PEMBELAJARAN KEBIJAKAN DALAM PROSES FORMULASI KEBIJAKAN RTRW

BAB V PEMBELAJARAN KEBIJAKAN DALAM PROSES FORMULASI KEBIJAKAN RTRW

Sebagai proses dialogis, kebijakan dapat dianalisis dari kontes tasi wacana dan kepentingan atau argumentative turn yang dikemukakan oleh berbagai stakeholders yang terlibat. Bagian ini akan mencoba menguraikan sejumlah praktik pem- belajaran kebijakan serta dinamika keterlibatan para pihak dalam mempengaruhi proses kebijakan tersebut. Sekalipun kontroversi ini sekarang bukan lagi menjadi isu yang aktual, namun dinamika yang berlangsung di dalamnya dapat menjadi inspirasi untuk mengkaji kasus-kasus lain dengan konteks yang serupa dengan situasi ini.

A. Proses Pengguliran Ide Kebijakan

Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar yang yang diatur dalam Perda No. 6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar 2005-2015 menjadi dilematis dan pada beberapa bagian bertentangan dengan UU No. 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang lahir setahun setelah pengesahan Perda. Kondisi membuat Pemerintah Kota Makassar kemudian melakukan upaya untuk mengadaptasi pengaturan undang-undang tersebut.

Respon yang diambil oleh pemerintah kota ini berawal dari tuntuntan kalangan dunia usaha terhadap masa depan investasi di Kota Makassar. Para investor merasa tidak memiliki kepastian

102 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota berusaha terkait dengan aspek perizinan usaha, pemanfaatan

ruang dan arah pembangunan ekonomi kota yang rencana tata ruang wilayahnya sudah tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada. Para pengusaha pun merasa tidak memiliki kepastian tentang masa depan aktivitas usahanya ketika berurusan dengan pihak birokrasi perizinan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada dan seharusnya menjadi instrumen yang mengarahkan pengembangan ekonomi wilayah tidak lagi sesuai dengan konstelasi visi pembangunan kota yang berdimensi jangka menengah dan jangka panjang.

Pada situasi inilah maka pemerintah kota melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sebagai leading sector perencanaan pembangunan kota, kemudian memulai menga mbil langkah-langkah dalam upaya penyesuaian (revisi) Perda No. 6 Tahun 2006 Tentang RTRW Kota Makassar Tahun 2005-2015. Pembahasan internal BAPPEDA kemudian menge- rucut untuk segera membuat Tim Penyusun lintas sektor dan mempersiapkan studi untuk rasionalisasi akademik serta pengalokasian anggaran untuk mendukung perubahan RTRW.

Proses pembahasan untuk menuju ke tahapan penyusunan menjadi wewenang BAPPEDA yang kemudian didukung oleh jajaran Staf Ahli Pemerintah Kota di bidang penataan ruang kota. Kerjasama kedua unsur ini kemudian kemudian meng- hasilkan panduan untuk pihak konsultan perencana dalam membuat studi. Pekerjaan Konsultan Perencana pun dilakukan dengan kaidah-kaidah rational planning yang sangat teknokratik. Tahapan-tahapan kerja Konsultan meliputi aktivitas survey, analisis, kemudian lahirlah draft (rancangan) rencana baru. Metologi kerja konvensional seperti ini sangat dipengaruhi oleh pengalokasian waktu dan anggaran yang telah ditentukan. Hasil studi berupa serial laporan rencana yang kemudian baru di sosialisasikan kepada publik, melalui forum-forum formal yang sangat elitis.

Pembelajaran Kebijakan dalam Proses... 103

Pelibatan kelompok-kelompok kepentingan seperti NGO advokasi lingkungan, NGO advoaksi tata pemerintahan, serta kelompok professional hanya sebatas diskursus wacana melalui media massa. Hal inilah yang membuat semangat public engagment, suatu keniscayaan di era desentralisasi dan demokratisasi, belum menemukan wujudnya. Ranah metodoligis ini banyak di kritik kalangan kelompok kepentingan sehingga dukungan terhadap content (isi) materi rencana bukanlah kesepakatan yang representatif oleh seluruh stakeholders penataan ruang yang ada.

Ketiadaan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) membuat kolaborasi antara unsur BAPPEDA, Staf ahli pemerintah Kota dan Konsultan Perencana menjadi kekuatan dominan dalan proses penyusunan draft (rancangan) RTRW Kota Makassar. Dengan penggunaan nalar teknokratik, maka poros “kekuatan eksekutif” ini menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas content (isi) rancangan yang memetakan arah pembangunan kota di masa depan. Aktivitas penyiapan draft Ranperda kemudian menjadi ranah otoritas BAPPEDA yang dibantu oleh Biro Hukum Sekretariat Daerah. Hasil kerja pihak eksekutif yang telah berbentuk Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) inilah yang menjadi bahan yang diserahkan kepada legislatif untuk dibahas dan dilegalisasi menjadi produk Peraturan Daerah.

Dinamika penyusunan dan pembahasan Ranperda RTRW menjadi semakin intensif setelah sampai di tangan DPRD Kota Makassar. Lembaga yang bekerja di atas orientasi nilai- nilai politik ini kemudian membangun kontestasi gagasan dan kepentingan dengan pihak pemerintah kota. Pemihakan atas nilai-nilai dan kepentingan pragmatisme politik kepartaian yang dominan dari kalangan legislatif membuat tahap pembahasan Ranperda memakan waktu yang sangat lama serta biaya yang tidak sedikit.

104 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota

Posisi DPRD Kota Makassar sebagai key-player dalam legalisasi Ranperda membuat bargaining position mereka begitu tinggi terhadap pemerintah kota. Hal yang kemudian membawa kedua belah pihak berada pada relasi konflik yang bermuara pada kebutuan (deadlock) komunikasi, sehingga arah pengesahan Ranperda menjadi semakin tidak menentu. Tuntutan-tuntutan kelompok kepentingan dari luar parlemen oleh perwakilan kelompok kepentingan tidak cukup membuat kedua belah pihak untuk lebih fokus menjalankan tugas yang telah diamanahkan

rakyat.

B. Pemetaan Kecederungan Stakeholders

Pendekatan stakeholders adalah suatu aransemen institu- sional. Pendekatan ini tidaklah memisahkan secara kaku wilayah- kelola institusi negara, pasar, dan komunitas. Wilayah-kelola tersebut dipandang saling terkait satu sama lain, dan karena- nya diperlukan kesepahaman dan kerjasama yang erat di an tara ketiga kelopok aktor tersebut. Melalui aktor-aktor yang mewakili- nya, ketiga institusi dimaksud diharapkan “duduk sama rendah berdiri sama tinggi” merumuskan arah dan tata cara konsensus yang dapat disepakati dan/atau dijalankan bersama.

Sebagai medium memperluas partisipasi politik warga dalam proses pengambilan keputusan publik, keberadaan stakeholders tentu saja absah dan dapat dibenarkan. Namun, sebagai arena menegosiasikan kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan, di antara pihak-pihak yang terlibat membawa sejumlah pertanyaan. Beberapa di antaranya: Apakah tuntutan mereka mengandaikan kesetaraan kuasa dan informasi para-pihak dalam proses formulasi? Apa yang menjadi dasar pertimbangan para pihak tersebut untuk berpartisipasi? Kepentingan dan nilai apa yang mereka anut? dan upaya yang telah dilakuakn untuk mencapai goals yang mereka telah tentukan? Bagian berikut akan menawarkan satu perspektif jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, melalui pemetaan kecenderungan sebagai berikut:

Tabel No. IV.2

Pemetaan Kecenderungan Stakeholders Dalam Formulasi Kebijakan RTRW Kota Makassar 2010-2030

