Tinjauan Mengenai Sengketa Internasional

3. Tinjauan Mengenai Sengketa Internasional

Hubungan internasional yang diadakan antar negara, negara dengan individu, atau negara dengan organisasi internasional tidak selamanya terjalin dengan baik atau timbul sengketa. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber misalnya sengketa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. Mahkamah Internasional Permanen (PCIJ) dalam sengketa Mavrommatis Palestine Concession (Preliminary Objections ) 1924 mendefinisikan pengertian sengketa sebagai berikut “disagreement on a point of law or fact, a conflict of legal views or interest between two person ” (Huala Adolf, 2004: 2). Menurut Mahkamah internasional (ICJ), sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian, dan secara lengkap mahkamah juga menyatakan sebagai berikut.

"...whether there exist an international dispute is a matter for objective determination. The mere denial of the existence of a dispute does not prove its nonexistence... There has thus arisen situation in which the two sides hold clearly opposite views concerning the questions of the performance or nonperformance of traety obligations. Confronted with such a situation, the court must conclude that inter national dispute has arisen...” (Martin Dixon and Robert McCorquodale, 1991: 511).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut M. Nicholson pengertian konflik adalah sebagai berikut. “a conflict exists when two people wish to carry out acts which are

mutually inconsistent. They may both want to do the same thing, such as eat the same apple, or they may want to do different things where the different things are mutually incompatible, such as when they both want to stay together but one wants to go to the cinema and the other to stay at home. A conflict is resolved when some mutually compatible set of actions is worked out. The definition of conflict can be extended from individuals to groups (such as states or nations), and more than two parties can be involved in the conflict. The principles remain the same ” (M.Nicholson, 1992: 11).

Sengketa antar negara internasional dapat merupakan sengketa yang tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional. Peran hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional. Hukum Internasional membagi sengketa internasional menjadi 2 (dua) yakni sengketa politik (political or nonjusticiable dispute) dan sengketa hukum (legal or judicial disputes) (Huala Adolf, 2004: 3).

a. Sengketa Politik Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan hukum yang diambil.

b. Sengketa Hukum Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa b. Sengketa Hukum Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa

commit to user

secara hukum punya sifat yang memaksa kedaulatan negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional.

Dalam hal penyelesaian sengketa internasional, aturan dasar mengenai penyelesaian sengketa tersebut diatur di piagam PBB, dalam Pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan :

" the parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintanance of international peace and security, shall, first of all, seek asolution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their own choice”.

Implikasi yang terjadi hendaknya negara-negara anggota PBB menyelesaikan sengketa intermasional yang terjadi melalui jalan damai, hal ini juga diperkuat adanya Resolusi Majelis Umum (MU) PBB Nomor 2625

24 Oktober 1970 mengenai General Assembly Declaration on Principles of International law concerning Friendly Relations and Corporation among States in accordance with the Charter of the United Nation, yang menyatakan sebagai berikut "States shall accordingly seek early and just settlement of their international disputes by negotiation, inquiry and mediation, conciliation and arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements or other peaceful means of their choice ”.

Negara dalam melaksanakan penyelesaian secara damai tersebut hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip penyelesaian sebagai berikut (Huala Adolf, 2004 : 15-18).

a. Prinsip Itikad Baik Prinsip ini dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa antar negara, sehingga prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan dalam Penyelesaian Sengketa Prinsip ini juga sangat sentral dan penting karena melarang para pihak untuk menyelesaikan sengketanya dengan menggunakan senjata (kekerasan). Prinsip ini juga termuat dalam Pasal 13 Bali Concord dan preambule ke 4 Deklarasi Manila.

c. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip ini membebaskan para pihak untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan (principle of free choice of means).

d. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum yang akan Diterapkan terhadap Pokok Sengketa Prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan bila sengketanya diselesaikan oleh badan peradilan. Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono).

e. Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa (Konsensus)

Prinsip ini menjadi dasar pelaksanaan prinsip ke tiga dan empat yang disebutkan diatas sebagai realisasi manakala ada kesepakatan para pihak.

f. Prinsip Exhaustion of Local Remedies Prinsip ini mewajibkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional maka langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional negara, harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).

g. Prinsip-Prinsip Hukum Internasional tentang Kedaulatan, Kemerdekaan, dan Integritas Wilayah Negara-Negara Prinsip ini mensyaratkan negara-negara yang bersengketa untuk terus menaati dan melaksanakan kewajiban internasionalnya dalam berhubungan satu sama lainnya berdasarkan prinsip-prinsip fundamental integritas wilayah negara-negara.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ada 7 (tujuh) cara-cara penyelesaian sengketa internasional secara damai yakni sebagai berikut (Huala Adolf, 2004: 19-25).

a. Negoisasi Negoisasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua digunakan oleh umat manusia. Alasan utamanya adalah dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan tiap penyelesaiannya didasarkan konsensus para pihak. Namun dalam negoisasi juga ada kelemahannya antara lain, yang pertama bilamana kedudukan para pihak yang tidak seimbang, salah satu pihak yang kuat mengintervensi pihak yang lemah. Kedua, dalam proses negoisasi memakan waktu yang lama dan berlangsung lambat. Ketiga, apabila satu pihak terlalu keras dalam pendiriannya sehingga menyebakan proses negoisasi menjadi tidak produktif.

b. Pencarian Fakta (inquiry atau fact-finding) Cara ini ditempuh bilamana cara konsultasi dan negoisasi telah dilakukan dan tidak menghasilkan suatu penyelesaian. Dengan demikian ada campur tangan dari pihak ketiga untuk menyelidiki kedudukan fakta yang sebenarnya serta berupaya melihat suatu permasalahan dari semua sudut guna memberikan penjelasan mengenai kedudukan masing-masing.

c. Jasa-Jasa Baik Menurut Bindschedler mendefinisikan jasa baik adalah "the involvement of one or more states or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement ”. Cara ini adalah melalui bantuan pihak ketiga dengan mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga mereka mau bertemu, duduk bersama, dan bernegosiasi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pengaturan mengenai jasa baik ini dapat ditemukan dalam berbagai perjanjian multilateral dan bilateral yakni sebagai berikut.

1) The Hague Convention on the Pasific Settlement of International

Dispute tanggal 18 Oktober 1907

2) Bab 6 (Pasal 33-38) Piagam PBB

3) The American Treaty on Pasific Settlement tanggal 30 April 1948

d. Mediasi Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga, dimana pihak ketiga ini disebut dengan mediator. Pihak ketiga ini bisa berupa negara, organisasi internasional atau individu. Mereka berperan secara aktif dalam proses negosiasi karena sebagai pihak yang netral, maka mereka berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa agar bisa dicapai kompromi yang diterima para pihak. Pengaturan hukum mediasi ini bisa ditemukan dalam ketentuan sebagai berikut.

1) Pasal 3 The Hague Convention on The Peaceful Settlement of Disputes tanggal 18 Oktober 1907 yang menyatakan sebagai berikut.

“Independently of this recourse, the Contracting Powers deem it expedient and desirable that one or more Powers, strangers to the dispute, should, on their own initiative and as far as circumstances may allow, offer their good offices or mediation to the States at variance. Powers strangers to the dispute have the right to offer good offices or mediation even during the course of hostilities. The exercise of this right can never be regarded by either of the parties in dispute as an unfriendly act . ”

P asal 4 menyatakan sebagai berikut “The part of the mediator consists in reconciling the opposing claims and appeasing the feelings of resentment which may have arisen between the States at variance. ”

2) Bab 6 Piagam PBB (Pasal 33 sampai 38) 2) Bab 6 Piagam PBB (Pasal 33 sampai 38)

commit to user

3) The General Act for The Pasific Settlement of International Disputes , tanggal 26 September 1928 yang diubah tanggal 28 April 1949

4) The European Convention for the Peaceful Settlement of Disputes

e. Konsiliasi Menurut Bindschdler, penyelesaian ini juga melibatkan pihak ketiga yang terdiri dari dua unsur, yakni unsur ketidakberpihakan dan unsur kenetralan. Pengertian Konsiliasi juga diberikan ole Institut Hukum Internasional yang dituangkan dalam Pasal 1 the Regulation on the Procedure of International Conciliation tahun 1961 yang berbunyi sebagai berikut.

"a method for the settlement of international disputes of any nature according to which a commission set up by the parties, either on a permanent basis or on an ad hoc basis to deal with a dispute, proceeds, to the impartial examination of the disputes and attemps to define the terms of a settlement susceptible of being accepted by them or of affording the parties, with a view to its settlement, such aid as they may have requested ”.

Konsiliasi ini juga diatur dalam The Hague Convention for The Pasific Settlement of International Dispute tahun 1899 dan 1907 yang memuat mekanisme dan aturan pembentukan komisi konsiliasi. Komisi konsiliasi ini bisa sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Persidangan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri dari dua tahap, yaitu tahap tertulis dan tahap lisan. Pertama, sengketa (diuraikan secara tertulis) diserahkan kepada badan konsiliasi, kemudian badan ini akan mendengarkan keterangan lisan dari para pihak. Para pihak dapat hadir pada tahap pendengaran tersebut, tetapi bisa juga diwakili oleh kuasanya. Dalam putusan badan konsiliasi ini, sifatnya tidak mengikat para pihak karena diterima tidaknya usulan tersebut bergantung sepenuhnya kepada para pihak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

f. Arbitrasi Arbitrasi adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat (binding). Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan suatu pembuatan suatu Compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam perjanjian, sebelum sengketanya lahir (clause compromissoire) .

Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter. Arbitrator dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok sengketa serta disyaratkan netral. Arbitrator yang sudah ditunjuk selanjutnya menetapkan terms of reference atau aturan permainan (hukum acara) yang menjadi patokan dan aturan yang harus disepakati dalam upaya menyelesaikan sengketa para pihak yang bersengketa. Penyelesaian mengenai arbitrasi seperti ini dikenal sejak diatur dalam The Hague Convention for The Pasific Settlement of International Dispute of 1899 dan 1907, yang mana konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase intermasional yaitu Permanent Court of Arbitration (Mahkamah Permanen Arbitrase).

g. Pengadilan Internasional Penggunaan cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau badan peradilan internasional ini biasanya ditempuh bila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil atau prinsip exhaustion of local remedies . Dalam pengadilan dikenal ada dua kategori, yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Pengadilan Permanen dapat ditempuh melalui berbagai cara atau lembaga, yaitu Permanent Court of International of Justice (PCIJ) atau Mahkamah Permanen Internasional, International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional, The International Tribunal for the Law of the Sea maupun International Criminal Court (ICC). Dalam pengaturan ICJ ini terdapat dalam Pasal 92 piagam PBB yang menyatakan sebagai g. Pengadilan Internasional Penggunaan cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau badan peradilan internasional ini biasanya ditempuh bila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil atau prinsip exhaustion of local remedies . Dalam pengadilan dikenal ada dua kategori, yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Pengadilan Permanen dapat ditempuh melalui berbagai cara atau lembaga, yaitu Permanent Court of International of Justice (PCIJ) atau Mahkamah Permanen Internasional, International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional, The International Tribunal for the Law of the Sea maupun International Criminal Court (ICC). Dalam pengaturan ICJ ini terdapat dalam Pasal 92 piagam PBB yang menyatakan sebagai

commit to user

berikut "The International Court of Justice shall be principal organ of the United Nation, It shall function in accordance with the annexed Statute, which is based upon the Statute of the Permanent Court of International Justice and forms an Integral Part of the present Charter .”

Dalam putusannya Mahkamah Internasional mengikat para pihak yang bersengketa, hal ini termuat dalam Pasal 59 Statuta Mahkamah, yang menyatakan bahwa "the decision of the Court has no binding force except between the parties and in respect of that particular case". Sifat putusan Mahkamah adalah mengikat, final dan tidak ada banding seperti yang tercantum dalam pasal "the judgement is final and without appeal... ”. Pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus, biasanya digunakan dalam menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian ekonomi internasional.