Gambaran Histologis Ginjal Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Setelah Pembersihan Ekstrak n-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

(1)

GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL MENCIT (

Mus musculus

L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK

N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (

Zanthoxylum acanthopodium

DC.)

SKRIPSI

MIDUK ULIARTA SIANIPAR

080805042

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL MENCIT (

Mus musculus

L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK

N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (

Zanthoxylum acanthopodium

DC.)

SKRIPSI

Penelitian ini diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu bengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

MIDUK ULIARTA SIANIPAR

080805042

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

2014

PERSETUJUAN

Judul : GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL MENCIT

(Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH

PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Kategori : SKRIPSI

Nama : MIDUK ULIARTA SIANIPAR

Nomor Induk Mahasiswa : 080805042

Program Studi : SARJANA (S-1) BIOLOGI Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2

Diluluskan di

Medan, Agustus 2014 :

Pembimbing 1

Dr. Salomo Hutahaean, M.Si Dra. Emita Sabri, M.Si NIP. 19651011 199501 1 001 NIP. 19560712 198702 2 002

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang merupakan syarat untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan, dan arahan, waktu serta perhatian yang besar selama penulisan dan penyusunan hasil penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed dan Ibu Dra. Elimasni, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam penyempurnaan penulisan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.sc selaku sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi mulai dari awal perkuliahan sampai penyusunan hasil penelitian ini, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Ibu Mizarwati, S.Si selaku Ketua Panitia Seminar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Nurhasni Muluk yang selalu setia membantu penulis dalam melengkapi peralatan dan bahan saat penelitian, Abang Erwin, dan Ibu Roslina Ginting selaku staf pegawai Departemen Biologi FMIPA USU.

Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua saya tercinta: A. Sianipar dan H. Br. Sitompul yang dengan sabar dan tiada mengenal lelah untuk mendukung pendidikan penulis mulai dari kecil hingga sekarang, yang tulus memberikan doa, dana dan kasih sayang yang luar biasa sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik-adikku yang memberikan motivasi dan kasih sayang yang begitu besar kepada penulis.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan penelitian Syarifah Riska Mela Putri, Riana, Eka Prasetyawan, dan Mai Sarah yang saling mendukung dan saling pengertian. Kepada teman-teman stambuk 2008 (Struggling For The Earth), terimakasih buat kekompakannya selama ini baik dalam suka maupun duka yang dilalui bersama terkhusus dalam setiap praktikum.


(5)

Kepada sahabat-sahabatku tersayang (Michimelnaztha) Azmi, Chister, Mela, Ina, dan Agnez, there is nothing too hard when we’re together, fighting!. Kepada kakak asuhku Deni Simarmata, dan adik asuhku Sandi Sianturi dan Sri Hasianna Sinaga, yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan motivasi kepada penulis. Kepada tim PKM Adi Gunawan, Mela, dan Rahmad Jaiz keep moving, keep moving, for better future!. Kepada seluruh asisten Laboratorium Struktur Hewan dan Laboratorium Fisiologi Hewan atas kekompakan dan kerjasamanya. Terimakasih juga kepada adik junior stambuk 2009, stambuk 2010 (seluruh adik asuh tercinta), stambuk 2011, stambuk 2012 dan stambuk 2013 yang selalu memberikan semangat.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan hasil penelitian ini. Penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, bagi penulis pada khususnya dan para pembaca serta bermanfaat bagi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Kasih-Nya beserta kita, Amin.

Medan, Agustus 2014


(6)

GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH

ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek dari ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) terhadap struktur histologis ginjal mencit (Mus musculus L.) strain DDW. Percobaan yang dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan terdiri dari kontrol blank (P0), kontrol pelarut 1% CMC (P1), Ekstrak N-hekan buah andaliman (2% = P2), (4%=P3) dan (6%=P4). Semua perlakuan diberikan secara oral dengan menggunakan jarum gavage (0,1 ml/10g/bb) mulai dari hari pertama sampai hari kesepuluh kebuntingan. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak N-heksan buah andaliman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur histologis ginjal mencit (P < 0,05).

Keywords: histologis ginjal, ekstrak buah andaliman, tubulus proksimal, N-heksan


(7)

THE HISTOLOGICAL APPEARANCE OF DDW MICE’S KIDNEY (Mus

muscullus L.) AFTER THE ADMINISTERING OF ANDALIMAN FRUIT

EKSTRACT (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

ABSTRACT

The research has been conducted to study the effect of N-hexane extract of the andaliman fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) to the histologic structure of mice kidney (Mus musculus L.) strain DDW. Experiment was carried out using Completely Randomized Design (CDR) with 5 treatments and 6 replication. Treatments consist of untreated control (T0), solvent control 1 % of CMC (T1), N-hexane extract of andaliman fruit (2%= T2), (4%=T3) and (6%=T4). All treatments were given by oral gavage (0,1 ml/10g/bw) start from 1st day to 10th days of gestation. The result showed that N-hexane extract of the andaliman fruit give significant effect to the histologic structure of mice kidney (p < 0,05).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK vii ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Hipotesis 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 6

2.2 Ginjal (Ren) 9

2.2.1 Struktur Ginjal 9

2.2.2 Pembuluh Darah pada Ginjal 10

2.2.3 Histologi Ginjal 11

BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat 14

3.2 Bahan dan Alat 14

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan Bahan Uji 15

3.3.2 Hewan Percobaan 15

3.3.3 Rancangan Penelitian 16

3.3.4 Pemberian Perlakuan 16

3.3.5 Penimbangan Berat Ginjal 17 3.3.6 Pembuatan Preparat Ginjal Mencit dengan 17

Metode Parafin 3.4 Parameter Pengamatan

3.4.1 Pengamatan Berat Ginjal 19

3.4.2 Pengamatan Kerusakan Tubulus Proksimal Ginjal 19 3.4.3 Pengamatan Diameter Tubulus Proksimal yang 19

Menutup

3.5 Analisis Statistik 20

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Berat Ginjal Mencit 21

4.2 Penutupan Tubulus Proksimal 23 4.3 Diamater Tubulus Proksimal yang Menutup 27


(9)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 30

5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Komponen Minyak Buah Andaliman Segar dan Kering

Angin dengan Teknik Kromatografi Gas 8


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tanaman Andaliman 7

Gambar 2.2.1 Gambaran Makroskopis Ginjal 9 Gambar 2.2.3.1 Ginjal dan Nefron 12

Gambar 2.2.3.2 Histologi Ginjal 12

Gambar 4.1 Diagram Berat Ginjal 21

Gambar 4.2.1 Diagram Penutupan Tubulus Proksimal 23 Gambar 4.2.2. Histologi Ren Mencit: Penutupan Tubulus Proksimal 24 Gambar 4.3.1 Diagram Diameter Tubulus Proksimal 27 Gambar 4.3.2 Histologi Ren Mencit: Diameter Tubulus Proksimal 28 Gambar 4.3.3 Diameter Perlakuan P3 dan P4 29


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Analisis Statistik 34

Lampiran 2. Foto Pengamatan Tubulus Proksimal yang Menutup 51


(13)

GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH

ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek dari ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) terhadap struktur histologis ginjal mencit (Mus musculus L.) strain DDW. Percobaan yang dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan terdiri dari kontrol blank (P0), kontrol pelarut 1% CMC (P1), Ekstrak N-hekan buah andaliman (2% = P2), (4%=P3) dan (6%=P4). Semua perlakuan diberikan secara oral dengan menggunakan jarum gavage (0,1 ml/10g/bb) mulai dari hari pertama sampai hari kesepuluh kebuntingan. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak N-heksan buah andaliman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur histologis ginjal mencit (P < 0,05).

Keywords: histologis ginjal, ekstrak buah andaliman, tubulus proksimal, N-heksan


(14)

THE HISTOLOGICAL APPEARANCE OF DDW MICE’S KIDNEY (Mus

muscullus L.) AFTER THE ADMINISTERING OF ANDALIMAN FRUIT

EKSTRACT (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

ABSTRACT

The research has been conducted to study the effect of N-hexane extract of the andaliman fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) to the histologic structure of mice kidney (Mus musculus L.) strain DDW. Experiment was carried out using Completely Randomized Design (CDR) with 5 treatments and 6 replication. Treatments consist of untreated control (T0), solvent control 1 % of CMC (T1), N-hexane extract of andaliman fruit (2%= T2), (4%=T3) and (6%=T4). All treatments were given by oral gavage (0,1 ml/10g/bw) start from 1st day to 10th days of gestation. The result showed that N-hexane extract of the andaliman fruit give significant effect to the histologic structure of mice kidney (p < 0,05).


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yaitu sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun (Sabtono, 2013). Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini bila tidak dikendalikan akan menyebabkan masalah yang besar. Upaya pengendalian masalah pertumbuhan penduduk dengan penggunaan program keluarga berencana (KB) sudah dilaksanakan dengan baik melalui pemakaian alat kontrasepsi yang pada umumnya terbuat dari hormon sintetik, namun seringkali menimbulkan masalah serius bagi pemakainya (Sabri, 2007). Untuk itu, sedang digalakkan pemakaian alat kontrasepsi yang berasal dari bahan alam, salah satunya tanaman andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.).

