2. PERTANYAAN PENELITIAN
Bagaimana perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi pada siswa-siswi di SD dan SLTP RK Budi Mulia Pematangsiantar
tahun 2012?
3. HIPOTESIS PENELITIAN
Ho : Tidak ada perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi antara anak laki-laki dan anak perempuan.
Ha : Ada perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi antara anak laki-laki dan anak perempuan.
4. TUJUAN PENELITIAN
4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi pada siswa-siswi di SD dan SLTP RK Budi Mulia
Pematangsiantar.
4.2. Tujuan Khusus
Dari penelitian ini dapat diketahui secara khusus : a. Untuk mengetahui kelainan refraksi pada anak laki-laki di SD dan SMP
RK Budi Mulia Pematangsiantar. b. Untuk mengetahui kelainan refraksi pada anak perempuan di SD dan
SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.
Universitas Sumatera Utara
5. MANFAAT PENELITIAN
5.1. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran tambahan atau informasi khususnya tentang Kelainan Refraksi di
perpustakaan Fakultas Keperawatan untuk menambah pengetahuan peserta didik keperawatan dalam memberi pelayanan di masyarakat.
5.2. Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi pengetahuan dan pengalaman mengenai kelainan refraksi pada anak-anak bagi penelitian
keperawatan dalam melakukan risetpenelitian pada masyarakat sehingga memberikan ide selanjutnya bagi penelitian keperawatan untuk meneliti
kelainan refraksi yang tidak terkoreksi di setiap daerah khusunya pada anak- anak usia sekolah dan remaja.
5.3. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini dapat sebagai bekal parawat dan masukan bagi pelayanan keperawatan untuk lebih memperhatikan aspek preventif dan
edukasi melalui penyuluhan dalam hal kesehatan mata seperti sarana kesehatan di klinik maupun di komunitas yang belum memiliki fasilitas
kesehatan mata lengkap serta terbatasnya sarana dan prasarana untuk kegiatan penanggulangan kebutaan dan gangguan penglihatan.
Universitas Sumatera Utara
5.4. Bagi Masyarakat
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sebagai bahan untuk memberikan gambaran kepada pihak keluarga termasuk orangtua siswa dan guru-guru
yang dekat pada anak mengenai kondisigejala-gejala yang timbul pada penglihatan anak sehingga jika ada terjadi penurunan dapat dilakukan koreksi
dini dan pengobatan dini untuk mencegah hal-hal yang lebih berat.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Refraksi Objektif
Melakukan pemeriksaan kelainan pembiasan mata pasien dengan alat tertentu tanpa perlu adanya kerjasama dengan pasien. Pemeriksaan objektif
dipakai alat dengan refrationometer apa yang disebut pemeriksaaan dengan
komputer dan streak retinoskopi.
3. JENIS KELAMIN
3.1. Konsep jenis kelamin
Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan
perempuan yang menentukan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan ataupun perbedaan biologis, hormonal dan
anatomis perempuan dan laki-laki Mubarak, 2009. Gender merupakan faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan
perkembangan pada anak-anak karena pada anak perempuan tampaknya lebih cepat dalam hal pertumbuhan fisiologis di segala usia Potter, 2005.
3.2. Kelainan Refraksi pada laki-laki dan perempuan
Menurut anatomi dari sistem penglihatan yakni bola mata pada jenis kelamin laki-laki mempunyai ukuran agak lebih besar daripada jenis kelamin
perempuan Leeson, 1996. Hal ini akan mempengaruhi organ yang lain yang berada di dalam bola mata khususnya yang dapat menyebabkan kelainan
refraksi seperti kornea, lensa dan organ yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Jika dilihat dari faktor pertumbuhan dan perkembangan, gender jenis kelamin merupakan faktor yang berpengaruh karena anak perempuan
tampaknya lebih cepat dalam hal pertumbuhan fisiologis di segala usia. Perubahan ini disertai dengan perubahan yang berkaitan dengan struktur dan
fungsi organ internal yang mencerminkan diperolehnya kompetensi fisiologis secara bertahap Wong, 2008.
