PENDAHULUAN Bahasa dan Kategori Sosial pada Masyarakat Bali, Sasak, dan Sumbawa. Sebuah Kajian Sosiolinguistik pada Rumpun Bahasa Bagian Timur Melayu Polinesia Barat.

4

BAB I PENDAHULUAN

Bahasa-bahasa lokal merupakan bahasa-bahasa yang dituturkan oleh sukukelompok-kelompok tutur di daerah-daerah berbeda di Indonesia. Menurut Blust 1981, bahasa-bahasa lokal di Indonesia tersebut termasuk ke dalam rumpun Melayu- Polinesia yang terdiri atas Melayu-Polinesia Barat, Melayu-Polinesia Tengah, dan Melayu Polinesia Timur. Bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Madura, Bali, Sasak, dan Sumbawa termasuk ke dalam Melayu-Polinesia bagian Barat. Kemudian selanjutnya, bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa dikelompokkan lagi menjadi sub-kelompok dari Melayu-Polinesia Barat Dyen 1982, Mbete 1990. Sebagai anggota dari satu sub-kelompok, maka bahasa-bahasa ini dikatakan memiliki kemiripan-kemiripan baik itu yang dilihat secara fonologis, morfologis, leksikon, atau bahkan sintaktisnya. Sehingg kemudian, pertanyaan yang muncul adalah apakah bahasa-bahasa tersebut juga memiliki aspek-aspek sosiolinguistik yang sama atau tidak mengingat bahasa-bahasa tersebut telah lama digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dalam beragam kegiatan dan situasi tutur dalam komunitas tuturnya masing-masing. Melalui penelitian ini, bahasa-bahasa akan dikaji secara menyeluruh, khususnya yang berkaitan dengan hubungan bahasa-bahasa tersebut dengan kategori-kategori sosialnya. Umumnya, bahasa-bahasa digunakan dalam kegiatan-kegiatan tradisional dan adat, agama, seni, di sekolah, di kantor, di rumah, dan sebagainya. Namun, kompleksitas kategori sosial masyarakatnya, yang meliputi stratifikasi sosial, usia, jenis kelamin, dan seterusnya, terhubung dengan variasi dalam kode linguistik. Variasi ini lah yang kemudian menghasilkan kategori-kategori tingkat tutur di masyarakatnya. Hal tersebut pada kenyataannya jika dilihat berdasarkan kacamata sosiolinguistik, merupakan karakteristik dari sebagian besar bahasa-bahasa dalam rumpun Melayu-Polinesia Barat seperti bahasa Sunda, Jawa, Madura, dan Bali Hardjadibatra 1985, Poedjasoedama 1979, Kersten 1970, Ward 1973, Bagus 1979, Narayana 1983, Zurbuchen 1987, Hunter 1988, dan Clynes 1989, Suastra 2002. Penelitian seperti ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan teori tingkat tutur pada umumnya, dan perkembangan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa-bahasa yang sama dengan rumpun Melayu-Polinesia Barat lainnya pada khususnya. Hasil dari penelitian ini akan membuktikan bahwa semua 5 bahasa yang tergolong ke dalam rumpun Melayu-Polinesia Barat membawa kategori- kategori tingkat tutur yang didasari atas aspek-aspek sosial yang berbeda. Penelitian lanjutan dapat dikembangkan dengan mengambil data dari bahasa-bahasa yang tergolong pada rumpun Melayu-Polinesia lainnya, yaitu Melayu-Polinesia Tengah dan Timur, jika penutur dari bahasa-bahasa tersebut diasumsikan memiliki kategori-kategori sosial yang berbeda. Penelitian ini sejatinya merupakan penelitian lapangan yang produktif untuk perkembangan bidang sosiolinguistik ke depannya. Hal ini dikarenakan Studi Linguistik Kebudayaan yang menjadi minat utama Program Pascasarjana Linguistik Magister dan Doktoral, Fakultas Sastra, Universitas Udayana ini sedang dikembangkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari kategori-kategori sosial khususnya status, jenis kelamin, dan umur yang berkembang dalam masyarakat Bali, Sasak, dan Sumbawa selaras dengan keabsahan yang berlaku dalam penggunaan bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa. Dalam kaitannya dengan permasalahan tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah: - untuk menemukan bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi dari tingkat tutur bahasa Bali, Sasak, dan Sumbawa pada komunitas tutur tempat bahasa-bahasa tersebut dituturkan - untuk menelaah dampak yang ditimbulkan dari kategori-kategori sosial yang utamanya berkaitan dengan statuskedudukan sosial, jenis kelamin, dan umur yang berupa bentuk dan fungsi dari tingkat tutur tersebut. - untuk membandingkan kategori-kategori sosial yang menentukan struktur dari tingkat tutur pada bahasa-bahasa yang berbeda. Fokus penelitian ini adalah permasalahan-permasalahan yang didasari atas dua faktor, yaitu faktor-faktor kebahasaan dan non-kebahasaan. Sementara itu, pada penelitian terdahulu, kajian yang dilakukan adalah kajian yang berhubungan dengan permasalahan tentang status sosial dari sistem kelas tradisional ke sistem kelas terbuka. Pada penelitian ini, faktor-faktor non kebahasaan seperti jenis kelamin, umur, dan tingkat keformalitasan juga digunakan sebagai bahan pertimbangan. Selanjutnya, untuk faktor- faktor kebahasaannya meliputi fonologi, morfologi, leksikon, sintaksis, dan klausa yang berhubungan dengan tingkat tutur. Sistem di atas dapat dilihat pada gambar 1. di bawah ini. 6 Gambar 1. Hubungan antara faktor kebahasaan dan non-kebahasaan dalam kajian ini Faktor-Faktor Kebahasaan Faktor-Faktor Non- Kebahasaan Fonologi Morfologi Leksikon Sintaksis Klausa Status Sosial Jenis Kelamin Umur Tingkat Honorifik: Honorifik Penutur Addressor Honorifik Petutur Addressee Honorifik Referen referent Tingkat Kekasaran Bentuk-Bentuk dan Fungsi-Fungsi Tingkat Tutur 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA