DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai januari 2011 sampai dengan selesai di kandang pemeliharaan dan Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Hewan Coba
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan hewan sebagai bahan uji. Hewan uji yang digunakan adalah Mus musculus jantan strain DDW
usia 8-12 minggu dengan berat badan rata-rata 25 gram sebanyak 24 ekor dan dibagi ke dalam 3 perlakuan. 8 ekor untuk P0 kontrol, 8 ekor untuk perlakuan
pemaparan asap rokok elektrik rasa strawberry P1, dan 8 ekor untuk pemaparan asap rokok elektrik rasa Gudang Garam P2. Hewan coba dipelihara dan diberi
pakan standar di kandang Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Rokok
Rokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis rokok elektrikelektronik e-health cigarette dengan kandungan rasa strawberry dan Gudang Garam serta
dilengkapi dengan 10 buah cartridge, 1 charger USB, 1 charger mobil, 1 charger rumah.
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
3.2.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotak smoking ukuran 30 x 20 x 15 cm
3
, selang yang dihubungkan dengan three way untuk aliran asap, spit ukuran 50 ml untuk memompa asap rokok, mikroskop cahaya, mikrotom, staining jar,
kandang hewan coba dan perlengkapannya, dissecting set, kaca objek dan kaca penutup preparat.
Bahan penelitian yang digunakan yaitu Mus musculus jantan umur 8-12 minggu sebanyak 24 ekor, alkohol absolut, alkohol bertingkat yaitu 96, 80,
70, 50, 40, 30, akuades, xylol, hematoxylin, eosin, Canada balm, larutan Bouin, rokok elektrik dengan label e-cigarette health dengan kandungan rasa
strawberry dan Gudang Garam, tisu, parafin, NaCl 0,9, dan kertas milimeter.
3.2.4 Metode Kerja 3.2.4.1 Persiapan pakan dan adaptasi mencit dalam kandang
Sebelum percobaan dilakukan, semua mencit diadaptasi selama satu minggu. Mencit dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kontrol P0 tidak
diperlakukan, perlakuan satu P1 dipaparkan asap rokok dengan rasa strawberry, dan perlakuan dua P2 dipaparkan dengan asap rokok rasa Gudang Garam. Pakan
dibuat dengan komposisi jagung halus dan pelet dengan perbandingan 1:3 dan
diberikan secara ad libitum selama masa percobaan. Tempat minum menggunakan botol minuman suplemen yang pada tutup botolnya dilubangi. Tempat minum
diletakkan di bagian atas kandang dalam posisi terbalik terdapat pengait dari kawat untuk menahan botol agar tidak jatuh. Pemberian minum dari air mineral
komersil dan diberikan secara ad libitum.
3.2.4.2 Pajanan asap rokok elektrik pada mencit
Pajanan asap rokok elektrik pada mencit dilakukan setiap hari. Satu batang rokok elektrik sejak awal harus dicharge hingga penuh agar pada saat pemaparan
pada hewan uji dapat terjadi secara maksimal. Pemberian asap rokok elektrik
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
dilakukan dengan dosis minimal 20 kali hisapan hingga mencit yang berada di dalam smoking box menjadi lemas dan tidak aktif bergerak.
Tahapan pemajanan asap rokok dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam pemajanan ini. Smoking box
memiliki dua lubang penghubung di bagian depan, yang dihubungkan dengan selang dan three way. Lubang three way yang pertama untuk menghubungkan
selang dengan batang rokok, lubang three way kedua untuk menghubungkan selang ke spuit untuk memompa hingga asap masuk ke dalam tabung spuit, dan
lubang three way yang ketiga untuk menghubungkan dan mengalirkan asap ke smoking box. Pada saat pemaparan asap, smoking box, ditutup rapat dengan
plastik putih transparan dan diberi lubang di bagian atas plastik sebagai ventilasi memungkinkan pertukaran udara.
