Tabel 16. Biaya Rata-Rata Produksi Usahatani Kopi Per Hektar Dalam 1 Tahun
No Jenis Biaya
Besar Biaya Rp
1 Biaya Penyusutan
371.453,4963 2
Biaya Saprodi 3.655.510,59
3 Biaya Tenaga Kerja
952.402,87 4
Biaya PBB 6.651,16
Total 4.646.018,116
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 2,3,4,5,7,11
Dari tabel 16. dapat diketahui bahwa biaya rata-rata produksi per hektar untuk usahatani kopi yang terbesar adalah biaya Rp 4.646.018,116 yaitu biaya sarana
produksi sebesar Rp 3.655.510,59 , biaya penyusutan sebesar Rp 371.453,4963 , biaya tenaga kerja sebesar Rp 952.402,87 dan biaya PBB sebesar Rp 6651,16 per
tahun. Sama seperti biaya produksi per petani dalam biaya produksi per Ha terdapata pada biaya sarana produksi. Akan tetapi untuk biaya PBB tidak terjadi
perubahan karena biaya PBB masih berdasarkan sistem lama yaitu berdasarkan jauhnya lahan dari daerah perkotaan.
5.3.2 Pendapatan Usahatani Kopi
Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan yang diperoleh petani dikurangi dengan jumlah biaya produksi selama satu tahun terakhir. Pendapatan
yang dimaksud disini adalah pendapatan yang dikhususkan untuk usahatani Kopi Arabika. Pendapatan yang diuraikan disini merupakan pendapatan yang diperoleh
petani Kopi Arabika selama satu tahun terakhir. Pendapatan yang berasal dari gelondong merah dan kopi biji yang diperoleh didaerah penelitiandapat diuraikan
pada tabel 17 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 17. Pendapatan Rata-Rata Petani Kopi Per Petani dan Per Hektar Dalam 1 Tahun
No Keterangan
Gelondong Merah Kopi biji
1 Per Petani
6.353.186,039 6.856.906,969
2 Per Hektar
12.001.868,82 12.475.333,33
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 13, 14, 15 dan 16
Dari Tabel 17. dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata petani kopi untuk penjualan gelondong merah per petani adalah Rp 6.353.186,039 dalam 1 tahun
atau setara dengan Rp 529.432,17 dalam 1 bulan. Sedangkan pendapatan rata-rata petani kopi untuk penjualan kopi biji per petani adalah Rp 6.856.906,969 dalam 1
tahun atau setara dengan Rp 571.408,91 dalam 1 bulan. Pendapatan rata-rata petani kopi per hektar untuk penjualan dalam bentuk
gelondong merah per petani adalah Rp 12.001.868,82 dalam 1 tahun atau setara dengan Rp 1.000.155,735 dalam 1 bulan. Sedangkan pendapatan rata-rata petani
kopi untuk penjualan kopi biji per hektar adalah Rp 12.475.333,33 dalam 1 tahun atau setara dengan Rp 1.039.611,11 dalam 1 bulan.
Pendapatan petani dari Kopi Arabika jika disesuaikan setiap bulannya dapat dikatakan tergolong pendapatan yang rendah. Maka dari itu sebagian besar petani
memiliki usahatani sampingan yang beriringan dengan usahatani Kopi Arabika. Selain itu dalam satu tahun sebaran panen Kopi Arabika terjadi pada bulan
September-Desember untuk panen raya dan panen khusus pada Maret-Mei. Untuk mengetahui pengaruh penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong
merah dianalisis dengan uji-t berpasangan paired t-test. Hasil analisis pengujian ini dapat dilihat pada tabel 18 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 18. Hasil Pengujian Uji Beda 18
a
. Paired Samples Statistics
Mean N
Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Jual Merah 6.3532E6 43 3.51884E6
5.36617E5 Jual Biji
6.8569E6 43 4.10016E6
6.25268E5
Dari tabel 18
a
. Paired Samples Statistics menunjukkan pendapatan rata-rata dari penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah dan kopi biji. Pada saat
menjual dalam bentuk merah pendapatan rata-rata dari penjualannya dari 43 sampel adalah sebanyak Rp 6.353.200, sementara saat menjual dalam bentuk kopi
biji pendapatan rata-rata dari penjualannya dari 43 sampel adalah sebesar Rp 6.856.900.
