlah dan komposisi sampah dikumpulkan melalui teknik review dokumen dari Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Jambi tahun 2011. Sedangkan data limbah cair berupa kualitas air dibagian hulu dan hilir lokasi pasar dikumpulkan melalui review dokumen dari Badan Lingkungan Hidup Kota Jambi tahun 2009.

• Penurunan Fungsi Sempadan

Penurunan fungsi sempadan dikumpulkan melalui 2 (cara) yakni wawancara serta melalui review dokumen terhadap hasil-hasil penelitian dan pemerhati Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari dari Pusat Studi DAS Batanghari Universitas Jambi. Data pendukung tentang kondisi umum yang berkaitan dengan fungsi sempadan dikumpulkan melalui review dokumen Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Jambi.

C. Kepentingan, Pengaruh dan Persepsi Stakeholders

• Data Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders

Data kepentingan dan pengaruh stakeholders dikumpulkan melalui wawancara mendalam serta review dokumen terhadap Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pembagian Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (UU otonomi daerah) dan Dokumen Tugas Pokok dan Fungsi dari Lembaga pemerintah terkait.

Jawaban responden yang diperoleh ditransformasi menjadi data kuantitatif dengan terlebih dahulu membuat kriteria kepentingan dan pengaruh stakeholders

terhadap pengembangan pasar (Asikin, 2001). Penentuan skoring pertanyaan untuk mengukur tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders mengacu pada model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yakni pengukuran berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 4. Nilai skor dari lima pertanyaan dijumlahkan dan nilainya dipetakan dalam bentuk matrik kepentingan dan pengaruh.


(29)

20 Tabel 4. Ukuran Kuantitatif terhadap Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan Stakeholders

5 20-25 Sangat Tinggi Sangat Mendukung

4 16-20 Tinggi Mendukung

3 11-15 Cukup tinggi Cukup Mendukung

2 6-10 Kurang Tinggi Kurang Mendukung

1 0-5 Rendah Tidak Mendukung

Pengaruh Stakeholders

5 20-25 Sangat Tinggi Sangat mampu mempengaruhi

4 16-20 Tinggi Mampu

3 11-15 Cukup tinggi Cukup Mampu

2 6-10 Kurang Tinggi Kurang Mampu

1 0-5 Rendah Tidak Mampu

Sumber : Abbas, 2005

Pengukuran tingkat kepentingan stakeholders terhadap pengembangan Pasar Angso Duo (AD) berdasarkan lima pertanyaan berikut : Kepentingan Pertama (K1) yakni : Berapa besar manfaat pengembangan Pasar AD bagi tugas pokok langsung

stakeholders dari sisi ekologis? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) menurunkan sumber pencemaran air di lingkungan di wilayah kewenangan stakeholders; 2) meningkatkan fungsi sempadan sungai di wilayah kewenangan stakeholders; 3) mengurangi potensi produksi gas pencemar dari sampah pasar; 4) meningkatkan program 3 R (Reuse, Reduce, Recycle) untuk meminimalkan sampah; 5) perlindungan dan pengawasan sumber air minum bagi masyarakat.

Kepentingan Kedua (K2) Berapa besar manfaat pengembangan Pasar AD bagi tupoksi stakeholders dari sisi ekonomis? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) sumber penerimaan daerah; 2) meningkatkan pendapatan pedagang di daerah kewenangan stakeholder; 3) meningkatkan nilai tambah pasar; 4) perluasan lapangan kerja baru; 5) mengurangi pembiayaan pengelolaan pasar bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Kepentingan Ketiga (K3) Berapa besar manfaat pengembangan Pasar AD bagi tupoksi stakeholders dari sisi sosial? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) meningkatkan nilai estetika pasar; 2) meningkatkan keamanan dalam pasar di wilayah stakeholders; 3) menertibkan perizinan pedagang; 4) memudahkan pengelolaan pungutan retribusi; 5) memudahkan monitoring dan evaluasi bagi stakeholders.


(30)

21 Kepentingan Keempat (K4) Berapa besar manfaat pengembangan Pasar AD bagi tupoksi stakeholders dari sisi politis? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) peningkatan pelayanan pada daerah kewenangan; 2) penyelamatan lingkungan SDA (DAS Batanghari secara umum); 3) meningkatkan nilai ekonomis wilayah; 4) meningkatkan nilai keamanan wilayah; 5) penyelamatan peninggalan nilai budaya daerah.

Kepentingan Kelima (K5) Berapa besar tingkat prioritas rencana pengembangan Pasar AD terhadap tupoksi atau kebutuhan stakeholders? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) jika ≥ 80% diberi skor 5; 2) jika 60-79% diberi skor 4; 3) jika 40-59% diberi skor 3; 4) jika 20-39% diberi skor 2; dan 5) jika < 20% diberi skor 1.

Tingkat pengukuran pengaruh stakeholders terhadap pengembangan Pasar Angso Duo berdasarkan pertanyaan berikut : Pengaruh Pertama (P1) Berapa besar tingkat keterlibatan stakeholders terkait rencana pengembangan Pasar AD? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) perencanaan; 2) pengorganisasian; 3) pelaksanaan; 4) pengawasan pemanfaatan; 5) evaluasi.

Pengaruh Kedua (P2). Kontribusi fasilitas yang diberikan stakeholders untuk Pengembangan Pasar Angso Duo ? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) pemberian izin prinsip pembangunan; 2) pemberian izin Kelayakan lingkungan; 3) pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana; 4) kepemilikan lahan rencana bangunan; 5) pengelolaan pasca pengembangan

Pengaruh Ketiga (P3) Berapa besar tingkat kewenangan stakeholders terkait rencana pengembangan Pasar AD ? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) jika ≥ 80% diberi skor 5; 2) jika 60-79% diberi skor 4; 3) jika 40-59% diberi skor 3; 4) jika 20-39% diberi skor 2; dan 5) jika < 20% diberi skor 1.

Pengaruh Keempat (P4) Berapa besar tingkat dukungan regulasi terhadap kewenangan stakeholders terkait rencana pengembangan kembali Pasar AD ? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) UU No.32/2004; 2) UU No. 33/2004; 3) UU No.26/2004; 4) UU No.32/2009; 5) PP No.38/2007.

Pengaruh Kelima (P5) Berapa besar dukungan anggaran stakeholders yang digunakan rencana pengembangan Pasar AD ? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) jika ≥


(31)

22 80% diberi skor 5; 2) jika 60-79% diberi skor 4; 3) jika 40-59% diberi skor 3; 4) jika 20-39% diberi skor 2; dan 5) jika < 20% diberi skor 1.

D. Alternatif Kebijakan Pengembangan Pasar Angso Duo.

Data yang dikumpulkan berupa data primer tentang persepsi alternatif kebijakan pengembangan pasar. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner.

3.3. Metode Analisis

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka digunakan metode analisis yakni analisis diskriptif, analisis resiko lingkungan, analisis stakeholders, dan analisis hierarkhi proses.

A. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Pasar Angso Duo.

Analisis kondisi sosial ekonomi dilakukan secara diskriptif terhadap data karakteristik pedagang (kondisi umum. persepsi dan partisipasi pedagang). Untuk data ekonomi dilakukan analisis diskriptif terhadap kontribusi retribusi pasar dalam pendapatan daerah.

B. Analisis Resiko Pengembangan Pasar Angso Duo

• Pencemaran Limbah Padat

Untuk mengetahui pengaruh limbah padat terhadap resiko lingkungan yang ditimbulkan maka dilakukan melalui hasil pengukuran jumlah sampah dan komposisi sampah. Dari data tersebut kemudian dianalisis resiko yang muncul.

• Pencemaran Limbah Cair

Pengukuran besaran resiko yang muncul terhadap limbah cair di ukur melalui hasil pengukuran kualitas air di bagian hulu dan hilir pasar.

• Penurunan Fungsi Sempadan.

Untuk mengetahui besaran resiko akibat aktivitas pasar terhadap fungsi sempadan maka dianalisis melalui hasil pengukuran curah hujan tahunan, jenis tanah, luas penutupan lahan serta kejadian banjir dilokasi penelitian.

Untuk mengetahui seberapa besar resiko yang muncul akibat pengembangan maka dilakukan metode Analisis Resiko Lingkungan secara kualitatif maupun


(32)

23 kuantitatif. Setelah semua data yang teridentifikasi maka dilakukan analisis kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif pada Tabel 5 dan 6 di bawah ini.

Tabel 5. Pengukuran Dampak secara Kualitatif

Level Kriteria Keterangan

1 Insignificant Tidak berbahaya dan tidak memerlukan biaya pengendalian

2 Minor Berbahaya, perlu bantuan pertama kecelakaan dan memerlukan biaya sedang dalam pengendaliannya.

3 Moderate Berbahaya, memerlukan penanganan segera dan memerlukan biaya pengendalian yang besar

4 Major Sangat berbahaya, menyebabkan kehilangan produktivitas dan memerlukan biaya yang sangat besar dalam pengendalian

5 Catastrophic Menimbulkan kematian segera, membutuhkan biaya pengendalian yang sangat besar

Sumber : Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999

Tabel 6. Pengukuran Peluang

Level Kriteria Keterangan

A Pasti Terjadi Peluang kejadian yang sudah pasti terjadi B Terjadi Peluang kejadian yang tidak bisa dihindari C Kemungkinan Besar Terjadi Peluang kejadian besar

D Kecil Terjadi Peluang kejadian kecil E Jarang Terjadi Peluang sangat jarang terjadi Sumber : Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999

Tabel 7. Matrik Analisis Resiko Kualitatif dan Level Resiko

Peluang Dampak Insignificant 1 Minor 2 Moderate 3 Major 4 Catastrophic 5

A (Pasti Terjadi) H H E E E

B (Terjadi) M H H E E

C (Kemungkinan besar terjadi)

L M H E E

D (Kecil terjadi) L L M H E

E (Jarang Terjadi) L L M H H

Sumber : Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999 Keterangan :

E : Resiko yang Ekstrim, memerlukan penangan segera H : Resiko besar/tinggi, memerlukan penanganan serius M : Resiko sedang, memerlukan penanganan khusus L : Resiko rendah, penanganan rutin


(33)

24 C. Analisis Alternatif Kebijakan Pembangunan Pasar Angso Duo

Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas stakeholders kunci dan melakukan penilaian terhadap perannya, tingkat pengaruh/kekuatannya dalam pengembangan Pasar Angso Duo di Kota Jambi. Alat analisis yang digunakan adalah

stakeholder grid dengan bantuan microsoft exel. Hasil analisis diilustrasikan dalam Gambar 3 dimana stakeholders dikategorikan menurut tingkat kepentingan dan kekuatannya. Data jawaban terhadap tingkat kepentingan dan pengaruh masing-masing

stakeholders hasil skoring dikelompokkan menurut jenis indikatornya, yang kemudian disandingkan sehingga membentuk koordinat.

