BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
BlackBerry atau sering disingkat BB adalah sebuah smartphone buatan Research In Motion RIM, yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1997
oleh perusahaan Kanada yang memiliki kemampuan layanan push e-mail, telepon, sms Short Message Servive, menjelajah internet, serta menyediakan software
Messenger built-in. Layanan-layanan ini memungkinkan pengguna BlackBerry bisa mengakses internet sepuasnya dengan tarif yang lebih murah sehingga lebih
irit. Dengan demikian memungkinkan penggunanya bisa menggunakan layanan BlackBerry sepuasnya Aprianto, 2009.
BlackBerry merupakan perangkat yang sama dengan handphone lain, bisa menjalankan fungsi dasar untuk telepon dan sms, yang membedakannya hanyalah
Operating system pada BlackBerry yang merupakan Operating System OS berbasis Java buatan RIM vendor BlackBerry dengan koneksi GPRS, EDGE,
dan 3G. Selain itu, jika pada handphone lain untuk membuka e-mail ke inbox harus dilakukan secara manual atau harus menginstal aplikasi tertentu, namun
dengan BlackBerry, e-mail muncul secara otomatis, seperti pengiriman SMS, e- mail di BlackBerry akan muncul beberapa saat setelah dikirimkan Risal, 2009.
Perbedaan lainnya yang merupakan keunggulan BlackBerry terdapat dalam kemampuan memperkecil ukuran e-mail yang masuk ke inbox,
perbandingan dengan e-mail handphone biasa adalah 1:100, jadi e-mail yang
Universitas Sumatera Utara
dikirim dengan ukuran 1000Kb dapat dibaca di BlackBerry dalam ukuran 10Kb. Selain itu kapasitas e-mail dalam BlackBerry bisa mencapai lebih dari 1000 e-
mail tergantung kapasitas memori Risal, 2009. Keunggulan-keunggulan BlackBerry ini membuat para pengguna
BlackBerry semakin meningkat dari tahun ketahun dan ada beberapa penelitian mengungkapkan bahwa para pengguna BlackBerry banyak yang sudah
kecanduan. Dimana, banyak di antara mereka merasa seperti kehilangan anggota tubuh ketika BlackBerrynya tertinggal di rumah. Hal ini sesuai dengan wawancara
awal dengan seorang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ketika dia tidak membawa BlackBerrynya :
“Bb aku ketinggalan, rasanya macem hampa gitu…, ada separuh jiwaku yang pergi, ya kek gitu lah rasanya. Rasanya pengen pulang lah ngambil
bb aku” Komunikasi personal, C, 20 Mei, 2011 Serta wawancara yang dilakukan dengan beberapa mahasiswa Fakultas
Psikologi USU yang belum mengaktifkan BlackBerry service-nya : “Abis pulsa bb ini, gak enak, gak bisa bbm-an, twitteran karna uda biasa.
Siapa ya yang jual pulsa, beli dulu lah nanti, biar bisa diaktifin. Gak enak kali soalnya kalo da biasa bbman trus gak ada pulsa gini, macem gak tau
mau ngelakuin apa, gak berguna kurasa bb ini kalo gak diaktifkan bbmnya, sama aja kayak handphone biasa” Komunikasi personal, N, 24
Mei 2011
“Lagi abis paket bb nya, jadi gak aktif bbm aku. Gak enak kali lah biasanya bisa langsung hubungin pake bbm aja gak capek-capek. Tadi
bangun pagi-pagi lupa kalo udah abis ni paketnya, mau pake sms juga gak enak rasanya, enakan pake bbm” Komunikasi personal, S, 28 Mei 2011
“Lagi gak ada duit buat ambil paket bb nya, jadi gak aktif bbmnya. Perbulan bisa smpe 100 ribu. Makanya mau cari yang lumayan murahlah
tapi ambil paket yang khusus bisa chat bbm tapi gak bisa browsing juga gapapa sih, yang penting bisa bbm-an. Paket yang kayak gitu kan lebih
murah tuh daripada pake yang bisa browsing” Komunikasi personal, H, 30 Mei 2011
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa para pengguna BlackBerry saat ini sudah tidak bisa jauh atau melepaskan diri dari
layanan BlackBerry, dimana mereka menyatakan bahwa ada perasaan tidak enak saat BlackBerry mereka tidak aktif ataupun saat mereka harus menggunakan sms
yang biasanya mereka menggunakanBBM. Dan mereka juga kesal saat mereka lupa mengaktifkan layanan BlackBerry dan mereka juga akan mencari cara agar
layanan BlackBerry mereka terus aktif. Selain itu ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Maryland
yang melibatkan 1000 pelajar di seluruh dunia, termasuk Inggris. Dalam penelitian ini para pelajar diberikan pertanyaan dan diminta untuk tidak
mengakses telepon genggam selama 24 jam dengan pengawasan dari pihak peneliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi merupakan pusat
kehidupan bagi para pelajar tersebut yang dibuktikan dengan 50 responden dalam penelitian ini tidak dapat menahan diri tanpa mengakses telepon genggam
dalam waktu 24 jam. Seperti yang diutarakan oleh salah satu partisipan dalam penelitian tersebut, Rayen Blondino yang mengaku ia merasa cacat. Hanya saja
bukan cacat fisik, tetapi cacat karena tidak menggunakan telepon genggamnya. Dia juga merasa telepon genggamnya terus menerus bergetar dan merasa masih
menerima pesan walaupun ia tidak membawa telepon genggamnya. Salah seorang partisipan lain secara terang-terangan mengakui dirinya kecanduan dan merasa
ada sesuatu yang hilang. Gejala-gejala yang dialami kedua partisipan ini juga terlihat pada kebanyakan partisipan lainnya Tempointeraktif, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Journal Personal and Ubiquitous Computing yang merilis penelitian tentang kebiasaan secara kompulsif memeriksa handphone, hal tersebut
sangat umum. Secara berulang-ulang seseorang bisa mengecek handphonenya paling tidak selama 30 detik dalam rentang waktu kurang dari 10 menit.
Seseorang yang terkena gejala ini bisa bolak-balik memeriksa handphonenya sedikitnya 34 kali dalam sehari. Kebiasaan ini terjadi di bawah sadar yang dapat
dijelaskan dalam dua tahapan. Pertama, seseorang menyukai perasaan ketika menerima e-mail, twitter, atau informasi baru. Orang selalu menyukai hal baru
yang mereka terima pada smartphonenya dan tanpa sadar selalu mengharapkan kehadiran notifikasi baru, secara tidak sadar otak senang dengan hal tersebut.
Kedua, memeriksa handphone menjadi hal yang otomatis bahkan tanpa perlu dipikirkan. Penelitian ini juga mengungkapkan ketika seseorang menghentikan
kegiatan penting hanya untuk memeriksa BlackBerry, mean orang tersebut akan menjadi sulit untuk kembali ke tugas sebelumnya dengan mood dan konsentrasi
yang sama Kwanghyo, 2011. Cooper 2000 berpendapat bahwa kecanduan merupakan perilaku
ketergantungan pada suatu hal yang disenangi. Individu biasanya secara otomatis akan melakukan apa yang disenangi pada kesempatan yang ada. Individu
dikatakan kecanduan apabila dalam satu hari melakukan kegiatan yang sama sebanyak lima kali atau lebih. Kecanduan merupakan kondisi terikat pada
kebiasaan yang sangat kuat dan tidak mampu lepas dari keadaan itu, individu kurang mampu mengontrol dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan tertentu
Universitas Sumatera Utara
yang disenangi. Seseorang yang kecanduan merasa terhukum apabila tak memenuhi hasrat kebiasaannya.
Griffiths Essau, 2008 menyatakan bahwa kecanduan merupakan aspek perilaku kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Dan seorang
pencandu tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya. Umumnya, pencandu asik sehingga lupa waktu, sekolah, pekerjaan, lingkungan
sekitarnya, hingga kewajiban lain. Hasil penelitian Leung dalam Yuwanto, 2010 dengan subjek penelitian sebanyak 200 remaja yang berusia 17-18 tahun,
didapatkan bahwa ada 4 gejala kecanduan telepon genggam antara lain inability to kontrol craving ketidakmampuan mengontrol keinginan menggunakan telepon
genggam, anxiety and feeling lost kecemasan dan merasa kehilangan bila tidak menggunakan telepon genggam, withdrawal and escape menarik dan melarikan
diri, artinya telepon genggam digunakan sebagai sarana untuk mengalihkan diri saat mengalami kesepian atau masalah, dan productivity loss kehilangan
produktivitas. Yuwanto 2010 mengungkapkan beberapa faktor penyebab kecanduan
telepon genggam yang dikelompokkan menjadi 4, yaitu faktor internal, faktor situasional, faktor sosial, dan faktor eksternal. Faktor yang pertama, yaitu faktor
internal terdiri atas faktor-faktor yang menggambarkan karakteristik individu. Tingkat sensation seeking yang tinggi individu yang memiliki tingkat sensation
seeking yang tinggi cenderung lebih mudah mengalami kebosanan dalam aktivitas yang sifatnya rutin, self-esteem yang rendah, kepribadian ekstraversi yang tinggi,
kontrol diri yang rendah, kebiasaan menggunakan telepon genggam yang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
expectancy effect yang tinggi, dan kesenangan pribadi yang tinggi dapat menjadi prediksi kerentanan individu mengalami kecanduan telepon genggam. Faktor
yang kedua, yaitu faktor situasional yang terdiri atas faktor-faktor penyebab yang mengarah pada penggunaan telepon genggam sebagai sarana membuat individu
merasa nyaman secara psikologis ketika menghadapi situasi yang tidak nyaman, seperti pada saat stres, mengalami kesedihan, merasa kesepian, mengalami
kecemasan, mengalami kejenuhan belajar, dan leisure boredom tidak adanya kegiatan saat waktu luang dapat menjadi penyebab kecanduan telepon genggam.
Faktor yang ketiga, yaitu faktor sosial terdiri atas faktor penyebab kecanduan telepon genggam sebagai sarana berinteraksi dan menjaga kontak dengan orang
lain. Faktor ini terdiri atas mandatory behavior dan connected presence yang tinggi. Mandatory behavior mengarah pada perilaku yang harus dilakukan untuk
memuaskan kebutuhan berinteraksi yang distimulasi atau didorong dari orang lain. Connected presence lebih didasarkan pada perilaku berinteraksi dengan
orang lain yang berasal dari dalam diri. Faktor yang keempat, yaitu faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu. Faktor ini terkait dengan tingginya
paparan media tentang telepon genggam dan berbagai fasilitasnya. Sedangkan menurut Mark, Murray, Evans, Willig 2004 ada beberapa
penyebab kecanduan seperti, pertama, adanya keinginan yang kuat untuk selalu terlibat dalam perilaku tertentu terutama ketika kesempatan untuk perilaku
tertentu tidak dapat dilakukan. Kedua, adanya kegagalan dalam melakukan kontrol terhadap perilaku, individu merasakan ketidaknyamanan dan stress ketika
perilaku ditunda atau dihentikan. Ketiga, terjadinya perilaku terus menerus
Universitas Sumatera Utara
walaupun telah ada fakta yang jelas bahwa perilaku mengarah kepada permasalahan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, salah satu penyebab kecanduan adalah faktor internal dimana salah satunya adalah kurangnya kontrol diri. Maka
dari itu, kontrol diri seperti yang telah dikemukakan Yuwanto 2011 merupakan salah satu prediktor dari kecanduan. Calhoun dan Acocella 1990 mendefinisikan
bahwa kontrol diri self kontrol sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang dengan kata lain serangkaian proses yang
membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan Merbaum Dalam Lazarus, 1976 mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun,
membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif.
Menurut Zulkarnain 2002, kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian tingkah laku mengandung
makna yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin intens pengendalian tingkah laku,
semakin tinggi pula kontrol diri seseorang. Sedangkan manfaat kontrol diri menurut Roberts dan Hogan 2002 adalah dapat mencegah kearah aktivitas yang
negatif dan dapat membimbing serta mengarahkan ke aktivitas yang positif baik dari segi fisiologis, psikologis maupun perilaku.
Berdasarkan paparan diatas, peneliti ingin mengetahui apakah kontrol diri merupakan prediktor kecanduan menggunakan BlackBerry service.
Universitas Sumatera Utara
B. RUMUSAN MASALAH