18
c. Inter-particle bridging.
Koagulan logam terpolimerisasi dapat membentuk jembatan antar partikel. Polimer dapat mengadsorb pada permukaan partikel dengan berbagai mekanisme,
seperti charge-charge interaction. Ketika satu rantai polimer mengadsorb beberapa partikel, proses penjembatan terjadi dan masa molekul bertambah.
d. Precipitation and enmeshment mechanism
Pendestabilisasian dengan garam logam berkonsentrasi tinggi pada daerah mendekati pH netral. Pada pH tersebut, garam logam, seperti alum atau FeIII
sulfat, membentuk produk yang tidak larut dan berpolimerisasi. Partikel koloid kemudian dapat terjerat kedalam produk ini menyebabkan sweep coagulation.
Pada proses koagulasi, pengurangan polutan dapat dicapai dengan cara penetralan muatan koloid dengan bertambahnya konsentrasi koagulan sehingga
mengurangi gaya tolak antar partikel Marriaga, 2014.
5. Parameter Perlakuan
Ada beberapa parameter yang memiliki efek terhadap persen efisiensi pada Elektrokoagulasi untuk mengurangi jumlah polutan dalam limbah yaitu:
a. Kombinasi pelat elektroda
Kombinasi pelat elektroda menentukan reaksi elektrokimia yang terjadi. Alumunium larut sebagai Al
3+ ,
sedangkan besi dikatakan larut menjadi bentuk Fe
2+
dan dapat teroksidasi menjadi Fe
3+
jika terdapat oksidan seperti oksigen dengan jumlah yang cukup dan pH nya alkali. Fe
3+
memiliki kemampuan lebih optimum sebagai koagulan dibanding Fe
2+
karena solubilitasnya yang lebih tinggi dan kurang bermuatan positif Vepsäläinen, 2012.
19
Jenis elektroda menentukan logam mana yang terlarut kemudian meng- hasilkan spesi hidroksida yang berbeda. Hidroksida besi dan alumunium yang
tersuspensi dapat menghilangkan polutan dari larutan dengan adsorpsi, presipitasi atau atraksi elektronik, yang kemudian diikuti dengan koagulasi Vlachou, 2013.
b. Waktu elektrokoagulasi
Koagulan yang terbentuk jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah logam pada anoda yang terlarut. Waktu elektrokoagulasi memiliki pengaruh yang berbanding
lurus dengan jumlah koagulan yang terbentuk berdasarkan persamaan Faraday: � =
� � � � �
Dimana m adalah massa g alumunium atau besi yang terlarut, M adalah massa molekul gmol dari logam yang terarut, I adalah arus A, t adalah waktu
elektrolisis s, dan z adalah jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi, dan F adalah konstanta Faraday 96,485 Cmol de mello, 2013. Dari persamaan ini jelas
terlihat bahwa semakin besar t maka m juga makin besar sehingga jika m makin banyak, koagulan yang terbentuk juga akan semakin banyak kemudian proses
koagulasi dapat berjalan dengan optimum. Laju pembentukan koagulan ini bisa saja melebihi nilai teoritis karena faktor yang mempengaruhi tidak hanya waktu,
misalnya yang berpengaruh besar adalah pH Heffron, 2015.
c. pH
pH memiliki pengaruh terhadap konduktivitas larutan, pelarutan pada elektroda, spesiasi hidroksida, dan zeta-potensial pada partikel koloid. Kation
alumunium dan besi, serta hidroksida menyebabkan destabilisasi koloid. Koagulan yang
efektif
terbentuk pada pH asam, netral dan sedikit basa. Pada pH basa yang
20
tinggi AlOH
4 -
dan FeOH
4 -
terbentuk dan ion ini memiliki kemampuan koagulasi yang rendah Vepsäläinen, 2012.
pH meningkat selama proses elektrolisis, namun pada pH yang sangat asam pH 2, kebasaan yang terbentuk selama elektrolisis tidak cukup untuk
meningkatkan pH larutan. Ketika pH inisial berada dalam kondisi asam, maka pH akhir setelah elektrolisis akan meningkat atau menuju basa dan ketika pH inisial
berada pada kondisi basa, pH akhir akan turun atau menuju asam. Pada pH 2 dan pH 12, pH tidak berubah Mouedhen, 2008. Menurut Vepsäläinen, 2012
fenomena yang ditunjukkan pada penelitian Mouedhen, 2008 dapat dipahami karena ketika pH di atas 9, pH akhir akan turun karena pembentukan [AlOH
4
]
-
.
d. Rapat Arus