Mencit dimasukkan bersamaan dalam smoking box, kemudian ditutup kembali. Satu batang rokok elektrik dipasang pada ujung selang sebelah kiri,
kemudian three way diputar sehingga yang terbuka hanya jalur selang pada rokok dan selang pada spuit, rokok lalu dipompa hingga asap yang keluar masuk ke
dalam tabung spuit, kemudian three way diputar kembali sehingga yang terbuka hanya jalur selang pada spuit dan jalur selang untuk masuknya asap ke smoking
box. Selanjutnya asap pada tabung spuit dikeluarkan, sehingga asap rokok masuk ke dalam smoking box. Penghisapan dilakukan sampai mencit di dalam smoking
box menjadi lemas.
3.2.4.3 Penimbangan bobot badan
Berat badan mencit jantan Mus musculus L. ditimbang pada awal mulai perlakuan dan kemudian ditimbang kembali pada akhir perlakuan.
3.2.4.4 Pengambilan organ
Mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher, kemudian dibedah bagian bawah abdomen hingga ke bagian toraks. Diambil organ hepar secara hati-hati dan
dimasukkan ke dalam larutan garam fisiologis guna untuk membersihkan organ.
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Setelah itu, organ ditimbang lalu diletakkan di atas kertas milimeter untuk diamati.
3.2.4.5 Pembuatan preparat histologi
Organ hepar ditimbang dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9 kemudian difiksasi selama seminggu dengan larutan Bouin. Setelah itu, hepar dicuci dengan alkohol
70 dengan cara dishaker sampai benar-benar jernih dan direndam dengan alkohol 70 selama 1 malam. Setelah direndam semalaman didehidrasi dengan
merendam organ hati sambil dishaker dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 70, 80, 96 dan 100 absolut selama 1 jam pada setiap
konsentrasi. Organ hepar direndam di dalam xylol selama 1 malam. Organ hepar yang telah direndam 1 malam di dalam xylol kemudian diambil dan direndam
dalam xylol lagi selama 1 jam pada suhu kamar, lalu dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru selama 1 jam. Setelah itu organ hepar direndam ke dalam parafin
murni I, parafin murni II, dan parafin murni III masing-masing selama 1 jam pada suhu 60°C.
Setelah melewati tahap-tahap tersebut barulah memasuki tahap embedding atau penanaman organ ke dalam parafin. Parafin baru yang telah cair dituang ke
dalam kotak yang telah disediakan, kemudian hepar ditanam dalam kotak yang telah berisi parafin dan diatur posisinya lalu diberi label dan didiamkan hingga
dingin dan membentuk blok parafin. Blok-blok tersebut selanjutnya dirapikan pada holder yang terbuat dari kayu berukuran 3x2x3 cm yang berbentuk balok.
Setelah itu dilakukan pemotongan atau cutting dengan memotong blok-blok parafin yang telah diholder pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin
dengan ukuran ketebalan 6 µm. Pita parafin yang diperoleh ditempelkan pada object glass, yaitu dengan mengambil beberapa pita parafin, kemudian diletakkan
pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan kemudian pada air hangat. Lalu object glass diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan
pita parafin pada object glass. Setelah tahap ini selesai barulah memasuki tahap pewarnaan. Object glass dicelupkan pada xylol sampai parafin habis kira-kira
selama 5 menit, selanjutnya ke dalam alkohol bertingkat dengan konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
menurun, yaitu dari alkohol absolut, 96, 80, 70, 60, 50, 40, 30 kemudian ke dalam akuades, pada setiap konsentrasi dicelupkan ± 3-5 detik.
Setelah itu, sediaan dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama beberapa detik, lalu dicuci dengan air mengalir, kemudian dimasukkan ke
dalam alkohol 30, 40 , 50, 60 , dan 70, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna eosin selama beberapa detik, dilanjutkan ke dalam alkohol 80,,
90, dan alkohol absolute. Setelah itu, dilap dengan kertas tisu dan dimasukkan ke xylol selama ± 2 menit. Preparat dikeringkan dan dibersihkan dengan kertas
tisu. Kemudian preparat diberi canada balsam agar awet dan melekat pada cover glass, diusahakan agar tidak terdapat gelembung udara saat menutup preparat
dengan cover glass. Preparat yang telah diwarnai kemudian diberi label dan diamati kerusakannya khususnya pada tubulus proksimal di bawah mikroskop
Suntoro, 1983.
