Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Kecanduan Internet Pada Remaja Pengguna Facebook

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN

INTERNET PADA REMAJA PENGGUNA FACEBOOK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

SASHA DWI HARUMI 061301122

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kematangan Karir pada Mahasiswa Bekerja

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Mei 2011 SASHA DWI HARUMI NIM: 061301122


(3)

Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kematangan Karir pada Mahasiswa Bekerja

Sasha Dwi Harumi dan Rahma Yurliani

ABSTRAK

Mahasiswa bekerja memiliki kematangan karir dan tanggung jawab yang tinggi (Singg, 2005). Kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir tertentu (Super dalam Winkel & Hastuti, 2006). Tanggung jawab merupakan salah satu dimendi dari kecerdasan adversitas. Kecerdasan adversitas merupakan kecerdasan dalam menghadapi kesulitan dan kemampuan individu untuk bertahan dalam berbagai kesulitan hidup serta tantangan yang dihadapi (Stoltz, 2000).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 80 orang mahasiswa bekerja berusia 18-21 tahun. Alat ukur pada penelitian ini adalah skala kecerdasan adversitas dan skala kematangan karir. Skala kecerdasan adversitas disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Stoltz (2000), yaitu control, origin dan ownership, reach, serta endurance. Skala kematangan karir disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Super (dalam Watkins & Campbell, 2000), yaitu career planning, career exploration, career decision making dan world of work infoermation.


(4)

dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja.


(5)

Relationship between adversity quotient with career maturity in college students worker Sasha Dwi Harumi and Rahma Yurliani

ABSTRACT

College students tend to display high career maturity and responsibility (Singg, 2005). Career maturity is the individual successes to finish career developmental task of career development levels (Super dalam Winkel & Hastuti, 2006). Responsibility is one of adversity quotient’s dimentions. Adversity quotient is individual ability to handle difficult situations and to stay in anything life situation also challenges that have to face (Stoltz, 2000).

This study aims to determine the relationship between adversity quotient with career maturity in college students worker. Sampling was conducted with a purposive sampling technique with subject number as many as 80 people were college students aged 18-21 years. Measuring instrument in this study is adversity quotient scale and career maturity scale. Adversity quotient scale have been prepared on the dimention presented by Stoltz (2000) control, origin and ownership, reach, also endurance. Career maturity scale have been prepared on the dimention puts forward by Super (in Watkins & Campbell, 2000), namely career planning, career exploration, career decision making and world of work information.

Analysis result of research data using the Pearson Product Moment showed that correlation coefficients showed r = 0,579 with significance level p <0.05 (p = 0.000), so it can be concluded that there is a relationship between adversity quotient with career maturity in college students worker.


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kematangan Karir pada Mahasiswa Bekerja”, guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Berbagai proses telah penulis alami selama ini. Perlu banyak usaha, kerja keras dan kemauan yang tinggi dalam setiap prosesnya. Bagi penulis penyelesaian penelitian ini merupakan titik awal untuk mencapai mimpi-mimpi lainnya. Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Terutama sekali penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua penulis Syahrial Tapa dan Nurasiah yang telah memberikan banyak perhatian, dukungan baik secara moril dan materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada saudara penulis, Sean Zee Nusa, atas segala dukungan dan juga semangat yang diberikan. Penelitian ini juga tidak akan selesai tanpa bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati selaku dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Rahma Yurliani, M. Psi, psikolog selaku dosen pembimbing. Terima kasih ya kak, atas kesediannya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, juga atas segala bimbingan, bantuan, kritik dan saran-saran yang membangun sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga atas segala kesabaran kakak dalam membimbing penulis selama proses pengerjaan penelitian ini.


(7)

3. Bapak dan ibu dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan banyak saran dan masukan yang sangat berarti bagi penulis demi kesempurnaan penelitian ini.

4. Buat para responden yang telah rela meluangkan waktu dan bersedia untuk membantu penelitian.

5. Sahabat-sahabat yang dimulai dari masa perkuliahan sampai saat ini, Andini Mirandita, Zalia Gustiana, Mirna Rahma Rani, Rifka Sari, dan Vivi Sagita. Terima kasih atas segala dukungan yang kalian berikan selama ini, juga kebersamaan baik di saat senang maupun sedih. Semoga kita diberikan kemudahan dan kelancaran oleh Allah untuk ke depannya, Amin.

6. Teman-teman seperjuangan di departemen perkembangan Dini, Sari, Eky, Indah, Irma, Helva, Devi, Ella, Yanda, Tanti, Wina. Tidak lupa pula dengan teman-teman seperjuangan angakatan 2006 lainnya Dea, Kiki, Ayu Wardani, Fitri Andriani, Feny, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat ditulis satu persatu. Terima kasih atas segala kebersamaan yang diberikan. Semoga kita menjadi orang yang sukses yah!

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya, kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Mei 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul dalam ……… i

Lembar pernyataan ………ii

Abstrak ………..iii

Katapengantar ...v

Daftar isi ...vi

Daftar tabel ... vii

Daftar lampiran ...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

1. Manfaat teoritis ... 7

2. Manfaat praktis... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir ... 11


(9)

3. Tahap perkembangan karir………14

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir……….. 15

B. Kecerdasan adversitas ...15

1. Definisi kecerdasan adversitas ... 15

2. Dimensi kecerdasan adversitas ... 17

3. Tipe-tipe individu ………... 18

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan adversitas ………... 19

5. Karakteristik kecerdasan adversitas ... 21

C. Mahasiswa bekerja ... 22

1. Definisi mahasiswa bekerja ... 22

2. Alasan mahasiswa bekerja ... 24

D. Hubungan kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja ... 32

E. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi variabel penelitian ... 36

B. Definisi operasional ... 36

1. Kematangan karir... 36

2. Kecerdasan adversitas ... 37

C. Populasi, sampel, dan metode pengambilan sampel ... 39

1. Populasi dan sampel ... 39


(10)

D. Metode pengumpulan data ... 40

1. Skala kematangan karir ……... 42

2. Skala kecerdasan adversitas ………... 43

E. Validitas, uji daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur ... 44

1. Validitas alat ukur ... 45

2. Uji daya beda aitem ... 45

3. Reliabilitas alat ukur ... 46

F. Hasil uji coba alat ukur ... 47

1. Skala kematangan karir……... 47

2. Skala kecerdasan adversitas ………... 49

G. Prosedur penelitian ... 52

1. Tahap persiapan penelitian ... 52

2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 53

3. Tahap pengolahan data... 53

H. Metode analisa data ... 53

1. Uji normalitas ………... 54

2. Uji linieritas ... 54

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran subjek penelitian ... 55

1. Berdasarkan jenis kelamin ... 55

2. Berdasarkan usia ………55


(11)

2. Berdasarkan fakultas ………….…... 56

B. Uji asumsi penelitian ... 57

1. Uji normalitas sebaran ... 57

2. Uji linieritas ... 59

C. Hasil analisa data ... 59

1. Korelasi ... 59

2. Kategorisasi data …... 60

D. Hasil Tambahan ... 65

E. Pembahasan ……….. 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 72

1. Saran metodologis ... 72

2. Saran praktis ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN 1. Skala try out kecerdasan adversitas……… 76

2. Skala try out kematangan karir……….. 76

3. Hasil uji reliabilitas skala kecerdasan adversitas……… 76

4. Hasil uji reliabilitas skala kecerdasan adversitas……… 76

5. Skala penelitian kecerdasan adversitas………...76


(12)

7. Data mentah penelitian kecerdasan adversitas……….. 76

8. Data mentah penelitian kematangan karir………... 76

9. Hasil uji normalitas pada nilai kecerdasan adversitas………76

10. Hasil uji normalitas pada nilai kematangan karir……….76

11. Hasil linearitas hubungan kecerdasan adversitas dengan kematangan karir………...……76

12. Hasil uji korelasi dengan menggunakan korelasi pearson product moment………76

DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar penilaian skala... 42

Tabel 2. Blue print Skala kematangan karir ………... 44

Tabel 3. Blue print skala kecerdasan adversitas... 48

Tabel 4. Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala kematangan karir... 49

Tabel 5. Distribusi aitem-aitem skala kematangan karir ………...………. 49

Tabel 6. Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala kecerdasan adversitas... 50

Tabel 7. Distribusi aitem-aitem skala kecerdasan adversitas ... 51

Tabel 8. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin... 55

Tabel 9. Gambaran subjek berdasarkan usia ... 56

Tabel 10. Gambaran subjek berdasarkan waktu bekerja…………... 57


(13)

Tabel 12. Hasil uji normalitas... 59 Tabel 13. Korelasi antara kecerdasan adversitas

dengan kematangan karir... 61 Tabel 14. Deskripsi nilai empiric dan

hipotetik kecerdasan adversitas... 62 Tabel 15. Kategorisasi kecerdasan adversitas………62 Tabel 16. Kategorisasi data kecerdasan adversitas... 63 Tabel 17. Deskripsi nilai empiric dan

hipotetik kematangan karir………... 64 Tabel 18. Kategorisasi kematangan karir……….64 Tabel 19. Kategorisasi data kematangan karir……….65 Tabel 20. Matriks kategorisasi variabel

kecerdasan dengan kematangan karir... ...65 Tabel 21. Kecerdasan adversitas ditinjau dari jenis kelamin…... 66 Tabel 22. Kematangan karir ditinjau dari jenis kelamin…………. 67 Tabel 23. Kematangan karir ditinjau dari usia ………67 Tabel 24. Kategorisasi nilai kecerdasan

adversitas subjek berdasarkan dimensi………67 Tabel 25. Kategorisasi nilai kematangan karir


(14)

Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kematangan Karir pada Mahasiswa Bekerja

Sasha Dwi Harumi dan Rahma Yurliani

ABSTRAK

Mahasiswa bekerja memiliki kematangan karir dan tanggung jawab yang tinggi (Singg, 2005). Kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir tertentu (Super dalam Winkel & Hastuti, 2006). Tanggung jawab merupakan salah satu dimendi dari kecerdasan adversitas. Kecerdasan adversitas merupakan kecerdasan dalam menghadapi kesulitan dan kemampuan individu untuk bertahan dalam berbagai kesulitan hidup serta tantangan yang dihadapi (Stoltz, 2000).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 80 orang mahasiswa bekerja berusia 18-21 tahun. Alat ukur pada penelitian ini adalah skala kecerdasan adversitas dan skala kematangan karir. Skala kecerdasan adversitas disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Stoltz (2000), yaitu control, origin dan ownership, reach, serta endurance. Skala kematangan karir disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Super (dalam Watkins & Campbell, 2000), yaitu career planning, career exploration, career decision making dan world of work infoermation.