Subjects

(Kuadran I)

KeyPlayers

(Kuadran II)

Crowd (Kuadran III)

Context Setters

(Kuadran IV)

Gambar 3. Matrik Hasil Analisis Stakeholders (Groenendijk, 2003)

Posisi pada kuadran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing stakeholders terkait dengan pengembangan pasar adalah 1) Subject (kepentingan tinggi tapi pengaruh rendah); 2) Key Players (kepentingan dan pengaruh tinggi); 3) Crowd (kepentingan dan pengaruh rendah; 4)

Context setters (kepentingan rendah tapi pengaruh tinggi).

D. Persepsi Stakeholders terhadap Alternatif Pengembangan Pasar Angso Duo di Kota Jambi

Metode analisis yang digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan pengembangan pasar adalah metode Analisis Hierarchy Process (AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta merata dalam suatu hirarki. AHP merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan

Kepentingan

Rendah Tinggi

Pengaruh Tinggi Rendah


(34)

25 informasi dan beragamnya kriteria suatu pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Proses analisis dengan AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk mendapatkan tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk setiap level/tingkat, tingkat 1 (tujuan umum), tingkat 2 (kriteria), tingkat 3 (sub kriteria), tingkat 4 (alternatif kegiatan). Dengan berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sitem tersebut (Marimin, 2004). Pendekatan AHP menggunakan skala banding berpasangan menurut Saaty (1993).

Tabel 8. Skala Banding Secara Berpasangan

Tingkat Kepentingan

Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar

terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada

elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada

elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan

terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada

elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan

Sumber : Saaty (1993)

Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan sebagai berikut :

1. Identifikasi sistem, yaitu mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para responden yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi;

2. Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan paling bawah. Berdasarkan hasil dengan para pakar dan penelitian di lapangan dapat disusun struktur hierarki seperti Gambar 4 berikut.


(35)

26 Gambar 4. Struktur Hierarkhi Alternatif Kebijakan

Ket :

F. Sem : Menaiknya fungsi sempadan Cemar : Menurunnya pencemaran N. Tam : Meningkatnya nilai tambah pasar PAD : Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah Esttk : Meningkatnya nilai estetika pasar Tibum : Meningkatnya ketertiban umum

RJKL : Relokasi Jauh dengan Kelola Lingkungan RDKL : Relokasi Dekat dengan Kelola Lingkungan Tetap : Tanpa Relokasi dengan Kelola Lingkungan

3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang tingkatnya di atasnya. Teknik ini yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap key person. Mereka dapat berperan sebagai 1) pengambil keputusan; 2) para pakar; serta 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi.

4. Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Matrik Pendapat Individu

A=(aij)=

A1 A2 ... An A1 1 A12 ... a1n A2 1/a12 1 ... a2n ... ... ... ... ... An 1/a1n A2n ... 1

Pengembangan Pasar Angso Duo Kota Jambi Tujuan

Aspek Ekologis Ekonomis Sosial

sasaran F.Sem Cemar N.Tam PAD Esttk Tibum


(36)

27 Dalam hal ini A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matrik berukuran n x n, nilai Aij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj.

5. Matrik pendapat gabungan, merupakan matrik baru yang elemennya berasal dari rata-rata geometri elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.

6. Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden.

7. Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama

Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,10). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Jika hasil perhitungan menunjukkan nilai CR < 0,1 artinya penilaian pada pengisian kuisioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Proses analisis AHP ini dilakukan dengan perangkat lunak Expert Choise versi 9.0.

8. Penggabungan Pendapat Responden

Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian, dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekwensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. Tujuan menyusun matrik ini adalah untuk membentuk suatu yang mewakili matriks-matriks pendapat individu.


(37)

28 IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Profil Wilayah Studi

Kota Jambi memiliki luas 205.38 km² dan terdiri dari 8 kecamatan, dengan pusat administrasi di Kecamatan Kota Baru. Kota Jambi terletak pada kordinat 01° 30’ 2.98" - 01° 7’ 1.07" Lintang Selatan dan 103° 40’ 1.67" - 103° 40 0.23" Bujur Timur.

Kota Jambi beriklim tropis, tahun 2009 rata-rata suhu di Kota Jambi berkisar antara 26,3°C sampai 28,3°C. Dengan suhu maksimum 35,4°C yang terjadi pada bulan Maret dan suhu minimum 20,8°C terjadi pada bulan Februari dan Maret. Curah hujan di Kota Jambi selama tahun 2009 beragam antara 60 mm sampai 345 mm, dengan jumlah hari hujan antara 10 hari sampai 26 hari per bulannya. Sedangkan rata-rata kelembaban udara berkisar 78% - 87%. Berdasarkan topografi Kota Jambi relatif datar dengan ketinggian 0-60 m di atas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di utara dan selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Sungai Batanghari, yang merupakan sungai terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih kurang 1.700 km.

Jumlah penduduk Kota Jambi pada tahun 2009 sebesar 532.743 jiwa dengan kepadatan penduduk 30 jiwa/ha.

4.2. Analisis Kawasan Lindung dan Rawan Bencana a. Kawasan Lindung

Kawasan lindung setempat yang terdapat di Kota Jambi adalah sempadan sungai. Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.