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan tanaman rempah khas Sumatera Utara yang umumnya digunakan sebagai bumbu masakan tradisional suku Batak (Siregar, 2003). Tanaman andaliman tidak hanya ditemukan di Indonesia, tetapi juga ditemukan di negara lain seperti negara Eropa, China, dan India. Umumnya tanaman andaliman digunakan di berbagai negara tersebut sebagai tanaman obat-obatan bersama dengan tanaman genus Zanthoxyllum lainnya seperti Z. piperitum, Z. simulans, Z. fagara, dan Z. rhoifolium (Gonzaga et al., 2003 dalam Sabri, 2007). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa buah andaliman juga memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba (Miftakurohmah & Shinta, 2009). Sedangkan menurut Widyastuti (2000), andaliman mengandung senyawa terpenoid, flavonoid, dan alkaloid yang berperan sebagai antimikroba.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sabri et al (2005 dalam Sabri 2007), melaporkan bahwa ekstrak andaliman dapat mempengaruhi perkembangan embrio dengan kejadian meningkatnya kematian intrauterus berupa embrio resorb.


(16)

Penelitian selanjutnya oleh Sabri (2007) juga membuktikan bahwa ekstrak buah andaliman bersifat embriotoksik dan fetotoksik, dimana ekstrak buah andaliman ini mampu menurunkan secara nyata jumlah implantasi (penempelan zigot pada dinding rahim) dan meningkatkan secara nyata jumlah kematian fetus. Potensi inilah yang membuat andaliman dikembangkan menjadi alat kontrasepsi herbal atau berbahan alam yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan penduduk tanpa menimbulkan efek samping.

Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa obat herbal tidak mempunyai efek samping. Obat herbal meskipun berbahan alami bukan berarti tidak mempunyai efek samping karena tanaman obat pun mengandung racun. Penggunaan obat herbal selama ini hanya bersifat empiris artinya hanya berdasarkan dosis dan efek yang didapat dari pengalaman yang bervariasi tiap-tiap orang. Bukan berdasarkan evidence based medicine, dimana obat harus lolos melewati uji fisik, kimiawi, farmakologis, biologis, dan uji toksisitas (Wulandari, 2010). Setiap obat pasti melewati sistem-sistem di dalam tubuh, termasuk sistem ekskresi. Organ ekskresi utama di dalam tubuh yang dilaluinya yaitu ginjal. Ginjal merupakan organ ekskresi utama dalam tubuh yang memiliki peranan yang sangat penting dalam menyaring darah dan zat-zat toksik yang ikut masuk bersama darah. Ginjal merupakan organ yang sangat sensitif terhadap kandungan yang bersifat toksik (Cotran et al.,2007).

Ginjal berperan untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat toksik yang tidak sengaja masuk ke dalam tubuh. Akibatnya ginjal menjadi salah satu organ sasaran utama dari efek toksik. Urin sebagai jalur utama ekskresi, dapat mengakibatkan ginjal memiliki volume darah yang tinggi, mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu (Guyton, 1995). Kerusakan ginjal karena zat toksik dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan struktur histologi, yaitu necrosis tubular accute (NTA) yang secara morfologi ditandai dengan dekstruksi epitel tubulus proksimal. Sel epitel tubulus proksimal peka terhadap anoksia dan mudah hancur karena keracunan akibat kontak dengan bahan-bahan yang diekskresikan melalui ginjal (Underwood, 1999). Pada NTA nefrotoksik dilaporkan bahwa gambaran korteks ginjal pucat, ginjal membesar dan edem,


(17)

kongesti piramid, vakuolisasi sitoplasma sel epitel tubulus dan terbanyak di tubulus proksimal. Gambaran mikroskopisnya tampak degenerasi tubulus proksimal berupa edema epitel tubulus dengan lumen yang mengandung debris, tetapi membran basalis tetap utuh (Anggriani, 2008).

Penelitian mengenai efek samping konsumsi andaliman terhadap organ telah dilakukan oleh Prasetyawan (2013), dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsumsi buah andaliman pada mencit betina hamil memberikan pengaruh negatif terhadap struktur hepar (hepatoksik) dengan meningkatnya jumlah sel hati yang mengalami nekrosis. Sedangkan penelitian mengenai efek samping konsumsi ekstrak buah andaliman terhadap ginjal sendiri telah dilakukan oleh Panjaitan (2012), dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsumsi buah andaliman pada mencit betina virgin dapat mempengaruhi struktur histologis ginjal yang ditunjukkan dengan adanya edema pada ginjal, yaitu penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan tubulus proksimal yang menyebabkan lumen tubulus menutup dan sel tubulus membengkak yang disebut juga dengan necrosis tubular accute (NTA) yang merupakan kerusakan ginjal yang paling ringan.

Perubahan struktur histologi ginjal ini tentu dipengaruhi oleh jumlah senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pengkonsumsian andaliman terhadap organ ginjal dengan dosis yang bertingkat. Pada penelitian Panjaitan (2012) uji efek konsumsi buah andaliman telah dilakukan dengan menggunakan ekstrak etanol buah andaliman. Namun, pada penelitian ini akan digunakan ekstrak n-heksan buah andaliman karena n-heksan merupakan pelarut non-polar yang diharapkan mampu melarutkan lebih banyak senyawa terpenoid yang terdapat pada buah andaliman.

1.2 Perumusan Masalah

Setelah dilakukan beberapa uji kandungan diketahui bahwa andaliman terdiri dari beberapa senyawa terpen seperti geraniol, linalool, dan limonen, yang telah dilaporkan bersifat antimikroba dan antioksidan (Miftakurohmah & Shinta, 2009). Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Sabri (2007), ekstrak


(18)

andaliman bersifat embriotoksik dan fetotoksik sehingga andaliman dikembangkan menjadi alat kontrasepsi berbahan alam. Namun belum diketahui bagaimana efek pengkonsumsian buah andaliman terhadap organ-organ vital tubuh, terutama organ yang berkaitan langsung dengan sistem digesti dan ekskresi.

Secara farmakokinetik, obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Ginjal merupakan organ ekskresi utama yang sangat penting untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat toksik yang tidak sengaja masuk ke dalam tubuh (Agustie, 2006). Buah andaliman mengandung berbagai senyawa kimia dengan sifat yang berbeda-beda, ada kemungkinan interaksi dari senyawa-senyawa tersebut dalam tubuh. Sejauh ini belum diketahui efek konsumsi buah andaliman secara terus-menerus terhadap struktur ginjal sebagai organ ekskresi yang mengalami kontak dengan senyawa-senyawa tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak n-heksan buah andaliman terhadap berat ginjal mencit

2. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak n-heksan buah andaliman terhadap kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit dan dosis berapa yang telah mampu merusaknya

3. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak n-heksan buah andaliman terhadap diameter tubulus proksimal

1.4 Hipotesis

1. Ekstrak n-heksan buah andaliman dapat meningkatkan berat ginjal mencit 2. Ekstrak n-heksan buah andaliman dapat merusak tubulus proksimal ginjal

mencit

3. Ekstrak n-heksan buah andaliman dapat memperbesar diameter tubulus proksimal


(19)

1.5 Manfaat

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) berpengaruh terhadap struktur histologis ginjal (Mus musculus L.) b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum dan instansi yang

membutuhkannya.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodiumDC.)

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), adalah tanaman yang khas dijumpai di Sumatera Utara, Indonesia. Buahnya umum digunakan sebagai bumbu masakan tradisional suku Batak. Andaliman memiliki rasa pedas getir dan memiliki aroma seperti jeruk (sitrus) yang dapat menghilangkan bau amis pada masakan. Menurut Tensiska dkk., (2003), masakan yang menggunakan andaliman biasanya lebih tahan lama dibandingkan dengan makanan yang tidak mengandung andaliman. Hal ini disebabkan karena andaliman memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidan.

Adapun deskripsi andaliman menurut Siregar (2003), adalah sebagai berikut: Semak atau pohon kecil bercabang rendah, tegak, tinggi mencapai 5 m. Batang, cabang, dan ranting berduri, daun tersebar, bertangkai, panjang 5-20 cm dan lebar 3-15 cm, terdapat kelenjar minyak. Rakis bersayap, permukaan bagian atas, bagian bawah rakis, dan anak daun berduri; 3-11 anak daun, berbentuk jorong hingga oblong, ujung meruncing, tepi bergerigi halus, paling ujung terbesar, anak daun panjang 1-7 cm, lebar 0.5-2.0 cm. Permukaan atas daun hijau berkilat dan permukaan bawah hijau muda atau pucat, daun muda permukaan atas hijau dan bawah hijau kemerahan. Bunga di ketiak, majemuk terbatas, anak payung menggarpu majemuk, kecil-kecil; dasar bunga rata atau bentuk kerucut; kelopak 5- 7 bebas, panjang 1-2 cm, warna kuning pucat; berkelamin dua, benang sari 5-6 duduk pada dasar bunga, kepala sari kemerahan, putik 3-4, bakal buah apokarp, bakal buah menumpang. Andaliman merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam famili Rutaceae, tumbuh perdu, dengan tinggi 3 - 8 m, batang dan cabang merah kasar beralur, berbulu halus dan berduri. Daun berukuran kecil, mirip daun bunga mawar. Buah andaliman tumbuh di antara duri-duri dan bertangkai, buah muda berwarna hijau, dan matang berwarna merah, bila dipetik


(21)

warnanya cepat berubah menjadi hitam. Bentuk buah bulat dan kecil, lebih kecil dari merica, bila digigit mengeluarkan aroma wangi dan rasa tajam yang khas, dan dapat merangsang produksi air liur. Tumbuhan ini tersebar antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan Timur, Thailand, Cina. Di Indonesia, andaliman banyak ditemukan di kawasan pegunungan Danau Toba dan beberapa daerah di Sumatera Utara, dan biasanya tumbuh secara liar pada ketinggian 1.200 - 1.400 m dpl. Sedangkan di Cina, dapat tumbuh sampai pada ketinggian 2.900 m dpl (Hartley, 1966; Miftakhurohmah & Shinta, 2009).

Gambar 2.1 Buah Andaliman (Zanthoxyllum

acanthopodium) (Sumber: Siregar, 2003)

Ciri lain famili Rutaceae yang terdapat pada andaliman ialah daun majemuk, bunga majemuk berbatas dalam anak payung, mempunyai perhiasan bunga satu lingkaran, yaitu kelopak yang disusun oleh lima daun kelopak bebas. Lain halnya dengan anggota famili Rutaceae, berdaun tunggal, bunga majemuk tidak terbatas, tersusun dalam bulir (lada), dan tidak memiliki perhiasan bunga (Tjitrosoepomo, 1991). Andaliman memiliki kombinasi ciri berikut: tumbuhan berduri, daun tersebar dan majemuk, bakal buah apokarp atau semikarp. Keempat ciri ini ada pada andaliman. Dari satu bunga dapat terbentuk satu hingga empat buah yang masing-masing mempunyai satu biji. Tipe perkecambahan biji


(22)

andaliman ialah epigeal. Perkecambahan di atas tanah terjadi karena pembentangan ruas batang di bawah daun lembaga sehingga daun lembaganya terangkat ke atas tanah (Hartley, 1966).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa buah andaliman memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba. Minyak atsiri dari buah andaliman terdiri dari beberapa senyawa terpen seperti geraniol, linalool, dan limonen, yang telah dilaporkan bersifat antioksidan. Selain itu, serbuk buah andaliman mampu menghambat pertumbuhan Eschericia coli, Salmonella typhimurium, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas fluorescens. Aktivitas antimikroba rempah tergantung pada satu atau beberapa komponen minyak atsirinya. Senyawa tersebut mungkin terdapat pada berbagai jenis rempah atau hanya khas pada jenis rempah tertentu. Analisis minyak atsiri buah andaliman dengan teknik GC-MS menghasilkan 11 komponen, dengan 5 komponen utama adalah alfapinen, limonen, geraniol, sitronelal, dan geranil asetat. Sedangkan dengan teknik kromatografi gas, senyawa yang berhasil diidentifikasi sebanyak 7 komponen, yaitu geranil asetat, sitronelal, geraniol, geranial, mirsen, linalool, dan limonene (Miftakhurohmah & Shinta, 2009).

Tabel 2.1 Komponen minyak buah andaliman segar dan kering angin dengan teknik kromatografi gas, Miftakhurohmah dan Shinta (2009)

Komponen (%) Buah Segar (%) Buah Kering Angin

Geranil asetat Sitronelal Geraniol Geranial Mirsen Linalool Limonen 30,15 17,29 12,70 9,35 8,20 7,10 5,45 33,44 15,50 14,75 11,50 4,15 7,28 2,26

Tanaman andaliman secara umum belum dikenal masyarakat Indonesia. Walau telah diperdagangkan di luar daerah asalnya, namun masih hanya dikenal dan dipergunakan oleh kalangan terbatas. Padahal melihat keunikan sensorik yang dimiliki dan mungkin juga aktivitas fisiologi, bukan mustahil rempah ini dapat menjadi salah satu rempah yang berpotensi merebut peluang pasar ekspor. Untuk itu perlu ditunjang dengan informasi hasil penelitian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, disamping teknologi penanganan yang tepat sehingga


(23)

diperoleh terobosan-terobosan produk yang mempunyai nilai ekonomi lebih (Wijaya, 1999).

2.2 Ginjal

Ginjal sering disebut buah pinggang, bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut. Ginjal kiri lebih tinggi letaknya dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan (Irianto, 2004). Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostatis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatik adalah dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, ekskresi sisa metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal (Syaifuddin, 2000).

2.2.1 Struktur Ginjal

Gambar 2.2.1 Gambaran makroskopis ginjal (Sumber: Robbins & Kumar, 2005)

Struktur ginjal dilingkupi oleh selaput tipis dari jaringan fibrosa yang rapat dan halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiri atas bagian korteks dari sebelah luar dan bagian medula dari sebelah dalam. Bagian medula ini


(24)

tersusun atas limabelas atau enambelas massa berbentuk piramida yang disebut piramid ginjal. Puncaknya langsung mengarah ke hilus dan berakhir di kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan-satuan fungsional ginjal dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron, mulai sebagai berkas kapiler (Badan malphigi atau glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada nefron. Tubulus ada yang berkelok-kelok ada pula yang lurus. Bagian pertama tubulus yang berkelok dikenal sebagai tubulus proksimal dan setelahnya terdapat lengkung Henle, kemudian tubulus itu berkelok-kelok lagi yang dikenal dengan tubulus distal yang bersambung dengan tubulus penampung, yang berjalan melintasi korteks dan medula, yang berakhir di puncak salah satu piramida (Irianto, 2004).

Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilum, tempat saraf masuk juga tempat pembuluh darah, pembuluh limfa, dan ureter keluar. Ginjal juga memiliki sisi medial yang cembung yang di dalamnya terdapat pelvis renis, ujung ureter yang melebar, dibagi dalam dua atau tiga kaliks mayor dan beberapa cabang yang lebih kecil, kaliks minor, yang muncul dari setiap kaliks mayor (Gambar 2). Dari dasar setiap piramid medula, terjulur berkas-berkas tubulus paralel, yaitu berkas medula, yang menyusup ke dalam korteks. Setiap berkas medula terdiri atas satu atau lebih duktus koligens bersama bagian lurus beberapa nefron. Massa jaringan korteks yang mengelilingi setiap piramid medula membentuk sebuah lobus renis, dan jaringan korteks juga terdapat di antara piramid medula, struktur ini disebut kolumna Bertin (Junquiera dkk., 2005).

2.2.2 Pembuluh Darah pada Ginjal

Struktur ginjal berisi pembuluh darah (Gambar 3). Arteri renalis membawa darah bersih dari aorta abdominalis ke ginjal. Cabang-cabang arteri beranting banyak di dalam ginjal dan menjadi arteriola aferen yang masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler di dalam salah satu badan malphigi, itulah glomerulus. Pembuluh aferen kemudian tampil sebagai arteriola aferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus urinferus. Kapiler-kapiler


(25)

ini kemudian bergabung untuk membentuk vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena cava inferior. Oleh karena itu, darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler yang bertutjuan agar darah dapat lebih lama berada di sekitar tubulus uriniferus (Irianto, 2004).

Menurut Syaifuddin (2000), ginjal mendapat darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis sebelum masuk ke dalam massa ginjal. Arteri renalis memiliki cabang yang besar, arteri anterior dan arteri renalis posterior. Cabang anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan ventral dan cabang posterior memberikan darah untuk ginjal posterior dan bagian dorsal. Di antara kedua cabang ini terdapat suatu garis (Brudels line) yang terdapat di sepanjang largo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak terdapat pembuluh darah sehingga kedua cabang ini akan menyebar sampai ke bagian anterior dan bagian posterior dari colisis (kalises) sampai ke bagian ginjal, terletak diantara piramid yang disebut dengan arteri aquarta. Pembuluh ini akan bercabang menjadi arteri interlobularis yang berjalan tegak ke dalam korteks berakhir sebagai vasa aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus, pleksus kapiler sepanjang tubulus melingkar di dalam korteks tanpa berhubungan dengan glomerulus, dan pembuluh darah menembus kapsula Bowman.

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomerulus kemudian ditubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urin 1-2 liter (Nasution, 2010).

2.2.3 Histologi Ginjal

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron. Sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, badan malphigi, tubulus kontortus distalis, segmen tipis dan tebal ansa Henle, dan tubulus koligens (Nasution, 2010).


(26)

Gambar 2.2.3.1 Ginjal dan Nefron

(Sumber: Cotran dkk, 2007)

Korteks ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars konvulata tersusun dari korpuskuli ginjal dan tubuli yang membentuk labirin kortikal. Pars radiata tersusun dari bagian-bagian lurus yaitu segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal dari nefron dan duktus koligens (Maulana, 2010).

Gambar 2.2.3.2 Histologi Ginjal (Sumber: Nasution, 2010)

Badan malphigi terdiri atas glomerulus dan kapsula Bowman. Glomerulus merupakan berkas-berkas kapiler darah. Kapiler-kapiler dilingkupi oleh lapisan


(27)

viseral dan kapsula Bowman merupakan lapisan parietal. Lapisan viseral mempunyai sel yang disebut podosit, dimana dari badan selnya keluar beberapa tonjolan primer dan dari tonjolan primer keluar banyak tonjolan sekunder. Arteriol afferen masuk kedalam badan malphigi dan arteriol efferen keluar dari badan malphigi. Dari arteriol afferen bercabang menjadi banyak kapiler. Antara lapisan viseral dan lapisan parietal terdapat ruang kosong yang berisi cairan, dan selanjutnya cairan itu dikeluarkan melalui tubulus kontortus proksimal (Junqueira dkk, 1995). Ruangan dalam kapsula Bowman disebut ruang Bowman (ruang urinarius) yang menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisanviseral. Glomerulus berhubungan dengan kapsula Bowman di bagian dalam melalui lapisan viseral yang tersusun oleh modifikasi sel-sel epitel yang disebut podosit. Dinding luar yang mengelilingi ruang Bowman tersusun oleh sel-sel epitel skuamous simpleks yang membentuk lapisan parietal (Stevens & Lowe, 2005; Gartner & Hiatt, 2007).