3.2.4.6 Parameter Pengamatan
Pada penelitian ini, parameter yang diamati yaitu struktur makroskopis dan histopatologi Sawant et al., 2004 hepar mencit yang dianalisis secara deskriptif
kualitatif dan dibuat skor nekrosis sentrolobular seperti tercantum dalam Tabel 1. A.
Gambaran makroskopis hepar mencit yaitu pengukuran terhadap berat organ hepar awal mencit antara kontrol dengan mencit yang mendapat perlakuan
termasuk diantaranya perbandingan perubahan warna hepar dari coklat kemerahan menjadi pucat atau coklat tua, konsistensi hepar kenyal dan padat
menjadi lembek sampai rapuh dan struktur permukaan yang licin menjadi bernodul atau ada lesi. Pengamatan makroskopis hepar meliputi berat, warna,
konsistensi, dan permukaan hepar yang normal berwarna merah kecoklatan, dan konsistensinya kenyal serta permukaan yang licin Dewi, 2010.
Kriteria abnormal bila ditemukan: a.
Perubahan berat organ hepar b.
Perubahan warna c.
Perubahan konsistensi d.
Perubahan permukaan
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
B. Derajat histopatologi hepar adalah gambaran kerusakan hepar secara
mikroskopis yang dinilai dengan mengukur derajat kerusakan dari kongesti dan nekrosis dari sel-sel hepar. Nekrosis adalah kematian akibat terpapar
stimulus eksogen seperti zat-zat kimia sehingga terjadi perubahan morfologi sel yang mati berupa penyusutan inti sel dengan batas yang tidak teratur dan
berwarna gelap piknosis, hancurnya inti dengan pecahan-pecahan kromatin karyoreksi, dan hancurnya inti Karyolisis Prince Wilson, 2006.
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya merk Olympus dengan perbesaran dimulai dari 40x, 100x, dan 400x, luas nekrosis pada hepar mencit
dinilai scara semikuantitatif menggunakan mikroskop cahaya pada tiga zona dalam 10 lobulus.
Preparat histologis hepar diamati di bawah mikrpskop cahaya dalam 5 lapang pandang yang berbeda, dengan perbesaran 40X10 kali. Setiap lapang
pandang dihitung 20 sel secara acak sehingga dalam 1 preparat tersebut ditemukan 100 sel hepar. Kemudian dihitung rerata bobot skor perubahan histopatologi hepar
pada 5 lapang pandang dari masing-masing mencit dengan model Skoring Histopathology Manja Roenigk Desprinita, 2010. Jenis kerusakan hepar yang
diamati meliputi nekrosis, degenerasi parenkimatosa, dan degenerasi hidropik. Kemudian dicatat dan dihitung jumlah persentase kerusakan yang terjadi Pawitra
Mutiara, 2010; Maretnowati et al., 2005 dalam Amalina, 2009; Jawi, 2007.
Tabel 3.2.4.6 Skor Penilaian Tingkat Kerusakan Hepatosit Kriteria Manja Roenigk Yang Telah Dimodifikasi Hapsari 2010
Tingkat Kerusakan Skor
Normal 1
Degenerasi parenkimatosa 2
Degenerasi hidropik 3
Nekrosis 4
3.2.4.7 Analisis statistik
Data yang didapat dari setiap parameter variabel pengamatan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif variabel dependen yang didapatkan yaitu
rerata dan standart deviasi dari berat hepar dan jumlah kerusakan hepatosit diuji dengan bantuan progr statistik komputer yakni progr SPSS release 16. Urutan uji
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila data yang diperoleh homogen dan normal p0,05 maka dilanjutkan dengan uji sidik ragam
ANOVA, jika berbeda nyata p0,05 maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc- Bonferroni. Tetapi apabila hasil uji homogenitas dan normalitas menunjukkan
tidak homogen atau tidak normal, maka data tersebut ditransformasi sebanyak 3 kali. Apabila tetap tidak homogen atau tidak normal p0,05 maka dilanjutkan
dengan uji non parametrik Kruskal-Wallis. Setelah itu untuk melihat perbedaan antara 2 perlakuan kontrol dan ekstrak andaliman dilakukan uji Mann-Whitney
Prakoso, 2008.