1. Sempadan Sungai

Sungai Batanghari merupakan sungai yang membelah Kota Jambi, karena itu sempadan sungai dibedakan menjadi:

• Sempadan sungai yang melewati kawasan perkotaan dengan kepadatan tinggi. Kawasan ini merupakan kawasan dengan aktivitas perdagangan dan jasa. Bila


(38)

29 dilihat dari kriteria sempadan sungai, sungai yang melewati kawasan perkotaan dengan kepadatan tinggi termasuk kedalam sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan. Dari kriteria tersebut, maka sempadan sungai yang berlaku di daerah ini sebesar sekurang-kurangnya 3 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

• Kawasan perkotaan dengan kepadatan rendah. Kawasan ini merupakan kawasan dengan fungsi perumahan dan fungsi pendukung kawasan perkotaan dengan kepadatan rendah. Sungai Batanghari yang melewati kawasan ini merupakan sungai yang tidak memiliki tanggul dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Berdasarkan ciri ini maka sempadan sungai untuk daerah ini sekurang-kurangnya sebesar 100 m

2. Sempadan Danau

Berdasarkan keputusan Presiden R.I Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, sempadan danau ditetapkan sekurang-kurangnya 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

b. Kawasan Rawan Bencana

Secara umum wilayah Kota Jambi memiliki beberapa potensi bahaya yang dapat menimbulkan bencana yakni potensi bencana gempa bumi, banjir, serta kebakaran. Adapun gambaran kawasan bencana tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Kejadian Bencana Alam di Kota Jambi

Nama Kecamatan Jenis Bencana

Kebakaran Banjir Angin Topan

Kota Baru 1 1 -

Jambi Selatan 2 - -

Jelutung 1 1 -

Pasar Jambi - 2 -

Telanaipura 2 2 -

Danau Teluk - 2 -

Pelayangan - 2 -

Jambi Timur 1 2 1

Jumlah 7 12 1


(39)

30 1.Bencana Banjir

Berdasarkan kejadian banjir yang dicatat melalui Stasiun Pengamat Tanggo Rajo dan berdasarkan hasil perhitungan banjir menggunakan data banjir, maka kejadian banjir Kota Jambi pada tahun 2003 diduga merupakan banjir periode ulang 50 tahun. Hal tersebut didasarkan pada hasil pencatatan kejadian banjir tahun 2003, dimana luas genangan banjir untuk Kota Jambi adalah 708.019 Ha. 2. Bencana Kebakaran

Berdasarkan pendekatan standar, luas Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) adalah 176.625 km2. Apabila dibandingkan dengan luas Kota Jambi secara keseluruhan (205,38km2), maka untuk Kota Jambi dengan tingkat kepadatan penduduk dan pemakaian intensitas lahan perkotaan diperlukan 1 (satu) buah WMK. Pelayanan dengan lingkup menengah dinyatakan dalam tingkat Sektor Pemadam Kebakaran (SPK). Adapun setiap SPK akan membawahi Pos Pelayanan Kebakaran (PPK) yang maksimal melayani 3 (tiga) kelurahan.

4.3. Analisis Struktur Tata Ruang

Struktur pusat permukiman atau sistem kota yang membentuk nodes atau simpul wilayah merupakan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan pelayanan sosial ekonomi. Hal ini didasarkan pada teori tempat pusat (central place theory), dimana dalam suatu wilayah terdapat pusat-pusat pelayanan yang memiliki wilayah belakang (hinterland). Untuk Kota Kecamatan di Kota Jambi ditentukan ada 3 (tiga) hirarki yaitu hirarki I, hirarki II, dan hirarki III. Batas ambang untuk ketiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

• Hirarki I adalah kota yang memiliki indeks sentralitas di atas 1227.

• Hirarki II adalah kota yang memiliki indeks sentralitas antara 808 sampai dengan 1227.


(40)

31 Tabel 11. Hirarki Kota di Kota Jambi

No Kecamatan Nilai Hirarki

1 Kota Baru 1645,5 I

2 Telanai Pura 970,5 II

3 Jambi Selatan 945,5 II

4 Pasar Jambi 845,5 II

5 Danau Teluk 657,1 III

6 Pelayangan 600,0 III

7 Jambi Timur 445,5 III

8 Jelutung 390,5 III

Sumber: Bappeda Kota Jambi 2010-2030

Bagian Wilayah Kota (BWK)

Berdasarkan RTRW Kota Jambi 2010-2030 (Bappeda Kota Jambi, 2010), Kota Jambi dibagi ke dalam tujuh BWK dan tiap kelurahan berfungsi menjadi pusat lingkungan .

1. Bagian Wilayah Kota (BWK) Telanaipura

BWK Telanaipura berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Jambi, pendidikan, perkantoran dan permukiman dengan pusat di Kantor Gubernur. Luas pusat BWK Telanaipura sebesar ± 25 Ha yang berfungsi sebagai kawasan hijau. Daerah pelayanaan adalah seluruh Kecamatan Telanaipura dan Kecamatan Putri Ayu.

2. Bagian Wilayah Kota (BWK) Pasar Jambi

BWK Pasar Jambi berfungsi sebagai pusat bisnis, perdagangan dan jasa yang berpusat di pertokoan abadi. Luas pusat BWK Pasar Jambi sebesar ± 25 Ha yang berfungsi sebagai kawasan hijau. Daerah pelayanan adalah seluruh Kecamatan Pasar Jambi.

3. Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Baru

BWK Kota Baru berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kota Jambi, perkantoran dan permukiman, pusat BWK di kantor walikota dengan luas pusat pelayanan sebesar ± 25 Ha yang berfungsi sebagai kawasan hijau. Daerah pelayanan adalah Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Jelutung.

