23 ‘Kemana kakak tadi, bingung saya mencari’
2.
Da bas makelo nyongkok, semutan batise.
‘Jangan lama jongkok, nanti kesemutan kakinya’
4.1.2 Bahasa Sasak
Bahasa Sasak adalah bahasa yang digunakan oleh suku Sasak yang berada di pulau Lombok, kepulauan Nusa Tenggara Barat.Secara geografis Pulau Lombok
terletak diantara pulau Bali dan pulau Sumbawa. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mahsun 2006, terdapat empat dialek dalam bahasa sasak, yaitu
dialek Bayan, dialek Pujut, dialek Selaparang, dan dialek Aik Bukaq.Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Nazir Thoir, dkk 1981, mereka membagi dialek
bahasaSasak menjadi lima dialek yaitu: dialek
Ngeno Ngene
, dialek
Ngeto Ngete
, dialek
Meno Mene
, dialek
Ngeno Mene
, dan dialek
Mriak Mriku.
Pembagian dialek yangdiusulkan oleh Nazir tersebut berdasarkan pada ciri kebahasaan leksikon
yangdigunakan untuk merealisasikan glos begini-begitu. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya penelitian ini lebih
memfokuskan pada penggunaan bahasa Sasak Halus dan bahasa Sasak kasar dalam aspek sintaksis khususnya penggunaannya dalam ruang lingkup sosiolinguistik.
Terdapat beberapa ranah dalam penelitian ini, antara lain ranah keluarga, ranah pertemanan, ranah pasar, ranah keagamaan, dan ranah tetangga. Selain kelima
ranah tersebut, terdapat beberapa faktor juga yang menjadi pertimbangan dalam penggunaan bahasa Sasak dalam kehidupan sosial. Faktor-faktor tersebut antara lain
faktor usia, jenis kelamin
gender
, dan kelas sosial baik secara tradisional bangsawan dan modern pekerjaan jabatan. Penelitian ini membahas mengenai
pengaruh ranah dan faktor dalam penggunaan bahasa Sasak dalam kehidupan sosial.Penjelasan mengenai fenomena tersebut dirangkum dengan memberikan
contoh-contoh kalimat baik dalam bahasa Sasak halus maupun kasar. Dengan dibatasinya masalah pada penelitian ini, hasil yang dirumuskan
optimal dan maksimal sehingga dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu bahasa khususnya untuk perkembangan bahasa Sasak serta memberikan pemahaman
yang lebih mendalam bagi masyarakat suku Sasak untuk lebih memahami fenomena pembentukan bahasa Sasak halus dan kasar bagi para penutur asli di setiap daerah di
Pulau Lombok.Lingkup permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai bahasa Sasak halus dan kasar yang digunakan pada masyarakat keturunan
24 bangsawan maupun yang bukan bangsawan dan apayang mempengaruhi penggunaan
bahasa Sasak baik di kalangan bangsawan maupun non bangsawan. Dalam penelitian ini, hasil yang ditemukan akan dijelaskan dalam dua hal
yaitu aspek sintaksis dalam penggunaan bahasa Sasak halus dan kasar yang digunakan pada masyarakat keturunan bangsawan dan masyarakat yang bukan bangsawan, serta
apa yang menentukan pembentukan bahasa Sasak halus dan bahasa Sasak kasar bagi keturunan bangsawan dan masyarakat biasa.
Masyarakat Sasak secara garis besar dibagi ke dalam dua kelompok yaitu bangsawan dan masyarakat biasa
“jamaq”. Dalam penggunaan bahasa pun mereka terbagi dalam dua kelompok yaitu bahasa Sasak halus yang digunakan oleh
bangsawan dan bahasa Sasak kasar digunakan oleh masyarakat biasa. Dalam bahasa Sasak yang digunakan oleh masyarakat biasa pada umumnya,
penggunaan sapaan
aku
dan
kamu
dalam bahasa sasak digunakan oleh penutur bahasa Sasak biasa yang memiliki status yang sama dan umur yang tidak jauh berbeda. Aku
dan kamu biasanya digunakan di antara penutur yang lebih muda. Para penutur yang memiliki usia lebih tua lebih memilih menggunakan kata
“side” dalam berbicara, sementara mereka akan menggunakan kata kamu pada lawan bicara yang lebih muda.
Kata “side” dianggap lebih netral untuk menyapa seseorang yang status sosialnya
sudah diketahui. Lebih lanjut lagi, anggota keluarga, saudara yang lebih tua dan tetangga yang lebih tua akan menyapa seseorang yang lebih muda dengan sapaan
kamu sementara lawan bicara yang lebih muda akan menggunakan “
side
”. Anak :
Pak, leq embe side toloq kunci motor?
Pak, dimana anda letakkan kunci motor?
Ayah :
No tegantung leq deket lawang.kamu
itu digantung di belakang pintumu
Dalam masyarakat yang bukan golongan bangsawan, penutur yang lebih tua akan menggunakan bahasa sasak biasa
jamaq
dalam setiap tuturannya sementara penutur yang lebih muda akan menggunakan beberapa kata dalam sasak halus kepada
yang lebih tua. Ini membuktikan bahwa penggunaan bahasa sasak biasa selalu digunakan antara masyarakat yang bukan bangsawan. Namun, dapat dilihat bahwa
dalam tuturan bahasa Sasak yang dihaluskan, mereka akan menggunakan sapaan “side” dan bukan “kamu”, “bekelor” bukan “mangan” untuk berbicara pada anggota
keluarga yang lebih tua. Penutur muda :
uah side bekelor
? sudahkah anda makan?
25 Penutur tua :
uah. Kamu uah mangan
? sudah, kamu sudah makan? Dalam contoh di atas, anggota keluarga yang lebih muda akan menggunakan
bahasa yang lebih halus kepada penutur yang lebih tua, sedangkan penutur yang lebih tua akan menggunakan sasak biasa
ja maq
atau kasar kepada yang lebih muda. Sedangkan dalam bahasa sasak yang digunakan dalam keluarga bangsawan,
penggunaan bahasa sasak akan selalu menggunakan bahasa sasak halus, hal ini untuk membuktikan bahwa mereka memiliki status sosial yang lebih tinggi dari penutur non
bangsawan yang hanya menggunakan bahasa kasarbiasa
jamaq
. Karena bahasa yang mereka gunakan akan menunjukkan status sosial mereka.
Di kalangan masyarakat bangsawan penggunaan sapaan “
tiang, pelinggih atau
pelungguh” merupakan sapaan yang digunakan dalam bahasa Sasak halus.
“Pelungguh” dan “pelinggih” memiliki arti yang sama, di beberapa tempat akan menggunakan “
pelungguh
”, sementara tempat lainnya akan menggunakan “pelinggih”. Sapaan ini digunakan di antara penutur bahasa hlus yang berasal dari
keturunan bangsawan untuk menunjukkan rasa saling menghargai. Contohnya saja dalam kalimat berikut
Andi:
Silaq Pelungguh serminan.
silahkan anda lihat Amat:
Nggih ngiring, tampiasih
. oh iya terima kasih Pada percakapan di atas menyatakan bahwa pada saat kata
tiang, pelungguh
atau
pelinggih
digunakan antara masyarakat yang berkasta bangsawan, mereka menyatakan bahwa mereka memiliki status sosial yang sama dan menunjukkan
kesopanan.
4.1.3 Bahasa Sumbawa