(15)

dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja.


(16)

Relationship between adversity quotient with career maturity in college students worker Sasha Dwi Harumi and Rahma Yurliani

ABSTRACT

College students tend to display high career maturity and responsibility (Singg, 2005). Career maturity is the individual successes to finish career developmental task of career development levels (Super dalam Winkel & Hastuti, 2006). Responsibility is one of adversity quotient’s dimentions. Adversity quotient is individual ability to handle difficult situations and to stay in anything life situation also challenges that have to face (Stoltz, 2000).

This study aims to determine the relationship between adversity quotient with career maturity in college students worker. Sampling was conducted with a purposive sampling technique with subject number as many as 80 people were college students aged 18-21 years. Measuring instrument in this study is adversity quotient scale and career maturity scale. Adversity quotient scale have been prepared on the dimention presented by Stoltz (2000) control, origin and ownership, reach, also endurance. Career maturity scale have been prepared on the dimention puts forward by Super (in Watkins & Campbell, 2000), namely career planning, career exploration, career decision making and world of work information.

Analysis result of research data using the Pearson Product Moment showed that correlation coefficients showed r = 0,579 with significance level p <0.05 (p = 0.000), so it can be concluded that there is a relationship between adversity quotient with career maturity in college students worker.


(17)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Fenomena kuliah sambil kerja banyak dijumpai di berbagai negara. Hal ini terjadi baik di negara berkembang maupun di negara maju yang telah mapan secara ekonomi. Di Indonesia, kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa mencari solusi dari masalah keuangan yang dihadapi dengan bekerja. Sebagian mahasiswa mempunyai masalah dengan biaya kuliah sehingga berusaha meringankan beban orangtua dengan bekerja. Namun, sebagian mahasiswa lain bekerja dengan alasan kemandirian. Menurut pengamat pendidikan, Utomo Dananjaya, kuliah sambil kerja merupakan upaya membuka gerbang dunia kerja karena akan mematangkan pola pikir individu untuk menghadapi dunia kerja, dapat menumbuhkan jiwa kemandirian, dan menghubungkan antara teori yang didapat di kampus dengan kenyataan yang ada di dunia kerja (Jajang, 2008).

Menurut Rice (2008) tugas mahasiswa adalah menuntut ilmu setinggi-tingginya di perguruan tinggi. Hal ini bertujuan guna mempersiapkan diri untuk memiliki karir yang mempunyai konsekuensi ekonomi dan finansial. Salah satu bentuk persiapan karir yang dapat dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan bekerja sambilan.

Kuliah sambil bekerja bukanlah hal baru dikalangan mahasiswa. Fenomena mengenai mahasiswa yang kuliah sambil bekerja juga ditemukan di Universitas Sumatera Utara (USU). Berdasarkan data statistik USU tahun 2009, jumlah mahasiswa USU yang terdaftar mencapai lebih dari 33.000 orang dan tidak menutup kemungkinan terdapat mahasiswa USU yang kuliah sambil bekerja. Beragam alasan melatarbelakangi mahasiswa kuliah sambil bekerja, mulai dari masalah ekonomi, keinginan untuk membantu orangtua dalam membiayai kuliah, keinginan


(18)

untuk hidup mandiri, mencari pengalaman sampai hanya karena ingin mengisi waktu luang (Yenni, 2007). Hal ini sesuai dengan pendapat mahasiswa (dalam Media Indonesia) yang menyatakan bahwa alasannya menjalani kuliah sambil kerja adalah untuk mengisi waktu luang, mendapatkan uang saku untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memperoleh ilmu.

Kuliah sambil bekerja banyak memberi dampak bagi mahasiswa baik positif maupun negatif. Dampak positif yang diperoleh oleh mahasiswa yang kuliah sambil bekerja adalah dapat menyalurkan hobi, memiliki pengalaman di luar kelas, memperoleh keterampilan, pengetahuan tentang berbagai macam pekerjaan, dan bertanggung jawab. Selain itu, juga dapat melatih kemandirian dan memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan kuliah (Watanabe, 2005). Hal ini sesuai dengan penuturan dari mahasiswa M (20 tahun) tentang sisi positif dari kuliah sambil bekerja:

“Pekerjaan yang aku jalanin sekarang ini ya memang hobi aku, kak. Lagian bisa nambah wawasan, bisa dapat duit lebih, jadi pande ngatur keuangan buat ditabung, nambah pengalaman, punya temen baru, tau lingkungan baru, pokoknya banyak deh”

M (Komunikasi personal, 15 Januari 2011)

Watanabe (2005) juga menyatakan bahwa terdapat dampak negatif yang harus diwaspadai oleh mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Dampak-dampak tersebut adalah kesulitan membagi waktu dan konsentrasi saat kuliah dan bekerja, kelelahan, penurunan prestasi akademik, mengalami keterlambatan kelulusan, dan akibat yang paling parah adalah dikeluarkan dari universitas karena lebih mementingkan pekerjaan dari pada kuliah. Berikut penuturan dari mahasiswa W (21 tahun) tentang masalah yang dihadapi saat kuliah sambil kerja:

“Gak enaknya kuliah sambil kerja tu ya pastinya pikiran terbagi antara kerjaan ma tugas kuliah. Apalagi kerja kadang udah capek kali terus mau buat tugas, belum lagi kalo pas musim ujian,


(19)

kadang keteteran kalo gak bisa ngontrol, dan ternyata dunia kerja juga tak seindah dunia kuliah. Apalagi pas kantor nuntut jam kerja kita disaat harus kuliah juga. Kadang aku gak masuk kuliah gara-gara kerja karena tanggung jawab sebagai karyawan lebih penting karena aku digaji. Waktu untuk istirahat apalagi buat main-main berkurang”

W(Komunikasi personal, 20 Januari 2011)

Penelitian yang dilakukan oleh O’Neil (dalam Newman & Newman, 2006) menemukan bahwa mahasiswa dipengaruhi oleh kemampuan, kebutuhan berprestasi, sikap dan pengalaman pribadi yang dimiliki dalam memilih karir. Hal ini menunjukkan bahwa ketika individu memiliki kemampuan di bidang tertentu dan kemudian memperoleh pengalaman maka individu cenderung akan memilih bidang tersebut sebagai pekerjaan yang akan dijalaninya nanti.

Pekerjaan mencerminkan kepribadian, hobi dan gaya hidup. Menemukan pekerjaan yang tepat dapat membawa pada kepuasan seumur hidup. Sebaliknya, jika tidak menemukan pekerjaan yang tepat dapat mengakibatkan harga diri, efikasi diri dan kepuasan hidup yang rendah bahkan depresi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mueller (dalam Kosine & Lewis, 2008) menyatakan bahwa individu yang menemukan kepuasan pada pekerjaannya menunjukkan tingkat komitmen, kompetensi, produktivitas dan penyesuaian diri yang tinggi.

Pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh mahasiswa antara lain bekerja sebagai pengajar les privat, SPG (Sales Promotion Girl), penyiar radio, penerjemah, penulis, wirausaha, reporter freelance, pramuniaga, penjaga warnet dan rental, dan tenaga administrasi (Tirta, 2005). Mahasiswa yang bekerja diharapkan memiliki kemampuan tertentu seperti penguasaan ilmu dasar yang akan diajarkan dan kemampuan berkomunikasi dengan siswa pada pengajar les privat, kemampuan berbicara dan memiliki wawasan yang luas di bidang musik pada penyiar


(20)

radio, kemampuan berkomunikasi dan penampilan yang menarik pada SPG, kemampuan dan bakat menulis pada penulis, ahli di bidang bahasa pada penterjemah, memiliki daya kreativitas yang tinggi pada wirausaha, ketekunan dan keuletan pada pramuniaga, kemampuan di bidang jurnalistik dan memiliki banyak jaringan kerja pada reporter freelance, serta menguasai komputer dengan baik pada penjaga warnet dan rental.

Super (dalam Kosine dan Lewis, 2008) menyatakan bahwa perkembangan karir adalah proses bukan tujuan. Perkembangan karir tidak berhenti pada masa muda tetapi terus berlanjut sepanjang kehidupan yang banyak dipengaruhi oleh pengalaman, kebutuhan, dan kemampuan individu.

Berdasarkan teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super (dalam Savickas, 2002), mahasiswa berada pada tahap exploration. Pada tahap ini, individu banyak melakukan pencarian tentang karir apa yang sesuai dengan dirinya, merencanakan masa depan dengan menggunakan informasi dari diri sendiri dan dari pekerjan. Individu dapat mengenali diri sendiri melalui minat, kemampuan, dan nilai. Individu mengembangkan pemahaman diri, mengidentifikasi pilihan pekerjaan yang sesuai, dan menentukan tujuan masa depan yang sementara namun dapat diandalkan. Individu juga akan menentukan pilihan melalui kemampuan yang dimiliki untuk membuat keputusan dengan memilih di antara alternatif pekerjaan yang sesuai.

Tahap exploration memiliki tiga sub tahap, yaitu sub tahap tentative, transition dan trial. Sub tahap yang dijalani oleh mahasiswa adalah transition (usia 18-21 tahun). Tugas individu yang berada pada sub tahap ini adalah mengembangkan pemahaman yang nyata tentang bakat dan kemampuan yang dimiliki, mempersiapkan diri dan memilih pekerjaan. Pada sub tahap ini


(21)

juga individu mencoba bekerja secara formal melalui bekerja sambilan (Super dalam Savickas, 2002).

Hasil penelitian Singg (2005) menyatakan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja memiliki kematangan karir dan tanggung jawab yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Crites (dalam Taganing, 2007) yang menyatakan bahwa untuk dapat memilih dan merencanakan karir yang tepat, dibutuhkan kematangan karir yaitu pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih pekerjaan, dan kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan.

Super (dalam Winkel & Hastuti, 2006) menyatakan bahwa kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir tertentu. Indikasi yang relevan dengan kematangan karir adalah kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan pekerjaan atau memantapkan diri dalam suatu pekerjaan.

Individu dengan tingkat kematangan karir yang tinggi akan memperoleh karir yang sukses dan memuaskan. Individu akan menunjukkan kesadaran yang lebih pada proses pengambilan keputusan karir, berpikir tentang alternatif pekerjaan lain, dan menghubungkan perilaku saat ini dengan tujuan masa depan. Individu juga memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi dalam membuat keputusan karir, menjalankan pilihan karir, dan kemauan untuk mengakui tuntutan dunia kerja (Powell & Luzzo, 1998).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kematangan karir dengan minat berwirausaha pada mahasiswa. Semakin tinggi kematangan karir, maka semakin tinggi minat berwirausaha. Sebaliknya,


(22)

semakin rendah kematangan karir, maka semakin rendah minat berwirausaha. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2010) yang juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kematangan karir dengan intensi berwirausaha pada mahasiswa. Semakin tinggi kematangan karir, maka semakin tinggi intensi berwirausaha. Sebaliknya, semakin rendah kematangan karir, maka semakin rendah intensi berwirausaha. Dari dua penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa mahasiswa dengan kematangan karir yang tinggi memiliki keinginan untuk berwirausaha.

Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja selain memiliki kematangan karir juga memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab adalah kesadaran individu tentang tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban (Adhika, 2004). Menurut Stoltz (2000) tanggung jawab termasuk dalam salah satu dimensi kecerdasan adversitas yaitu ownership yang merupakan pengakuan terhadap akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan dan tanggung jawab, selain control, origin, reach dan endurance.

Stoltz (2000) menyatakan bahwa kecerdasan adversitas adalah kecerdasan dalam menghadapi kesulitan dan kemampuan individu untuk bertahan dalam berbagai kesulitan hidup serta tantangan yang dihadapi. Individu yang mampu mengubah kesulitan menjadi peluang adalah individu yang terus berjuang dalam situasi apapun sehingga mampu mencapai kesuksesan. Setiap individu memiliki tingkat kecerdasan adversitas yang berbeda, karena itu terdapat individu yang mampu bertahan sementara individu lain gagal atau bahkan mengundurkan diri.

Individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi adalah individu yang optimis, berpikir dan bertindak secara tepat dan bijaksana, mampu memotivasi diri sendiri, berani


(23)

mengambil resiko, berorientasi pada masa depan, dan disiplin. Sementara itu, individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah adalah indvidu yang pesimis, berpikir dan bertindak cenderung tidak kreatif, tidak berani mengambil resiko, menyalahkan orang lain, lari dari masalah yang dihadapi, tidak berorientasi pada masa depan dan menghindari tantangan (Stotlz, 2000).

Stoltz (2000) juga menyatakan bahwa terdapat tiga tingkat kesulitan yang dihadapi oleh individu, yaitu kesulitan masyarakat, kesulitan di tempat kerja dan kesulitan individu. Kesulitan dalam masyarakat mencakup perubahan dan peralihan di berbagai bidang kehidupan seperti: harta, ketidakpastikan akan masa depan dan kecemasan pada kondisi perekonomian. Kesulitan di tempat kerja mencakup perubahan yang terus terjadi di tempat kerja yang dapat menimbulkan kecemasan bagi pekerja. Oleh karena itu, individu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menutupi rasa cemas akibat persaingan yang ketat untuk mempertahankan pekerjaan. Kesulitan yang dihadapi individu mencakup kesulitan yang dihadapi di tempat kerja dan dalam masyarakat.

Huijuan (2009) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan performa akademik pada mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas merupakan faktor yang mempengaruhi performa akademik dan individu yang memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi akan memperoleh performa akademik yang tinggi. Sejalan dengan penelitian tersebut, William (2003) juga menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan prestasi pada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas berperan penting dalam mengembangkan prestasi dan siswa dengan kecerdasan adversitas yang tinggi memiliki prestasi yang tinggi.


(24)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kematangan karir, mahasiswa bekerja membutuhkan kecerdasan adversitas, sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk melihat apakah terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis tentang informasi dan perluasan teori di bidang psikologi perkembangan, terutama mengenai kecerdasan adversitas dan kematangan karir pada mahasiswa bekerja. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber kepustakaan penelitian mengenai psikologi perkembangan sehingga hasil penelitian nantinya diharapkan dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian selanjutnya.


(25)

2. Manfaat praktis

a. Memberikan informasi dan masukan bagi para mahasiswa bekerja mengenai kematangan karir sehingga dapat menerapkan langkah-langkah yang dapat meningkatkan kematangan karirnya.

b. Memberikan informasi dan masukan bagi mahasiswa bekerja mengenai kecerdasan adversitas, sehingga diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan kecerdasan adversitas dalam menghadapi kesulitan.

c. Memberi informasi tentang jenis pekerjaan yang dapat dilakukan mahasiswa.

d. Mahasiswa dapat memilih pekerjaan yang tepat sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.

e. Memberikan informasi bagi para mahasiswa bekerja mengenai dimensi-dimensi dari kecerdasan adversitas yang sudah atau belum dimiliki sehingga mahasiswa dapat menerapkan langkah-langkah untuk menghadapi kesulitan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : Pendahuluan

Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, meliputi landasan teori dari kematangan karir, kecerdasan adversitas, dan mahasiswa bekerja.


(26)

BAB III : Metode Penelitian

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, metode analisis data.

BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data

Berisi gambaran subjek penelitian, uji asumsi penelitian, hasil utama penelitian dan hasil tambahan.

BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir

1. Pengertian kematangan karir

Crites (dalam Brown, 2002) mendefinisikan kematangan karir sebagai tingkat di mana individu telah menguasai tugas perkembangan karirnya, baik komponen pengetahuan maupun sikap, yang sesuai dengan tahap perkembangan karir. Levinson, Ohler, Caswell, & Kiewra, (2001) mengemukakan bahwa kematangan karir merupakan kemampuan individu untuk membuat pilihan karir yang tepat, termasuk kesadaran tentang hal yang dibutuhkan untuk membuat keputusan karir dan tingkat dimana pilihan individu tersebut realistik dan konsisten.

Super (dalam Savickas, 2001) menjelaskan bahwa individu dikatakan matang atau siap untuk membuat keputusan karir jika pengetahuan yang dimilikinya untuk membuat keputusan karir didukung oleh informasi yang adekuat mengenai pekerjaan berdasarkan pencarian yang telah dilakukan.

Super (dalam Winkel & Hastuti, 2006) menyatakan bahwa kematangan karir adalah keberhasilan individu menyelesaikan tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir. Kematangan karir juga merupakan kesiapan afektif dan kognitif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis, sosial dan harapan dari masyarakat yang telah mencapai tahap perkembangan tersebut. Kesiapan afektif terdiri dari perencanaan karir dan eksplorasi karir sementara kesiapan kognitif terdiri dari kemampuan mengambil keputusan dan wawasan mengenai dunia kerja.


(28)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kematangan karir adalah kemampuan individu dalam menguasai tugas perkembangan karir sesuai dengan tahap perkembangan karir, dengan menunjukkan perilaku-perilaku yang dibutuhkan untuk merencanakan karir, mencari informasi, memiliki wawasan mengenai dunia kerja dan memiliki kesadaran tentang apa yang dibutuhkan dalam membuat keputusan karir.

2. Dimensi kematangan karir

Menurut Super (dalam Watkins & Campbell, 2000) kematangan karir terdiri dari: a. Career planning

Dimensi ini mengukur tingkat perencanaan melalui sikap terhadap masa depan. Individu memiliki kepercayaan diri, kemampuan untuk dapat belajar dari pengalaman, menyadari bahwa dirinya harus membuat pilihan pendidikan dan pekerjaan, serta mempersiapkan diri untuk membuat pilihan tersebut. Nilai rendah pada dimensi career planning menunjukkan bahwa individu tidak merencanakan masa depan di dunia kerja dan merasa tidak perlu untuk memperkenalkan diri atau berhubungan dengan pekerjaan. Nilai tinggi pada dimensi career planning menunjukkan bahwa individu ikut berpartisipasi dalam aktivitas perencanaan karir yaitu belajar tentang informasi karir, berbicara dengan orang dewasa tentang rencana karir, mengikuti kursus dan pelatihan yang akan membantu dalam menentukan karir, berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler dan bekerja paruh waktu.

b. Career exploration

Dimensi ini mengukur sikap terhadap sumber informasi. Individu berusaha untuk memperoleh informasi mengenai dunia kerja serta menggunakan kesempatan dan sumber informasi yang berpotensial seperti orangtua, teman, guru, dan konselor. Nilai rendah pada


(29)

dimensi career exploration menunjukkan bahwa individu tidak perduli dengan informasi tentang bidang dan tingkat pekerjaan.

c. Career decision making

Dimensi ini mengukur pengetahuan tentang prinsip dan cara pengambilan keputusan. Individu memiliki kemandirian, membuat pilihan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan, kemampuan untuk menggunakan metode dan prinsip pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah termasuk memilih pendidikan dan pekerjaan. Nilai rendah pada dimensi career decision making menunjukkan bahwa individu tidak tahu apa yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan. Hal ini berarti individu tidak siap untuk menggunakan informasi pekerjaan yang telah diperoleh untuk merencanakan karir. Nilai tinggi pada dimensi career decision making menunjukkan bahwa individu siap mengambil keputusan.

d. World of word information

Dimensi ini mengukur pengetahuan tentang jenis-jenis pekerjaan, cara untuk memperoleh dan sukses dalam pekerjaan serta peran-peran dalam dunia pekerjaan. Nilai rendah pada dimensi world of work information menunjukkan bahwa individu perlu untuk belajar tentang jenis-jenis pekerjaan dan tugas perkembangan karir. Individu kurang mengetahui tentang pekerjaan yang sesuai dengannya. Nilai tinggi pada dimensi world of work information menunjukkan bahwa individu dengan wawasan yang luas dapat menggunakan informasi pekerjaan untuk diri sendiri dan mulai menetapkan bidang serta tingkat pekerjaan.


