KONFIGURASI KOALISI ADVOKASI DALAM FORMULASI KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

BAB IV KONFIGURASI KOALISI ADVOKASI DALAM FORMULASI KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Advokasi dibutuhkan dalam memperkuat peluang masya- rakat untuk ikut serta menentukan arah kebijakan yang kondusif bagi perkembangan mereka. Advokasi kebijakan (policy advocacy) secara khusus berhubungan dengan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dengan menganjurkan kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi maupun aktivitas politik formal dan informal.

Kerangka Advocacy Coalition Framework (ACF) menjelaskan bahwa kebijakan merupakan hasil tekanan dari berbagai kepen- tingan. Dalam teori kebijakan pluralis, kekuasaan tidak hanya terletak di tangan aktor formal tetapi terdistribusi di banyak kelompok, sehingga kebijakan publik lebih dimaknai sebagai keputusan yang diambil oleh banyak aktor. Hubungan kedua kelompok aktor tersebut dilihat sebagai hubungan resiprokal yang seringkali dimediasi oleh kehadiran kelompok penengah (broker).

Ide dari berbagai kelompok dikonstruksikan menjadi satu kepentingan. Kelompok yang memiliki ide yang sama beraliansi (pro) untuk melawan kelompok yang menentang idenya (kontra). Untuk meningkatkan daya pengaruh kepada proses for mulasi kebijakan, berbagai kelompok dengan kepentingan yang sama bergabung ke dalam koalisi-koalisi. Dalam proses kebijakan, koalisi advokasi mengkompromikan aktor-aktor dari

90 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota semua subsystem kebijakan. Advokasi koalisi terdiri dari aktor

dari berbagai institusi yang sama-sama memiliki seperangkat keyakinan kebijakan.

A. Koalisi Pro Pengesahan Perda RTRW

Eksistensi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makas sar yang telah dilegalisasi melalui Perda No. 6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar 2005-2015 menjadi sangat dilematis sebab beberapa ketentuan pada Perda tersebut bertentangan dengan UU No. 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Kondisi ini menuntut Pemerintah Kota Makassar untuk segera melakukan penyesuaian terhadap ketentuan peraturan tersebut. Berbagai langkah kemudian diambil oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAP- PEDA) sebagai leading sector perencanaan pembangunan kota.

Koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sektoral merupakan langkah awal yang dilakukan dan dilanjut- kan dengan pembetukan Tim Teknis Eksekutif. BAPPEDA kemudian mempersiapkan plafon alokasi anggaran yang di- butuh kan dalam rangka penyusunan Revisi RTRW lama. Pada per kem bangan selanjutanya BAPPEDA juga melibatkan Staff Ahli Pemerintah Kota di bidang tata ruang untuk memberikan masukan sebelum menyerahkan pekerjaaan studi penyusunan Revisi RTRW lama kepada konsulatan Perencana, yang ter- pilih melalui prosedur seleksi/lelang pengadaan barang dan jasa. Selama proses penyusunan rencana, Tim Eksekutif mem- peroleh dukungan dari berbagai macam pihak untuk segera memepercepat penyelesaian RTRW baru tersebut. Dukungan dari berbagai pihak kemudian membentuk konfigurasi kelompok koalisi pro terhadap pengesahan RTRW baru.

1. BAPPEDA Kota Makassar

Posisi institusional BAPPEDA Kota Makassar dalam proses formulasi kebijakan tata ruang Kota Makassar adalah sebagai

Konfigurasi Koalisi Advokasi dalam ... 91

pihak inisiator. Tugas pokok dan fungsi kelembagaan BAPPEDA untuk memimpin pelaksanaan tugas dan merumuskan kebija- kan serta penyusunan rencana pembangunan di bidang penge-

m bangan prasarana wilayah dan tata ruang daerah, menga - kibatkan penanggung jawab perencanaan menjadi insti tusi yang mendapat porsi otoritas yang lebih besar dalam aktivitas penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota. Kepeloporan BAPPEDA untuk kembali mengedepankan pen- dekatan teknokrasi membuat arah penyusunan draft rencana masih penuh aktivitas simplifikasi dan reduksi permasalahan keruangan yang sangat kompleks.

Dalam aktivitas penyusunan RTRW, BAPPEDA Kota Makas sar menjadi pihak yang banyak mendapat kritik dan masu kan terkait metodologi kerja, besaran anggaran yang digunakanserta kinerja kelembagaan institusi tersebut – bersama Biro Hukum - dalam mempersiapkan (draft) rancangan Peraturan Daerah ( Ranperda). Institusi ini menjadi “lawan tanding” DPRD selama proses pengesahan Ranperda RTRW, yang penuh dengan dinamika, kontestasi ide, konflik kepentingan, serta perdebatan yang berjung dead-lock (kebuntuan). Posisi dan peran seperti inilah yang membuat BAPPEDA kemudian berhasil meraih “dukungan” koalisi untuk percepatan penyusunan Perda RTRW Kota Makassar 2015-2034).

2. Staf Ahli Pemerintah Kota

Eksistensi staf ahli pemerintah kota merupakan pihak yang memilik wewenang untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah kota terkait keahlian dan otoritas bidang keilmuan yang dimilikinya. Jajaran staf ahli merupakan kelompok akademisi yang berasal dari perguruan tinggi lokal, yang memiliki keahlian tertentu, memiliki “kedekatan” dan akses pada sumber-sumber kekuasaan di jajaran Pemerintah Kota.

92 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota Sebagai experts, jajaran staf ahli ini bekerja atas tugas

profesional berbasis keilmuan yang mereka miliki. Tidak jarang mereka pun sering medapat undangan-undangan khsusus dari Walikota, sebagai pemegang otoritas tertinggi di pemerintah kota, untuk berdiskusi terkait suatu hal yang sangat spesifik. Terkait penyusunan RTRW, staf ahli di bidang tata ruang menjadi pihak yang memberikan advice (masukan) terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh Konsultan Perencana bersama BAPPEDA Kota Makassar.

3. Konsultan Perencana

Konsultan Perencana yang dalam ha ini adalah PT. Esa Pratama Cipta Celebes, merupakan bidang usaha profesional yang bekerja menyusun laporan studi untuk penyusunan RTRW. Konsultan ini bekerja atas dasar TOR (Term of Refrence) yang dibuat oleh pemberi kerja, dalam hal ini BAPPEDA Kota Makassar. Mengenai batasan-batasan tugas dan tanggung jawab Konsultan dalam bekerja telah diatur dalah sebuah Surat Perjanjian Kerja (SPK) tersendiri. Pihak konsultan perencana menjadi pihak yang memberikan bantuan data dan informasi kepada Pihak Eksekutif dalam interaksi konflik pada upaya pengesahan Ranperda RTRW di DPRD Kota Makassar.

4. Dinas Tata Ruang & Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan

Sebagai bagian satuan kerja perangakat daerah (SKPD) di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Tata Ruang & Permukiman (Tarkim) memiliki tugas dan fungsi untuk mengkoordinasi dan mensinkronisasi aktivitas penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Sinkronisasi dan koordinasi terkait dengan ketentuan perundang-undangan yang ada, terutama pada pedoman RTRW Nasional, RTRW Regional Sulawesi, RTRW Provinsi Sulawesi Selatan, serta RTRW Kawasan Metropolitan Mamminasata.

Konfigurasi Koalisi Advokasi dalam ... 93

Dalam hal penyusunan RTRW Kota Makassar, Dinas Tarkim Provinsi Sulsel telah mendorong upaya percepatan pengesahan Ranperda RTRW melalui aktivitas percepatan per- setujuan pemerintah provinsi terhadap draft rencana. Dinas Tarkim Provinsi Sulsel juga telah memberikan dukungan data yang dibutuhkan Tim Penyusun Teknis pemerintah kota. Posisi RTRW Kota Makassar yang masih dalam pembahasan yang berkepanjangan tentu memberikan posisi tersendiri di mata Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, terlebih beberapa Kabupaten/Kota dalam lingkup Sulawesi Selatan telah berhasil mengesahkan RTRW baru masing-masing.

5. KADIN Kota Makassar

Sebagai salah satu pelaku aktivitas ekonomi kota, Kamar Dagang Dan Industri (KADIN) Kota Makassar merupakan jajaran stakeholders strategis dalam pemanfaatan ruang. Perkembangan perekonomian kota yang begitu pesat tentu mensyaratkan hadirnya peran pemerintah untuk memfasilitasi ruang ekonomi agar geliat investasi terus berkembang dan tidak berpindah pada kota-kota yang lain. Salah satu peran pemerintah yang dituntut oleh kalangan dunia usaha adalah kepastian renacana tata ruang yang memungkinkan ruang berinvestasi tidak terkendala oleh karena aspek perizinan dan pemanfaatan ruang yang tidak jelas.

Dalam rangka formulasi kebijakan RTRW, KADIN Kota Makassar mengambil posisi untuk mendukung sepenuhnya upaya yang telah di rintis Pemerintah Kota untuk mengatur rencana spasial menuju Makassar sebagai kota jasa dan niaga yang paling bersahabat. KADIN justru menjadi pihak yang “paling dikorbankan” akibat status rencana pemanfaatan ruang dalam masa transisi yang panjang dan penuh denga ketidakpastian. Oleh karena itu KADIN berharap pihak legislatif (DPRD) untuk sesegera mungkin percepatan pengesahan draft (rancangan) yang diajukan oleh pihak pemerintah kota (eksekutif).

94 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota

B. Koalisi Kontra Pengesahan RTRW

Formulasi kebijakan publik merupakan tahapan dalam siklus kebijakan yang penuh dengan kontestasi ide dan gagasan di antara kekuatan-kekuatan politik yang ada. Ketika perencanaan dipandang sebagai sebuah alat dan metode dalam pengambilan keputusan dan tindakan publik, maka sudah pasti di sana ada muatan politik sehingga proses perencanaan selalu sarat dengan aktivitas politik. Dominasi kelompok tertentu yang tidak terkontrol dalam proses pengambilan keputusan sering dijumpai dalam setiap pelaksanaan perencanaan. Fakta yang ada, tidak jarang yang terjadi bukanlah kebersamaan, tetapi hegemoni kelompok atas kelompok lainnya.

Memahami relasi perencanaan dan politik dalam konteks sebuah teori, berarti memahami sebuah gejala ambivalensi perencana terhadap posisi power. Keberadaan dimensi politik dalam perencanaan dapat dilihat sebagai sebuah realita yang harus diterima atau sebuah error yang harus dihindari. Alasan yang mendukung pendapat bahwa perencanaan (tata ruang) tidak dapat dilepaskan dari politik, yaitu: perencanaan melibatkan banyak kelompok aktor yang memiliki kepentingan yang beragam dan rencana memerlukan proses legislasi untuk mengesahkannya. Perjalanan menuju pada titik konsensus pengesahan tentulah melalau interaksi kelmbagaan yang didasar kan pada belief system masing-masing kelompok.

Dalam situasi politik maka pengelompokan dan pemiha- kan politik suatu kekuatan politik atas suatu isu kebijakan dapat berbentuk suatu koalisi penentang (kontra) yang akan berhadapan secara diametral dengan kelompok yang men- dukung (pro). Untuk konteks penyusunan dan pengesahan Ranperda RTRW Kota Makassar 2015-2034, maka posisi kontra yang dipilih oleh institusi DPRD Kota Makassar juga mendapat support dari kelompok masyarakat sipil, WALHI dan FOSIL yang juga memiliki pandangan yang berbeda tentang isu

Konfigurasi Koalisi Advokasi dalam ... 95

penyelamatan lingkungan perkotaan.

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan daerah sebagai mitra sejajar Pemerintah Daerah. Karena anggota DPRD merupakan anggota partai politik, maka hubungan antara anggota DPRD dengan partai politiknya menjadi sangat kuat. Partai politik memiliki hak untuk memanggil kembali (recall) atas anggota DPRD yang dinilai bersalah berdasarkan kriteria atau penilaian yang diberikan oleh partai politik yang bersangkutan. Sebagai perwakilan rakyat di daerah pemilihannya, sudah semestinya kepentingan rakyat di daerah pemilihan juga menjadi perhatian anggota DPRD. Keputusan politik anggota DPRD harus sesuai dengan janji kampanye di daerah pemilihannya,

Kepentingan partai politik anggota DPRD idealnya hanya menyangkut kepentingan-kepentingan ideologi yang ter tuang dalam platform, program kerja, dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga masing-masing partai politik. Kepentingan partai politik itu tertuang secara jelas dalam buku panduan yang menyangkut partai politik tersebut yang mudah diakses oleh banyak pihak. Manuver-manuver politik yang bersifat jangka pendek tidak bisa dijadikan sebagai tolok ukur dari peranan anggota DPRD pada masing-masing partai politik. Soliditas internal di kalangan partai politik betul-betul diarahkan kepada nilai-nilai dan filosofi yang dimiliki oleh masing-masing partai politik yang diimbangi dengan soliditas eksternal anggota-anggota DPRD yang menyangkut kepentingan konstituen di daerah pemilihannya. Hanya dengan pilihan sikap seperti demikian maka fungsi-fungsi legislasi, budgeting dan pengawasan dapat berjalan optimal.