Tolak Ukur Kota

DPRD Kota Makassar

Staf Ahli

WALHI

Makassar Tuntutan

Prov. Sulsel

Indonesia

Makassar

IAP Sulsel

Kebijakan Kebijakan

Draft

Kebijakan

RTRW yang

Kebijakan

Kebijakan RTRW

Kebijakan

Kebijakan RTRW

Kebijakan RTRW adalah

Yang

RTRW menjadi penataan ruang

kebijakan RTRW Kota

memiliki

RTRW menjadi

menjadi

RTRW menjadi

menjadi arahan

produk “poltik” yang

Diinginkan

strategis untuk arah untuk

definitf sesuai koheren dengan

RTRW yang

“payung” yang

arahan untuk

pemanfaatan

pembangunan kota pencapaian

arah visi

ideal untuk

aktivitas

ruang yang

green city, yang

visi kota

seoptimal

yang berada

grass-roots,

konsisten dan

sektoral

ekologis dan

embelajaran K P

kota

kepentingan

investor semata

Dasar

Ketentuan UU Mempertajam

Wajah kota dimasa

Pertimbanga

No, 26 Tahun fokus

ekonomis,

UU No, 26

ruang kota

komiten

kinerja lemabag

investasi akan

pemanfaatan

depan ditentuakan oleh

2007 dan pencapaian vsi

politik penataan Peraturan-

berdasarkan

Tahun 2007

yang tidak

ruang yang lebih

ruangnya peraturan

kota di bidang

daerah

kondisi

berpihak pada

Organisasi & Organisasi &

Pribadi & Politis

an dalam P

Dan Nilai

kebijakan kebijakan

Yang Dianut

kebijakan

Upaya Yang

Menginisiasi Memberikan

Membangun opini Membahas dengan

Dilakukan

intensif & “hati-hati” menagawal

dan masukan sesuai

an draft

dan

diskursus

opini publik

opini tentang

opini ddenagn

tentang urgensi

Ranperda RTRW lahirnya

keahlian

rencana

menkoordin tentang

RTRW untuk

pengaturan RTH

usulan eksekutif

ruang pesisir

RTRW

pengesahan

RTRW baru

Sumber : Hasil Analisis

106 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota

C. Pemetaan Tuntutan Dan Kepentingan Stakeholders

Analisis stakeholders adalah teknik yang “tidak berdaya” dalam konstelasi konflik dan pendakuan (claiming) hak dan kewenangan di tengah wacana yang diwarnai oleh relasi kuasa dan pengetahuan yang tidak seimbang. Penunjukan persoalan di balik gagasan analisis stakeholders serta pengalaman empirik mengembangkannya telah memberikan pelajaran dalam menyempurnakan gagasan ini di kemudian hari. Pengembangan analisis stakeholders dapat diterima sejauh merupakan ‘pelumas’ untuk memperluas dan memperkuat ruang dialog para pihak yang berkepentingan.

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat peta tuntutan dan kepentingan stakeholders proses formulasi kebijakan RTRW, yang merupakan kelompok aktor negara (struktural), dan aktor non-negara (non-struktural). Aktor negara memiliki kewenangan penyusunan kebijakan dan berada pada struktur pemerintahan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legislatif dan Pemerintah Kota sebagai lembaga eksekutif beserta institusi pendukungnya (Staf Ahli Pemerintah Kota, Konsultan Perencana dan Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun aktor non-negara (yang berada di luar struktur pemerintahan) adalah kelompok-kelompok kepentingan seperti asosiasi profesi perencana) dalam hal ini Ikatan Ahli Perencana (IAP), NGO Advokasi Lingkungan (WALHI dan FOSIL), serta NGO Advokasi politik (KOPEL).

Pembelajaran Kebijakan dalam Proses... 107 Tabel No. IV.3

Pemetaan Tuntutan & kepoentingan Stakeholders Dalam Formulasi

Kebijakan RTRW Kota Makassar 2015-2034

Stakeholders Tuntutan Kepentingan Perilaku BAPPEDA

Mendukung Kota

Mengesahkan

Terjadi

kebijakan RTRW sinkronisasi sepenuhnya Makassar

baru untuk arah kebijakan dan penegesahan perencanan

kepentingan RTRW 2015-

sektoral

para pihak

dalam pembanguna

kota

Mendukung Pemerintah

Staf Ahli Mengesahkan

Kebijakan

RTRW yang pembanguan percepatan Kota

sesuai arah kota koheren pengesahan pencapaian visi

RTRW 2015- pemerintah kota

dengan visi

Konsultan Memanfaatkan

Mendukung Perencana

Hasil studi

hasil studi untuk

pengesahan menyusun

menjadi

materi yag

RTRW usulan

rencana

konfrehensif pemerintah

kota merumuskan

dalam

kebijakan RTRW

Pengesahan Mendukung Tarkim Prov. sinkronisasi dan

Dinas

Terjadi

RTRW Kota percepatan Sulsel

keterpaduan atas Makassar akan pengesahan produk rencana

RTRW yang lebih tinggi

medukung

akselerasi

kedudukan pembagunan di hukumnya

Sulsel

WALHI RTRW Baru Lahirnya tata Menolak Sulsel

penetapan mengadvokasi

harus mampu

ruang kota

yang adil dan ranperda kepentingan

RTRW, terkait grass-roots , tidak

manusiawi

metodologi hanya kaum

yang tidak pemilik modal

partisipatif

108 Politik Formulasi Kebijakan Tata Ruang Kota FOSIL

RTRW baru Lahirnya tata Meminta harus menjadi

ruang yang DPRD untuk instrumen

peka degan hati-hati pelembagaan kota isu pelestarian

membahas

hijau

lingkungan materi krusial,

hidup

terkait isu pembangunan pesisir

KOPEL Pengesahan Lahirnya Perda Memeinta Indonesia

RTRW Baru RTRW baru pihak eksekutif Menjadi Amanat

akan menjadi dan legislatif

UU No. 26 Tahun payung hukum

segera fokus

bagi ranperda membahas dan

sektoral

menemukan

titik kompromi IAP Sulsel

lainnya

Pengesahan Lahirnya Perda Meminta pihak RTRW Baru

RTRW baru eksekutif dan

Menjadi

akan menjadi legislatif untuk

Amanat UU No. payung hukum

kooperatif 26 Tahun 2007

bagi ranperda membahas

RTH

Ranperda yang ada

KADIN Kota pengesahan Pengesahan Mendorong Makassar

RTRW secepat RTRW menjadi sepenuhnya mungkin akan

pedoman pemerintah mencegah capital

tegas dalam flight ke kota-kota

dalam

berivestasi penetapan

RTRW DPRD Kota Pengesahan Perda Menjadi arena

lain

Membahas Makassar RTRW tidak boleh

bargaining dengan politis menguntungkan

dan “hati-hati” kelompok

dengan

kepentingan terhadap isu- masyarakat

partai politik isu tertentu tertentu saja

dalam materi (investor)

Ranperda usulan eksekutif

Sumber : Hasil Analisis

Kesimpulan 109