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa pendapatan rata-rata dalam penjualan bentuk gelondong merah dan kopi biji adalah berbeda. Akan tetapi perbedaannya
tidak terlalu mencolok. Hal tersebut dikarenakan ketika pedagang mengambil panen petani, penentuan harga gelondong merah dan harga kopi biji ditentukan
kondisi harga kopi biji. Dalam jumlah produksi gelondong merah jika dilakukan perlakuan pasca panen maka akan mengalami pengurangan jumlah satuan berat.
Artinya jumlah kopi biji merupakan sepertiga jumlah produksi gelondong merah. Maka harga yang diberikan pedagangpun sepertiga dari harga kopi biji untuk
gelondong merah. Kemudian untuk mengetahui hubungan antara penjualan dalam bentuk gelondong
merah dan dalam bentuk kopi biji, dapat dilihat pada hasil pengujian Paired Samples Correlations berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
18
b
. Paired Samples Correlations
N Correlation
Sig. Pair 1 Jual Merah Jual
Biji 43
.980 .000
Dari tabel 18
b
. Paired samples Correlatian Hasil uji menunjukkan bahwa korelasi antara dua variabel adalah sebesar 0.980 dengan sig sebesar 0.000. Hal ini
menunjukkan bahwa korelasi antara dua pendapatan rata-rata dari penjualan dalam bentuk gelondong merah dan dalam bentuk kopi biji adalah kuat dan
signifikan. Masing-masing jual dalam bentuk gelondong merah dan dalam bentuk kopi biji
saling berhubungan satu sama lain. Dapat dikatakan penjualan dalam bentuk gelondong merah merupakan alternatif bentuk baru penjualan Kopi Arabika yang
dapat dilakukan petani. Petani dapat memilih menjual Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah atau Kopi Biji karena sebelumnya petani hanya terpatok pada
satu penjualan bentuk Kopi arabika yaitu dalam bentuk Kopi Biji. Setelah dilakukan uji beda berpasangan untuk setiap pendapatan yang diperoleh
dari penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah dan kopi biji, dapat dilakukan uji terhadap hipotesis 3 dari identifikasi masalah 3. Hasil uji
hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut ini :
18
c
. Hasil Uji Hipotesis
Pair1 Jual Merah-Jual Biji
Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
-5.03721E5 9.50952E5
1.45019E5
Universitas Sumatera Utara
95 Confidence Interval of the Difference T
Df Sig. 2-
tailed Lower
Upper
-7.96381E5 -2.11061E5
-3.473
42 .001
Nilai t hitung adalah sebesar -3.473 dengan signifikansi 0.001. Karena signifikasi 0.001 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa H
1
diterima, artinya pendapatan rata- rata dari penjualan adalah berbeda. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
penjualan dalam bentuk gelondong merah mempengaruhi jumlah pendapatan petani di daerah penelitian. Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan
bahwa hipotesis 3 yang menyatakan bahwa Pendapatan petani yang bersumber dari penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah lebih kecil daripada
menjual dalam bentuk kopi biji, diterima. Dari data diatas maka dapat dikatakan bahwa usahatani kopi didaerah penelitian
menguntungkan, karena penerimaan petani lebih besar daripada biaya yang mereka keluarkan untuk berusahatani. Kesimpulan yang sama juga dihasilkan
oleh Penelitian Bangun 2010 yang menunjukkan bahwa usahatani Kopi Arabika memberikan keuntungan bagi petani yang mengusahakannya, dimana penerimaan
yang diterima petani lebih besar daripada biaya yang mereka keluarkan dalam berusahatani kopi.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN