Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

(1)

GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (

Mus musculus

L.)

STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN

BUAH ANDALIMAN (

Zanthoxylum acanthopodium

DC.) SELAMA

MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI

SKRIPSI

EKA PRASETIAWAN

080805006

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (

Mus musculus

L.)

STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN

BUAH ANDALIMAN (

Zanthoxylum acanthopodium

DC.) SELAMA

MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

EKA PRASETIAWAN

080805006

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus

musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI

Kategori : SKRIPSI

Nama : EKA PRASETIAWAN

Nomor Induk Mahasiswa

: 080805006

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Januari 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Dra. Emita Sabri, M.Si NIP. 19660209 199203 1 003 NIP. 19560712 198702 2 002

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

PERNYATAAN

GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI

DAN PASCA IMPLANTASI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa hasil penelitian ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2013

EKA PRASETIAWAN 080805006


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium

DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi”, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungannya hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si dan Bapak Riyanto Sinaga, S.Si., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. selaku Dosen Penasehat Akademik. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, Bapak dan Ibu Staff Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mizawarti, S.Si selaku Ketua Panitia Seminar Departemen Biologi, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendra Raswin selaku staff administrasi Departemen Biologi FMIPA USU serta Ibu Nurhasni Muluk selaku Analis dan Laboran di Laboratorium Struktur Hewan dan Laboratorium Fisiologi Hewan.

Kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si yang selama ini telah menjadi figur ibu dan memberikan kepercayaan kepada penulis untuk berpartisipasi dalam proyek penelitian beliau. Serta kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si yang telah banyak membantu penulis dalam berdiskusi mengenai kegiatan perkuliahan dan penelitian.

Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (Katemo dan Party) yang telah memberikan do’a, perhatian, serta cinta dan sayangnya kepada penulis, serta Adikku tersayang (Sandi Pramana) dan seluruh keluarga besar atas do’a dan dukungannya.

Penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan penelitian Mai Sarah, Riana, Syarifah R. Mela Putri, dan Miduk Uli Artha yang saling mendukung dan saling pengertian dari mulai penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini. Sahabat-sahabat terbaikku T. Gilang Pradana, Novia Wulandari, Dwi Intan Hardila, Rini Susanti dan Pinta Omas Pasaribu, terima kasih atas motivasi dan dukungan kalian semua. Kepada abang asuhku Kasbi Zaini, S.Si serta teman-teman seperjuanganku Juju, Uya, Indri, Nanin, Zulfi, Santi, Destri, Rani, Afriska, Rildah, Maya, Sister, Asmi, Ahri dan yang lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.


(6)

Adik-adik penulis di Biologi Bobby, Imam, Zulfan, Lintar, Adam, Mujahidin, Taufik, Nasir, Zubeir, Siska, Wulan, Dila, Nurhayati “Kebi”, Reni, Zuwana, Annisa Willy, Putri, Rahmi, Jais, Noni, dan Intan. Kepada rekan-rekan di Bengkel Fotografi Sains (BFS), Biopalas, Asisten Biologi Dasar, Asisten Struktur Hewan, dan Asisten Genetika.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Medan, Januari 2013


(7)

GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN

(Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI

ABSTRAK

Penelitian tentang Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi telah dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 kelompok pemberian, yaitu pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari (kelompok A) dan pemberian selama masa pasca implantasi 6-14 hari (kelompok B). Masing-masing kelompok pemberian terdiri dari perlakuan kontrol blank (K0A dan K0B), perlakuan kontrol pelarut CMC 1% (KPA dan KPB), perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman konsentrasi 2% (PA1 dan PB1), 4% (PA2 dan PB2), dan 6% (PA3 dan PB3). Masing-masing perlakuan terdiri dari 6 ekor hewan uji. Pemberian diberikan melalui oral dengan menggunakan jarum gavage sebanyak 0,3 ml/mecit/hari. Hasil pengamatan terhadap morfologi hepar menunjukkan hepar terlihat pucat dan tekstur permukaannya berbintik pada kelompok perlakuan. Pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan terjadi penurunan berat hepar (p>0.05) dibandingkan pada kelompok pemberian selama pra implantasi (0-3 hari). Pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari juga menunjukkan terjadi peningkatan kerusakan hepatosit (p>0.05) dibandingkan pada kelompok pemberian selama pra implantasi 0-3 hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan buah andaliman memberikan pengaruh negatif terhadap hepar mencit.

Kata kunci: Histologis Hepar, Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman, Pra Implantasi, Pasca Implantasi


(8)

THE HISTOLOGIC DESCRIPTION OF MICE LIVER (Mus musculus L.) STRAIN DDW TREATED OF N-HEKSANE ANDALIMAN FRUIT

(Zanthoxylum acanthopodium DC.) EXTRACT OF DURING PRE IMPLANTATION AND POST IMPLANTATION

ABSTRACT

The Histologic Description of Mice Liver (Mus musculus L.) Strain DDW Treated of N-Heksane Andaliman Fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Extract During Pre Implantation and Post Implantation has been studied from March 2011 to May 2012 in Laboratory of Animal Structure, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Sumatera Utara, Medan. This

research used completely randomized design (CRD) consist of 2 groups of treatment, the treatment of pre-implantation during 0-3 days (group A) and the treatment of post-implantation during 6-14 days (group B). Each group consisted of giving control treatment (K0A and K0B), solvent control treatment carboxyl methyl cellulose (CMC)

1% (KPA and KPB), n-hexane andaliman fruit extract 2% (PA1 and PB1), 4% (PA2 and PB2 ), and 6% (PA3 and PB3). Each treatment consisted of 6 replications. Mice were treated orally using a gavage needle as much as 0.3ml/mice/day. The result of morphologic observation on liver showed a pale and mottled surface texture in treatment groups. The giving of post-implantation 6-14 days showed decrease of liver weight (p> 0.05) than in treatment group in the giving of pre implantation 0-3 days. The giving of post-implantation 6-14 days showed increase of hepatocyte damage (p> 0.05) than in treatment group in the giving of pre implantation 0-3 days. From the result of this analysis, it could be then concluded that the n-hexane andaliman fruit extract is negatively impact on histological of liver mice.

Keywords: Histological Liver, N-Heksane Andaliman Fruit Extract, Post Implantation, Pre Implantation


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 5 2.1.1 Deskripsi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC.) 5

2.1.2 Kandungan Senyawa Dalam Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC.) 7

2.2 Hepar (Hati) 8

2.2.1 Struktur Anatomi Organ Hepar 8

2.2.2 Fungsi Metabolik Hepar (Hati) 12

2.2.3 Toksikologi dan Kerusakan Hepar (Hati) 13 BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat 16

3.2 Alat dan Bahan 16

3.3 Prosedur Percobaan 17

3.3.1 Hewan Percobaan 17

3.3.2 Pembuatan Bahan Uji 17

3.3.3 Pemberian Perlakuan 18

3.3.4 Rancangan Penelitian 18

3.3.5 Pembuatan Preparat Hati Mencit Betina dengan

Metode Parafin 19


(10)

3.4.1 Pengamatan Berat dan Morfologi Hati 21 3.4.2 Pengamatan Preparat Histologis Hati 21

3.5 Analisis Statistik 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Gambaran Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum

acanthopodium DC.) 24

4.2 Data Rerata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi dan

Pasca Implantasi 26

4.3Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi dan

Pasca Implantasi 28

4.4Gambaran Mikroskopis Hepatosit Setelah Pemberian Ekstrak

N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 31 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan 36

5.2Saran 36


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Hasil Ekstraksi dan Kandungan Total Fenolik Andaliman 8

3.1 Model Rancangan Penelitian Kelompok 18

3.2 Kriteria Penilaian Derajat Histopatologi Sel Hepar Model Skoring Histopathology Manja Roenigk

22 4.1 Data Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak

N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

25


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 (a) Morfologi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

6 (b) Buah Tanaman Andaliman Yang Masih Muda Berwarna

Hijau

6 (c) Buah Tanaman Andaliman Yang Sudah Kering Berwarna

Coklat Kehitaman

6 2.2 Skema Lobulus Hepar, Asini Hepar, dan Lobulus Porta 10 4.1 Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak

N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

24 4.2 Rerata Berat Hepar Antara Kelompok Pra Implantasi 0-3 Hari (A)

dan Pasca Implantasi 6-14 Hari (B)

26 4.3 Tingkat kerusakan hepatosit antara kelompok Pra Implantasi (A)

dan Pasca Implantasi (B)