Menurut Junqueira dkk (1995), tubulus kontortus proksimal keluar dari badan malphigi, dibatasi oleh sel epitel selapis kubus. Lumennya kecil. Apeks sel yang menghadap lumen mempunyai banyak mikrofili yang panjangnya sekitar 1 um yang membentuk brush border, sitoplasma sel granular dan sel sangat terwarnai oleh eosin. Tubulus kontortus distal mempunyai perbedaan-perbedaan dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Perbedaan-perbedaannya dalam hal ukuran lumen tubulus distal lebih besar dibandingkan tubulus proksimal. Ukuran sel tubulus distal lebih kecil dibandingkan tubulus proksimal. Brush border pada tubulus distal tidak ada. Sel tubulus distal kurang asidofil dibandingkan sel-sel tubulus proksimal (kurang terwarnai oleh eosin). Lengkung Henle berbentuk huruf U dan mempunyai segmen yang tipis dan diikuti dengan segmen yang tebal. Bagian tipis lengkung Henle merupakan lanjutan dari tubulus kontortus proksimal yang mempunyai garis tengah 12 um, tetapi lumennya lebar karena dindingnya terdiri dari sel epitel gepeng yang intinya menonjol ke dalam lumen. Urin berjalan dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligens. Tubulus koligens dibatasi oleh epitel kubus dan bergaris tengah sekitar 40 um. Ketika menembus medula, sel-sel epitelnya menjadi lebih tinggi dan akhirnya menjadi silindris.


(28)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2011 sampai Maret 2013 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, dan Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pemeliharaan hewan uji dan pemberian perlakuan yaitu kandang hewan, tempat makan dan minum hewan, jarum gavage, neraca timbangan, dan alat tulis. Alat yang digunakan dalam pembuatan bahan uji yaitu blender, kertas saring, spatula, botol, Erlenmeyer, dan rotavapor. Untuk pembuatan sediaan mikroskopis digunakan jarum pentul, bak bedah, dissecting set, sample cup, aluminium foil, oven, mikrotom, kuas, hot plate, gelas ukur, beaker glass, botol zat, chamber, object glass, cover glass, kertas label dan botol balsem. Alat yang digunakan untuk pengamatan yaitu mikroskop binokuler, kamera digital, timbangan digital, dan alat tulis,

Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan hewan uji dan pemberian perlakuan yaitu mencit betina dewasa (Mus musculus L.) strain DDW yang bunting, pakan, sekam, ekstrak andaliman 2 %, 4%, 6%, dan pelarut CMC (carboxyl metil cellulose) 1. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bahan uji yaitu buah andaliman (Zanthoxzyllum acanthopodium DC.) dan pelarut n-heksan. Bahan yang digunakan untuk pembuatan sediaan mikroskopis yaitu larutan NaCl 0,9%, larutan Bouin, alkohol 100%, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%, aquadest, xylol, parafin, holder, canada balsam, pewarna hematoksilin dan eosin.


(29)

3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Pembuatan Bahan Uji

Buah andaliman diperoleh dari daerah Dairi, Kabupaten Tapanuli Utara. Buah andaliman yang masih bercampur dipisahkan untuk memperoleh buah yang masih segar kemudian dikeringkan dalam suhu kamar sampai kering. Buah yang telah kering diblender hingga menjadi simplisia (serbuk), kemudian dimasukkan ke dalam stoples dan disimpan pada suhu kamar. Simplisia yang telah dihasilkan dimaserasi dengan cara memasukkan simplisia ke dalam botol dan ditambahkan pelarut n-heksan sampai terendam. Campuran tersebut diaduk dan dibiarkan selama ± 1 malam. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring dan diperoleh filtrat. Residu yang ada direndam kembali dengan pelarut n-heksan. Hal ini dilakukan secara berulang hingga diperoleh filtrat jernih. Kemudian filtrat yang diperoleh dipisahkan dengan rotavapor sehingga dihasilkan ekstrak kental.

Ekstrak kental yang telah dirotavapor di tempatkan ke dalam beakerglass dan ditutup dengan alumunium foil, lalu dimasukkan ke dalam freezer untuk mencegah kerusakan ekstrak. Ekstrak andaliman tidak larut dalam air, maka untuk mendapat campuran yang homogen digunakan suatu pelarut yaitu carboxyl metil cellulosa (CMC) dengan konsentrasi 1% (1 mL CMC dilarutkan dalam 100 mL aquadest) sehingga dihasilkan ekstrak yang diinginkan. Lalu dibuat dosis yang telah dimodifikasi dengan cara melarutkan ekstrak buah andaliman 2% dalam 1% CMC, 4% dilarutkan dalam 1% CMC, dan 6% dilarutkan dalam 1% CMC (Chairul et al., 1992; Pratiwi, 2006).

3.3.2 Persiapan Hewan Uji

Penelitian ini menggunakan mencit betina (Mus musculus L.) strain DDW. Disediakan satu ekor mencit jantan lalu ditempatkan dalam kandang yang berisi enam ekor mencit betina yang sedang estrus selama satu malam. Sumbat vagina menyatakan telah terjadi kopulasi atau perkawinan mencit antara mencit jantan dan mencit betina dan ditetapkan sebagai hari ke-0 (nol) kebuntingan (Taylor, 1986). Mencit yang bunting dipisahkan dan dipelihara sampai melahirkan. Anak


(30)

mencit yang berumur ± tiga minggu dipisahkan dari induknya dan dipelihara dalam kandang terpisah dengan memisahkan antara mencit jantan dan betina. Kandang yang terbuat dari plastik yang diberi alas sekam yang dilakukan pergantian sekam dua kali seminggu. Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari secara ad-libitum (Sabri et al, 2007). Mencit betina yang sudah berumur ± 12 minggu dengan kisaran berat badan ± 25-30 g kemudian dikawinkan dengan mencit jantan. Apabila terjadi sumbat vagina pada mencit betina maka dinyatakan sebagai hari ke-0 (nol) kebuntingan (Taylor, 1986). Mencit yang bunting dari perkawinan tersebut siap untuk diberi perlakuan.

3.3.3 Pemberian Perlakuan

Pemberian bahan uji dilakukan pada mencit betina (Mus musculus L.) yang sedang bunting dengan menggunakan jarum gavage (Hrapkiewicz & Medina, 2007). Pemberian dilakukan selama 10 hari kebuntingan. Volume pemberian ekstrak sebanyak 0,3 ml/ekor/hari. Kemudian mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher pada saat mencapai 18 hari kebuntingan. Selanjutnya mencit dibedah, diambil organ ginjal dan dicuci dalam larutan fisiologis (NaCl 0,9%) lalu ditimbang, setelah itu dimasukkan ke dalam larutan Bouin.

3.3.4 Rancangan Penelitian

Tabel 3.3.4 Model Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL). Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 30

Perlakuan Konsentrasi Lama Waktu

Pemberian

Jumlah Mencit

Kontrol (P0) - - 6 ekor

Kontrol Pelarut (P1) CMC 1 % 10 hari kebuntingan 6 ekor Perlakuan (P2) 2% 10 hari kebuntingan 6 ekor Perlakuan (P3) 4% 10 hari kebuntingan 6 ekor Perlakuan (P4) 6% 10 hari kebuntingan 6 ekor


(31)

ekor mencit strain DDW yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu umur 2-3 bulan, berat badan 25-30 g, dan tidak terdapat abnormalitas anatomi yang tampak. Setelah mengalami masa adaptasi selama 1 minggu, sampel secara random dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri atas kelompok kontrol, kelompok kontrol pelarut dan 3 kelompok perlakuan.

Kelompok P0 (kontrol) mendapatkan pakan standar dan minum berupa air ledeng secara ad-libitum. Kelompok Kontrol Pelarut (P1) diberi pakan standar dan CMC 1%. Sedangkan kelompok perlakuan P2, P3, P4) masing-masing diberi pakan standar, air ledeng dan ekstrak N-heksan andaliman dengan konsentrasi 2%, 4%, dan 6%. Setelah perlakuan, pada hari kedelapan belas mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher, kemudian diambil organ ginjalnya, dicuci dengan larutan NaCl 0,9% lalu difiksasi dengan Bouin dan diproses mengikuti metode parafin dengan pewarnaan HE. Dari setiap organ diamati di bawah mikroskop dalam 5 lapangan pandang, yaitu pada keempat sudut dan bagian tengah preparat, dengan perbesaran 400x. Sasaran yang dibaca adalah tubulus proksimal ginjal.

Penghitungan kerusakan tubulus proksimal menggunakan rumus (n/m) x 100%, dimana n adalah jumlah tubulus proksimal yang telah menutup dalam satu lapangan pandang sedangkan m adalah jumlah seluruh tubulus proksimal yang terdapat dalam satu lapangan pandang (Sihardo, 2006).

3.3.5 Penimbangan Berat Ginjal

Setelah mendapat perlakuan mencit didislokasi kemudian dibedah. Diambil salah satu ginjal secara acak. Organ ginjal diambil dan ditimbang pada timbangan elektronik.

3.3.6 Pembuatan Preparat Ginjal dengan Metode Parafin

Mencit (Mus musculus L.) didislokasi dan dibedah. Diambil organ ginjal, ditimbang dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama seminggu dengan larutan Bouin. Setelah difiksasi, ginjal dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker sampai benar-benar jernih dan direndam dengan


(32)

alkohol 70 % selama 1 malam. Setelah direndam semalaman dilakuan dehidrasi dengan merendam organ ginjal sambil dishaker dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 70%, 80%, 96% dan 100% (absolut) selama 1 jam pada masing-masing konsentrasi. Setelah itu organ ginjal direndam di dalam xylol selama 1 malam. Organ ginjal yang telah direndam 1 malam di dalam xylol kemudian diambil dan direndam dalam xylol lagi selama 1 jam pada suhu kamar, lalu dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru selama 1 jam. Setelah itu organ ginjal direndam ke dalam parafin murni I, parafin murni II, dan parafin murni III masing-masing selama 1 jam pada suhu 60°C.

