Dialog Antargolongan SIMPULAN DAN SARAN

59 12. Ketut Dani Ibu dari Made Arini. 13. Pekak Giyor Dukun yang membantu Anak Agung Alit Sudendi dalam mengawini secara paksa Made Arini 14. Made Galang Orang yang membantu Anak Alit Sudendi mengawini secara paksa Made Arini. Keberadaan stratifikasi masyarakat Bali Tradisional ini berdampak pada penggunaan bahasa bahasa Bali dalam dialog-dialog yang dimainkan tokoh-tokohnya. Dengan mengacu pada dialog-dialog dalam novel ini, dapat diketahui dua yaitu 1 apabila komunikasi tersebut terjadi antargolongan jaba, maka bahasa yang digunakan cenderung bahasa Andap KeparaLumbrah, 2 apabila komunikasi tersebut terjadi antargolongan tri wangsa , maka bahasa yang digunakan cenderung bahasa Andap bagi penutur yang lebih tua dan bahasa Alus bagi penutur yang lebih muda, 3 apabila komunikasi tersebut terjadi antara golongan Tri Wangsa dengan golongan Jaba, maka bahasa yang digunakan oleh golongan jaba tersebut adalah bahasa Alus, sedangkan golongan Tri Wangsa akan cenderung menggunakan bahasa Andap apabila berkomunikasi dengan golongan jaba. Hal ini dapat dibuktikan melalui dialog-dialog di bawah ini :

a. Dialog Antargolongan

Jaba Dialog antargolongan jaba akan diambil dari percakapan Pan Madu dengan Men Madu pada saat Pan Men Madu membicarakan kegiatan sehari-hari Pan Madu yang seringkali dimintai bantuan untuk menolong orang sakit, dengan kondisi keluarganya sendiri yang masih miskin secara materi: Men Madu : “Beneh, yèn perawat utawi dokter anè magajih buina madagang ubad tusing nyidaang nelokin anak sakit, ngèngkèn dadi beli anè maan sèn tepu, gèsèk? Buina anakè sakit joh joh tekain beli, nanging panak belinè jumah sakit tusing tawang bapannè. Apa buin lakar ngubadin, matakon bapannè tusing taèn, apa ia suba madaar apa tondèn? apa ngelah baju apa tusing anggona masuk mani? apa tuduh umahè apa tusing? Benar, jika perawat atau dokter yang digaji apalagi yang berjualan obat saja tidak dapat mengunjungi orang sakit, apakah dari pekerjaan ini Bapak dapat uang? Apalagi, orang lain yang sakit di tempat yang jauh pun engkau datangi, tapi anak kita di rumah jika sakit tidak pernah tahu ayahnya. Apalagi akan mengobati, bertanya saja tidak pernah. Apakah dia sudah makan atau belum? Apakah dia sudah mempunyai baju untuk sekolahnya besok atau tidak? Apakah rumah kita bocor atau tidak? Pan Madu : “Naaah, beli ngrasa tekèn awak lacur, tusing ngelah sakaya pipis. Keto masih tusing ngelah arta brana anggon matulung tekèn nyama brayanè. Yèn jani beli tusing mapikolih, dumadak mani puan panak-panak iraganè nemu rahayu, ada ngiwasin yèn kalahin beli mati malunan”. Novel TLASK, hlm. 11 Iya, aku merasa terhadap diri miskin, tidak mempunyai harta berupa uang. Demikian juga harta untuk membantu masyarakat. Jika sekarang aku tidak mendapatkan hasil apa-apa, semoga di hari esok anak-anak kita yang akan menemui kebahagiaan, ada yang memperhatikan jika aku mati duluan. Mengacu pada dialog di atas, leksikon beneh ‘benar’ , yèn ‘jika’, anè ‘yang’ , madagang ‘berjualan’, ubad ‘obat’, dan yang lainnya membuktikan bahwa apabila terjadi dialog antargolongan jaba maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Andap . Apabila konteks situasi yang terbangun dalam komunikasi adalah orang tua dengan anaknya, atau orang yang belum kenal terlalu dekat, maka pronomina atau kata ganti orang ketiga tunggal yang digunakan cenderung memakai kata alus madya yaitu tiang ‘saya’. Hal ini dapat dibuktikan dari dialog antara Nyoman Santosa dengan ibunya, pada saat Nyoman Santosa berniat untuk melanjutkan sekolahnya. 60 Men Madu : “Apa sujatinè kenehang cai Man? Apa yang sebenarnya kamu pikirkan Man? Nyoman Santosa : “Mèmè da nyen pedih mèmè tekèn tiang, sawirè keneh tiangè tan dadi baan neptepin. Tiang lakar nerusang masekolah ka Klungkung. Novel TLASK, hlm. 8 Ibu, janganlah ibu marah kepadaku, karena keinginanku tidak bisa ditahan lagi. Aku akan melanjutkan bersekolah ke Klungkung.

b. Dialog Antargolongan