29 4.4 Gambaran Mikroskopis Hepatosit Setelah Pemberian Ekstrak

N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Pewarnaan HE dan Perbesaran 400X


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A Surat Rekomendasi Persetujuan Kode Etik Penelitian Kesehatan 43

B Surat Hasil Uji Skrining Fitokimia 44

C Analisis Statistik Rata-Rata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi

45 D Analisis Statistik Rata-Rata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian

Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pasca Implantasi

46 E Analisis Statistik Perbandingan Rata-Rata Berat Hepar Mencit

Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Antara Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

50

F Analisis Statistik Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi

63

G Analisis Statistik Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pasca Implantasi

66

H Analisis Statistik Perbandingan Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Antara Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

69

I Pembuatan Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman 81

J Pengamatan Morfologi Dan Berat Hepar Mencit 82

K Pembuatan Preparat Histologis Hepar Mencit 83


(14)

GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN

(Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI

ABSTRAK

Penelitian tentang Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi telah dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 kelompok pemberian, yaitu pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari (kelompok A) dan pemberian selama masa pasca implantasi 6-14 hari (kelompok B). Masing-masing kelompok pemberian terdiri dari perlakuan kontrol blank (K0A dan K0B), perlakuan kontrol pelarut CMC 1% (KPA dan KPB), perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman konsentrasi 2% (PA1 dan PB1), 4% (PA2 dan PB2), dan 6% (PA3 dan PB3). Masing-masing perlakuan terdiri dari 6 ekor hewan uji. Pemberian diberikan melalui oral dengan menggunakan jarum gavage sebanyak 0,3 ml/mecit/hari. Hasil pengamatan terhadap morfologi hepar menunjukkan hepar terlihat pucat dan tekstur permukaannya berbintik pada kelompok perlakuan. Pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan terjadi penurunan berat hepar (p>0.05) dibandingkan pada kelompok pemberian selama pra implantasi (0-3 hari). Pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari juga menunjukkan terjadi peningkatan kerusakan hepatosit (p>0.05) dibandingkan pada kelompok pemberian selama pra implantasi 0-3 hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan buah andaliman memberikan pengaruh negatif terhadap hepar mencit.

Kata kunci: Histologis Hepar, Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman, Pra Implantasi, Pasca Implantasi


(15)

THE HISTOLOGIC DESCRIPTION OF MICE LIVER (Mus musculus L.) STRAIN DDW TREATED OF N-HEKSANE ANDALIMAN FRUIT

(Zanthoxylum acanthopodium DC.) EXTRACT OF DURING PRE IMPLANTATION AND POST IMPLANTATION

ABSTRACT

The Histologic Description of Mice Liver (Mus musculus L.) Strain DDW Treated of N-Heksane Andaliman Fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Extract During Pre Implantation and Post Implantation has been studied from March 2011 to May 2012 in Laboratory of Animal Structure, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Sumatera Utara, Medan. This

research used completely randomized design (CRD) consist of 2 groups of treatment, the treatment of pre-implantation during 0-3 days (group A) and the treatment of post-implantation during 6-14 days (group B). Each group consisted of giving control treatment (K0A and K0B), solvent control treatment carboxyl methyl cellulose (CMC)

1% (KPA and KPB), n-hexane andaliman fruit extract 2% (PA1 and PB1), 4% (PA2 and PB2 ), and 6% (PA3 and PB3). Each treatment consisted of 6 replications. Mice were treated orally using a gavage needle as much as 0.3ml/mice/day. The result of morphologic observation on liver showed a pale and mottled surface texture in treatment groups. The giving of post-implantation 6-14 days showed decrease of liver weight (p> 0.05) than in treatment group in the giving of pre implantation 0-3 days. The giving of post-implantation 6-14 days showed increase of hepatocyte damage (p> 0.05) than in treatment group in the giving of pre implantation 0-3 days. From the result of this analysis, it could be then concluded that the n-hexane andaliman fruit extract is negatively impact on histological of liver mice.

Keywords: Histological Liver, N-Heksane Andaliman Fruit Extract, Post Implantation, Pre Implantation


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang sangat besar dan hal ini merupakan modal bagi pembangunan di Indonesia secara berkelanjutan. Keanekaragaman buah-buahan asli Indonesia cukup tinggi baik pada tingkat jenis maupun varietas. Dari jenis-jenis itu ada yang sudah dibudidayakan dengan baik, ada yang masih perlu peningkatan dan banyak yang belum dibudidayakan. Di antara puluhan ribu jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia, sekitar 940 jenis sudah diketahui mempunyai khasiat obat dan sekitar 250 jenis di antaranya sudah dimanfaatkan dalam industri jamu (Handayani & Suharmiati, 2002).

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pusat keragaman genetika dari tumbuhan rempah-rempah. Rempah-rempah selain digunakan sebagai obat-obatan tradisional, juga digunakan sebagai bumbu masakan untuk memberikan cita rasa dan membangkitkan selera makan (Mulia, 2000). Salah satu jenis rempah-rempah tersebut adalah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC). Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) termasuk jenis rempah-rempah tradisional dan mempunyai aroma yang khas, seperti jeruk (Sukresnowati et al., 2008). Buahnya mengandung senyawa aromatik dengan rasa pedas dan getir yang khas. Jika dimakan meninggalkan efek menggetarkan alat pengecap dan menyebabkan lidah terasa kebal (Siregar, 2003).

Tanaman ini tumbuh liar di daerah Tapanuli dan digunakan sebagai rempah pada masakan adat Batak Angkola dan Batak Mandailing (Tensiska et al., 2003). Sebagai rempah andaliman memiliki keistimewaan bahwa masakan khas Batak yang menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih lama. Oleh karena itu, andaliman diduga mengandung senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai antimikroba dan antioksidan.


(17)

Selain sebagai antimikroba dan antioksidan serta sebagai penghasil flavor yang khas dalam berbagai produk makanan tradisional, buah andaliman mempunyai khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti sakit perut dan sakit gigi. Buah andaliman juga diduga mempunyai sifat antipiritik, membangkitkan nafsu makan dan sebagai aktivitas scavenger radikal bebas. Buah andaliman merupakan rempah tradisional yang dimanfaatkan sebagai bumbu masak dalam berbagai masakan khas, misalnya menggunakan buah andaliman dalam masakan daging dan ikan dengan pengasaman selama 24 jam. Buah ini banyak dipakai sebagai rempah pada masakan daging dan tahan beberapa hari tanpa menimbulkan bau. Disamping itu, buah andaliman juga digunakan untuk menghilangkan bau amis dari ikan dan daging mentah (Sukresnowati et al., 2008).

Pengkonsumsian andaliman sangat berhubungan erat dengan proses pencernaan dalam tubuh. Hal ini berdasarkan atas pernyataan (Gamiswarna et al., 1995), yang menyatakan bahwa secara farmakokinetik, setiap obat yang masuk ke dalam tubuh mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Demikian pula dengan andaliman akan diabsorbsi oleh usus, kemudian mengalami metabolisme di hepar. Hepar adalah salah satu organ tubuh yang berperan dalam melaksanakan berbagai fungsi penting di dalam tubuh. Hepar merupakan organ pertama yang dicapai oleh obat-obatan dan zat lain yang diabsorpsi usus melalui vena porta, sehingga disebutkan bahwa hepar adalah tempat utama metabolisme dan detoksifikasi obat (Minckler, 1991 dalam Lisdiana, 2004). Berbagai obat dan senyawa dapat diinaktifkan oleh oksidasi, metilasi, hidrolisis, reduksi, dan konjugasi. Juncueira & Carneiro (1992) menambahkan bahwa enzim yang berperan dalam proses-proses ini diduga terutama terdapat dalam retikulum endoplasma halus. Penumpukan bahan-bahan toksik dalam parenkim hati dapat melukai sel hepatosit dan menyebabkan terjadinya perubahan histopatologis yang bervariasi (Himawan, 1992).


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Andaliman merupakan rempah yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Tapanuli sebagai bumbu masakan khas adat Batak Angkola dan Batak Mandailing. Andaliman terdiri dari beberapa senyawa terpen seperti geraniol, linalool, dan limonen, yang telah dilaporkan bersifat antioksidan (Miftakhurohmah & Suhirman, 2009). Namun ekstrak andaliman juga dapat mempengaruhi perkembangan embrio dengan meningkatnya kejadian kematian intrauterus berupa embrio resorp (Sabri et al., 2005).

Sejauh ini belum diketahui pengaruh senyawa buah andaliman terhadap sistem pencernaan terutama hepar. Sebab hepar merupakan organ pertama yang dicapai oleh obat-obatan dan zat lain yang diabsorpsi usus melalui vena porta, maka disebutkan bahwa hepar adalah tempat utama metabolisme dan detoksikasi obat serta zat lain. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek dari pemanfaatan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan konsentrasi dan interval waktu pemberian perlakuan yang berbeda terhadap gambaran histologis hepar mencit (Mus musculus L.) strain DDW.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh buah andaliman (Zanthoxylum acantopodium DC.) terhadap gambaran histologis hepar mencit (Mus musculus L.) strain DDW setelah pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) selama masa pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14 hari dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa ekstrak N-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dapat menimbulkan kerusakan struktur histologis hepar mencit (Mus musculusL.) strain DDW.


(19)

1.5 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) berpengaruh terhadap struktur histologis hepar mencit (Mus musculus L.) strain DDW.

b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum dan instansi yang membutuhkannya.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

2.1.1 Deskripsi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan salah satu jenis rempah-rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat Batak Angkola dan Mandailing, Sumatera Utara. Tumbuhan ini merupakan jenis yang sangat dekat kekerabatannya dengan Zanthoxylum piperitum yang banyak ditemukan di daratan Cina serta Z. stimulans yang banyak dijual di Eropa (Hasairin, 1994). Di Indonesia, tumbuhan ini tumbuh liar di pegunungan dengan ketinggian 1400 m dpl pada temperatur 15˚-18˚ C. Asal tumbuhan ini dari daerah Himalaya Subtropis (Wijaya, 1999).

Hsuang Keng (1978 dalam Wijaya, 1999) menyatakan bahwa sistematika tanaman andaliman adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Klass : Dicotyledonae Sub klass : Rosidae Ordo : Rutales Family : Rutaceae Genus : Zanthoxylum

Spesies : Zanthoxylum acanthopodium DC.

Tanaman andaliman merupakan semak atau pohon kecil bercabang rendah dan tegak. Menurut Hasairin (1994), tinggi tanaman andaliman adalah 3-8 m. Batang dan cabangnya merah, kasar beralur, berbulu halus dan berduri. Batang, cabang, dan


(21)

ranting berduri. Daun tersebar, bertangkai, majemuk menyirip beranak daun gasal, panjang 5-20 cm dan lebar 3-15 cm, terdapat kelenjar minyak. Rakis bersayap, permukaan bagian atas, bagian bawah rakis, dan anak daun berduri; 3-11 anak daun, berbentuk jorong hingga oblong, ujung meruncing, tepi bergerigi halus, paling ujung terbesar, anak daun panjang 1-7 cm, lebar 0.5-2.0 cm. Permukaan atas daun hijau berkilat dan permukaan bawah hijau muda atau pucat, daun muda permukaan atas hijau dan bawah hijau kemerahan. Bunga di ketiak, majemuk terbatas, anak payung menggarpu majemuk, kecil-kecil; dasar bunga rata atau bentuk kerucut; kelopak 5-7 bebas, panjang 1-2 cm, warna kuning pucat; berkelamin dua, benang sari 5-6 duduk pada dasar bunga, kepala sari kemerahan, putik 3-4, bakal buah apokarp, bakal buah menumpang. Buah kotak sejati atau kapsul, diameter 2-3 mm (Tjitrosoepomo, 1991; Steenis, 1992).

Bentuk buah andaliman mirip dengan lada (merica) bulat kecil, berwarna hijau, tetapi jika sudah kering agak kehitaman. Bila buah andaliman digigit akan tercium aroma minyak atsiri yang wangi dengan rasa yang khas (getir) sehingga merangsang produksi air liur (Sibuea, 2002).

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 (a) Morfologi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium

DC.)

(b) Buah Tanaman Andaliman Yang Masih Muda Berwarna Hijau

(c) Buah Tanaman Andaliman Yang Sudah Kering Berwarna Coklat Kehitaman

Menurut Hartley (1966 dalam Siregar, 2003), menuliskan bahwa Zanthoxylum adalah genus dari famili Rutaceae yang memiliki kombinasi ciri berikut: tumbuhan


(22)

berduri, daun tersebar dan majemuk, bakal buah apokarp atau semikarp. Keempat ciri ini ada pada andaliman. Dari satu bunga dapat terbentuk satu hingga empat buah yang masing-masing mempunyai satu biji. Famili jeruk-jerukan ini di habitatnya berupa tanaman semak dengan tinggi sekitar 5 meter. Beberapa ciri genus Zanthoxylum ialah berdaun majemuk, ibu tangkai daun bersayap, batang dan cabang berduri sejati atau berduri tempel. Ketiga ciri tersebut dimiliki oleh andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.). Permukaan batang, cabang, dan rantingnya berduri tempel (aculeus), duri yang mudah ditanggalkan. Ketiga ciri ini tidak ditemui pada spesies Piper (Steenis, 1992).

2.1.2 Kandungan Senyawa Dalam Andaliman (Zanthoxyllum acanthopodiumDC.)

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), famili Rutaceae, adalah tanaman yang khas dijumpai di Sumatera Utara, Indonesia. Buahnya umum digunakan sebagai bumbu masakan tradisional suku Batak (Siregar, 2003). Menurut Simangunsong (2008 dalam Sinaga, 2009) menyatakan bahwa andaliman adalah sumbernya senyawa polifenolat, monoterpen dan seskuiterpen, serta kuinon. Selain itu dalam andaliman juga terdapat kandungan minyak atsiri seperti geraniol, linalool, cineol, dan citronellal yang menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon. Sehingga jika dimakan meninggalkan efek menggetarkan alat pengecap dan menyebabkan lidah terasa kebal.

Sementara itu, Katzer (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa fraksi non volatil dari genus Zanthoxylum diidentifikasi mengandung senyawa flavonoid, terpen, alkaloid, pyranoguinoline alkaloid, quaternary isoquinoline alkaloid, aporphyrine alkaloid, dan beberapa jenis ligan. Ligan ini sendiri adalah senyawa yang diduga berperan sebagai antioksidan pada fraksi non volatil ekstrak andaliman. Mengingat Widiastuti (2000), menyatakan bahwa ekstrak kasar buah andaliman ini juga pernah dilaporkan memiliki aktivitas fisiologi yang aktif sebagai antioksidan dan antimikroba yang potensial. Hal ini berdasarkan hasil pengujian aktivitas antimikroba pada penelitian Siswadi (2002), yang menunjukkan bahwa ekstrak buah andaliman bersifat bakterisidal terhadap bakteri Bacillus stearothermophilus, Pseudomonas aeruginosa, Vibrio cholera, dan Salmonella thypimurium.


(23)

Selain kandungan senyawa tersebut di atas, andaliman juga merupakan tanaman rempah yang memiliki kandungan fenolik. Fenolik berfungsi sebagai penyumbang radikal hidrogen atau dapat bertindak sebagai aseptor radikal bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi pada makanan. Menurut Suryanto et al., (2008), hasil ekstraksi dan kandungan total fenolik andaliman adalah:

Tabel 2.1 Hasil Ekstraksi dan Kandungan Total Fenolik Andaliman Jenis

Tanaman

Nama Ilmiah Ekstrak Rendemen (mg/g)

Total Fenolik (µg/g)

Andaliman Zanthoxyllum acanthopodium

Heksana Aseton

Etanol

78,06±2,48 31,75±5,56 69,98±3,36

27,7±0,58 91±0,03 125,3±0,59

Pengekstraksian dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol, heksana, dan aseton untuk memisahkan senyawa-senyawa dengan tingkat polaritasnya. Ekstraksi yang menggunakan heksana dapat melarutkan senyawa yang non polar, aseton dapat melarutkan senyawa yang semi polar, dan etanol akan melarutkan senyawa yang polar. Tujuan ketiga pelarut ini adalah untuk mencari komponen yang dapat berperan sebagai penstabilan senyawa oksigen reaktif yang terdapat dalam tanaman andaliman dengan tingkat perbedaan polaritasnya (Suryanto et al., 2008).

2.2 Hepar (Hati)

2.2.1 Struktur Anatomi Organ Hepar

Hepar merupakan pusat metabolisme dalam tubuh (Sujono, 2002 dalam Pawitra & Mutiara, 2010). Posisi organ hepar terletak di bagian kanan atas dari rongga abdominal tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan segar warnanya merah tua atau merah coklat (Leeson et al., 1990). Akan tetapi hepar juga bervariasi baik lokasi maupun jumlah lobusnya dari satu spesies hewan ke spesies yang lain (Frandson, 1992).

Hepar mencit (Mus musculus L.) memiliki empat lobus utama yang saling berhubungan satu sama lain dan dapat tampak keseluruhannya pada bagian dorsal organ ini. Keempat lobus tersebut dapat dibedakan, yakni: sebuah lobus median, dua lobus lateral (kiri dan kanan) dan satu lobus caudal yang terbagi setengah di bagian dorsal dan setengah lainnya di bagian ventral (Covelli, 1972 dalam Fauzi, 2005).


(24)

Sedangkan manusia (Homo sapiens) memiliki hepar dengan dua lobus utama, yakni lobus kanan dan kiri yang masing-masing terdiri dari dua segmen. Lobus kanan dibagi menjadi segmen median dan lateral. Segmen median dibagi menjadi dua bagian, satu lobus quadratus dan satu lobus caudatus (Hage, 1982). Berat hepar manusia segitiga dan memiliki berat lebih kurang 1,5 kg serta ukurannya 7-10 cm pada orang dewasa normal (Dalimartha, 1997).

Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus. Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatika kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hepar yang memancar secara sentrifugal dari vena sentralis seperti jeruji roda. Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan di antara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang megalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton & Hall, 1997).

Struktur lobulus dapat ditafsirkan dalam tiga cara yang berbeda, tergantung pada hubungan fungsional yang diperhitungkan. Lobulus hati sering dikenal sebagai lobulus klasik, merupakan unit struktural yang mengitari vena sentralis. Profil sayatan melintang sayatan melintang lobulus ini secara kasar bentuknya heksagonal, dengan sinusoid yang memancar radier dari vena sentralis ke arah perifer. Saluran portal dibentuk antara tiga sampai enam lobulus hati. Pada babi, lobulus hati dikitari oleh jaringan ikat interlobularis yang cukup jelas. Pada spesies lain, jaringan ikat interlobularis kurang jelas, da parenkim lobulus berbatasan langsung dengan lobulus disekitarnya, tanpa ada batasan yang jelas (Dellmann & Brown, 1992).

Saluran portal (segitiga Kiernan) merupakan unit fungsional yang terpusat pada saluran empedu di daerah portal. Empedu yang dihasilkan parenkim di sekitar daerah tersebut ditampung oleh saluran empedu di daerah saluran portal. Jadi sumbu saluran portal adalah saluran empedu yang disebut duktus interlobularis, dan bagian perifer yang digambarkan dengan tiga vena sentralis. Konsep ini melukiskan aktivitas hati sebagai kelenjar eksokrin, karena aliran empedu justru menuju duktus


(25)

interlobularis saluran portal, lain halnya dengan aliran darah yang justru berlawanan, mengalir dari pusat menuju tepi (Dellman & Brown, 1992).

Gambar 2.2 Skema Lobulus Hepar, Asini Hepar, dan Lobulus Porta. Lobulus Hepar Terdiri Dari Vena Sentralis (CV) dan Dibatasi Oleh Garis yang Menghubungkan Celah Porta (PS) (Paulsen, 1996)

Unit fungsional ketiga adalah asinus hati yang diterima secara luas karena didasarkan kepada perbedaan didalam dinamika aliran darah, tekanan dan tensi oksigen yang dapat dijelaskan melalui gradien aktivitas metabolisme. Secara kasar asinus hati berbentuk diamon, daerah tersebut dibentuk oleh dua bagian lobulus hati dengan pemberian darah dari cabang vena interlobularis dan arteria hepatika. Sel hati (hepatosit) yang berbentuk polihedral, intinya bulat terletak di tengah, nukleolus dapat


(26)

satu atau lebih dengan kromatin yang menyebar. Sitoplasma hepatosit agak berbutir, tetapi dapat tergantung pada perubahan nutrisi serta fungsi selular. Hepatosit memiliki enam atau lebih permukaan, dan ada tiga bentuk yang berbeda: 1) permukaan yang berhadapan dengan ruang perisinusoid, dimana pada permukaan bebasnya tumbuh mikrovili; 2) permukaan yang berbatasan dengan kanalikuli empedu; 3) permukaan yang saling berhadapan antar hepatosit yang bersebelahan dan memiliki gap junction dan desmosom (Dellmann & Brown, 1992).

Menurut Paulsen (1996), lobulus hati merupakan hubungan antara struktur dan fungsi hati terbaik yang dapat ditunjukkan melalui tiga model subdivisi hati, yaitu: 1. Lobulus Hati Klasik

Model ini berdasarkan pada aliran darah. Bagian dalamnya, menunjukkan pola substruktur hati membentuk segi enam.

a. Triad Porta

Satu triad menempati ruang potensial (ruang portal) di masing-masing dari enam sudut lobulus tersebut. Masing-masing berisi tiga unsur utama yang dikelilingi oleh jaringan ikat yaitu sebuah venule porta (cabang dari vena porta), sebuah arteriol hepatik (cabang dari arteri hepatik), dan saluran empedu.

b. Vena Central

Merupakan penanda pusat dari setiap lobulus. c. Pelat Hepatosit dan Sinusoid Hati

Merupakan pelat yang memancar dari vena pusat terhadap pinggiran lobulus (seperti jari-jari roda). Pelat ini dipisahkan oleh sinusoid hati, yang menerima darah dari pembuluh kemudian berkumpul di pusat lobulus dan langsung ke vena pusat.

2. Lobulus Porta

Model ini berdasarkan arah aliran empedu, yang berlawanan dengan darah. Empedu diproduksi oleh hepatosit, masuk ke dalam kanalikuli empedu membran dan mengalir di dalam pelat hepatosit.

3. Asinus Hati

Model ini berdasarkan perubahan oksigen, nutrisi, dan konten toksin sebagai darah yang mengalir melalui sinusoid dan bertindak di dalam hepatosit.


(27)

2.2.2 Fungsi Metabolik Hepar (Hati)

Hepar (hati) merupakan kelenjar tubuh yang paling besar, dan khas karena memiliki multi fungsi kompleks, misalnya ekskresi (metabolit), sekresi (empedu), penyimpanan (lipid, vitamin A dan B, glikogen), sintesis (fibrinogen, globulin, albumin, protrombin), fagositosis (benda asing), detoksifikasi (obat yang larut dalam lipid), konjugasi (zar beracun, hormon steroid), esterifikasi ( asam lemak bebas menjadi trigliserida), metabolisme (protein, hidrat arang, lemak, hemoglobin, obat), dan hemopoisis (Dellmann & Brown, 1992).

Hati adalah organ metabolik, sekretorik dan immunologik. Semua substansi termasuk obat dimetabolisme di hati (Page et al., 2002 dalam Wiryawan, 2008). Hepar merupakan organ pertama yang dicapai oleh obat-obatan dan zat lain yang diabsorpsi usus melalui vena porta, sehingga disebutkan bahwa hepar adalah tempat utama metabolisme dan detoksikasi obat. Berbagai obat dan senyawa dapat diinaktifkan oleh oksidasi, metilasi, hidrolisis, reduksi, dan konjugasi. Penggunaan obat yang berlebihan contohnya obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dapat menyebabkan kerusakan hati. Parasetamol adalah OAINS yang apabila digunakan dalam dosis yang berlebihan atau dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan nekrosis hati dan kerusakan ginjal (Wiryawan, 2008).

Secara farmakokinetik, setiap obat yang masuk ke dalam tubuh mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (Gamiswarna et al., 1995). Demikian pula dengan andaliman akan diabsorbsi oleh usus, kemudian mengalami metabolisme di hepar. Hepar merupakan organ penting didalam tubuh karena hepar merupakan tempat pertama dan terbesar untuk mendetoksifikasi berbagi zat yang dicerna oleh traktus digestivus (Tambunan, 1994). Penumpukan bahan-bahan toksik dalam parenkim hati dapat melukai sel hepatosit dan menyebabkan terjadinya perubahan histopatologis yang bervariasi tergantung dosis, jenis, pengaruh zat atau penyakit lain, kerentanan dan suseptibilitas zat.

Meskipun hepar merupakan salah satu organ yang peka terhadap zat toksik, namun hepar memiliki fungsi yang sangat penting terhadap metabolisme bahan toksik yang berfungsi sebagai detoksifikasi. Setelah diabsorbsi, zat toksik maupun bahan


(28)

obat akan masuk ke dalam peredaran darah dan kemudian didetoksifikasikan dalam hepar menjadi bentuk non toksik dan lebih polar agar mudah diekskresikan (Martin et al., 1987).