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Berat Hepar Mencit
Hasil pengamatan terhadap berat hepar mencit jantan dengan perlakuan pemaparan asap rokok elektrik dengan perbedaan rasa yaitu rasa strawberry dan
Gudang Garam telah dilakukan uji analisis statistik. Dari data tersebut diperoleh bahwa rata-rata berat hepar mencit yang dipaparkan asap rokok elektrik
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kontrol K0. Rata-rata berat hepar mencit pada K0 1,839 g dan P1 1,766 g, sedangkan rata-rata berat hepar
mencit pada P2 1,746 g. Grafiknya dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1. Berat Hepar Mencit yang dipaparkan asap rokok elektrik
dengan kandungan rasa strawberry dan Gudang Garam. K0= Kontrol mencit tidak diberi perlakuan apapun selain pakan;
P1 = Perlakuan 1, mencit dipaparkan asap rokok elektrik rasa strawberry; P2 = Perlakuan 2, mencit dipaparkan asap rokok
elektrik rasa Gudang Garam, huruf yang berbeda pada perlakuan berbeda menunjukkan berbeda nyata; berat hepar mencit dalam
satuan gram g. a
a a
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata penurunan berat hepar hepar antara kontrol K0 dengan perlakuan P1 dan P2,
demikian juga tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan P1 dengan P2. Hal ini berarti paparan asap rokok elektrik rasa strawberry dan gudang garam belum
dapat merusak sel hepar secara signifikan walaupun telah dijumpai penurunan berat hepar dengan perbedaan yang tidak nyata pada kedua perlakuan Hal ini
mungkin karena kurangnya lama pemaparan oleh asap rokok yang diberikan. Menurut Lu 1994, pada dasarnya perubahan morfologi sulit untuk di ukur.
Menurut Alboneh 2010, tahapan terjadinya gangguan fungsi organ, dimulai dari gangguan keadaan biokimianya, dilanjutkan dengan gangguan anatomis yang
terlihat pada tahap berikutnya yang didahului dengan gangguan secara histologis dan pada akhirnya akan bermanifestasi pada gambaran makroskopisnya yang
ditandai dengan kematian sel dalam jumlah besar. Kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti jenis zat kimia, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut seperti akut, subkronik atau kronik. Semakin tinggi konsentrasi suatu senyawa
yang diberikan maka respon toksik yang ditimbulkan semakin besar. Kerusakan hepar dapat terjadi segera atau setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestasis, atau timbulnya disfungsi hepar secara perlahan-lahan Anggraini, 2009.
Menurut Amalina 2009, kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang diberikan,
dan lamanya paparan zat tersebut seperti akut, subkronik atau kronik. Umumnya perubahan makroskopis seperti berat hepar terjadi pada keadaan kronis. Pada
hepar, degenerasi ringan dapat tidak berpengaruh pada penampakan makroskopisnya. Menurut Putri 2007, logam berat yang bersifat radikal bebas
seperti mitokondria tidak tahan terhadap serangan radikal bebas. Radikal bebas juga dapat menimbulkan stress oksidatif dalam organ. Apabila stress oksidatif ini
terjadi secara besar-besaran maka akan merusak sel hepar. Menurut Lu 1995, hepatosit adalah jenis sel yang menyusun sebagian besar organ hati. Hepatosit
berperan dalam metabolisme berbagai zat. Apabila sel hepatosit mengalami kerusakan yang parah, maka akan terjadi perubahan pada morfologi organ hati.
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
4.2 Morfologi Hepar