96 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota Kelembagaan DPRD Kota Makassar merupakan stake-

holders kunci dalam pemabahasan Ranperda RTRW Kota Makassar. Dalam melaksanakan fungsi legislasi yang pada pembahasan Ranperda RTRW ini, DPRD Kota Makassar tidak dapat menghindarkan diri dengan conflict of interest, antara kepentingan partai politik dengan tuntutan dari konstituen dan masyarakat yang diwakilinya. Perilaku anggota DPRD yang “menahan” usulan Ranperda dari pihak eksekutif dengan pertimbangan lebih fokus pada agenda-agenda partai politik masing-masing pada momentum politik tertentu, mencerminkan masih rendahnya komitmen institusi formal demokrasi lokal ini untuk memenuhi tuntutan publik.

Relasi konflik yang dibangun dengan pihak pemerintah kota membuat proses pembahasan Ranperda RTRW ini menjadi sangat dinamis dan kemudian berujung pada kebuntuan (deadlock) pada kedua belah pihak. Keputusan lembaga yang terus-menerus menolak atas materi Ranperda RTRW, yang didasari oleh pragmatisme politik kepartaian membuat publik menimbang kembali fungsi representasi yang dimiliki institusi ini. Pada titik inilah maka DPRD Kota Makassar perlu untuk kembali melakukan format ulang hubungan dengan pihak eksekutif (Pemerintah Kota) dengan memposisikannya bukan sebagai kompetitor tetapi sebagai mitra dalam aktivitas penyelenggaran pemerintahan daerah.

2. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan

Organisasi ini lahir di atas kesadaran persoalan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama dan membutuhkan keterlibatan masyarakat luas. Setiap orang punya potensi untuk menyelamatkan lingkungan. WALHI bekerja melakukan advokasi lingkungan hidup terhadap kebijakan pemerintah terkait tambang, energi, hutan, tata ruang, lingkungan perkotaan, ketahanan pangan, agraria, sumber daya air dan pengelolaan bencana. Advokasi ini di satu sisi sasarannya, adalah pembuat

Konfigurasi Koalisi Advokasi dalam ... 97

kebijakan, pemilik modal dan kelompok-kelompok lain yang berpotensi merusak lingkungan hidup, serta masyarakat luas disisi lain guna mendorong terbangun partisipasi dan daulat publik dalam pengelolaan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan.

Dalam bidang penataan ruang lembaga advokasi lingkungan ini banyak menyorot tingginya laju konversi lahan, pemanfaatan yang tidak sesuai RTRW serta minimnya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Untuk isu penyusunan RTRW Kota Makassar, WALHI Sulsel mengambil posisi untuk tidak setuju (kontra) terkait dengan metodologi kerja yang sangat teknokratis, elitis dan top-down. Institusi ini mengharapkan proses formulasi kebijakan tata ruang harus dibangun atas pembelaan hak-hak dan perlindungan atas kelompok masyarakat yang lemah. Ruang- ruang partisipasi publik yang luas seharusnya terbuka bagi kalangan grass-roots, bukan malah memfasilitasi kepentingan pemodal besar. WALHI menyadari bahwa hanya pendekatan advocacy planning maka pembelaan atas hak (advokasi) ekonomi, sosial, dan politik warga miskin dapat diperjuangkan.

3. Forum Studi Energi Dan Lingkungan (FOSIL)

Forum Studi Energi dan Lingkungan atau disingkat (FOSIL) adalah sebuah lembaga kajian yang bersifat independen. bergerak dibidang kajian ekonomi, politik dan teknologi bidang energi dan lingkungan hidup untuk terciptanya kemandirian dan ketahanan energi dengan basis pada kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Lembaga lahir atas keperihatinan terhadap semakin parah- nya kondisi lingkungan hidup. Dalam bidang pembangunan wilayah perkotaan, lembaga sering mengkritik komitmen pemerintah kota yang begitu mudah “mengobral” ide dan gagasan green city (kota hijau), yang tanpa di ikuti oleh komitmen kebijakan dan pelembagaan yang serius serta berkelanjutan. Terkait dengan penyusunan Ranperda RTRW, posisi lembaga

98 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota ini meminta dan mendukung DPRD Kota Makassar untuk “hati-

hati” sebelum mengesahkan Ranperda RTRW, terutama yang menyangkut isu pembangunan wilayah pesisir. FOSIL men- sinyalir pengesahan Ranperda RTRW yang dilakukan tanpa pemikiran yang matang, hanya akan menjadi alat legalisasi bagi aktivitas penimbunan laut (reklamasi) yang terus dilakukan oleh korporasi-korporasi besar di pesisir barat Kota Makassar.

