Potensi Tegakan

4.2.1. Potensi Tegakan

Survey lapangan untuk IUPHHK yang tidak aktif dilakukan di Kalimantan yaitu di eks HPH Sanitra Sebangau Indah (SSI) di wilayah Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Areal eks HPH tersebut telah menjadi bagian dari areal Taman Nasional Sebangau. Data dan informasi kondisi hutan areal eks HPH di hutan rawa gambut tersebut diperlukan untuk mendapatkan gambaran terkini mengenai kondisi hutan rawa gambut yang telah menjadi areal terlantar eks HPH baik di Sumatera dan Kalimantan. Oleh karena itu sistem silvikultur untuk hutan rawa gambut eks-HPH perlu dikaji dan dikembangkan untuk rehabilitasi hutan rawa gambut eks HPH yang cukup luas di Indonesia.

Potensi tegakan di wilayah IUPHHK tidak aktif yang dimaksudkan di sini adalah wilayah hutan rawa gambut yang terdegradasi (LOA dan bekas kebakaran). Adapun potensi tegakan hutan atau ramin adalah jumlah pohon (N) dan volume pohon per ha. Data cuplikan di hutan sekunder (LOA) pada eks HPH SSI di Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 36, Tabel 37 dan Gambar 20.

Tabel 36. Jumlah pohon per ha berdasarkan kelas diameter di wilayah eks HPH SSI di Kalimantan Tengah

Jumlah pohon berdasarkan kelas diameter (cm) per ha Kelompok jenis

0 0 0 0 Kel. Meranti

0 0 0 0 Kel. rimba campuran

2,00 2,00 Total Seluruh jenis

Tabel 37. Volume pohon per ha berdasarkan kelas diameter di wilayah eks HPH SSI di Kalimantan Tengah

Volume pohon (m 3 /ha) berdasarkan kelas diameter (cm) Kelompok jenis

0 0 0 0 Kel. Meranti

0 0 0 0 Kel. rimba campuran

20,56 20,56 Total Seluruh jenis

Kelas diameter (cm)

Gambar 20. Sebaran jumlah pohon seluruh jenis di hutan rawa gambut bekas penebangan eks, HPH PT. SSI di Kalimantan Tengah.

Pada Tabel 36 menunjukkan bahwa struktur tegakan di areal kajian masih normal (berbentuk J terbalik). Jumlah pohon dengan kelas diameter 10-19 cm paling banyak dijumpai. Selanjutnya kerapatan pohon cenderung menurun sebanding dengan bertambahnya ukuran diameter pohon. Pohon ramin masih ditemukan pada kelas diameter 20 - 29 cm dan 30 - 39 cm, dengan jumlah rata-rata 8 pohon/ha, namun pada kelas diameter 40 cm up tidak ditemukan lagi, sementara kerapatan pohon seluruh jenis pada kelas diameter 20 cm up 158 pohon/ha. Volume pohon ramin pada

kelas diameter 20 - 39 cm sekitar 5,79 m 3 /ha sedangkan volume pohon untuk seluruh jenis pada 20 cm up adalah 143,58 m 3 /ha. Pohon berdiameter 40 cm up untuk ramin

dan kelompok meranti (jenis komersial) tidak ditemukan lagi, sedangkan untuk jenis rimba campuran mempunyai volume rata-rata 73,5 m 3 /ha.

Berdasarkan pengamatan di lapangan sesungguhnya terdapat beberapa tipe degradasi hutan rawa gambut dari yang ringan sampai berat. Setidaknya terdapat

3 tingkat kerusakan hutan rawa gambut yaitu: (1) hutan rawa gambut sekunder bekas tebangan, (2) hutan rawa gambut sekunder bekas tebangan dan kebakaran dan (3) semak belukar. Pada kondisi pertama permudaan tingkat semai, pancang dan tiang untuk jenis komersial masih mencukupi untuk berkembang menjadi hutan produtif asalkan tidak ada lagi gangguan akibat penebangan maupun kebakaran. Hutan rawa gambut bekas tebangan dan kebakaran menunjukkan indikator jumlah semai, pancang dan tiang jenis komersial masih ditemukan tetapi tidak mencukupi untuk terjadinya suksesi menjadi hutan produktif. Sedangkan kondisi ketiga adalah kondisi hutan rawa gambut yang terdegradasi berat akibat tebangan, kebakaran berulang-ulang sehingga berubah menjadi semak belukar yang didominasi oleh tumbuhan rumput dan paku-pakuan.

Gambar 21. Kondisi dan potensi hutan rawa gambut sekunder eks-HPH SSI: pohon ramin (kiri) dan tegakan sisa di hutan sekunder (kanan)