(30)

3. Tahap perkembangan karir

Menurut Super (dalam Savickas, 2002) tahap perkembangan karir terdiri dari: a. Growth (4-13 tahun)

Pada tahap ini individu ditandai dengan perkembangan kapasitas, sikap, minat, dan kebutuhan yang terkait dengan konsep diri. Konsep diri yang dimiliki individu terbentuk melalui identifikasi terhadap figur-figur keluarga dan lingkungan sekolah. Pada awalnya, anak-anak mengamati lingkungan untuk mendapatkan informasi mengenai dunia kerja dan menggunakan rasa penasaran untuk mengetahui minat. Seiring berjalannya waktu, rasa penasaran dapat mengembangkan kompetensi untuk mengendalikan lingkungan dan kemampuan untuk membuat keputusan. Disamping itu, melalui tahap ini, anak-anak dapat mengenali pentingnya perencanaan masa depan dan memilih pekerjaan. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap yaitu:

1) Sub tahap fantasy (4-10 tahun)

Pada sub tahap ini ditandai dengan minat anak berfantasi untuk menjadi individu yang diinginkan, kebutuhan dan menjalani peran adalah hal yang penting.

2) Sub tahap interest (11-12 tahun)

Individu pada sub tahap ini menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan karir mulai dipengaruhi oleh kesukaan anak. Hal yang disukai dan yang tidak tersebut menjadi penentu utama aspirasi dan aktifitas.

3) Sub tahap capacity (13-14 tahun)

Individu yang berada pada sub tahap ini mulai mempertimbangkan kemampuan pribadi dan persyaratan pekerjaan yang diinginkan.


(31)

b. Exploration (14-24 tahun)

Pada tahap ini individu banyak melakukan pencarian tentang karir apa yang sesuai dengan dirinya, merencanakan masa depan dengan menggunakan informasi dari diri sendiri dan dari pekerjan. Individu mulai mengenali diri sendiri melalui minat, kemampuan, dan nilai. Individu akan mengembangkan pemahaman diri, mengidentifikasi pilihan pekerjaan yang sesuai, dan menentukan tujuan masa depan yang sementara tetapi dapat diandalkan. Individu juga akan menentukan pilihan melalui kemampuan yang dimiliki untuk membuat keputusan dengan memilih di antara alternatif pekerjaan yang sesuai. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap, yaitu : 1) Sub tahap tentative (14-17 tahun).

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah menentukan pilihan pekerjaan. Individu mulai menggunakan pilihan tersebut dan dapat melihat bidang serta tingkat pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Hal-hal yang dipertimbangkan pada masa ini adalah kebutuhan, minat, kapasitas, nilai dan kesempatan.

2) Sub tahap transition (18-21 tahun).

Sub tahap ini merupakan periode peralihan dari pilihan pekerjaan yang bersifat sementara menuju pilihan pekerjaan yang bersifat khusus. Tugas perkembangan pada masa ini yaitu mengkhususkan pilihan pekerjaan dengan memasuki pasar pekerja, pelatihan profesional, bekerja sambilan dan mencoba mewujudkan konsep diri.

3) Sub tahap trial (22-24 tahun).

Tugas perkembangan pada masa ini adalah melaksanakan pilihan pekerjaan dengan memasuki dunia kerja.


(32)

c. Establishment (25-44 tahun)

Pada tahap ini individu mulai memasuki dunia kerja yang sesuai dengan dirinya dan bekerja keras untuk mempertahankan pekerjaan tersebut. Masa ini merupakan masa paling produktif dan kreatif. Tahap ini terdiri dari 2 sub tahap, yaitu:

1) Sub tahap trial with commitment (25-30 tahun)

Pada tahap ini individu merasa nyaman dengan pekerjaan, sehingga ingin terus mempertahankan pekerjaan yang dimiliki. Tugas perkembangan pada masa ini adalah menstabilkan pilihan pekerjaan.

2) Sub tahap stabilization (31-44 tahun).

Pada tahap ini pola karir individu menjadi jelas dan telah menstabilkan pekerjaan. Tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada masa ini adalah menetapkan pilihan pekerjaan agar memperoleh keamanan dan kenyamanan dalam bekerja serta melakukan peningkatan dalam dunia kerja dengan menunjukkan perilaku yang positif dan produktif dengan rekan kerja.

d. Maintenance (45-64 tahun)

Individu pada tahap ini telah menetapkan pilihan pada satu bidang karir, fokus mempertahankan posisi melalui persaingan dengan rekan kerja yang lebih muda dan menjaga posisi tersebut dengan pengetahuan yang baru. Tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada tahap ini, yaitu:

1) Holding

Pada tahap ini individu menghadapi tantangan dengan berkompetisi bersama rekan kerja, perubahan teknologi, memenuhi tuntutan keluarga, dan berkurangnya stamina.


(33)

2) Updating

Individu pada tahap ini harus bekerja keras dalam mengerjakan tugas dengan lebih baik melalui memperbarui pengetahuan dan keterampilan.

3) Innovating

Pada tahap ini individu melakukan pekerjaan dengan cara yang berbeda, melakukan pekerjaan yang berbeda, dan menghadapi tantangan baru.

e. Decline (lebih dari 65 tahun)

Individu pada tahap ini mulai mempertimbangankan masa pra-pensiun, hasil kerja, dan akhirnya pensiun. Hal ini dikarenakan berkurang kekuatan mental dan fisik sehingga menyebabkan perubahan aktivitas kerja. Tahap ini terdiri dari 2 sub tahap, yaitu:

1) Sub tahap decelaration (65-70 tahun).

Tugas perkembangan pada sub tahap ini adalah mengurangi tingkat pekerjaan secara efektif dan mulai merencanakan pensiun. Hal ini ditandai dengan adanya penyerahan tugas sebagai salah satu langkah mempersiapkan diri menghadapi pensiun.

2) Sub tahap retirement (lebih dari 71 tahun).

Sub tahap ini ditandai dengan masa pensiun dimana individu akhirnya mulai menarik diri dari lingkungan kerja.


(34)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir

Menurut Naidoo (1998) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan karir individu, yaitu:

a. Educational level

Kematangan karir individu ditentukan dari tingkat pendidikannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh McCaffrey, Miller, dan Winstoa (dalam Naidoo, 1998) pada siswa junior, senior, dan alumni terdapat perbedaan dalam hal kematangan karir. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula kematangan karir yang dimiliki. Hal ini mengindikasikan kematangan karir meningkat seiring tingkat pendidikan.

b. Race ethnicity

Kelompok minoritas sering dikaitkan dengan kematangan karir yang rendah yang berhubungan dengan orang tua. Jika orang tua mendukung anaknya walaupun mereka berasal dari kelompok minoritas, anak tersebut tetap akan memiliki kematangan yang baik.

c. Locus of control

Hasil penelitian Dhillon dan Kaur (2005) menunjukkan bahwa individu dengan tingkat kematangan karir yang baik cenderung memiliki orientasi locus of control internal. Taganing (2007) juga menambahkan bahwa individu dengan locus of control internal, ketika dihadapkan pada pemilihan karir, maka akan melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan, serta berusaha mengatasi masalah yang dihadapi. Hal tersebut akan membuat kematangan karir individu menjadi tinggi.


(35)

d. Social economi status

Individu yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi menengah ke bawah menunjukkan nilai rendah pada kematangan karir. Hal ini ditandai dengan kurangnya akses terhadap informasi tentang pekerjaan, figur teladan dan anggapan akan rendahnya kesempatan kerja.

e. Work salience

Pentingnya pekerjaan mempengaruhi individu dalam membuat pilihan, kepuasan kerja yang merujuk pada komitmen kerja, serta kematangan karir pada siswa SMU dan mahasiswa. f. Gender

Wanita memiliki nilai kematangan karir yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita lebih rentan dalam memandang konflik peran sebagai hambatan dalam proses perkembangan karir, dan kurang mampu untuk membuat keputusan karir yang tepat dibandingkan dengan laki-laki.

B. Kecerdasan Adversitas

1. Definisi kecerdasan adversitas

Kecerdasan adversitas menurut Stoltz (2000) adalah kecerdasan untuk menghadapi kesulitan dan kemampuan bertahan dalam berbagai tantangan yang dihadapi. Kecerdasan adversitas merupakan gambaran kebiasaan individu dalam merespon kesulitan dan ukuran pola bawah sadar yang konsisten yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Kecerdasan adversitas menjadi variabel yang menentukan apakah individu tetap menaruh harapan dan terus memegang kendali dalam situasi yang sulit. Kecerdasan adversitas juga merupakan kemampuan individu untuk menggerakkan tujuan hidup ke depan.


(36)

Kecerdasan adversitas merupakan pemahaman penting tentang apa yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan. Stoltz (2000) mengatakan bahwa sukses tidaknya individu dalam kehidupan ditentukan oleh kecerdasan adversitas, dimana kecerdasan adversitas dapat memberitahukan: (1) Sejauh mana individu mampu bertahan dan mengatasi kesulitan yang dihadapi; (2) Individu mana yang mampu mengatasi kesulitan dan yang tidak mampu; (3) Individu mana yang akan memenuhi harapan dan potensi serta yang akan gagal; dan (4) Individu yang akan menyerah dan yang akan bertahan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adversitas adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk dapat mengatasi suatu kesulitan, dengan karakteristik perilaku mampu mengontrol situasi sulit, menganggap sumber – sumber kesulitan berasal dari luar diri, memiliki tanggung jawab dalam situasi sulit, mampu membatasi pengaruh situasi sulit dalam aspek kehidupan, dan bertahan saat menghadapi situasi sulit.

2. Dimensi kecerdasan adversitas

Menurut Stoltz (2000), kecerdasan adversitas terbagi menjadi empat dimensi yaitu: a. Control

Dimensi ini berfokus pada kendali yang dirasakan individu terhadap peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Nilai tinggi pada dimensi control mengindikasikan bahwa individu mampu mengendalikan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, menemukan cara untuk menghadapi kesulitan, pantang menyerah, dan cepat tanggap dalam mencari penyelesaian. Sementara nilai rendah pada dimensi control mengindikasikan bahwa individu menganggap peristiwa buruk yang terjadi berada di luar kendali, tidak mampu saat menghadapi kesulitan, dan mudah menyerah.


(37)

b. Origin dan ownership

Dimensi ini berfokus pada dua hal, yaitu penyebab kesulitan serta pengakuan terhadap akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan dan mau bertanggung jawab. Semakin tinggi nilai kecerdasan adversitas yang dimiliki individu pada dimensi ini mengindikasikan bahwa individu tersebut memandang kesuksesan sebagai pekerjaan dan kesulitan sebagai hal yang berasal dari pihak luar. Semakin rendah nilai kecerdasan adversitas yang dimiliki individu pada dimensi ini mengindikasikan bahwa individu menganggap kesuksesan sebagai hal yang berasal dari pihak luar dan menganggap diri sebagai penyebab peristiwa buruk.

1) Origin

Dimensi ini berfokus pada penyebab kesulitan. Origin berkaitan dengan rasa bersalah. Rasa bersalah memiliki dua fungsi penting. Pertama, rasa bersalah membantu individu untuk belajar yang mengarah pada perbaikan. Kedua, rasa bersalah menjurus pada penyesalan. Rasa bersalah merupakan motivator yang sangat kuat jika digunakan secara wajar. Ukuran yang tepat dari rasa bersalah akan mengarahkan individu untuk mengambil tindakan. Namun jika ukuran tersebut terlalu banyak akan menurunkan semangat. Nilai tinggi pada dimensi origin mengindikasikan bahwa setiap individu mengalami masa-masa sulit, menganggap kesulitan berasal dari pihak luar dan belajar dari kesalahan yang telah dilakukan. Sementara nilai rendah pada dimensi origin mengindikasikan bahwa individu merupakan individu yang gagal, penyebab munculnya kesulitan dan terus menyalahkan diri sendiri.

2) Ownership

Dimensi ini berfokus pada pengakuan terhadap akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan dan mau bertanggung jawab. Kecerdasan adversitas mengajarkan individu untuk meningkatkan rasa tanggung jawab sebagai salah satu cara memperluas kendali, pemberdayaan


(38)

dan motivasi dalam mengambil tindakan. Nilai tinggi pada dimensi ownership mengindikasikan bahwa individu bersedia bertanggung jawab dan mengakui akibat dari tindakan yang dilakukan. Sementara nilai rendah pada dimensi ownership mengindikasikan bahwa individu menolak untuk bertanggung jawab dan tidak mau mengakui akibat-akibat dari suatu kesulitan.

c. Reach

Dimensi ini berfokus pada sejauh mana kesulitan akan mempengaruhi sisi lain dari kehidupan individu. Nilai tinggi pada dimensi reach mengindikasikan bahwa kesulitan yang dihadapi tidak akan mempengaruhi sisi lain kehidupan, merespon peristiwa buruk sebagai hal yang khusus dan terbatas. Sementara nilai rendah pada dimensi reach mengindikasikan bahwa kesulitan yang dihadapi akan mempengaruhi sisi lain kehidupan, merespon peristiwa baik sebagai hal yang khusus dan terbatas.

d. Endurance

Dimensi ini berfokus pada berapa lama kesulitan dan penyebab kesulitan tersebut akan berlangsung serta kemampuan individu bertahan saat menghadapi kesulitan. Nilai tinggi pada dimensi endurance mengindikasikan bahwa individu optimis, menganggap kesulitan dan penyebab kesulitan sebagai hal yang bersifat sementara, cepat berlalu, dan kecil kemungkinan akan terjadi lagi serta memandang kesuksesan sebagai hal yang berlangsung terus menerus atau bahkan permanen. Sementara nilai rendah pada dimensi endurance mengindikasikan bahwa individu pesimis, menganggap kesulitan dan penyebab kesulitan sebagai peristiwa yang berlangsung terus menerus dan kesuksesan sebagai hal yang bersifat sementara yang dapat memunculkan perasaan tidak mampu ataupun kehilangan harapan.


(39)

3. Tipe- tipe individu

Stoltz (2000) membagi tiga tipe individu dalam melakukan usaha berdasarkan teori kecerdasan adversitas, yaitu:

a. Quitters

Quitters merupakan tipe individu yang menghentikan usaha, memilih untuk keluar, dan menghindari kewajiban. Individu pada tipe ini menolak, mengabaikan, dan menutup kesempatan untuk berusaha, serta meninggalkan banyak hal yang ditawarkan dalam kehidupan. Quitters menjalani kehidupan yang tidak menyenangkan karena memilih jalan yang dianggap lebih mudah. Seiring dengan berjalannya waktu, quitters mengalami kesulitan yang lebih besar karena menghindari masalah yang dihadapi. Hal ini yang kemudian mengarahkan individu menjadi sinis, murung, pemarah, frustrasi, menyalahkan individu yang ada disekitarnya dan membenci individu yang terus berusaha. Tipe ini mengabaikan potensi yang dimiliki, memperlihatkan ambisi, semangat, dan kualitas di bawah standar. Quitters mencari pelarian untuk menenangkan perasaan dan pikiran serta cepat menemukan cara untuk menyatakan bahwa hal tersebut tidak dapat dilaksanakan. Quitters mempunyai kemampuan yang kecil atau bahkan tidak mempunyai kemampuan sama sekali dalam menghadapi kesulitan.

b. Campers

Campers merupakan tipe individu yang menunjukkan sejumlah usaha dan inisiatif tetapi cepat puas dalam mencapai kesuksesan sehingga mengakhiri usaha yang telah dilakukan. Tipe ini akan bekerja keras dalam hal apa pun agar merasa aman hingga mencapai tingkat tertentu tetapi tidak mau mengembangkan diri dan mempunyai kemampuan terbatas dalam menghadapi kesulitan. Campers juga menjalani kehidupan yang tidak menyenangkan karena merasa sudah cukup puas dengan apa yang telah dicapai dan mengorbankan kemungkinan untuk melihat atau


(40)

mengalami apa yang masih mungkin terjadi. Campers melepaskan kesempatan untuk maju, yang sebenarnya dapat dicapai jika usaha yang dimiliki mampu diarahkan dengan semestinya dan tidak memanfaatkan potensi yang dimiliki sehingga kurang berhasil dalam berprestasi. Motivasi tipe ini adalah rasa takut dan kenyamanan.

c. Climbers

Climbers merupakan individu yang selalu melakukan usaha, tanpa memperhitungkan keuntungan atau kerugian, dan nasib buruk atau baik. Tipe ini adalah individu yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan tidak membiarkan usia, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental, atau hambatan lain yang menghalangi usahanya. Climbers menjalani kehidupan yang menyenangkan. Tipe ini benar-benar memahami tujuan atas apa yang akan dikerjakan, tahu bahwa terdapat manfaat jangka panjang dan usaha yang dilakukan sekarang ini akan memberikan keuntungan di kemudian hari. Climbers selalu menerima tantangan yang diberikan dan yakin bahwa segala hal dapat dan akan terlaksana, meskipun individu lain bersikap negatif dan sudah memutuskan bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi.

Climbers adalah individu yang gigih, ulet, tabah, introspeksi diri dan terus bertahan sehingga dapat menghadapi kesulitan dengan keberanian dan disiplin. Tipe ini juga menyambut baik kesempatan untuk bergerak maju dalam setiap usaha, terbiasa menghadapi situasi sulit karena mengerti bahwa kesulitan adalah bagian dari hidup sehingga menghindari kesulitan sama saja dengan menghindari kehidupan. Climbers dapat memotivasi diri sendiri, memiliki semangat tinggi, berjuang untuk mendapatkan yang terbaik dari hidup dan cenderung membuat segala hal terwujud. Tipe ini bersedia mengambil resiko, menghadapi tantangan, mengatasi rasa takut, mempertahankan visi, memimpin, dan bekerja keras hingga pekerjaan tersebut selesai.