4. BWK Jambi Timur-Selatan

BWK Jambi Timur-Selatan berfungsi sebagai perdagangan dan jasa, permukiman dan industri yang melayani kawasan sekitarnya. BWK Jambi Timur-Selatan terletak di Kelurahan Selincah dengan luas sub pusat pelayanan kota sebesar ± 10 Ha. Sub pusat


(41)

32 pelayanan kota di manfaatkan sebagai taman yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul.

5. BWK JAMSEKO

BWK Jambi Kota Seberang berfungsi sebagai permukiman kepadatan rendah yang melayani Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Pusat BWK Jambi Kota Seberang terletak di Kelurahan Olak Kemang dengan luas sub pusat pelayanan kota sebesar ± 10 Ha. Sub pusat pelayanan kota di manfaatkan sebagai taman yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul.

6. BWK Talang Gulo

BWK Talang Gulo berfungsi sebagai pusat perdagangan regional, pemandu moda dan permukiman yang melayani kawasan sekitar. Pusat sub BWK Talang Gulo terletak di Kelurahan Kenali Asam Bawah dengan luas pusat sub BWK sebesar ± 10 Ha. Pusat sub BWK dimanfaatkan sebagai taman yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul.

7. BWK Kenali Besar

BWK Kenali Besar berfungsi sebagai pertambangan, perdangangan dan jasa dan permukiman yang melayani Kecamatan Alam Barajo. Pusat BWK Kenali Besar terletak di terminal Alam Barajo dengan luas sub pusat pelayanan kota sebesar ± 10 Ha. Sub pusat pelayanan kota di manfaatkan sebagai taman yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul.

4.4. Sarana Perdagangan dan Jasa

Ragam sarana perdagangan di Kota Jambi saat ini ialah pasar yang dikelola oleh Pemerintah Kota Jambi, pusat perbelanjaan modern (mall), serta rumah-toko (ruko). Pasar yang dikelola oleh Pemerintah Kota Jambi sebanyak 18 buah dengan 2 diantaranya menggunakan format rumah-toko. Adapun pusat perbelanjaan modern yang cukup terkenal di Kota Jambi ialah Mall Kapuk, Mall Trona, Meranti Swalayan, WTC Batanghari, Ramayana, dan sebagainya. Dalam hal ketersediaan sarana perdagangan dan jasa dalam bentuk rumah-toko (ruko) yang perlu menjadi perhatian ialah kurang terjaganya sisi urban design sehingga ruko-ruko yang ada kurang teratur dan mendominasi akses suatu wilayah sehingga mulai dapat dijumpai slum area di belakang ruko-ruko di Kota Jambi.


(42)

33 Perkembangan ekonomi yang pesat di Kota Jambi menjadikan kota ini juga mengalami percepatan dalam hal pembangunan sarana perdagangan dan jasa yang dilakukan oleh pihak swasta. Perhitungan kebutuhan penyediaan sarana perdagangan di Kota Jambi dilakukan mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal yang diatur dalam Kepmen Kimprawil Nomor 534 Tahun 2001. Pada standar tersebut diatur bawah sarana pasar dibangun untuk melayani 30.000 jiwa penduduk. Jumlah tersebut mengalami perubahan sesuai dengan proyeksi jumlah penduduk Kota Jambi.

Tabel 12. Proyeksi Kebutuhan Sarana Perdagangan

Sumber : Bappeda Kota Jambi 2009

Berdasarkan tabel proyeksi di atas, apabila dibandingkan dengan jumlah pasar yang saat ini dikelola oleh Kantor Pengelola Pasar Kota Jambi, maka perlu terdapat 140 pasar yang perlu disediakan. Akan tetapi jumlah tersebut dapat direduksi sebanyak 10 buah apabila memperhitungkan dengan keberadaan sarana perdagangan yang dikelola oleh pihak swasta. Namun demikian, solusi pembangunan sisa pasar yang baru perlu disikapi dengan mempertimbangkan jenis yang akan dibangun meliputi alternatif pusat perbelanjaan modern, kelompok rumah-toko, atau pasar lingkungan. Di sisi lain, usaha revitalisasi pasar tradisional perlu dijadikan pertimbangan. Aspek revitalisasi meliputi perbaikan kualitas prasarana dan fisik bangunan, perbaikan kualitas lingkungan kegiatan, serta manajemen perdagangan pasar. Beberapa pasar yang perlu direvitalisasi meliputi Pasar Angso Duo, Talang Banjar, Olak Kemang, dan Tanggo Rajo (Bappeda Kota Jambi, 2010).


(43)

34 4.5.Sistem Transportasi Darat

Jaringan Jalan

Dalam realisasi RUTR Kota Jambi 2000 – 2010 diatur bahwa sistem jaringan transportasi Kota Jambi terdiri atas jaringan jalan arteri primer yang mengelilingi Kota Jambi (Jalan Lingkar) yang menghubungkan pusat-pusat pada struktur Kota Jambi; serta jaringan jalan arteri dan kolektor sekunder yang menghubungkan kegiatan-kegiatan di dalam Kota Jambi. Sistem jaringan jalan Kota Jambi kemudian membentuk pola radial konsentrik dimana jaringan jalan kolektor terhubung secara radial dengan jaringan jalan arteri (jalan lingkar) yang melingkari seluruh wilayah Kota Jambi.

Kondisi saat ini telah mulai menampakkan adanya gejala kemacetan yang terjadi di Kota Jambi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi beberapa ruas jalan yang memiliki kecepatan di bawah 30 km/jam. Hal yang sama juga akan diindikasikan melalui peningkatan jumlah antrian pada persimpangan-persimpangan yang akan meningkat menjadi 168 antrian.

4.6.Arahan Kawasan Strategis

Arahan pembangunan yang ada di Kota Jambi dijadikan pemacu untuk pembangunan. Arahan kawasan strategis menekankan faktor kekuatan, kelemahan dan peluang, sehingga percepatan pembangunan dapat dititik beratkan pada arahan tersebut. Adapun arahan kawasan strategis Kota Jambi adalah sebagai berikut:

1. Adanya rencana penyediaan jalur kereta api trans sumatera di dalam RTRWN dan RTRW Provinsi Jambi yang akan diaplikasikan didalam RTRW Kota Jambi. Dengan adanya jalur kereta trans sumatera ini diharapkan Kota Jambi akan lebih maju lagi dan akan direncanakan pemadu moda di Talang Gulo yang diharapkan menjadi kawasan strategis bisnis (opportunity.

2. Adanya keberadaan Kuburan Cina yang dapat dialihfungsikan menjadi Hutan Kota yang akan dimanfaatkan sebagai penyejuk Kota Jambi (strengh).

3. Adanya cadangan lahan potensial di Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan Pelayangan diarahkan menjadi pusat permukiman berkepadatan rendah (strengh).


(44)

35 4. Adanya keberadaan Danau Teluk Kenali, Danau Teluk, dan Danau Sipin yang

dapat diarahkan menjadi Taman Wisata Alam, dengan potensi ekonomis sekaligus berwawasan lingkungan (strengh).

5. Terdapat cadangan lahan potensial berupa lahan pertanian di Kelurahan Silencah sekitar koordinat 01o34’42.9” LS dan 103o

6. Adanya kawasan Pasar Angso Duo yang memerlukan kebutuhan penataan

(weakness), namun memiliki potensi sebagai kawasan perdagangan dan jasa

(strengh).

38’53.8” BT yang dapat dipromosikan untuk menjadi kawasan industri (strengh).


(45)

36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Pedagang Pasar Angso Duo Jambi

Pasar Angso Duo menurut sejarahnya merupakan pasar yang tumbuh mengikuti kebiasaan masyarakat Jambi yang hidup di pinggiran sungai. Pasar ini telah mengalami 2(dua) kali perpindahan tetapi tidak diikuti oleh perpindahan pedagang setempat. Karakteristik umur pedagang di pasar ini adalah berumur lebih dari 40 tahun (39%), antara 30-40 tahun (38 %) dan kurang dari 30 tahun (23 %), Tingkat pendidikan pedagang meliputi PT (1%), SMA (55%), SMP (24 %) dan SD (20%). Lama para pedagang menempati Pasar Angso Duo berkisar antara 5 – 10 tahun (43 %), lama berdagang >10–20 tahun (29 %) dan kurang dari 5 tahun (28%), dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Persentase Umur, Pendidikan dan Lama Berdagang

Tingkat kenyamanan pasar dirasakan bahwa kondisi pasar tidak nyaman (72%), nyaman (21%), dan biasa saja (7%). Penyebab ketidaknyamanan tersebut adalah kondisi pasar yang kumuh dan becek sewaktu musim hujan (80%), faktor keamanan (13%) dan bencana banjir (7%). Solusi yang dikehendaki adalah perbaikan infrastruktur pasar yang ada (52 %), relokasi dekat dari pasar yang ada (42%) dan relokasi jauh dari pasar yang ada (6%). Gambaran tingkat kenyamanan pasar, penyebab dan solusi yang dikehendaki pedagang dapat dilihat pada Gambar 6.


(46)

37 Gambar 6. Persentase Tingkat Kenyamanan, Penyebab dan Solusi Terhadap Pasar

Tingkat partisipasi pedagang terhadap pasar dilihat dari kesediaan pedagang dalam mengumpulkan sampah dilokasi penjualan masing-masing (89%), dan membiarkan sampah dilokasi penjualannya(11%) serta kesediaan dari pedagang untuk membayar iuran diluar iuran resmi pemerintah (93%) dan yang tidak bersedia (7%). Gambaran partsipasi pedagang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Persentase Partsipasi Pedagang

5.2. Peran Pasar Angso Duo dalam Struktur Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah sebagai sumber keuangan daerah merupakan unsur yang sangat penting dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah dan penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari Pendapatan daerah, Belanja daerah, dan Pembiayaan daerah.


(47)

38 Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah sebagaimana peraturan menteri dalam negeri tersebut dikelompokan atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Kewenangan untuk mendayagunakan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi Daerah.

Secara nominal PAD Kota Jambi terus meningkat dalam 10 tahun terakhir, meskipun demikian kontribusi PAD terhadap realisasi pendapatan cenderung terus menurun. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13. Rekapitulasi Penerimaan PAD Kota Jambi TA 2000 sd 2009

Tahun Anggaran Target (Rp) Realisasi (Rp) Persen 2000 10.226.396.000,00 8.779.734.488,17 85,85% 2001 15.253.906.000,00 15.091.877.627,07 98,94% 2002 18.245.610.000,00 18.796.320.380,57 103,02% 2003 19.590.117.000,00 23.414.799.096,16 119,52% 2004 26.005.893.206,00 32.096.106.601,02 123,42% 2005 31.020.175.426,00 35.947.627.688,48 115,88% 2006 34.886.577.274,00 43.323.298.454,14 124,18% 2007 38.091.111.699,00 45.418.865.368,69 119,24% 2008 45.034.596.937,95 54.075.188.473,39 120,07% 2009 51.847.106.988,00 55.671.281.869,55 107,38% Sumber : Dinas Pendapatan Daerah 2010

Pendapatan asli daerah merupakan nilai total dari pajak dan retribusi daerah. Tahun 2000 sampai 2005 retribusi daerah memberikan kontribusi terbesar bagi PAD, namun sejak Tahun 2006 sampai 2009 kontribusi terbesar bagi PAD diberikan oleh pajak daerah. Untuk melihat kontribusi pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya terhadap PAD dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.