C. Policy Brokers dalam Pengesahan RTRW

Konteks politik dalam suatu ruang formulasi kebijakan yang penuh kontestasi gagasan dan kepentingan yang kemudian berakhir pada kebuntuan (deadlock), menuntut hadirnya kelom- pok penengah dalam memediasi dan mendorong lahirnya titik kompromi di antara koalisi pro dan koalisi kontra. Kelompok penengah ini pun tidak bebas dari gagasan dan kepentingan yang juga dikontestasikan dengan kedua kelompok tersebut. Terkait dengan alotnya proses pengesahan Ranperda RTRW ini, maka gagasan kelompok penengah ini tidak lain daripada ide mereka untuk melihat bagaimana pembangunan kota yang semakin pesat ini juga memiliki arahan dalam pemanfaatan ruang, khususnya ruang terbuka hijau yang semakin menyempit luasannya. Sementara kepentingan kelompok ini agar tersedia kerangka perencanaan spasial yang dapat segera dijadikan rujukan oleh rancangan Perda sektoral lainnya, termasuk Ran- perda tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH).

1. Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia

Dalam pernyataan misi institusi Komite Pemantau Legis- latif (KOPEL) Indonesia, dulu KOPEL Sulawesi, salah satu tujuan pembentukan lembaga masyarakat sipil ini adalah untuk melaksanakan pendidikan politik kritis dan penguatan tata pemerintahan daerah yang lebih demokratis. Salah satu bentuknya dengan melakukan pemantauan kinerja lembaga legislatif dan eksekutif daerah. Selama ini, kehadiran KOPEL

Konfigurasi Koalisi Advokasi dalam ... 99

dalam mengawal kinerja pemerintahan daerah telah memberi dinamika tersendiri sebagai intermediary yang menghubungkan kepentingan negara (pemerintah daerah) dan masyarakat.

Pada konteks pembahasan untuk pengesahan Ranperda RTRW, posisi KOPEL adalah mendorong agar relasi konflik yang terjadi antara pihak eksekutif dan legislatif segera diakhiri, demi hadirnya basis legal pemanfaatan ruang kota yang sesuai amanat UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Sikap anggota DPRD Kota Makassar yang tidak fokus dalam pembahasan Ranperda serta sikap Pemerintah Kota yang cenderung reaktif dan tidak well prepared dalam mempersiapkan materi pembahasan Ranperda menjadi sorotan NGO Advokasi ini. Bagi KOPEL kedua belah pihak harus bertanggung jawab atas ketiadaan arahan yang defenitif dalam aktivitas pemanfaatan ruang kota.

2. Ikatan Ahli Perencana (IAP) Cabang Sulawesi Selatan

Organisasi ikatan Ahli Perencana merupakan wadah ber- himpun para profesional perencana tata ruang dan wilayah (planolog). Lembaga ini berperan mengembangkan keahlian perencanaan wilayah dan kota. IAP berfungsi sebagai wadah pembinaan, komunikasi, konsultasi dan koordinasi antara-ahli perencana wilayah serta mengawal etika profesi perencana. Lembaga ini juga menjadi wadah untuk mensertifikasi keahlian para perencana wilayah dan kota. Organisasi menjadi memiliki sifat eksklusifitas dalam rangka melindungi kepentingan persaingan para anggota.

Dalam konteks penyusunan dan pengesahan Ranperda RTRW Kota Makassar 2015-2034, asosiasi profesi perencana ini berperan membangun opini publik tentang perlunya RTRW baru yang mengadaptasi UU No. 26 Tahun 2007 tentang Pena- taan Ruang, terutama tentang dimensi waktu rencana dan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ikatan Ahli Perencana (IAP) juga memberikan tawaran-tawaran alernatif upaya

100 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota pemenuhan target RTH yang disyaratkan undang-undang. Salah

satu ide dari IAP untuk menambah luasan RTH Publik adalah dengan merelokasi instansi-instansi publik Bidang Pekerjaan Umum (PU) lingkup provinsi ke lokasi yang berada di luar kota, sehingga bekas bangunannya kemudian dapat dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik.[]

Pembelajaran Kebijakan dalam Proses... 101