Dalam sebuah penelitian dikatakan adanya perbedaan prevalensi antara anak laki-laki dan perempuan , dimana perempuan lebih tinggi daripada laki-
laki, hal ini disebabkan oleh kecenderungan orangtua yang lebih memperhatikan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, sehingga
kelainan refraksi pada anak laki-laki lebih cepat terdeteksi Lee, 2000 dalam
Launardo, 2010.
4. KONSEP ANAK USIA SEKOLAH
Berdasarkan teori Havighurst Dev. Task anak sekolah berada pada umur 6-1012 tahun sedangkan umur 1011-1314 tahun merupakan periode
anak sekolah dalam masa pubertaspramasa remaja. Anak usia sekolah adalah anak dalam masa pertengahan periode usia sekolah yang dimulai saat anak
memasuki sekolah dasar. Pada masa anak ini, anak menjadi lebih baik dalam berbagai hal ; sebagai contoh, mengalami perubahan kehidupan dari
permainan bebas menjadi kehidupan dengan permainan, pelajaran dan pekerjaan yang terstruktur, begitu juga halnya anak usia sekolah dapat
berkonsentrasi pada lebih dari satu aspek situasi Potter, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap anak usia sekolah ini terjadi perkembangan fisik, mental, dan sosial yang kontinu, disertai penekanan pada perkembangan kompetensi
ketrampilan Wong, 2008. Pada umur 13-15 merupakan masa anak usia sekolah memasuki masa pubertaspramasa remaja, anak-anak dapat tumbuh
dengan cepat atau lambat selama ledakan pertumbuhan dan dapat berakhir lebih cepat atau lebih lambat dari anak-anak yang lain Wong, 2008.
Pada periode ini bentuk mata berubah karena terjadi pertumbuhan tulang. Hal ini akan meningkatkan ketajaman penglihatan 66. Skrinning penglihatan
jadi lebih mudah karena anak telah memahami dan dapat bekerja sama dengan arahan pemeriksaan Potter, 2005.
Anak –anak sering tidak menyadari visusnya menurun, dan mungkin tidak mengeluh bahkan ketika mereka menderita mata lelah atau kebutaan.
Tingkah laku anak yang dapat memberikan petunjuk bahwa telah terjadi kesalahan refraksi yang tidak dikoreksi meliputi mengedip berlebihan,
mengerutkan dahi berlebihan, sering menyipitkan mata, torticollis ketika melihat suatu benda, dan sering menggosok mata. Anak dengan kesalahan
refraksi akan membaca buku dekat dengan wajah, menghindari aktivitas yang membutuhkan penglihatan jarak dekat, melewati kata-kata, baris-baris,
kehilangan baris yang dibaca, atau membaca dengan lambat; anak akan menutup satu mata atau memperlihatkan kelelahan.
Dalam hal ini, perlu upaya untuk mencegah hal tersebut menjadi lebih buruk, salah satunya adalah diperlukan usaha dari tiap wilayah dan kerja
sama tim, dimana kegiatan skrining diperlukan sebagai langkah awal dalam
Universitas Sumatera Utara
penuntasan masalah kelainan refraksi tersebut, sehingga uji visus tersebut sebaiknya dilakukan secara rutin setiap 2-3 tahun selama anak bersekolah dan
lebih sering lagi jika ada riwayat keluarga mengalami kesulitan penglihatan atau kesalahan refraksi Alpers, 2006.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
1. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari suatu masalah yang ingin
diteliti Setiadi, 2007. Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kelainan refraksi pada anak usia sekolah khususnya berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
dengan melakukan pemeriksaan visus menggunakan kartu Snellen dan pengujian pinhole yang ditunjukkan dalam skema di bawah ini :
Skema 1. Kerangka Penelitian Kelainan Refraksi berdasarkan Jenis Kelamin pada Anak Usia Sekolah
Pemeriksaan visus dan
pengujian pinhole
Ada atau tidak ada perbedaan Kelainan
Refraksi Anak usia SD dan
SMP berjenis kelamin laki-laki
Anak usia SD dan SMP berjenis
kelamin
Universitas Sumatera Utara