Sementara hati yang tidak sehat tidak bisa melakukan detoksifikasi secepat yang dilakukan oleh hati yang sehat, maka bila proses detoksifikasi lebih lambat dan hati yang belum selesai bekerja men-detoksifikasi itu sudah diberi serangan racun-racun yang harus didetoksifikasi, akibatnya akan lebih banyak racun-racun yang beredar ke seluruh tubuh lewat darah. Sebagian racun yang tidak dapat diubah atau hanya sedikit berubah akan sulit dibuang dari tubuh karena lolos dari kerja hati. Akhirnya racun-racun itu bersembunyi di jaringan tubuh berlemak, di otak, dan sel sistem saraf. Racun-racun yang tersimpan itu pelan-pelan akan ikut aliran darah dan menyumbang penyakit-penyakit kronis (BPOM, 2004 dalam Dewi, 2010).

2.2.3 Toksikologi dan Kerusakan Hepar (Hati)

Hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan. Jenis zat yang belakangan ini biasanya dapat mengalami detoksifikasi, tetapi banyak toksikan dapat dibioaktifkan dan menjadi lebih toksik. Hepatosit (sel parenkim hati) merupakan sebagian besar organ itu. Hepatosit bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel ini terletak diantara sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu. Sel kupffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dari sistem retikuloendotelial tubuh. Toksikologi hati dipersulit oleh berbagai kerusakan hati dan berbagai mekanisme yang menyebabkan kerusakan itu (Lu, 1994).

Menurut Lu (1994), menyatakan bahwa toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati, mengakibatkan berbagai jenis kerusakan hati seperti:

a. Perlemakan hati (steatosis)

Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Adanya kelebihan lemak dalam hati dapat dibuktikan secara histokimia. Meskipun berbagai toksikan itu akhirnya menyebabkan penimbunan lipid dalam hati,


(29)

mekanisme yang mendasarinya beragam. Mungkin mekanisme yang paling umum adalah rusaknya pelepasan trigliserid hati ke plasma. Karena trigliserid hati hanya disekresi bila dalam keadaan tergabung dengan lipoprotein.

b. Nekrosis hati

Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral, pertengahan, perifer) atau masif. Biasanya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dibuktikan atau dilaporkan menyebabkan nekrosis hati. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Tidak ada perubahan ultrastruktural membran yang dapat dideteksi sebelum pecah. Namun, ada beberapa perubahan yang mendahului kematian sel. Perubahan morfologik awal antara lain berupa edema sitoplasma, dilasi retikulum endoplasma, dan disagregasi polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel. Perubahan yang terdahulu merupakan pembengkakan mitokondria progresif dengan kerusakan krista, pembengkakan sitoplasma, penghancuran organel dan inti, dan pecahnya membran plasma.

c. Kolestasis

Jenis kerusakan hati yang biasanya bersifat akut ini, lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis, jenis kerusakan hati ini juga lebih sulit diinduksi pada hewan, kecuali mungkin dengan steroid.

d. Sirosis

Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar disebagian besar hati. Kumpulan hepatosit muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan berserat ini. Patogenesisnya tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi dalam sebagian besar kasus, tampaknya sirosis berasal dari nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan. Kemudian keadaan ini menyebabkan aktivitas fibroblastik dan pembentukan jaringan parut. Tidak cukupnya aliran darah di dalam hati mungkin menjadi faktor pendukung.

e. Degenerasi parenkimatosa

Menurut Tambunan (1994) menyebutkan bahwa, degenerasi lemak atau degenerasi parenkimatosa yang terjadi dihati adalah degenerasi yang sangat sering ditemukan. Sitoplasma menjadi membengkak yang berisi lemak, sehingga inti


(30)

terdesak ke pinggir. Sedangkan menurut Robbins & Kumar (1992), menyatakan bahwa kadang-kadang lemak berkumpul dalam bercak-bercak kecil tanpa pemindahan inti.

f. Degenerasi hidropik

Menurut Chang (1986) dalam Keliat (2011) menyatakan bahwa masuknya air biasanya akan membentuk vakuola-vakuola jernih, kecil, dan banyak. Selanjutnya vakuola tersebut bersatu dan menghasilkan vakuola lebih besar atau vakuola tunggal yang menempati di dalam sitoplasma dan menggantikan inti sel. Perubahan ini diikuti dengan sel mengalami pembengkakan dan sitoplasma tampak keruh. Kejadian ini sering disebut Hydropic degeneration. Pada pengamatan ultrastruktural, degenerasi hidropik ini menunjukkan terjadinya pembengkakan mitokondria.

g. Karsinogenesis

Karsinoma hepatoseluler dan kolangiokarsinoma adalah jenis neoplasma ganas yang paling umum pada hati. Jenis karsinoma lainnya antara lain angiosarkoma, karsinoma kelenjar, karsinoma trabekular, dan karsinoma sel hati yang tidak berdiferensiasi. Sejumlah besar toksikan diketahui menyebabkan kanker hati pada hewan. Namun, karsinogenisitasnya pada hati manusia belum pasti. Sebaliknya, peran vinil klorid sebagai penyebab angiosarkoma pada manusia tidak diragukan lagi.


(31)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Struktur Hewan Departemen Biologi dan Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, jarum gavage, bak bedah, dissecting set, kaca arloji, aluminium foil, gelas ukur, blender, hotplate, kamera digital, mikroskop Axio Bio-camera, mikrotom, cover glass, object glass, beaker glass, freezer, spatula, chumber, oven, dan kandang hewan percobaan.

Bahan yang digunakan adalah mencit betina (Mus musculus L.) strain DDW, buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), pakan hewan, aquadest, alkohol 100%, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%, larutan Bouin, pelarut CMC (carboxyl metil cellulose) 1%, aquadest, larutan NaCl 0,9%, pewarna Hematoxylin dan Eosin, canada balsam, xylol, parafin, kertas millimeter, holder, tisu, dan spritus.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pemeliharaan Hewan Percobaan

Penelitian ini menggunakan mencit betina (Mus musculus L.) strain DDW. Disediakan satu ekor mencit jantan lalu dikawinkan dalam kandang yang berisi mencit betina yang sedang estrus selama satu malam. Bila ditemukan sumbat vagina maka


(32)

dinyatakan telah terjadi kopulasi atau perkawinan mencit antara mencit jantan dan mencit betina dan sebagai hari ke nol kehamilan (Taylor, 1986).

Kemudian mencit yang hamil dipisahkan dan dipelihara sampai melahirkan. Anak mencit yang berumur ± tiga minggu dipisahkan dari induknya dan dipelihara dalam kandang terpisah dengan memisahkan antara mencit jantan dan betina. Kandang yang terbuat dari plastik yang diberi alas sekam yang dilakukan pergantian sekam dua kali seminggu (Smith & Mangkoewidjojo, 1988). Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari secara ad-libitum (Sabri, 2006). Bila mencit betina sudah berumur ± 12 minggu dengan kisaran berat badan ± 25-35 gram, mencit tersebut telah siap diberi perlakuan (Smith & Mangkoewidjojo, 1988).

Mencit betina yang telah siap diberi perlakuan tersebut dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari (Kelompok A) dan kelompok pemberian selama masa pasca implantasi 6-14 hari (Kelompok B). Masing-masing kelompok dibagi dalam 5 perlakuan, dengan masing-masing perlakuan terdiri atas 6 ekor mencit betina. Kemudian mencit betina tersebut dikawinkan dengan mencit jantan, jika sudah hamil maka diberi perlakuan ekstrak sesuai dengan kelompok pemberian masing-masing. Pemberian perlakuan terhadap hewan coba berpedoman pada prinsip-prinsip penelitian kesehatan yang menggunakan hewan secara etis, prosedur dan standart yang dibuktikan dengan Ethical Clearance dari Komite Etik Penelitian Hewan, FMIPA USU.

3.3.2 Pembuatan Bahan Uji

Buah andaliman disiapkan dengan mengumpulkan dan diseleksi. Kemudian dipisahkan dari tangkainya lalu dikeringkan dalam suhu kamar sampai kering. Buah yang telah kering diblender hingga menjadi simplisia (serbuk). Selanjutnya dibuat ekstrak dengan metode maserasi dengan N-Heksan selama 1 malam (Padmawinata et al., 1989 dalam Sabri, 1996). Hasil maserasi diperkolasi sampai diperoleh cairan bening. Hasil perkolasi dipekatkan dengan evaporator sampai diperoleh ekstrak yang


(33)

pekat berupa pasta. Ekstrak andaliman tidak larut dalam air, maka untuk mendapat campuran yang homogen digunakan suatu pelarut yaitu carboxyl metil cellulosa (CMC) dengan konsentrasi 1%. Lalu dibuat dosis yang telah dimodifikasi yaitu 2%, 4% dan 6% yang dilarutkan dalam 1% CMC (Pratiwi, 2006).

3.3.3 Pemberian Perlakuan

Pemberian bahan uji dilakukan pada mencit betina (Mus musculus L.) strain DDW yang sedang hamil dengan menggunakan jarum gavage (Hrapkiewicz & Medina, 2007). Pemberian dilakukan selama masa pra implantasi 0-3 hari kebuntingan dan masa pasca implantasi 6-14 hari kebuntingan. Volume pemberian ekstrak sebanyak 0,3 ml/mencit/hari. Kemudian mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher pada saat mencapai 18 hari kebuntingan. Selanjutnya mencit dibedah, diambil organ hati dan dicuci dalam larutan fisiologis (NaCl 0,9%) lalu ditimbang, setelah itu dimasukkan ke dalam larutan Bouin.

3.3.4 Rancangan Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 2 kelompok berdasarkan perbedaan konsentrasi dan interval waktu pemberian perlakuannya, yaitu kelompok A (pemberian selama pra implantasi 0-3 hari) dan kelompok B (pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari). Masing-masing kelompok terdiri atas 5 perlakuan, yaitu 3 perlakuan ekstrak (Perlakuan P1, P2, dan P3) dan 2 perlakuan kontrol (K0 dan KP). Dapat dilihat dalam Tabel 3.3.5, sebagai berikut:

Tabel 3.1 Model Rancangan Penelitian Kelompok

Perlakuan Kelompok A

Pra Implantasi 0-3 Hari

Kelompok B

Pasca Implantasi 6-14 Hari

Kontrol Blank K0A K0B

Kontrol Pelarut CMC 1% KPA KPB

Perlakuan Ekstrak N-Heksan 2% PA1 PB1

Perlakuan Ekstrak N-Heksan 4% PA2 PB2


(34)

Jumlah ulangan untuk setiap kelompok ditentukan dengan menggunakan rumus Federer (Chairul et al.,1992) yaitu:

(t - 1) (n - 1) ≥ 15 T = jumlah perlakuan

N = jumlah ulangan

Pada kelompok pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14 hari, tiap perlakuan ekstrak maupun perlakuan kontrol masing-masing terdiri dari enam ulangan sehingga mencit yang digunakan berjumlah 2 x 5 x 6 = 60 ekor. Perlakuan terdiri atas satu faktor yaitu perbedaan konsentrasi. Penentuan konsentrasi berdasarkan penelitian Chairul et al. (1992) yang telah dimodifikasi.

K0 = Kelompok kontrol blank tanpa perlakuan

KP = Kelompok kontrol pelarut dengan menggunakan pelarut CMC 1% (1 gram CMC/100 ml aquadest)

P1 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 2% (2 gram ekstrak kental/100 ml pelarut CMC 1%)

P2 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 4% (4 gram ekstrak kental/100 ml pelarut CMC 1%)

P3 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 6% (6 gram ekstrak kental/100 ml pelarut CMC 1%)

3.3.5 Pembuatan Preparat Hati Mencit Betina dengan Metode Parafin

Pembuatan preparat yang dilakukan dengan metode parafin (Suntoro, 1983) sebagai berikut:

a. Fiksasi

Mencit (Mus musculus L.) strain DDW didislokasi dan dibedah. Diambil organ hati, ditimbang dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama 1 malam dengan larutan Bouin.

b. Washing (Pencucian)

Setelah difiksasi, hati dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker sampai benar-benar jernih dan direndam dengan alkohol 70 % selama 1 malam.


(35)

c. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan merendam organ hati sambil dishaker dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96% dan 100% (absolut) selama 1 jam pada masing-masing konsentrasi. d. Clearing (Penjernihan)

Clearing dilakukan dengan merendam hati ke dalam xylol selama 1 malam. e. Infiltrasi

Infiltrasi dilakukan dengan merendam hati ke dalam xylol selama 1 jam pada suhu kamar kemudian dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru yang berada di dalam oven pada suhu 560C selama 1 jam. Lalu dilanjutkan lagi dengan merendam hati ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu 560C, yang selama proses pengerjaannya dilakukan dalam oven.

f. Embedding (Penanaman)

Embedding dilakukan dengan meletakkan hati pada kotak berbentuk segi empat yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu, dituang parafin yang telah cair ke dalam kotak tersebut, kemudian hati ditanam dalam kotak yang telah berisi parafin dan diatur posisinya lalu diberi label. Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke dalam freezer. Kemudian blok-blok tersebut dirapikan dan dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu berukuran 1x1 cm yang berbentuk persegi.

g. Cutting (Pemotongan)

Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang telah diholder pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm. h. Attaching (Penempelan)

Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin, kemudian diletakkan pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan kemudian pada air hangat. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin pada object glass dan membersihkan sebagian parafin yang melekat pada organ.

i. Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai parafin habis kira-kira selama 5 menit.

j. Dealkoholisasi, dilakukan dengan mencelupkan objek glass ke dalam alkohol bertingkat ke alkohol konsentrasi menurun, yaitu dari alkohol 100% (absolut),


(36)

k. 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30% dan kemudian ke dalam aquadest. Dimana masing-masing konsentrasi dicelupkan ± 3-5 detik.

l. Pewarnaan

Pewarnaan sediaan hati diwarnai dengan menggunakan Hematoxylin Eosin. Pewarnaan dilakukan dengan cara preparat yang telah dilekatkan pada object glass dimasukkan ke dalam larutan pewarna Hematoxylin Erlich selama 3 menit, lalu dicuci dengan dengan air mengalir ± 2 menit, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 30%, 50%, 70%, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna Eosin 0,5% dalam alkohol selama 3 menit, lalu dimasukkan ke dalam aquadest dan kemudian preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96%, dan alkohol 100% (absolut). Setelah itu, dikeringkan dengan kertas pengisap. Lalu preparat dimasukkan ke xylol.

m. Mounting

Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara.

n. Diberi label dan diamati degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidrofik, dan nekrosis sel di bawah mikroskop.

3.4Parameter Pengamatan

3.4.1 Pengamatan Berat dan Morfologi Hati

Pengamatan berat dan morfologi hati dilakukan dengan cara mencit betina (Mus musculus L.) strain DDW didislokasi dan dibedah, diambil organ hati serta diamati. Untuk pengamatan berat hati dilakukan dengan menimbang organ hati menggunakan timbangan digital, lalu dicatat beratnya. Sedangkan untuk pengamatan morfologi hati dilakukan dengan mengamati gambaran morfologi hati dengan sasaran yang diamati adalah permukaan luar hati dan warna hati. Penilaian tersebut normal bila permukaan rata dan halus serta berwarna merah kecoklatan, sedangkan abnormal jika permukaan berupa jaringan ikat, kista kecil, permukaan yang benjol-benjol atau abses dan menunjukkan perubahan warna (Robbins & Kumar, 1992).


(37)

3.4.2 Pengamatan Preparat Histologis Hati

Preparat histologis hati diamati di bawah mikroskop cahaya dalam lima lapangan pandang yang berbeda, dengan perbesaran 40 x 10 kali. Setiap lapangan pandang dihitung 20 sel secara acak sehingga dalam 1 preparat tersebut ditemukan 100 sel hati. Kemudian dihitung rerata bobot skor perubahan histopatologi hepar dari lima lapangan pandang dari masing-masing mencit dengan model Skoring Histopathology Manja Roenigk (Desprinita, 2010). Jenis kerusakan hati yang diamati meliputi nekrosis, steatosis, dan degenerasi hidrofik. Kemudian dicatat dan dihitung jumlah persentase kerusakan yang terjadi (Pawitra & Mutiara, 2010; Pradipta, 2010; Maretnowati et al., 2005 dalam Amalina, 2009; Jawi, 2007).

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Derajat Histopatologi Sel Hepar Model Skoring Histopathology Manja Roenigk.

Tingkat Perubahan Nilai

Normal 1

Degenerasi parenkimatosa 2

Degenerasi hidropik 3

Nekrosis 4

Data yang diperoleh diolah dengan program komputer SPSS release 15. Pada setiap preparat dihitung nilai rerata degenerasinya dengan cara mengalikan jumlah sel sesuai dengan kategorinya. Sehingga berdasarkan kriteria tersebut maka skor minimal yang mungkin didapat adalah 100 jika semua sel yang ditemukan dalam keadaan normal. Skor maksimal 400 jika semua sel dalam keadaan nekrosis (Wulandari, 2008).