(41)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan adversitas

Menurut Stoltz (2000) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan adversitas individu dalam merespon kesulitan, yaitu :

a. Bakat

Bakat adalah keterampilan, kompetensi, pengalaman, dan pengetahuan individu tentang apa yang diketahui dan mampu dikerjakan.

b. Kemauan

Kemauan menggambarkan motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi dan semangat. c. Kecerdasan

Setiap individu memiliki kecerdasan linguistik, kinestetik, spasial, logika matematis, musik, interpersonal dan intrapersonal namun tentu saja ada yang paling dominan. Kecerdasan yang paling dominan akan mempengaruhi karir yang ingin dicapai, pelajaran yang dipilih, dan hobi-hobi yang diminati.

d. Kesehatan

Kesehatan emosi dan fisik juga dapat mempengaruhi kemampuan dalam menggapai kesuksesan. Jika individu sakit, maka penyakit dapat mengalihkan perhatian untuk dapat mencapai kesuksesan.

e. Karakteristik kepribadian

Karakteristik kepribadian individu seperti kejujuran, keadilan, kebaikan, keberanian dan kedermawanan penting untuk meraih kesuksesan.

f. Genetik

Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang sangat mendasari setiap perilaku dalam diri individu.


(42)

g. Pendidikan

Pendidikan akan mempengaruhi kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak, keterampilan, hasrat dan kinerja yang dihasilkan.

h. Keyakinan

Keyakinan adalah ciri umum yang dimiliki sebagian individu sukses dan merupakan unsur penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat.

5. Karakteristik kecerdasan adversitas

Menurut Stoltz (2000), setiap individu memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi dan rendah. Adapun karakteristik individu yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi antara lain: a. Optimis, gigih, dan ulet dalam menghadapi masalah.

b. Berpikir dan bertindak secara matang dan bijaksana. c. Dapat memotivasi diri sendiri.

d. Berani mengambil risiko dalam menghadapi tantangan dan perubahan hidup. e. Bekerja dengan semangat tinggi.

f. Berorientasi pada masa depan dan memiliki komitmen untuk maju. g. Disiplin.

h. Mengatakan hal-hal yang optimis dalam menghadapi masalah.

Stoltz (2000) juga mengungkapkan karakteristik individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah, yaitu:

a. Pesimis dan mudah frustrasi dalam menghadapi masalah.

b. Berpikir dan bertindak cenderung tidak kreatif dan tidak berani mengambil resiko. c. Menyalahkan orang lain sebagai penyebab suatu masalah atau kesulitan.


(43)

d. Cenderung lari dari masalah yang dihadapi.

e. Bekerja dengan tidak bersemangat dan tidak ambisius. f. Cenderung emosional dalam melakukan pekerjaan.

g. Tidak berorientasi pada masa depan dan menghindari tantangan. h. Mengatakan hal-hal yang pesimis dalam menghadapi masalah.

C. Mahasiswa bekerja

1. Pengertian mahasiswa bekerja a. Mahasiswa

Monks (2002) menyatakan bahwa sebagian mahasiswa masuk ke dalam kategori remaja akhir (18-21 tahun). Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan perubahan-perubahan pada diri individu, baik secara psikologis, fisiologis, seksual, sosial dan kognitif serta adanya berbagai tuntutan dari masyarakat dan perubahan sosial yang menyertai untuk menjadi dewasa yang mandiri (Papalia, Old, & Feldman, 2008). Menurut Hurlock (2004) terdapat beberapa tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa remaja akhir, antara lain:

1) Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. 2) Mencapai peran sosial pria dan wanita.

3) Menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuh secara efektif. 4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

5) Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. 6) Mempersiapkan karir ekonomi.


(44)

8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Morgan (1986) menyatakan bahwa mahasiswa adalah suatu periode yang disebut dengan masa belajar yang terjadi hanya pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk ke dalam dunia kerja yang menetap. Selanjutnya, Ismail (2004) menambahkan bahwa mahasiswa adalah kaum terpelajar yang dinamis, penuh dengan kreativitas dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.

Menurut Sukadji (2001) mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda yang mendapatkan kesempatan untuk mengasah kemampuan yang dimiliki di perguruan tinggi. Sejalan dengan pengertian tersebut, Salim dan Salim (2002) menyebutkan bahwa mahasiswa adalah individu yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi.

b. Bekerja

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2000) bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh/membantu memperoleh pendapatan/keuntungan dengan durasi bekerja paling sedikit 1 jam dalam seminggu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam kegiatan ekonomi). Sejalan dengan hal tersebut Mantra (2000) menyatakan bahwa bekerja adalah melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan/membantu menghasilkan barang/jasa dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa uang/barang dari kurun waktu tertentu.

Shimmin (dalam De Klerk, 2005) menyatakan bahwa kerja sering diidentifikasikan dengan employment yaitu aktivitas yang dilakukan untuk individu lain dengan baris kontrak. Hal ini


(45)

menyangkut hubungan pertukaran dimana individu memberikan talenta yang dimilikinya kepada majikan untuk mendapatkan imbalan.

Menurut Winkel & Hastuti (2006) bekerja merupakan suatu bidang yang sangat pokok, yang mengisi sebagian besar waktu, menuntut sebagian besar pikiran, dan menyentuh sebagian besar perasaan. Melalui pekerjaan, individu melayani kebutuhan masyarakat, mendapat imbalan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, menciptakan identitas diri, dan menumbuhkan rasa harga diri.

Cohen (dalam Ronen, 1981) menyatakan bahwa pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa adalah jenis pekerjaan paruh waktu. Hal ini disebabkan karena jadwal kerja paruh waktu lebih fleksibel daripada jadwal kerja penuh sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan jadwal kerja dengan jadwal kuliah. Menurut Ronen (1981) pekerjaan paruh waktu merupakan jadwal kerja yang dilaksanakan minimal 20 jam dalam seminggu dan maksimal 40 jam dalam seminggu.

c. Manfaat bekerja

Anoraga (2001) mengemukakan bahwa melalui bekerja, individu memperoleh uang yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibagi menjadi:

1. Kebutuhan fisiologis dasar.

Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan fisik/biologis seperti makan,minum, tempat tinggal, dan kebutuhan lain yang sejenis.

2. Kebutuhan sosial

Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena memerlukan persahabatan dan tidak akan bahagia apabila tinggal sendiri untuk jangka waktu yang lama. Pekerjaan seringkali


(46)

memberikan kepuasan kebutuhan sosial, tidak hanya dalam arti memberikan persahabatan, tetapi juga dalam aspek lain, seperti menjadi anggota kelompok tertentu yang memberikan rasa identifikasi diri dan rasa memiliki. Kebutuhan sosial lainnya dapat diperoleh dari hubungan antara atasan dan bawahan.

3. Kebutuhan egoistic 1) Prestasi

Salah satu kebutuhan manusia yang paling penting adalah kebutuhan berprestasi untuk merasa bahwa ia melakukan sesuatu dan pekerjaan tersebut penting. Individu akan bersemangat dan tidak mengeluh dalam menjalankan pekerjaan karena pekerjaan tersebut dianggap penting. 2) Otonom

Pekerja menginginkan adanya kebebasan, kreativitas dan variasi dalam menjalankan pekerjaan serta adanya inisiatif dan imajinasi yang mencerminkan individu untuk mandiri dan bebas menentukan apa yang diinginkan.

3) Pengetahuan

Keinginan akan pengetahuan menjadi dorongan dasar dari setiap manusia. Manusia tidak hanya ingin mengetahui apa yang terjadi tetapi juga ingin mengetahui mengapa sesuatu terjadi. Menjadi ahli dalam suatu bidang memberikan kepuasan bagi individu dan merupakan salah satu bentuk pemuasan kebutuhan egoistik.

Manfaat lain yang diperoleh dari bekerja dikemukakan oleh Calhoun & Acocella (1990) yaitu:

1. Bekerja dapat membentuk pola kehidupan individu. 2. Bekerja menyediakan jaringan hubungan tidak resmi.


(47)

4. Pekerjaan menjadi dasar untuk menunjukkan harga diri.

5. Pekerjaan memungkinkan individu untuk menunjukkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki.

Berdasarkan beberapa pendapat dari tokoh-tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa bekerja adalah individu berusia 18-21 tahun yang memiliki kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi dan melakukan aktivitas kerja di luar jam perkuliahan selama 20-40 jam dalam seminggu untuk memperoleh penghasilan dan memenuhi kebutuhan baik fisik, sosial, prestasi dan pengetahuan.

2. Alasan mahasiswa bekerja

Alasan umum individu bekerja adalah karena uang (Anoraga, 2001). Keinginan untuk mempertahankan hidup merupakan salah satu alasan yang dapat menjelaskan mengapa individu bekerja. Begitu pula halnya dengan mahasiswa bekerja. Menurut Motte & Schwartz (2009) alasan utama mahasiswa bekerja adalah untuk mendapatkan sumber penghasilan. Selain itu Motte & Schwartz (2009) mengemukakan alasan lain mahasiswa bekerja, yaitu:

a. Bekerja untuk membantu orangtua dan membiayai kuliah.

Alasan ini banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah yang hanya mendapatkan sedikit dukungan finansial dari keluarga sehingga tidak mampu menutupi seluruh biaya perkuliahan.

b. Bekerja untuk membiayai kegiatan waktu luang

Alasan ini banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke atas. Tujuan bekerja adalah untuk mendapatkan tambahan guna membayar segala aktivitas waktu luang yang tidak berhubungan dengan biaya pendidikan.


(48)

c. Bekerja sebagai cara hidup mandiri

Alasan ini dikemukakan oleh mahasiswa yang bekerja untuk mendapatkan kemandirian ekonomi dan tidak ingin bergantung pada penghasilan orangtua meskipun orangtua mampu membiayai perkuliahan.

d. Bekerja untuk mencari pengalaman

Alasan mahasiswa bekerja adalah untuk dapat merasakan secara langsung hal yang berhubungan dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Dengan pengetahuan dan pengalaman langsung, mahasiswa akan lebih mudah memahami isi perkuliahan tersebut.

D. Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kematangan Karir pada Mahasiswa Bekerja

Menurut Papalia (2003) mahasiswa termasuk dalam tahap pencapaian yaitu tahap dimana individu menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai kemandirian dan kompetensi, misalnya dalam hal karir. Tugas mahasiswa adalah menuntut ilmu setinggi-tingginya di perguruan tinggi guna mempersiapkan diri untuk memiliki karir yang mempunyai konsekuensi ekonomi dan finansial. Bentuk persiapan karir yang dapat dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan bekerja sambilan (Rice, 2008).

Hawadi & Komandyahrini (2008) menyatakan bahwa salah satu keputusan penting yang harus dibuat oleh mahasiswa adalah memilih pekerjaan. Mahasiswa dapat memilih karir yang tepat dengan memiliki kematangan karir. Menurut Super (dalam Winkel & Hastuti, 2006) kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir tertentu.


(49)

Super (dalam Syahrul & Jamaluddin, 2007) mengemukakan bahwa terdapat ciri-ciri individu dengan kematangan karir yang tinggi, yaitu memiliki pilihan karir yang relatif konsisten dan realistik, mandiri dalam melakukan pilihan karir dan memiliki sikap memilih karir yang positif. Sedangkan, ciri-ciri individu dengan kematangan karir yang rendah adalah pemikiran tentang karir yang relatif berubah dan tidak realistik, belum mandiri dalam mengambil keputusan karir, dan ragu dalam mengambil keputusan karir.

Penelitian yang dilakukan oleh Syahrul & Jamaluddin (2007) menemukan bahwa mahasiswa memiliki tingkat kematangan karir yang tinggi dan terdapat pengaruh efikasi diri, pengalaman, serta prestasi akademik terhadap kematangan karir mahasiswa. Penelitian ini juga menemukan bahwa untuk meningkatkan kematangan karir dapat dilakukan dengan meningkatkan efikasi diri, memperbanyak pengalaman, dan meningkatkan prestasi akademik. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi lebih berhasil dalam menyelesaikan pekerjaan dan merencanakan masa depan daripada individu dengan efikasi yang rendah. Mahasiswa yang mempunyai pengalaman umumnya memperoleh wawasan dan keahlian dalam bidang tertentu. Mahasiswa dengan prestasi akademik yang tinggi memiliki aspirasi pekerjaan dan merencanakan jenjang pendidikan apa yang harus ditempuh. Sementara itu, mahasiswa dengan prestasi akademik rendah cenderung dipengaruhi orang lain, bingung, bahkan tidak memiliki aspirasi pekerjaan ataupun pendidikan lanjutan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumari, Louis dan Sin (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola interaksi keluarga dengan kepercayaan karir dan kematangan karir pada mahasiswa. Mahasiswa yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat dan fungsional akan memiliki kepribadian yang baik dan gigih yang dapat mempengaruhi perkembangan karir. Hal ini dikarenakan mahasiswa dari keluarga yang sehat lebih fleksibel


(50)

dalam memilih karir dan tahu apa yang diinginkan dari karir tersebut. Pernyataan tersebut sejalan dengan Berk (dalam Dariyo, 2004) yang menyatakan bahwa orangtua ikut berperan dalam menentukan arah pemilihan karir mahasiswa, walaupun pada akhirnya keberhasilan selanjutnya sangat tergantung pada keprofesionalan mahasiswa tersebut saat menjalani karir.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Patton dan Creed (2002) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kematangan karir dengan komitmen kerja. Hal ini menunjukkan bahwa individu dengan kematangan karir yang tinggi juga memiliki komitmen kerja yang tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki kematangan karir yang rendah juga memiliki komitmen kerja yang rendah. Individu yang telah merencanakan karir akan mencari informasi yang untuk menambah wawasan mengenai karir tersebut lalu mewujudkan dengan mengambil keputusan dan pada akhirnya individu tersebut akan memiliki komitmen kerja yang tinggi.

Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja memiliki keinginan untuk menunjukkan bahwa dapat bertanggung jawab, mandiri, memperoleh pengalaman kerja dengan orang dewasa dan belajar menjadi pekerja yang baik (Monks, 2002). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Singg (2005) menyatakan bahwa mahasiswa yang bekerja sambilan memiliki kematangan karir dan tanggung jawab yang tinggi.

Menurut Stoltz (2000) tanggung jawab termasuk dalam salah satu dimensi kecerdasan adversitas yaitu ownership yang merupakan pengakuan terhadap akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan dan tanggung jawab, selain control, origin, reach dan endurance. Kecerdasan adversitas adalah kecerdasan menghadapi kesulitan dan kemampuan individu untuk bertahan dalam berbagai kesulitan hidup serta tantangan yang dihadapi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2003) mengenai gambaran adversity quotient pada mahasiswa bekerja menunjukkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil


(51)

bekerja memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi. Dimensi kecerdasan adversitas yang tergolong tinggi pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja adalah origin dan ownership serta reach. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mampu menempatkan rasa bersalah pada tempat yang tepat dan mampu memikul tanggung jawab ketika mengalami kesulitan. Sementara, dimensi control dan endurance pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja masih kurang mampu mengontrol situasi sulit dan kurang memiliki daya tahan saat menghadapi situasi sulit.

Ulfasari (2004) menemukan bahwa terdapat perbedaan kreativitas jika ditinjau dari tipe-tipe kecerdasan adversitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kreativitas tipe-tipe climbers lebih tinggi dari tipe campers dan quitters. Sehingga untuk menjadi kreatif dituntut adanya kemampuan untuk menghadapi serta mengatasi kesulitan pada diri individu. Individu yang tidak mampu untuk menghadapi serta mengatasi kesulitan tidak akan pernah mampu untuk menjadi kreatif. Individu yang kreatif tidak takut akan kegagalan, senang mencoba hal baru dan pantang menyerah yang mana merupakan ciri-ciri dari individu dengan kecerdasan adversitas tinggi. Penelitian yang dilakukan Tarigan (2006) menunjukkan terdapat perbedaan kecerdasan adversitas jika ditinjau dari gaya kelekatan. Individu dengan gaya kelekatan aman memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi daripada individu dengan gaya kelekatan cemas dan menghindar. Hal ini dikarenakan individu dengan gaya kelekatan aman cenderung mudah untuk beradaptasi dan berhubungan dengan orang lain. Individu dengan gaya kelekatan cemas memiliki keyakinan diri yang rendah dalam menghadapi masalah dan tergantung dengan orang lain. Individu dengan gaya kelekatan menghindar cenderung sulit berhubungan dengan orang lain.


(52)

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja.

E. Hipotesa

Hipotesa dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja. Semakin tinggi kecerdasan adversitas maka semakin tinggi pula kematangan karir. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan adversitas maka semakin rendah pula kematangan karir.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data, pengambilan kesimpulan penelitian dan dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini, termasuk identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, dan metode pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, serta metode analisa data.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode penelitian korelasional digunakan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor yang berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2006). Peneliti ingin mengetahui hubungan antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Berikut adalah identifikasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Variabel bebas : Kecerdasan Adversitas


(54)

B. Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian bertujuan agar pengukuran variabel-variabel penelitian lebih terarah sesuai dengan tujuan dan metode pengukuran yang dipersiapkan. Definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kematangan Karir

Kematangan karir adalah kemampuan individu dalam menguasai tugas perkembangan karir sesuai dengan tahap perkembangan karir, dengan menunjukkan perilaku-perilaku yang dibutuhkan untuk merencanakan karir, mencari informasi, memiliki wawasan mengenai dunia kerja dan memiliki kesadaran tentang apa yang dibutuhkan dalam membuat keputusan karir. Kematangan karir akan diukur dengan Skala Kematangan Karir yang dikembangkan dari empat dimensi kematangan karir yang diungkapkan oleh Super (dalam Watkins & Campbell, 2000), yaitu: career planning, career exploration, career decision making dan world of work information.

Skala Kematangan Karir akan diisi oleh mahasiswa bekerja. Nilai total merupakan petunjuk tinggi rendahnya kematangan karir yang dimiliki mahasiswa bekerja. Semakin tinggi nilai yang dicapai mahasiswa bekerja berarti semakin tinggi kematangan karir mahasiswa bekerja tersebut. Sebaliknya, semakin rendah nilai yang dicapai mahasiswa bekerja berarti semakin rendah kematangan karir mahasiswa bekerja tersebut.

2. Kecerdasan Adversitas

Kecerdasan adversitas adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk dapat mengatasi suatu kesulitan, dengan karakteristik perilaku mampu mengontrol situasi sulit, menganggap sumber-sumber kesulitan berasal dari luar diri, memiliki tanggung jawab dalam situasi sulit,


(55)

mampu membatasi pengaruh situasi sulit dalam aspek kehidupan, dan bertahan saat menghadapi situasi sulit. Kecerdasan adversitas akan diukur dengan Skala Kecerdasan Adversitas yang dikembangkan dari empat dimensi kecerdasan adversitas yang diungkapkan oleh Stoltz (2000), yaitu: control, origin dan ownership, reach, serta endurance.

Skala Kecerdasan Adversitas akan diisi oleh mahasiswa bekerja. Nilai total merupakan petunjuk tinggi rendahnya kecerdasan adversitas yang dimiliki mahasiswa bekerja. Semakin tinggi nilai yang dicapai mahasiswa bekerja berarti semakin tinggi kecerdasan adversitas mahasiswa bekerja tersebut. Sebaliknya, semakin rendah nilai yang dicapai mahasiswa bekerja berarti semakin rendah kecerdasan adversitas mahasiswa bekerja tersebut.

3. Mahasiswa bekerja

Mahasiswa bekerja adalah individu dengan usia 18-21 tahun yang memiliki kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi dan melakukan aktivitas kerja di luar jam perkuliahan selama 20-40 jam dalam seminggu untuk memperoleh penghasilan dan memenuhi kebutuhan baik fisik, sosial, prestasi dan pengetahuan.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

a. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti (Sugiarto, 2003). Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa USU. Adapun karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


(56)

1. Mahasiswa bekerja

Menurut Rice (2008) tugas mahasiswa adalah menuntut ilmu setinggi-tingginya di perguruan tinggi guna mempersiapkan diri untuk memiliki karir yang mempunyai konsekuensi ekonomi dan finansial. Salah satu bentuk persiapan karir yang dapat dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan bekerja sambilan.

