share marjin 0,013 sedangkan pedagang pengumpul nisbah marjin keuntungan sebesar Rp 5,67 dengan share marjin 0,028 .
Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa marjin keuntungan penjualan dalam bentuk gelondong merah memiliki marjin keuntungan yang lebih besar
daripada penjualan dalam bentuk kopi biji dalam kondisi harga yang stabil yaitu gelondong merah Rp 6.000 dan kopi biji Rp 18.000 dan mempertimbangkan
faktor-faktor pada masalah pertama. Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa marjin penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong
merah cherry red lebih rendah dibandingkan penjualan bentuk kopi biji, ditolak.
5.3. Analisis Pengaruh Penjualan Kopi Arabika Dalam Bentuk Gelondong Merah Dan Kopi Biji Terhadap Pendapatan Petani Kopi Arabika
Pendapatan petani kopi diperoleh dari usahatani kopi saja, dimana yang mempengaruhi pendapatan petani kopi adalah besarnya penerimaan petani kopi
yang dilihat dari hasil produksi dikali dengan harga jual dikurangi biaya produksi. Dalam hal ini produksi yang dimaksud adalah produksi dalam gelondong merah
dan kopi biji telah mengalami proses pasca panen.
5.3.1 Penerimaan Usaha Tani Kopi
Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari hasil perkalian seluruh hasil produksi dengan harga jual produksi. Harga jual produksi didaerah penelitian sering kali
mengalami perubahan. Akan tetapi perubahan harga ini bukan ditentukan oleh petani. Dalam hal ini petani sampel didaerah penelitian merupakan price taker. Di
derah penelitian rata-rata petani memperoleh harga jual kopi dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
gelondong merah Rp 6.000Kg dan kopi biji Rp 18.000Kg. Penerimaan Usahatani lebih jelasnya dapat diuraikant pada tabel 14 berikut ini :
Tabel 14. Rata-rata Penerimaan Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar Dalam 1 Tahun
No Keterangan
Gelondong Merah Rp Kopi biji Rp
1 Per Petani
8.998.604,651 9.502.325,581
2 Per Hektar
16.272.120,66 17.005.593,85
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 13 dan 14
Dari Tabel 14. dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan petani kopi untuk penjualan gelondong merah per petani adalah Rp 8.998.604,651 dalam 1 tahun
atau setara dengan Rp 749.883,72 dalam 1 bulan. Sedangkan rata-rata penerimaan petani kopi untuk penjualan kopi biji per petani adalah Rp 9.502.325,581 dalam 1
tahun atau setara dengan Rp 791.860,47 dalam 1 bulan. Rata-rata penerimaan petani kopi untuk penjualan dalam bentuk gelondong merah per petani adalah
Rp 16.272.120,66 dalam 1 tahun atau setara dengan Rp 1.356.010,06 dalam 1 bulan. Sedangkan rata-rata penerimaan petani kopi untuk penjualan kopi biji per
hektar adalah Rp 17.005.593,85 dalam 1 tahun atau setara Rp 1.417.132,821 dalam 1 bulan.
5.3.2 Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, baik biaya tetap penyusutan alat, PBB maupun biaya variabel
seperti biaya pembelian sarana produksi bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Berikut ini diperlihatkan biaya rata-rata produksi usahatani kopi per petani
dan per hektar.
Universitas Sumatera Utara
Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan yang diperhitungkan disini adalah penyusutan semua aat-alat pertanian yang digunakan petani dalam mengusahakan tanaman kopinya.
Penyusutan alat-alat pertanian ini dihitung dengan menggunakan rumus straight- line method.
Biaya Saprodi
Yang termasuk dalam biaya saprodi adalah semua biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk, dan obat-obatan.
Bibit
Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit ini tergantung pada jarak tanam dan luas lahan kopi petani itu sendiri. Pada umumnya jarak tanam
yang digunakan petani sampel adalah 2 m x 3 m dengan kebutuhan bibit 1666,67 buah, ada juga yang menggunakan jarak tanam 2,5 m x 3 m dengan kebutuhan
bibit 1333,33 bibit dan 2,5 m 2,5 m dengan kebutuhan bibit sebanyak 1600 bibit. Akan tetapi ada beberapa petani yang menanam kopinya dengan jarak yang
relative lebih rapat sehingga kebutuhan akan bibit kopi semakin banyak. Semakin rapat jarak tanam tanaman kopi maka kebutuhan akan bibit akan semakin banyak.
Pupuk
Pupuk yang digunakan oleh petani kopi di daerah penelitian adalah pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk organik merupakan pupuk kandang yang dibeli dan
pupuk kompos yang biasanya dari sampah kopi kulit kopi serta daun-daun dan tanaman pelindung setelah dipangkas.