3.5 Analisis Statistik

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 15. Urutan uji untuk berat hati diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila hasil uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik. Untuk melihat perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji Mann-Whitney. Apabila hasil uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan p>0,05 maka


(38)

dilanjutkan uji sidik ragam (ANOVA) satu arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2 kali) atau lebih dari 2 perlakuan. Jika berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoct-Bonferroni taraf 5%. Sebagai sumber keragaman dari uji sidik ragam (ANOVA) yaitu perbedaan pengamatan berat hati berdasarkan perbedaan konsentrasi perlakuan yang diberikan. Untuk data kerusakan sel hati dilakukan uji non parametrik yaitu uji Kruskall-Wallis (membedakan >2 perlakuan) dan uji Mann-Whitney (membedakan 2 perlakuan) pada taraf 5%.


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap gambaran morfologi, berat, dan gambaran histologis hepar mencit (Mus musculus L.) Strain DDW setelah pemberian ekstrak N-Heksan buah andaliman (Zanthoxylumacanthopodium DC.) diperoleh hasil sebagai berikut:

4.1 Gambaran Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Hasil pengamatan terhadap gambaran morfologi hepar mencit dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada perlakuan K0A dan K0B tidak ditemukan adanya perubahan warna dan permukaan hepar. Sedangkan pada perlakuan KPA, KPB, PA1, PB1, PA2, PB2, PA3, dan PB3 ditemukan adanya perubahan seperti warna hepar pucat dan permukaan berbintik-bintik yang dapat dilihat pada Gambar 4.1 (b).

(a) (b)

Gambar 4.1 Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodiumDC.)

(a) Hepar normal dengan warna merah kecoklatan

(b) Hepar abnormal dengan warna pucat dan permukaan berbintik Tabel 4.1 Data Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan


(40)

Kelompok Perlakuan Pengamatan

Warna (%) Permukaan (%)

Pra Implantasi 0-3 Hari

K0A 100 (N) 100 (N)

KPA 83,33 (N)

16,67 (A)

83,33 (N) 16,67 (A)

PA1 50 (N)

50 (A)

66,66 (N) 33,33 (A)

PA2 50 (N)

50 (A)

66,66 (N) 33,33 (A) PA3 33,33 (N)

66,66 (A)

50 (N) 50 (A)

Pasca Implantasi 6-14 Hari

K0B 100 (N) 83,33 (N) 16,67 (A)

KPB 83,33 (N)

16,67 (A)

83,33 (N) 16,67 (A)

PB1 50 (N)

50 (A)

50 (N) 50 (A)

PB2 50 (N)

50 (A)

66,66 (N) 33,33 (A) PB3 33,33 (N)

66,66 (A)

33,33 (N) 66,66 (A) Keterangan: Warna : Normal (N) dan Abnormal (A)

Permukaan : Normal (N) dan Abnormal (A)

Dari Gambar 4.1 tersebut di atas dapat dilihat perbedaan diantara keduanya baik dari perubahan warna maupun permukaan hepar tersebut. Pada Gambar 4.1 (a) terlihat warna hepar lebih merah kecoklatan dan permukaannya lebih halus. Sedangkan pada Gambar 4.1 (b) terlihat warna hepar lebih pucat dan permukaannya berbintik-bintik. Kondisi tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Robins & Kumar (1992), bahwa hati yang normal memiliki permukaan rata dan halus serta berwarna merah kecoklatan, sedangkan hati yang abnormal memiliki permukaan seperti berupa jaringan ikat, kista maupun bintik-bintik dan mengalami perubahan warna. Perubahan morfologis hepar yang terjadi kemungkinan besar diakibatkan oleh senyawa kimia seperti terpenoid dan steroid yang terkandung dalam ekstrak n-heksan buah andaliman. Sebagaimana yang dikatakan Indriani (2007) bahwa steroid banyak ditemukan di alam, yaitu pada tumbuhan dan hewan. Steroid pada jaringan tumbuhan disebut dengan sitosterol yang biasanya terdapat pada lapisan lilin daun yang


(41)

berfungsi sebagai pelindung tanaman dari serangan serangga (insektisida). Tricklebank (1994 dalam Nurlaili, 2010) menyatakan bahwa suatu senyawa yang bersifat toksik (racun) dapat mengganggu proses metabolisme sel yang mengakibatkan gangguan fungsi hepar.

Selain itu, perbedaan konsentrasi ekstrak yang diberikan dengan intensitas pemberian yang berbeda pula juga berpengaruh terhadap kondisi morfologis hepar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Astusti et al., (2006), jika intensitas paparan suatu zat terhadap suatu organ ditingkatkan maka akan menimbulkan perubahan morfologis dan fungsi, perubahan tersebut umumnya bersifat reversible.

4.2 Data Rerata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi dan Pasca Implantasi

Hasil pengamatan pengaruh pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman selama masa pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14 hari terhadap rerata berat hepar mencit dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Setelah dilakukan uji statistik (Lampiran C) pada kelompok pemberian pra implantasi 0-3 hari menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Dimana rerata berat hepar antara PA1, PA2, PA3, KPA, dan K0A, tidak berbeda nyata (p>0,05).

Gambar 4.2. Rerata Berat Hepar Antara Kelompok Pra Implantasi 0-3 Hari (A) dan

Pasca Implantasi 6-14 Hari (B). K0 = kontrol blank; KP = kontrol pelarut

CMC 1%; P1, P2, dan P3 = ekstrak n-heksan buah andaliman masing-masing

konsentrasi 2%, 4%, dan 6%. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. (* = p<0,05)


(42)

Sedangkan pada kelompok pemberian pasca implantasi 6-14 hari setelah dilakukan uji statistik (Lampiran D) ternyata menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Dimana antara kelompok KPB, PB1, PB2, dan PB3 menunjukkan penurunan nyata terhadap rerata berat hepar bila dibandingkan dengan K0B.

Berdasarkan Gambar 4.2 tersebut di atas dapat dilihat bahwa pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman yang diberikan selama masa pra implantasi 0-3 hari tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat hepar, baik antara perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman maupun pada kontrol. Hal ini kemungkinan dikarenakan intensitas waktu pemberiannya yang sangat singkat yaitu selama 4 hari, yang dimulai dari kehamilan 0 hari hingga kehamilan 3 hari. Sehingga dapat dikatakan ekstrak tersebut tidak memiliki efek yang besar terhadap berat hati, meskipun konsentrasi yang diberikan ditingkatkan. Sedangkan pada kelompok pemberian pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan terjadinya penurunan berat hepar pada perlakuan KPB (1,13), PB1 (1,10), PB2 (0,91), dan PB3 (0,99) dibandingkan dengan perlakuan K0B (1,89). Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak n-heksan buah andaliman yang diberikan selama masa pasca implantasi 6-14 hari berpengaruh terhadap berat hepar. Hal ini kemungkinan dikarenakan intensitas waktu pemberiannya yang lebih lama yaitu selama 9 hari, yang dimulai pada kehamilan 6 hari hingga kehamilan 14 hari. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Astuti et al., (2006), bahwa jika suatu senyawa dengan konsentrasi yang tinggi masuk ke dalam tubuh dan diberikan dalam jangka waktu yang lama maka akan menimbulkan degenerasi pada organ tersebut.

Hepar merupakan organ pertama yang dicapai oleh obat-obatan dan zat lain yang diabsorpsi usus melalui vena porta, sehingga hepar adalah tempat utama metabolisme dan detoksifikasi (Minckler, 1991 dalam Lisdiana, 2004). Hal ini sesuai dengan penjelasan Lu (1995), yang menyatakan bahwa hepar sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia dan menjadi sasaran utama dari zat beracun. Hal ini terjadi karena sebagian besar zat beracun atau zat toksik yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap oleh sel lalu dibawa ke hepar oleh vena porta, sehingga hepar berpotensi mengalami kerusakan (Jayanti, 2011).


(43)

Selanjutnya berdasarkan hasil uji statistik terhadap perbandingan rerata berat hepar (Lampiran E) antara kelompok pemberian pra implantasi 0-3 hari dan kelompok pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan perbedaan nyata terhadap penurunan berat hepar yang diberikan selama masa pasca implantasi dibandingkan dengan kelompok yang diberi perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman selama pra implantasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan terjadinya perbedaan penurunan berat hepar antara kedua kelompok pemberian yang terjadi seiring dengan kenaikan konsentrasi ekstrak yang diberikan serta lamanya waktu (intensitas waktu paparan) yang diberikan juga sangat berpengaruh. Perbedaan ini dapat dilihat pada Gambar 4.2, dimana kelompok pemberian pasca implantasi 6-14 hari mengalami penurunan berat hepar dibandingkan dengan kelompok pra implantasi 0-3 hari.