2. Usia 18-21 tahun

Super (dalam Savickas, 2002) mengatakan bahwa tahap perkembangan karir individu yang berusia 18-21 tahun berada pada tahap exploration tepatnya sub tahap transition. Tugas individu yang berada pada sub tahap ini adalah mengembangkan pemahaman yang nyata tentang bakat dan kemampuan yang dimiliki, mempersiapkan diri dan memilih pekerjaan. Pada sub tahap ini juga individu mencoba bekerja secara formal melalui bekerja sambilan.

3. Jadwal kerja

Ronen (1981) menyatakan bahwa jadwal kerja paruh waktu yang dilakukan oleh mahasiswa adalah selama 20-40 jam dalam seminggu.

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian atau yang dikenal dengan sebutan sampel. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang ingin diteliti, karakteristik subjek penelitian sebenarnya merupakan gambaran dari populasi yang diteliti dan sampel yang diambil harus memenuhi karakteristik tersebut karena diambil dari populasi tersebut (Sugiarto, 2003).


(57)

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000). Peneliti menemui subjek yang diperkirakan memenuhi karakteristik sampel yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebelum skala diberikan, peneliti memastikan dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan karakteristik sampel. Bila memenuhi karakteristik yang telah ditentukan maka subjek dapat menjadi subjek penelitian.

Menurut Azwar (2004), jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Kekuatan tes akan meningkat seiring dengan meningkatkan jumlah sampel, maka jumlah yang direncanakan dalam penelitian ini sebanyak 180 orang, dimana 100 orang sampel yang dilibatkan dalam proses try out, dan 80 orang lainnya adalah sampel yang digunakan untuk penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala yaitu suatu metode pengumpulan data yang berisikan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis (Hadi, 2000). Skala merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek. Skala merupakan suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu yang cenderung dimunculkan dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi (Azwar, 2006).

Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:


(58)

2. Apa yang dinyatakan oleh subjek dalam penelitian adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya sama dengan yang dimaksudkan peneliti.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kematangan Karir dan Skala Kecerdasan Adversitas yang diberikan kepada mahasiswa bekerja, dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian bergerak dari 4 sampai 1 untuk item-item favourable dan 1 sampai 4 untuk item-item unfavourable. Berikut ini adalah daftar penilaian untuk tiap skala :

Tabel 1 Daftar penilaian skala Bentuk Pernyataan Nilai

SS S TS STS

Favorable 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4

Semakin tinggi nilai yang diperoleh mahasiswa bekerja dalam Skala Kematangan Karir, maka semakin tinggi kematangan karir mahasiswa bekerja dan semakin rendah nilai yang diperoleh mahasiswa bekerja, maka semakin rendah kematangan karir mahasiswa bekerja. Begitu juga dengan Skala Kecerdasan Adversitas, semakin tinggi nilai yang diperoleh mahasiswa bekerja dalam Skala Kecerdasan Adversitas maka semakin tinggi kecerdasan adversitas mahasiswa bekerja dan semakin rendah nilai yang diperoleh mahasiswa bekerja maka semakin rendah kecerdasan adversitas mahasiswa bekerja.


(59)

1. Skala kematangan karir

Skala ini disusun berdasarkan dimensi kematangan karir yaitu career planning, career exploration, career decision making, dan world of work information. Berikut adalah blue print skala kematangan karir.


(60)

Tabel 2 Blue print Skala Kematangan Karir

No.

Dimensi Indikator Prilaku

Jenis Aitem

Jlh %

Fav Unfav 1. Career

planning

Percaya diri 1 6 2 4,4

Belajar dari pengalaman

11 16 2 4,4

Merencanakan karir

21,31 26,36 4 8,7

Mempersiapkan diri

2,12,41 7,17,46 6 13

2. Career exploration

Memperoleh informasi

3,8,22,32,37 13,27,42 8 17,4

Menggunakan kesempatan

18 23 2 4,4

3. Career decision making Mengambil keputusan

28,38 33,43 4

8,7

Mandiri 4,14,24,34 9,19,29,39 8 17,4

4. World of work information Mengetahui jenis-jenis pekerjaan

10,20,44 5,15,25 6

13

Mengetahui

cara untuk

30,40 35,45 4


(1)

kami berbeda pendapat

22.

Saya tidak akan memperoleh prestasi yang memuaskan

meskipun sudah bekerja keras

SS

S

TS

STS

23.

Jika saya menghilangkan barang milik teman, saya akan

menyalahkan orang lain

SS

S

TS

STS

24.

Perbedaan pendapat antara saya dengan teman dapat

menghancurkan persahabatan kami

SS

S

TS

STS

25.

Teman-teman hanya akan bersikap baik jika mereka

membutuhkan bantuan saya

SS

S

TS

STS

26.

Saya berusaha mencari informasi lain jika saya mengalami

kesulitan mengenai materi perkuliahan yang saya jalani

SS

S

TS

STS

27.

Saya ikut mengerjakan tugas kelompok meskipun sibuk

bekerja

SS

S

TS

STS

28.

Saya tetap berangkat kuliah walaupun sudah terlambat

bangun

SS

S

TS

STS

29.

Saya akan bertukar pikiran dengan rekan kerja jika

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan

SS

S

TS

STS

30.

Saat belum dapat mencapai target yang saya inginkan, saya

yakin akan mencapainya di lain waktu

SS

S

TS

STS

31.

Saya tidak perlu mengeluarkan semua kemampuan untuk

mengerjakan tugas kelompok karena tugas tersebut adalah

tanggung jawab bersama


(2)

33.

Saya akan membuat ringkasan dari materi perkuliahan untuk

mempermudah dalam belajar

SS

S

TS

STS

34.

Saya merasa apapun yang saya lakukan akan gagal

SS

S

TS

STS

35.

Saya tetap mengerjakan tugas kuliah meskipun sudah lelah

bekerja

SS

S

TS

STS

36.

Saya tetap akan berangkat kerja meskipun sudah terlambat

bangun

SS

S

TS

STS

37.

Kesalahpahaman yang terjadi antara saya dengan teman akan

berlangsung lama

SS

S

TS

STS

Normalitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

KecerdasanAdversitas 80 116,18 8,850 95 143

KematanganKarir 80 74,53 6,242 61 95

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KecerdasanAd versitas

Kematang anKarir

N 80 80

Normal Parameters(a,b) Mean 116,18 74,53

Std. Deviation 8,850 6,242

Most Extreme Differences

Absolute ,082 ,094

Positive ,053 ,094

Negative -,082 -,078

Kolmogorov-Smirnov Z ,736 ,842

Asymp. Sig. (2-tailed) ,651 ,478

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.


(3)

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

KematanganKarir *

KecerdasanAdversitas 80 100,0% 0 ,0% 80 100,0%

Report KematanganKarir

KecerdasanAdversitas Mean N Std. Deviation

95 73,00 1 .

98 76,00 1 .

100 72,00 1 .

101 65,50 2 4,950

102 73,00 1 .

104 69,00 2 7,071

105 65,00 1 .

106 70,00 1 .

107 69,00 3 ,000

108 66,00 3 5,568

109 73,67 3 1,528

110 74,50 2 6,364

111 72,00 3 4,359

112 74,50 4 4,933

113 74,00 4 3,742

114 74,25 4 7,365

115 70,75 4 10,145

116 72,50 2 4,950

117 73,00 3 2,646

118 73,00 1 .

119 86,00 1 .

120 75,00 3 3,000

121 77,33 3 2,309

122 76,33 6 4,967

123 78,50 4 9,950

124 75,00 2 1,414

125 80,67 3 ,577

126 75,33 3 ,577


(4)

143 95,00 1 .

Total 74,53 80 6,242

ANOVA Table

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. KematanganKarir *

KecerdasanAdversitas

Between Groups

(Combined) 1721,783 32 53,806 1,865

Linearity 1030,926 1 1030,926 35,728

Deviation from Linearity 690,857 31 22,286 ,772

Within Groups 1356,167 47 28,855

Total 3077,950 79

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared

KematanganKarir *

KecerdasanAdversitas ,579 ,335 ,748 ,559

Correlations

KecerdasanAd versitas

Kematang anKarir KecerdasanAdversitas Pearson Correlation 1 ,579(**)

Sig. (1-tailed) ,000

N 80 80

KematanganKarir Pearson Correlation ,579(**) 1

Sig. (1-tailed) ,000

N 80 80

** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

KA &KK brdsarkan jnis klamin

Group Statistics

JenisKelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

KA Laki-laki 33 114.58 9.750 1.697

Perempuan 47 117.30 8.078 1.178

KK Laki-laki 33 73.48 5.209 .907


(5)

Independent Samples Test Levene's Test for Equality of

Variances t-tes

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean

KA Equal variances assumed 2.844 .096 -1.362 78 .177

Equal variances not assumed -1.317 60.503 .193

KK Equal variances assumed 1.589 .211 -1.253 78 .214

Equal variances not assumed -1.314 77.423 .193

KK brdsarkan usia

Descriptives KK

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

18 5 75.20 1.095 .490 73.84 76.56 74 77

19 22 74.64 6.507 1.387 71.75 77.52 61 86

20 20 72.70 5.006 1.119 70.36 75.04 64 85

21 33 75.45 7.094 1.235 72.94 77.97 61 95

Total 80 74.52 6.242 .698 73.14 75.91 61 95

Test of Homogeneity of Variances KK

Levene Statistic df1 df2 Sig.


(6)

ANOVA KK

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 97.677 3 32.559 .830 .481

Within Groups 2980.273 76 39.214