Setelah melewati tahap-tahap tersebut barulah memasuki tahap embedding atau penanaman organ ke dalam parafin. Parafin baru yang telah cair dituang ke dalam kotak yang telah disediakan, kemudian ginjal ditanam dalam kotak yang telah berisi parafin dan diatur posisinya lalu diberi label. Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin. Blok-blok tersebut selanjutnya dirapikan pada holder yang terbuat dari kayu berukuran 3x2x3 cm yang berbentuk balok. Setelah itu dilakukan pemotongan atau cutting dengan memotong blok-blok parafin yang telah diholder pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm. Kemudian dilakukan penempelan, yaitu dengan mengambil beberapa pita parafin, kemudian diletakkan pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan kemudian pada air hangat. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin pada object glass. Setelah tahap ini selesai barulah memasuki tahap pewarnaan. Object glass dicelupkan pada xylol sampai parafin habis kira-kira selama 5 menit. Lalu ke dalam alkohol bertingkat dengan konsentrasi menurun, yaitu dari alkohol absolut, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30% kemudian ke dalam aquadest. Dimana masing-masing konsentrasi dicelupkan ± 3-5 detik.

Setelah itu, sediaan dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selama beberapa detik, lalu dicuci dengan air mengalir, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 30%, 40 %, 50%, 60 %, dan 70%, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna eosin selama beberapa detik, dilanjutkan ke dalam alkohol 80%,, 90%, dan alkohol absolute. Setelah itu, dilap dengan kertas tisu dan dimasukkan ke xylol selama ± 2 menit. Preparat dikeringkan dan dibersihkan dengan kertas


(33)

tisu. Kemudian preparat diberi canada balsam agar awet dan melekat pada cover glass, diusahakan agar tidak terdapat gelembung udara saat menutup preparat dengan cover glass. Preparat yang telah diwarnai kemudian diberi label dan diamati kerusakannya khususnya pada tubulus proksimal di bawah mikroskop.

3.4 Parameter Pengamatan 3.4.1 Berat Ginjal

Pengamatan berat ginjal dilakukan dengan cara menimbang organ ginjal mencit betina pada timbangan elektronik. Dari satu ekor mencit betina diambil satu organ ginjal. Ginjal dipilih secara acak tanpa membedakan antara ginjal kiri dan kanan. Berat ginjal dari ke enam ekor mencit pada tiap perlakuan kemudian dirata-ratakan dan dicatat hasilnya hingga diperoleh data.

3.4.2 Kerusakan Tubulus Proksimal Ginjal

Preparat ginjal dibuat dengan metode blok parafin dengan pewarnaan HE. Dari setiap organ ginjal yang diambil, dibuat dua preparat kemudian dilakukan pengamatan. Setiap preparat diamati di bawah mikroskop dalam 5 lapangan pandang, yaitu dengan menggeser preparat ke kiri atas, kiri bawah, tengah, kanan atas, dan kanan bawah dengan perbesaran 400x. Sasaran yang dibaca adalah tubulus proksimal ginjal yang mengalami kerusakan berupa edema atau pembengkakan hingga lumen menutup. Pada setiap lapangan pandang dihitung jumlah tubulus proksimal yang rusak, kemudian dirata-ratakan dan dihitung persentase kerusakannya lalu dicatatat pada buku data.

3.4.3 Diameter Tubulus Proksimal yang Menutup

Tubulus proksimal yang menutup dari setiap preparat dipilih secara acak sebanyak 20 buah, kemudian diukur diameternya. Ukuran diameter yang diperoleh dirata-ratakan dan dicatat pada buku data.


(34)

3.5 Analisis Statistik

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan, yaitu berat ginjal, penutupan tubulus proksimal, dan diameter tubulus proksimal yang menutup dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan yaitu rerata dan standart deviasi dari berat ginjal, penutupan tubulus proksimal, dan diameter tubulus proksimal yang menutup diuji dengan bantuan progr statistik komputer yakni progr SPSS release 16. Urutan uji diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila data yang diperoleh homogen dan normal (p>0,05) maka dilanjutkan dengan uji sidik ragam (ANOVA), jika berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc-Bonferroni. Tetapi apabila hasil uji homogenitas dan normalitas menunjukkan tidak homogen atau tidak normal, maka data tersebut ditransformasi sebanyak 3 kali. Apabila tetap tidak homogen atau tidak normal (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji non parametrik (Kruskal-Wallis). Setelah itu untuk melihat perbedaan antara 2 perlakuan (kontrol dan ekstrak andaliman) dilakukan uji Mann-Whitney (Prakoso, 2008).


(35)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Berat Ginjal Mencit

Hasil pengamatan terhadap berat ginjal mencit betina hamil dengan perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman dengan perbedaan konsentrasi telah dilakukan uji analisis statistik Dari data tersebut diperoleh bahwa rata-rata berat ginjal mencit yang diberi perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman terjadi penurunan bila dibandingkan dengan kontrol blank (P0) dan kontrol pelarut (P1). Rata-rata berat ginjal mencit pada P0 (0,260 g) dan P1 ( 0,250 g). Sedangkan rata-rata berat ginjal mencit pada P2 (0,230 g), pada P3 (0,220 g), dan pada P4 (0,218 g). Grafiknya dapat dilihat pada Gambar 4.1.1

Gambar 4.1. Berat Ginjal Mencit yang diberi ekstrak n-heksan buah andaliman pada konsentrasi yang berbeda. P0= Kontrol Blank (mencit tidak diberi perlakuan apapun selain pakan); P1 = Kontrol Pelarut (pemberian CMC 1%); P2, P3 dan P4= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak N-heksan buah andaliman 2%, 4%, dan 6%; huruf yang berbeda pada perlakuan berbeda menunjukkan berbeda nyata; satuan dalam gram (g).

a

a ab b


(36)

Hasil analisis statistik antara kontrol blank (P0) dan kontrol pelarut (P1) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata, antara perlakuan P2 dengan P0 dan P1 terdapat perbedaan yang tidak signifikan, namun antara perlakuan P3 dan P4 dengan perlakuan P0 dan P1 menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05). Penurunan berat ginjal terjadi seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak pada kelompok perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama, kandungan minyak atsiri ekstrak n-heksan buah andaliman mempengaruhi permeabilitas sel epitel ginjal, sehingga menyebabkan gangguan pada proses penyerapan air, yang menyebabkan menurunnya bobot ginjal. Menurut Cotran et al., (2007), penyerapan air kembali (reabsobsi) dilakukan oleh seluruh pembuluh renalis, namun reabsorbsi terbesar terjadi di tubulus proksimal dengan cara osmosis yang disebut dengan reabsorbsi obligat. Reabsorbsi air sangat dipengaruhi oleh permeabilitas membran. Semakin tinggi permeabilitas membran, semakin banyak air yang diserap oleh ginjal. Dan sebaliknya, semakin rendah permeabilitas membran, semakin sedikit air yang diserap oleh ginjal. Dalam hal ini, senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak n-heksan buah andaliman mungkin mempengaruhi permeabilitas membran tubulus proksimal terhadap penyerapan air sehingga berpengaruh terhadap berat ginjal.

Faktor kedua, pada penelitian ini ditemukan adanya jaringan tubulus proksimal yang mengalami kematian (nekrosis), kemungkinan ada juga jaringan lain selain tubulus proksimal yang mengalami nekrosis. Rusaknya jaringan-jaringan pada ginjal ini akan menyebabkan bobot ginjal berkurang. Menurut Anggriani (2008), sel epitel tubulus mudah hancur karena kontak dengan bahan toksik yang diekskresi melalui ginjal. Perubahan struktur histologis ginjal ini dipengaruhi oleh jumlah senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Apabila kerusakan yang bersifat reversible seperti necrosis tubular acute (NTA) dibiarkan dan terus berlanjut, akan diikuti dengan proses vasokonstriksi arterial praglomerolus, yang dapat menyebabkan iskemik. Iskemik menyebabkan berbagai perubahan struktur dan fungsi dari sel epitel, dari kerusakan yang reversibel hingga kerusakan yang bersifat irreversibel yang ditandai dengan terjadinya nekrosis dan apoptosis (Sarjadi, 2003). Terjadinya kerusakan jaringan ginjal inilah yang juga mungkin menyebabkan penurunan berat ginjal.


(37)

4.2 Penutupan Tubulus Proksimal

Hasil pengamatan terhadap persentase penutupan tubulus proksimal ginjal mencit betina hamil dengan perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman dengan perbedaan konsentrasi telah diuji analisis statistik. Dari data tersebut diperoleh bahwa bahwa rata-rata persentase penutupan tubulus proksimal yang diberi perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan kontrol blank (P0) dan kontrol pelarut (P1). Rata-rata jumlah penutupan Tubulus proksimal pada P0 (41,84 %) dan P1 (43,91 %). Sedangkan rata-rata persentase penutupan tubulus proksimal pada P2 (61,49 %), pada P3 (80,68 %), dan pada P4 (62,61 %). Grafik dapat dilihat pada Gambar 4.2.1.