(48)

39 Tabel 14. Kontribusi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan laninya terhadap Pendapatan

Asli Daerah Selama 2000 s/d 2009

No Tahun

Anggaran

Pajak Daerah (%)

Retribusi Daerah (%)

Lain-lain (%)

1 2000 38,60 57,29 4,11

2 2001 34,84 51,42 13,74

3 2002 39,44 50,98 9,58

4 2003 37,21 49,79 13,00

5 2004 48,25 40,98 10,77

6 2005 47,91 41,84 10,25

7 2006 44,44 38,34 17,22

8 2007 45,32 38,11 16,57

9 2008 45,18 31,78 19,54

10 2009 51,80 32,89 10,30

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Jambi 2010

Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Salah satu sumber retribusi daerah adalah Pasar Angso Duo, pasar ini merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Jambi. Besaran nilai retribusi daerah selama lima tahun terakhir dapat dilihat dari Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Penerimaan Retribusi Daerah dan Retribusi Pasar Angso Duo selama 5 Tahun Tahun Anggaran Retribusi Daerah Retribusi Pasar Angso Duo

2005 13.374.228.000 1.496.955.125

2006 16.608.658.772 1.482.302.135

2007 16.368.741.425 2.336.985.424

2008 17.186.702.058 2.568.951.383

2009 18.308.852.178 2.588.600.514

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Jambi 2010

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 6 tahun 2006, pengelolaan pasar yang ada di Kota Jambi menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kantor Pengelola Pasar (KPP). Diantara tupoksi tersebut adalah penarikan retribusi pasar dan pengembangan pasar kedepan. Jika dilihat dari tabel diatas bahwa retribusi Pasar Angso Duo mengalami peningkatan terhadap retribusi total Kota Jambi, walaupun kontribusi tidak terlalu besar bagi PAD tetapi sangat berperan bagi keberlangsungan mata pencarian bagi 1000 pedagang di Kota Jambi.


(49)

40 5.3. Analisis Resiko Lingkungan Pasar Angso Duo Jambi

5.3.1. Jumlah dan Komposisi Sampah Pasar Angso Duo

Berdasarkan data Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Jambi (2011), dalam satu hari Pasar Angso Duo menghasilkan sampah sebanyak 13 – 17 ton/hari pada hari-hari besar (bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri) dan 9 – 11 ton/hari pada hari biasa. Komposisi sampah terdiri dari bahan organik 92 %, kertas dan kardus 0,72 %, plastik 5,58 %, dan residu 1,7%. Komposisi sampah organic dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Komposisi Sampah Pasar

Sampah pasar dibuang ke Tempat Pemprosesan Sampah Akhir (TPA) Talang Gulo yang berjarak sekitar 10 km dari pasar. Secara umum kondisi TPA ini dapat dilihat pada Tabel 16

Tabel 16. Gambaran Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Sampah Talang Gulo Kota Jambi

Prasarana dan Sarana TPA Kondisi

Luas Lahan 7 ha

Luas lahan terpakai 6,75 ha

Luas lahan sisa 0,25 ha

Sistem Pengelolaan TPA Open Dumping Sumber : Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (2011)

Jika dilihat dari kondisi TPA ini maka dalam jangka panjang kapasitasnya sudah tidak memungkinkan untuk digunakan. Hal ini disebabkan kapasitas lahan yang tersisa hanya 0,25 ha saja, sementara jumlah semua sampah kota yang masuk ke TPA harian sebanyak


(50)

41 1,439.82 liter dan 37,17 % dari jumlah sampah tersebut berasal dari lokasi perdagangan dan pasar. Jumlah sampah yang dibuang di TPA dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Sumber dan Jumlah Sampah yang di Proses di TPA Talang Gulo

No Sumber Sampah Prosentase Jumlah Timbulan

Sampah (harian)

1 Permukiman 45.25 651.520

2 Perdagangan dan Pasar 37.17 535.182

3 Industri 0.05 0.720

4 Perkantoran 5.58 80.342

5 Koridor Jalan 0.65 9.359

6 Penginapan dan Wisata 5.07 72.999

7 Taman dan Rereasi 6.15 88.549

8 Lain-lain 0.08 1.152

Jumlah 100 1.439.82 Sumber: Dinas Kebersihan, Pertamanan Dan Pemakaman Kota Jambi 2009

Sistem pengelolaan sampah TPA Kota Jambi dilakukan secara open dumping, sistem ini berpotensi menghasilkan gas metan sebagai produk akhir dari fermentasi anaerob sampah. Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global (Donald dan Sertio, 1990). Metan merupakan gas yang mampu mengabsorsi inframerah yang kuat, dan juga merupakan gas yang paling reaktif di

throposfir, dibandingkan dengan gas rumah kaca lainnya, metan bersama N2

Berdasarkan hasil penelitian Winayati (2010) terhadap perlakuan penyimpanan 15 kg sampah selama 40 hari yang ditimbun sedalam 20 cm akan menghasilkan gas metan sebanyak 2,25cm

O serta CFC dapat tertinggal lama di atmosfir. Sumbangan gas metan tersebut ikut menaikan temperatur bumi, kenaikan tertinggi terjadi pada abad 20 hingga memasuki abad 21 (Hartman, 1990).

3

. Menurut Henry dan Heinke (1996) dalam Indrasti (2005) menyatakan bahwa 1 (satu) ton sampah organik menghasilkan gas metan sebanyak 0,2 – 0,27 m3.

Prediksi gas metan yang dihasilkan oleh Pasar Angso Duo dengan menggunakan perhitungan Henry dan Heinke tersebut rata-rata adalah 3.05 m

3

/hari pada hari besar dan 2,16 m3/hari pada hari biasa. Dengan menggunakan perhitungan pada hari biasa dimana gas metan yang dihasilkan sebanyak 2,16 m3, maka gas metan akan terproduksi


(51)

42 sebanyak 64.8 m3/bulan atau 777.6 m3/tahun. Sampah yang dihasilkan perlu dikelola lebih lanjut, mengingat gas metan yang dihasilkan bersifat mampu bertahan di atmosfir dan jumlahnya tidak berkurang oleh aktifitas fotosintesis seperti halnya CO2

Salah satu upaya untuk meminimalisir jumlah gas metan dapat dilakukan melalui pengolahan sampah organik menjadi kompos, dimana setiap pengolahan 1,9 ton sampah maka gas metan dapat direduksi sebesar 0,21-0,29 ton atau setara dengan 5 – 7 ton CO

. Sehingga setiap metan yang dihasilkan akan bertahan dan terakumulasi di udara sepanjang waktu dan akan menambah besar efek pemanasan global.

2

Upaya penanggulangan gas metan tersebut telah banyak dilakukan. Dilaporkan bahwa pengolahan limbah organik padat dengan proses biogas di Brazil menghasilkan energi mencapai 50 TWh sama dengan 17 % dari kebutuhan energi nasional Brazil. Upaya ini dilakukan untuk menghindari produksi gas rumah kaca serta membuka ribuan peluang kerja untuk pengangguran (Oliveiraa dan Rosaa, 2003). Pengolahan limbah padat di Cina dilakukan dengan pengomposan, hal ini di nilai lebih efisien dan ramah lingkungan dibanding dengan pembakaran (Bala et al, 2010). Di Kanada melalui Program Solid Waste-Enviroment Manajemen Sistem (SW-EMS) telah mampu menurunkan penumpukan sampah sistem landfill sebesar 65%, dengan memperkenalkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) terhadap limbah padat kota dengan pelatihan kelembagaan dan finansial pengolahan sampah (Dowie et al, 1998). Berdasarkan hasil kajian di Nigeria, manajemen pengolahan limbah padat di daerah Enugu hanya dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat, sehingga tujuan untuk perbaikan lingkungan dapat tercapai (Nzeadibe, 2009). Sementara di Hubli (India), untuk mengurangi dampak dari jumlah sampah yang terproduksi maka di lakukan pasar jual beli sampah organik (Nunan, 2000)

(Indrasti, 2005).

5.3.2. Analisis Resiko Kualitas Air Sungai

Kualitas perairan secara umum dapat diartikan sebagai faktor fisika, kimia dan biologis yang mempengaruhi kehidupan ikan dan organisme air baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menjaga kualitas perairan perlu penetapan baku mutu pada perairan tersebut. Baku mutu air adalah keadaan ideal yang ingin dicapai atau


(1)

68 Widyatmoko H dan Sintorini. 2001. Menghindari, Mengolah, dan Menyingkirkan

Sampah. Abdi Tanur. Jakarta.

Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah : Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Komplek. (Terjemahan) Seri Manajemen No.143. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

Salim E. 2009. Teknologi dalam Pembangunan Berkelanjutan. Pidato Ilmiah dalam Acara Penganugrahan Gelar Doktor Kehormatan ITB. ITB, Bandung.

Sanusi A. 2003. Metodelogi Penelitian Praktis. Buntaran Media. Malang

Sudarso Y. 2003. Pendugaan Status Kesehatan Sungai dengan Menggunakan Indikator Makrobentos. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sugandhy A dan R Hakim, 2009. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara Jakarta.

Susilawaty E. 2007. Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Batanghari di Kota Jambi. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Oliveiraa LB. and LP. Rosaa. 2003. Brazilian Waste Potential: Energy, Environmental, Social and Economic Benefits. Energy Policy 31 (2003) 1481–1491. Elsevier Science Ltd.

Winayati I. 2010. Studi Produksi Gas Metan dan Karbon Dioksida dari Timbunan Sampah. Skripsi. ITS

Wikipedia. GreenHouse Effect. The Free Encyclopedya. wikipedia,htm. Di download pada tanggal 12 Desember 2010


(2)

(3)

(4)

71 Lampiran 1. Peta Kawasan Strategis Pusat Bisnis Kota Jambi berdasarkan RTRW 2010-2030


(5)

72 Lampiran 2. Peta Proyeksi Kemacetan Kota Jambi sampai Tahun 2027


(6)

73 Lampiran 3. Perhitungan Gas Metan dari Limbah Padat

Waktu (a) Jumlah Limbah Padat (ton/hari) (b) Jumlah Sampah Organik (92% x b)

(c) Jumlah Sampah Organik Rata-Rata (ton) (d) Jumlah Gas Metan (0,2- ,27ton/hari) (e) Jumlah Rata-Rata Gas Metan (m3/hari)

(d x e)

Hari Besar 13-17 14,13-15.64 14.89 2.98-4.02 3.50