Universitas Sumatera Utara
Selain pupuk organik petani didaerah penelitian juga menggunakan pupuk kimia dalam usahataninya. Pupuk kimia yang digunakan bervariasi jumlahnya
tergantung berapa banyak pohon kopi yang dimiliki.
Obat-obatan
Obat-obat yang digunakan petani sampel didaerah penelitian berupa herbisida Gromoxone untuk membasmi gulma yang ada di kebun kopi mereka. Adapun
rata-rata kebutuhan herbisida per petani adalah 0,72 L sedangkan rata-rata penggunaan herbisida per hektar 1,05 L.
Biaya Tenaga kerja
Tenaga Kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Besarnya biaya tenaga kerja di daerah penelitian tergantung
pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Sistem pengupahan didaerah penelitian adalah sistem harian dan tergantung kepada jenis pekerjaan yang dilakukan.
Biaya PBB
Besarnya biaya PBB tergantung pada lokasi lahan. Semakin jauh lahan dari wilayah kota maka akan semakin murah biaya PBB-nya bahkan ada beberapa
lokasi lahan yang belum memiliki PBB sehingga pemiliknya tidak berkewaiban membayar PBB setiap tahunnya. Untuk Desa Tanjung Beringin biaya PBB
bervarasi mulai dari Rp 3.000 sampai Rp 20.000 setiap tahun nya per luas lahan yang dimiliki.
Untuk lebih jelasnya mengenai biaya produksi usahatani kopi per petani dan per hektar dapata diuraikan pada tabel 15 dan tabel 16 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 15. Biaya Rata-Rata Produksi Usahatani Kopi Per Petani Dalam 1 Tahun
No Jenis Biaya
Besar Biaya Rp
1 Biaya Penyusutan
371.453,4963 2
Biaya Saprodi 1.669.988,372
3 Biaya Tenaga Kerja
597.325,5814 4
Biaya PBB 6.651,16
Total 2.645.418,61
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 2,3,4,5,7,11
Dari tabel 15. dapat diketahui bahwa biaya rata-rata produksi per petani untuk usahatani kopi yang terbesar adalah biaya Rp 2.645.418,61 yaitu biaya sarana
produksi sebesar Rp 1.669.988,372 , biaya penyusutan sebesar Rp 371.453,4963, biaya tenaga kerja sebesar Rp 597.325,5814 dan biaya PBB sebesar Rp 6.651,16
per tahun. Besarnya biaya dalam usahatani Kopi Arabika yang paling dominan adalah pada
biaya saprodi. Hal tersebut dikatakan wajar karena sarana produksi berkaitan dengan penggunaan input usaha tani. Input usahatani inilah yang nantinya akan
mempengaruhi output atau produksi dari usahatani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin.
Sedangkan yang paling rendah adalah Biaya PBB. Biaya PBB ini berpengaruh terhadap besarnya pendapatan yang diperoleh petani. Tidak adanya pemerataan
dalam penentuan nilai PBB membuat terjadinya perbedaan PBB yang mencolok untuk masing-masing petani sampel di daerah penelitian.
Selain Biaya produksi usahatani Kopi Arabika Per Petani dapat diketahui usahatani Per Hektar. Untuk biaya rata-rata produksi Usahatani Kopi Per Hektar
dalam 1 tahun dapat diuraikan pada tabel 16 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 16. Biaya Rata-Rata Produksi Usahatani Kopi Per Hektar Dalam 1 Tahun
No Jenis Biaya
Besar Biaya Rp
1 Biaya Penyusutan
371.453,4963 2
Biaya Saprodi 3.655.510,59
3 Biaya Tenaga Kerja
952.402,87 4
Biaya PBB 6.651,16
Total 4.646.018,116
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 2,3,4,5,7,11
Dari tabel 16. dapat diketahui bahwa biaya rata-rata produksi per hektar untuk usahatani kopi yang terbesar adalah biaya Rp 4.646.018,116 yaitu biaya sarana
produksi sebesar Rp 3.655.510,59 , biaya penyusutan sebesar Rp 371.453,4963 , biaya tenaga kerja sebesar Rp 952.402,87 dan biaya PBB sebesar Rp 6651,16 per
tahun. Sama seperti biaya produksi per petani dalam biaya produksi per Ha terdapata pada biaya sarana produksi. Akan tetapi untuk biaya PBB tidak terjadi
perubahan karena biaya PBB masih berdasarkan sistem lama yaitu berdasarkan jauhnya lahan dari daerah perkotaan.
5.3.2 Pendapatan Usahatani Kopi