Gambar 4.2.1 Persentase Penutupan Tubulus Proksimal setelah diberi ekstrak n-heksan buah andaliman pada konsentrasi yang berbeda. P0 = Kontrol Blank (mencit tidak diberi perlakuan apapun selain pakan); P1 = Kontrol Pelarut (pemberian CMC 1%); P2, P3 dan P4= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak n-heksan buah andaliman 2%, 4%, dan 6%; huruf yang berbeda pada perlakuan berbeda menunjukkan berbeda nyata; satuan dalam persen (%).

Hasil analisis statistik antara perlakuan kontrol blank (P0) dengan kontrol pelarut (P1) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Namun antara perlakuan P0 dan P1 dengan perlakuan ekstrak n-heksan 2% (P2), 4% (P3), dan 6% (P4) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan penutupan

a a

b

c


(38)

tubulus proksimal. Demikian pula terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara perlakuan P3 dengan perlakuan P2 dan P4. Peningkatan persentase penutupan tubulus proksimal yang terjadi pada P3 sebesar 80,68 % sedangkan pada P2 sebesar 61,49 % dan P4 sebesar 62,61 %. Hasil pengamatan histologis tubulus proksimal ginjal (ren) mencit dapat dilihat pada Gambar 4.2.2.

Gambar 4.2.2. Gambar Histologi Ren Mencit, Pewarnaan HE, Perbesaran 400. Keterangan: A. Kontrol: 1. Tubulus Proksimal Normal, 2. Tubulus Proksimal Menutup (Nekrosis); B. Perlakuan: 1. Tubulus Proksimal menutup (Nekrosis)

Pada kelompok kontrol dapat ditemukan tubulus proksimal normal maupun yang menutup (Gambar 4.2.2A). Tubulus proksimal yang menutup pada kelompok normal merupakan hal yang dapat terjadi karena setiap sel atau jaringan pasti memiliki kontak dengan senyawa-senyawa yang masuk ke dalam tubuh baik melalui makanan, minuman, dan lingkungan yang dapat menyebabkan

1

2

2

1

A


(39)

perubahan struktur, namun hal ini bukan merupakan masalah selama tidak atau belum menimbulkan perubahan fungsi fisiologis jaringan. Menurut Sarjadi et al., (2003), pembengkakan pada tubulus proksimal merupakan gejala kerusakan paling ringan yang disebut degenerasi albuminosa (cloudy swelling) dimana perubahan dapat kembali menjadi normal seperti semula. Sedangkan pada kelompok perlakuan ditemukan peningkatan jumlah tubulus proksimal yang menutup, dapat dilihat pada Gambar 4.2.2B. Pada Gambar dapat dilihat perubahan yang terjadi pada tubulus proksimal dimana lumen mengalami penutupan dan terjadi pembengkakan pada sel tubulus. Peningkatan persentase penutupan lumen pada tubulus proksimal ini diduga karena terdapat berbagai senyawa kimia seperti terpenoid, alkaloid, dan flavonoid pada buah andaliman yang memberikan efek toksik terhadap organ ginjal mencit sehingga menyebabkan pembengkakan pada tubulus proksimal (Panjaitan, 2012). Terjadinya kerusakan tubulus proksimal mencit setelah pemberian ekstrak n-heksan andaliman ini sesuai dengan teori bahwa proses ekskresi obat yang berlangsung pada suatu organ dapat menimbulkan dampak buruk bagi organ itu sendiri (Robbins & Kumar, 1995).

Ginjal menerima darah sebesar 20% dari curah jantung melalui arteri renalis. Tingginya aliran darah yang menuju ginjal inilah yang menyebabkan berbagai macam obat dan bahan kimia dalam sirkulasi sistemik dikirim ke ginjal dalam jumlah yang besar. Faktor lain yang mungkin menyebabkan kerusakan ginjal adalah kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan substansi xenobiotik di dalam sel. Jika suatu zat kimia disekresi secara aktif dari darah ke urin, zat kimia terlebih dahulu diakumulasikan dalam tubulus proksimal atau jika substansi kimia ini direabsorbsi dari urin maka akan melalui sel epitel tubulus dengan konsentrasi tinggi. Proses pemekatan tersebut zat-zat toksik ini akan terakumulasi di ginjal dan menyebabkan kerusakan bagi ginjal (Hodgson & Levi, 2001).

Proses ekskresi senyawa-senyawa yang bersifat toksik dapat menyebabkan kerusakan tubulus, berupa Necrosis Tubular Accute (NTA) yang bersifat reversibel karena sel-sel epitel tubulus proksimal kemampuan daya regenerasi yang baik. Secara histologi kerusakan tersebut ditandai dengan destruksi sel epitel tubulus proksimal, namun membrana basalis tubuli pada umumnya masih baik. Sel epitel tubulus mudah hancur karena kontak dengan bahan-bahan toksik yang


(40)

diekskresi melalui ginjal (Wijaya & Miranti, 2005). Sel-sel epitel tubulus proksimal akan membengkak dengan sitoplasma granuler karena pergeseran air ekstraselular ke dalam sel (Robbins & Kumar, 1995). Pergeseran cairan ekstra selular ke dalam sel tubulus proksimal ini terjadi karena toksin menyebabkan perubahan muatan listrik permukaan sel epitel tubulus, transpor aktif ion dan asam organik, dan kemampuan untuk mengkonsentrasikannya hingga mengakibatkan tubulus rusak, aliran kemih terganggu, tekanan intra tubulus meningkat, kecepatan filtrasi glomerulus menurun (Wijaya & Miranti, 2005). Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan sel tubulus proksimal membengkak dan mengalami penyempitan hingga menutup pada penelitian ini.

Selain tubulus yang menutup, pada pengamatan juga ditemukan adanya kerusakan lain seperti hipertrofi, nekrosis dan serosis. Menurut Arifin et al., (2004), nefron ginjal akan mengalami hipertropi apabila mendapat beban kerja yang besar. Hipertropi pada nefron ini dapat terjadi karena menggantikan fungsi nefron lain yang telah hancur dan rusak, sehingga hemostatis tubuh tidak terganggu meskipun sejumlah nefron yang lain telah rusak. Nekrosis ditandai dengan penyerapan warna oleh inti yang berkurang serta terlepasnya sel-sel tubulus kedalam lumen. Sedangkan serosis merupakan kematian sel yang bersifat parah dan dapat meluas yang ditandai dengan hilangnya inti sel atau kekosongan pada jaringan dimana jaringan tersebut digantikan oleh jaringan parut (jaringan ikat) yang sebelumnya mengalami lisis dan nekrosis (Mayori et al., 2013)

Selain menimbulkan kerusakan tubulus secara langsung, zat-zat toksik juga memiliki kemampuan untuk merusak tubulus dengan cara mempengaruhi sistem hemodinamik. Beberapa zat toksik dapat merubah hemodinamik intrarenal yang memicu terjadinya vasokonstriksi. Vasokonstriksi berkepanjangan mengakibatkan hipoksia pada medula dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan tubulus (Pratita, 2008). Komposisi dari ekstrak buah andaliman mengandung zat-zat toksik yang merusak ginjal (nephrotoxic agent). Zat-zat nefrotoksik ini merusak ginjal melalui dua mekanisme yaitu merusak tubulus ginjal secara langsung maupun perubahan hemodinamik. Kandungan apa dalam buah andaliman yang menyebabkan kerusakan ginjal dan mekanisme mana yang lebih berperan dalam merusak ginjal belum diketahui secara pasti.


(41)

4.3 Diameter Tubulus Proksimal yang Menutup

Telah dilakukan uji analisis statistik terhadap hasil pengamatan terhadap diameter tubulus proksimal ginjal mencit betina hamil yang menutup dengan perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman dan dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Dari data tersebut diperoleh bahwa rata-rata diameter tubulus proksimal yang menutup pada perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan kontrol blank (P0) dan kontrol pelarut (P1). Rata-rata diameter tubulus proksimal pada P0 (12,38 µm) dan P1 (12,66 µm). Sedangkan rata-rata diameter tubulus proksimal pada P2 (14,92 µm), pada P3 (14,09 µm) dan pada P4 (13,83 µm). Grafik dapat dilihat pada Gambar 4.3.1.

Gambar 4.3.1 Diameter Tubulus Proksimal yang Menutup setelah diberi ekstrak N-heksan buah andaliman pada konsentrasi yang berbeda. P0= Kontrol Blank (mencit tidak diberi perlakuan apapun selain pakan); P1 = Kontrol Pelarut (pemberian CMC 1%); P2, P3 dan P4= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak n-heksan buah andaliman 2%, 4%, dan 6%; huruf yang berbeda pada perlakuan berbeda menunjukkan berbeda nyata; satuan dalam mikrometer (µm).

Hasil analisis statistik antara perlakuan ekstrak n-heksan dan kontrol blank (P0) dan kontrol pelarut (P1) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) terhadap pertambahan diameter tubulus proksimal yang menutup. Pertambahan

a b

ab

ab a


(42)

diameter yang paling besar terdapat pada perlakuan P2. Berikut gambar hasil pengamatan terhadap pertambahan diameter tubulus proksimal.

Gambar 4.3.2. Gambar Histologi Ren Mencit, Pewarnaan HE, Perbesaran 400x. Keterangan: A. Diameter Kontrol (P0); B. Diameter Perlakuan 2% (P2).

Pertambahan diameter tubulus proksimal diduga terjadi karena adanya penumpukan cairan pada tubulus proksimal yang membuat dinding tubulus semakin membengkak karena masuknya cairan ekstra selular ke dalam sel. Diameter terbesar terdapat pada P2 yaitu 14.92, sedangkan pada P3 dan P4 diemeter kembali mengecil yaitu 14.09 pada P3 dan 13.83 pada P4. Namun, pada P3 dan P4 srtuktur jaringan terlihat lebih mengalami kerusakan (Gambar 4.3.3). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan konsentrasi ekstrak andaliman yang diberikan tidak lagi hanya mempengaruhi penutupan tubulus proksimal tetapi juga menyebabkan kerusakan jaringan ikat yang cukup parah. Tubulus

A


(43)

proksimal yang menutup kelihatan lebih kecil namun kehilangan jaringan disekitarnya (tampak seperti ruang-ruang kosong pada gambar).

P3 P4

Gambar 4.3.3. Histologis Ren Mencit, P3 dan P4, Pewarnaan HE, Perbesaran 400x.

Menurut Robbins & Kumar (1995), edema tubulus proksimal adalah manifestasi awal dari jejas. Gambaran mikroskopis ini berupa sel-sel epitel tubulus proksimal yang membengkak dengan sitoplasma granuler karena terjadi pergeseran air ekstraseluler ke dalam sel. Pergeseran cairan ini terjadi karena toksin menyebabkan perubahan muatan listrik permukaan sel epitel tubulus, transpor aktif ion dan asam organik, dan kemampuan mengkonsentrasikan dari ginjal. Pembengkakan ini mendorong lumen hingga menyebabkan lumen tubulus proksimal mengalami penyempitan dan menutup (Wijaya & Miranti, 2005)..

Menurut Robbins & Kumar (1995), gambaran mikroskopis ginjal yang mengalami kerusakan tampak degenerasi tubulus proksimal berupa edema epitel tubulus tetapi membrana basalis tetap utuh. Tanda awal dari nekrosis tubular akut ditandai dengan degenerasi albuminosa dimana epitel tubulus proksimal akan mengalami pembengkakan sehingga menutup lumen tubulus. Namun jika toksin terus menerus masuk dapat membuat tubulus proksimal lebih mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat ditandai dengan kerusakan membran basalis dan kerusakan jaringan lainnya disekitar tubulus. Kerusakan membran basalis ini akan menyebabkan cairan sel keluar dan sel akan menciut. Selanjutnya, hal ini akan membuat struktur tubulus proksimal sangat rusak dan kehilangan bentuk semula.


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Pemberian ekstrak n-heksan andaliman dengan dosis bertingkat pada mencit betina hamil selama 10 hari telah dapat menurunkan berat ginjal mencit. b. Pemberian ekstrak n-heksan andaliman dengan dosis 4% pada mencit betina

hamil selama 10 hari sudah dapat merusak struktur atau gambaran histologis ginjal mencit.

c. Pemberian ekstrak n-heksan andaliman dengan dosis bertingkat pada mencit betina hamil selama 10 hari telah dapat mempengaruhi diameter tubulus proksimal ginjal mencit.

5.2 Saran

1. Perlu pertimbangan apabila menggunakan andaliman sebagai bahan kontrasepsi karenadari hasil penelitian ini diketahui bahwa andaliman dapat merusak ginjal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan Zanthoxylum acanthopodium yang bersifat toksik terhadap ginjal (nephrotoxic agent).


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Agustie, M. C. 2006. Pengaruh Pemberian Rumput Mutiara (Hediotys corymbosa) dengan Dosis Bertingkat Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Balb/C. [Artikel Penelitian]. Semarang: Universitas Diponegoro. Hlm. 6.

Anggriani, Y. D. 2008. Pengaruh Pemberian Teh Kombucha Dosis Bertingkat Per Oral Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Balb/C. [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Diponegoro. Hlm. 5.

Arifin, H., Y. S. Rahmi, dan N. Marusin. 2004. Kajian Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Kompri (Symphytum officinale L). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 9 (1): 28-35.

Chairul, Harapini, M., dan Daryati, Y. 1992. Pengaruh Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap Kehamilan Mencit Putih (Mus musculus L.). Seminar Nasional Indonesia V. Pokjanas. Bandung: Universitas Padjajaran, Bandung dan Laboratorium Treub Puslitbang Biologi LIPI Bogor.

Cotran R. S., Rennke H., dan Kumar V. 2007. Ginjal dan Sistem Penyalurnya. Dalam: Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2. Edisi VII. Jakarta: EGC. Hlm. 572, 594.

Gartner J. P. and Hiatt J. L. 2007. Color Text Book of Histology. 3th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. Page 437.

Hartley TG. 1966. A revision of the Malesian species of Zanthoxylum (Rutaceae). Journal Arnold Arboretum. 47(3): 2.

Hartono, A. 1995. Prinsip Diet penyakit Ginjal. Edisi IV. Jakarta : ARCAN. Hlm. 9-10.

Hodgson, E. and Levi P.E. 2001. A textbook of modern toxicology. 2nd ed. New York: The McGraw-Hill. Pages 492-500.

Hrapkiewicz, K., dan Medina, L. 2007. Laboratory Animal. USA: Blackwell Publishing. Page. 46, 51.

Irianto, K. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung: Yrama Widya. Hlm. 224-226.

Junqueira, L. C., Jose C., dan Robert O. K. 1995. Histologi Dasar. Penenerjemah: Dr. Jan Tambayong. Judul Asli: Basic Histologi. Jakarta: EGC. Hlm. 371.


(46)

Maulana, A.I. 2010. Pengaruh Ekstrak Tauge (Phaseolus Radiatus) Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus Musculus) yang Diinduksi Parasetamol. [Karya Tulis Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Hlm. 10-14.

Mayori, R., Netty, M., dan Djong, H. T. 2013. Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis GinjalMencit Putih (Mus musculus L.). Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(1): 3.

Miftakhuromah dan Shinta S. 2009. Potensi Andaliman sebagai bahan antioksidan dan antimikroba alami. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 15(2): 9-10.

Nasution, A. H. 2010. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Ginjal Mencit (Mus musculus) Akibat Pemberian Pb Asetat dan Rosella (Hibiscus sabdariffa). [Karya Tulis Ilmiah]. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Hlm. 8-12.

Panjaitan, A.C. 2012. Efek Pemberian Ekstrak Segar dan Ekstrak Etanol Andaliman (Zanthoxyllum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hlm. 45.

Prakoso, R.B. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal Mencit Balb/C yang Diberi Parasetamol. [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hlm. 7.

Pratita, (2008). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dengan Dosis Bertingkat Terhadap Gambaran Histopatologis Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus B.) Galur Wistart. [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hlm. 13.

Pratiwi. 2006. Pengaruh Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Embrio Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Sejak Praimplantasi Sampai Prenatal. [Skripsi]. Medan: Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Hlm. 41.

Robbins, S.L. dan Kumar, V. 1995. Buku Ajar Patologi II (Basic Pathology II). Jakarta: EGC. Hlm. 375, 379.

Sabri, E. 2007. Efek perlakuan ekstrak andaliman (Zanthoxyllum acanthopodium) pada tahap praimplantasi terhadap fertilitas dan perkembangan embrio mencit (Musmusculus L.). Jurnal Biologi Sumatera. 2(2): 4.

Sarjadi, 2003. Patologi Umum. Edisi II. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hlm. 257.


(47)

Sihardo, L. 2006. Pengaruh Pemberian Minyak Pandanus conoideus terhadap Gambaran Histologis Ginjal pada Mencit Swiss yang Diinfeksi Plasmodium bergghei ANKA. [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hlm. 6.

Siregar, B. L. 2003. Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) di Sumatera Utara: Deskripsi dan Perkecambahan. Hayati. 10(1): 1.

Stevens A. and Lowe J. S. 2005. Human Histology. 3th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. Page 300.

Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bhrarata Karya Aksara. Hlm. 139.

Syaifuddin, H. 2000. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika. Hlm. 221-222.

Taylor, 1986. Practical Teratology. London: Academic Press. Page 17.

Tensiska, Andarwulan, dan Wijaya C.H. 2003. aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dalam beberapa senyawa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14(1): 1-2.

Underwood, J.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Edisi II. Jakarta: EGC. Hlm. 665.

Widyastuti, B. 2000. Aktivitas Antioksidan dan Immunostimulan Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxyllum acanthopodium DC.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hlm. 3

Wijaya, C.H. 1999. Andaliman, rempah tradisional Sumatera Utara dengan aktivitas antioksidan dan antimikroba. Jurnal Teknologi Industri Pangan 2(10): 1-3.

Wijaya, I. dan Miranti I.P. 2005. Patologi Ginjal dan Saluran Kemih. Edisi ketiga. Semarang: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hlm. 49, 53.

Wulandari, B. D. 2010. Pengaruh Pemberian Seduhan Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) Dosis Bertingkat Selama 30 Hari Terhadap Gambaran Histologik Ginjal Tikus Wistar. [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Hlm. 4.


(48)

LAMPIRAN

1. Data Analisis Statistik 1.1 Berat Ginjal Mencit

PERLAKUA N

ULANGAN

Rata-Rata SD

U1 U2 U3 U4 U5 U6

P0 12.2

2 12.4 5 12.4 8 12.6 5 12.1 6 12.3 3

12.38 0.18

P1 12.5

4 12.8 1 12.7 8 12.6 8 12.4 6 12.7 1

12.66 0.14

P2 12.0

6 13.7 3 14.7 4 14.9 5 14.9 2 14.7 3

14.19 1.14

P3 15.7

5 15.1

3 15.1

4

15.2 15.4 2

14.8 7

15.25 0.30

P4 14.1

1 14.1 2 13.7 7 13.7 1 13.6 4 13.7 8

13.86 0.21

Test of Normality

Tests of Normality

Perlaku an

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Berat_Ginjal P0 .333 6 .036 .879 6 .266

P1 .302 6 .094 .775 6 .035 P2 .229 6 .200* .953 6 .766 P3 .406 6 .002 .563 6 .000 P4 .355 6 .018 .825 6 .098 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Berat_Ginjal Based on Mean 1.053 4 25 .400

Based on Median .556 4 25 .697 Based on Median and with

adjusted df .556 4 13.900 .698 Based on trimmed mean .850 4 25 .507


(49)

Transform Pertama (natural log)

Tests of Normality

Perlaku an

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Berat_Ginjal P0 .333 6 .036 .879 6 .266

P1 .302 6 .094 .775 6 .035 P2 .229 6 .200* .953 6 .766 P3 .406 6 .002 .563 6 .000 P4 .355 6 .018 .825 6 .098 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Berat_Ginjal Based on Mean 1.387 4 25 .267

Based on Median .536 4 25 .711 Based on Median and with

adjusted df .536 4 11.660 .712 Based on trimmed mean 1.037 4 25 .408

Transform Kedua (reciprocal)

Tests of Normality

Perlaku an

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Berat_Ginjal P0 .333 6 .036 .879 6 .266

P1 .302 6 .094 .775 6 .035 P2 .229 6 .200* .953 6 .766 P3 .406 6 .002 .563 6 .000 P4 .355 6 .018 .825 6 .098 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Berat_Ginjal Based on Mean 1.806 4 25 .159

Based on Median .532 4 25 .713 Based on Median and with


(50)

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Berat_Ginjal Based on Mean 1.806 4 25 .159

Based on Median .532 4 25 .713 Based on Median and with

adjusted df .532 4 10.341 .715 Based on trimmed mean 1.286 4 25 .302

Tranform Ketiga (square root)

Tests of Normality

Perlaku an

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Berat_Ginjal P0 .333 6 .036 .879 6 .266

P1 .302 6 .094 .775 6 .035 P2 .229 6 .200* .953 6 .766 P3 .406 6 .002 .563 6 .000 P4 .355 6 .018 .825 6 .098 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Berat_Ginjal Based on Mean 1.206 4 25 .333

Based on Median .544 4 25 .705 Based on Median and with

adjusted df .544 4 12.649 .707 Based on trimmed mean .934 4 25 .460

Kruskal-Wallis Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Berat_Ginjal P0 6 22.75

P1 6 21.00

P2 6 12.67

P3 6 11.42

P4 6 9.67


(51)

Test Statisticsa,b Berat_Ginjal Chi-Square 11.297

df 4

Asymp. Sig. .023 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P0 6 7.17 43.00

P1 6 5.83 35.00

Total 12

Test Statisticsb

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 14.000 Wilcoxon W 35.000

Z -.686

Asymp. Sig. (2-tailed) .492 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .589a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P0 6 8.25 49.50

P2 6 4.75 28.50

Total 12

Test Statisticsb

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 7.500 Wilcoxon W 28.500

Z -1.699

Asymp. Sig. (2-tailed) .089 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .093a a. Not corrected for ties.


(52)

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P0 6 8.75 52.50

P3 6 4.25 25.50

Total 12

Test Statisticsb

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 4.500 Wilcoxon W 25.500

Z -2.221

Asymp. Sig. (2-tailed) .026 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .026a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P0 6 9.08 54.50

P4 6 3.92 23.50

Total 12

Test Statisticsb

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 2.500 Wilcoxon W 23.500

Z -2.522

Asymp. Sig. (2-tailed) .012 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P1 6 7.92 47.50

P2 6 5.08 30.50

Total 12


(53)

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 9.500 Wilcoxon W 30.500

Z -1.386

Asymp. Sig. (2-tailed) .166 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .180a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P1 6 8.83 53.00

P3 6 4.17 25.00

Total 12

Test Statisticsb

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 4.000 Wilcoxon W 25.000

Z -2.412

Asymp. Sig. (2-tailed) .016 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .026a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P1 6 8.92 53.50

P4 6 4.08 24.50

Total 12

Test Statisticsb

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 3.500 Wilcoxon W 24.500

Z -2.376

Asymp. Sig. (2-tailed) .017 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .015a a. Not corrected for ties.


(54)

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P2 6 6.67 40.00

P3 6 6.33 38.00

Total 12

Test Statisticsb

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 17.000 Wilcoxon W 38.000

Z -.166

Asymp. Sig. (2-tailed) .868 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .937a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P2 6 6.67 40.00

P4 6 6.33 38.00

Total 12

Test Statisticsb

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 17.000 Wilcoxon W 38.000

Z -.162

Asymp. Sig. (2-tailed) .871 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .937a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Berat_Ginjal P3 6 7.17 43.00

P4 6 5.83 35.00

Total 12


(55)

Berat_Ginjal Mann-Whitney U 14.000 Wilcoxon W 35.000

Z -.669

Asymp. Sig. (2-tailed) .503 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .589a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

1.2 Tubulus Proksimal Menutup PERLAKUA

N

ULANGAN

U1 U2 U3 U4 U5 U6

Rata-rata SD

P0

43.1 2

38.7

5 39.6

37.1 6

45.8

3 46.6 41.84 3.92 P1

46.6

7 44.4 47.0 8 42.3 1 40.7 9 42.1

8 43.91 2.58 P2 54.5 7 65.8 6 67.6 8 52.9 2 65.8 3 62.0

8 61.49 6.29 P3

75.9 5

89.2

5 86.8 79.1 62.8

5

90.1

5 80.68

10.4 2 P4 61.3 6 51.3 4 63.9 2 67.4 2 66.1 5 65.4

5 62.61 5.90 Test of Normality

Tests of Normality

Perlaku an

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. TP_Nekrosis P0 .217 6 .200* .913 6 .457

P1 .232 6 .200* .908 6 .422 P2 .255 6 .200* .853 6 .165 P3 .221 6 .200* .888 6 .308 P4 .255 6 .200* .803 6 .062 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. TP_Nekrosis Based on Mean 2.705 4 25 .053

Based on Median 1.871 4 25 .147 Based on Median and with

adjusted df 1.871 4 14.887 .168 Based on trimmed mean 2.611 4 25 .060


(1)

Transform III (Square Root)

Tests of Normality

Perlaku an

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Diameter_TP_Menutup P0 .166 6 .200* .955 6 .782

P1 .215 6 .200* .925 6 .541 P2 .227 6 .200* .932 6 .596 P3 .360 6 .015 .747 6 .019 P4 .274 6 .179 .828 6 .104 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig. Diameter_TP_Menutup Based on Mean 1.393 4 25 .265

Based on Median 1.157 4 25 .353 Based on Median and with

adjusted df 1.157 4 10.417 .383 Based on trimmed mean 1.317 4 25 .291

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Diameter_TP_Menutup P0 6 4.00

P1 6 9.00

P2 6 26.25

P3 6 21.33

P4 6 16.92

Total 30

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P3 6 8.50 51.00

P4 6 4.50 27.00


(2)

Asymp. Sig. (2-tailed) .055 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P2 6 9.08 54.50

P4 6 3.92 23.50

Total 12

Test Statisticsb

Diameter_TP_M enutup Mann-Whitney U 2.500 Wilcoxon W 23.500

Z -2.486

Asymp. Sig. (2-tailed) .013 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P2 6 8.67 52.00

P3 6 4.33 26.00


(3)

Test Statistics

Diameter_TP_M enutup Mann-Whitney U 5.000 Wilcoxon W 26.000

Z -2.082

Asymp. Sig. (2-tailed) .037 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .041a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P1 6 3.50 21.00

P4 6 9.50 57.00

Total 12

Test Statisticsb

Diameter_TP_M enutup Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 21.000

Z -2.882

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P1 6 3.50 21.00

P3 6 9.50 57.00


(4)

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P1 6 3.50 21.00

P2 6 9.50 57.00

Total 12

Test Statisticsb

Diameter_TP_M enutup Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 21.000

Z -2.882

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Mann-Whitney Test

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P0 6 3.50 21.00

P4 6 9.50 57.00


(5)

Test Statistics

Diameter_TP_M enutup Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 21.000

Z -2.882

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P0 6 3.50 21.00

P3 6 9.50 57.00

Total 12

Test Statisticsb

Diameter_TP_M enutup Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 21.000

Z -2.882

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Test Statisticsb

Diameter_TP_M enutup Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 21.000

Z -2.882

Asymp. Sig. (2-tailed) .004 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Sum of Ranks Diameter_TP_Menutup P0 6 3.50 21.00

P2 6 9.50 57.00


(6)

Test Statisticsb

Diameter_TP_M enutup Mann-Whitney U 3.000 Wilcoxon W 24.000

Z -2.402

Asymp. Sig. (2-tailed) .016 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .015a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Ranks

Perlaku

an N Mean Rank Diameter_TP_Menutup P0 6 4.00

P1 6 9.00

P2 6 26.25

P3 6 21.33

P4 6 16.92

Total 30

Test Statisticsa,b

Diameter_TP_M enutup Chi-Square 25.252

df 4

Asymp. Sig. .000 a. Kruskal Wallis Test


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Segar Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Jantan (Mus musculus L.)

3 91 49

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

1 107 58

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

2 104 74

Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

8 98 100

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

0 0 13

Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

0 0 43

Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 2.1.1 Deskripsi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) - Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andalima

0 1 11

GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI SKRIPSI EKA PRASETIAWAN 080805006

0 0 13

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

0 0 19