Kondisi ini sesuai dengan penyataan Dewi & Saraswati (2009 dalam Nababan, 2012) yang menyatakan bahwa dosis dan pemasukan yang berulang sangat mempengaruhi kerja suatu zat, dimana dosis yang diberikan secara berlebih dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada suatu organ tubuh, terlebih pada hepar yang merupakan organ utama dalam metabolisme dan detoksifikasi zat. Menurut Tambunan (1994), hepar merupakan organ penting didalam tubuh karena hepar merupakan tempat pertama dan terbesar untuk mendetoksifikasi berbagi zat yang dicerna oleh traktus digestivus.

Menurut Junquiera & Carneiro (1992), hepar merupakan organ terpenting dalam biotransformasi dan hepar juga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Namun jika hepar dipapari dengan senyawa toksik secara terus menerus maka proses detoksifikasi akan berjalan lebih lambat yang mengakibatkan terjadinya penumpukan senyawa toksik dan meyebabkan terjadinya kerusakan pada organ hepar.

4.3 Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi dan Pasca Implantasi

Hasil pengamatan terhadap tingkat kerusakan hepatosit pada kelompok pemberian Pra Implantasi 0-3 Hari setelah dilakukan uji statistik (Lampiran F) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Dimana antara PA1 (238,16), PA2 (239,11), dan PA3


(44)

(245,77) menunjukkan perbedaan nyata terhadap peningkatan kerusakan hepatosit bila dibandingkan dengan KPA (191,55) dan K0A (113,83) . Sedangkan pada kelompok pemberian Pasca Implantasi 6-14 Hari setelah dilakukan uji statistik (Lampiran G) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Dimana antara PB1 (239,05), PB2 (242,49), dan PB3 (265,89) menunjukkan perbedaan nyata terhadap peningkatan kerusakan hepatosit bila dibandingkan dengan KPA (174,50) dan K0A (119,83). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Tingkat Kerusakan Hepatosit Antara Kelompok Pra Implantasi

(A) dan Pasca Implantasi (B). K0 = kontrol blank; KP = kontrol

pelarut CMC 1%; P1, P2, dan P3 = ekstrak n-heksan buah andaliman

masing-masing konsentrasi 2%, 4%, dan 6%. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. (tn = p>0,05)

Berdasarkan Gambar 4.3 tersebut di atas dapat dilihat bahwa pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman selama masa pra implantasi 0-3 hari sudah mempengaruhi tingkat kerusakan hepatosit. Meskipun ekstrak tersebut tidak begitu berpengaruh terhadap rata-rata berat hepar namun secara histologis ekstrak tersebut berpengaruh. Peningkatan kerusakan hepatosit yang terjadi kemungkinan besar diakibatkan oleh senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak n-heksan buah andaliman seperti steroid, yang menurut Indriani (2007) bahwa steroid banyak ditemukan di alam, yaitu pada tumbuhan dan hewan. Steroid pada jaringan tumbuhan disebut dengan sitosterol yang biasanya terdapat pada lapisan lilin daun yang berfungsi sebagai pelindung tanaman dari serangan serangga (insektisida).


(45)

Selanjutnya setelah dilakukan uji statistik (lampiran H) terhadap perbandingan tingkat kerusakan hepatosit setelah diberikan ekstrak n-heksan buah andaliman antara kelompok pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antara kedua kelompok pemberian tersebut (p>0,05). Akan tetapi terjadi peningkatan kerusakan seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak dan lamanya waktu pemberian. Hal ini berarti senyawa yang dikandung dalam ekstrak n-heksan buah andaliman yang umumnya merupakan senyawa non polar seperti steroid dan minyak atsiri memberikan pengaruh terhadap tingkat kerusakan hepatositnya.

Menurut (Moslen, 2001 dalam Hapsari, 2010), bahwa kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat kimia, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut seperti akut, subkronik atau kronik. Dimana semakin tinggi konsentrasi suatu senyawa yang diberikan maka respon toksik yang ditimbulkan semakin besar (Amalina, 2009). Akan tetapi walaupun hepar merupakan organ yang sel-selnya mengalami pembaharuan yang lambat, hepar juga mempunyai kemampuan regenerasi yang cukup cepat.

Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Junqueira dan Carneiro (1997), dimana kehilangan jaringan akibat zat-zat toksik atau pembedahan memacu suatu mekanisme dimana sel-sel hepar mulai membelah dan hal ini terus berlangsung sampai perbaikan massa jaringan semula tercapai. Akan tetapi BPOM (2004 dalam Dewi, 2010) menyatakan bahwa hepar yang tidak sehat memiliki kemampuan detoksifikasi yang lebih lambat, sehingga jika hepar dipapari dengan senyawa toksik secara terus menerus maka proses detoksifikasi akan berjalan lebih lambat yang mengakibatkan ternjadinya penumpukan senyawa toksik dan meyebabkan terjadinya kerusakan pada organ hepar. Kerusakan hepar dapat terjadi segera atau setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestasis, atau timbulnya disfungsi hepar secara perlahan-lahan (Amalina, 2009).

Hepatotoksisitas akibat senyawa kimia merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap senyawa kimia yang diberikan karena hepar merupakan


(46)

pusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan asing yang masuk tubuh (Dirjen POM, 2000 dalam Hapsari, 2010) termasuk andaliman. Kerusakan sel hepar jarang disebabkan oleh suatu substansi secara langsung, melainkan seringkali oleh metabolit toksik dari substansi yang bersangkutan (Robins & Kumar, 1992).

Hati merupakan organ paling sering rusak (Lu 1995). Karena metabolisme obat/ berbagai senyawa terutama terjadi dalam hati, sehingga kemungkinan terjadinya kerusakan organ ini menjadi sangat besar (Powel & piper, 1989). Dan apabila proses metabolisme tidak berjalan dengan normal, maka akan menimbulkan berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit yang terjadi di hepar. Dimana sel-sel yang terdapat di hati akan terdeposit sehingga akan mengalami perubahan (Jayanti, 2011).

Mukono (2005 dalam Susilowati, 2009), menyatakan bahwa organ hepar memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam mengikat senyawa kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada organ hepar dibandingkan organ lainnya. Selain itu, hepar juga mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan dengan kapasitasnya yang lebih tinggi dalam proses biotransformasi toksikan (Amalina., 2009). Terdapat dua hal yang menjadi penyebab utama kerusakan hati yaitu pertama, dimana hati menerima ±80% suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal, sehingga memungkinkan banyak senyawa toksik yang berasal dari tumbuhan, fungi, bakteri, logam, mineral dan senyawa kimia lain yang diserap ke darah portal ditransportasikan ke hati. Yang kedua, hati menghasilkan enzim yang mampu melakukan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen maupun endogen untuk dieliminasi oleh tubuh (Carlton & McGavin, 1995 dalam Wardanela, 2008).

4.4 Gambaran Mikroskopis Hepatosit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap gambaran mikroskopis hepar yang diberi perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman pada masa pra implantasi 0-3 hari dan masa pasca implantasi 6-14 hari ditemukan adanya perubahan sel baik itu sel hepatosit normal maupun yang mengalami degenerasi parenkimatosa, degenerasi


(47)

hidropik dan kematian sel (nekrosis). Menurut Bhara (2009), kerusakan hepar berhubungan erat dengan perdarahannya dan suatu susunan unit yang lebih kecil yaitu asinus hepar yang merupakan konsep terbaru dari unit fungsional hepar terkecil. Hepatosit merupakan sel dengan bentuk polihedral yang mempunyai permukaan 6 atau lebih, dengan membran sel yang jelas dan inti bulat di tengah. Sel yang besar dengan inti besar atau memiliki inti 2 dapat ditemukan karena adanya mitosis.

Gambar 4.4 Gambaran Mikroskopis Hepatosit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Pewarnaan HE dan Perbesaran 400X. a. Vena Centralis, b. Sel Hepatosit Normal, c. Degenerasi Parenkimatosa, d. Binuklear, e. Degenerasi Hidropik, f. Nekrosis

Kerusakan sel hepar berupa degenerasi parenkimatosa dapat dilihat pada gambar 4.4. kerusakan seperti ini dapat ditemukan pada kelompok kontrol pelarut CMC 1%, ekstrak n-heksan buah andaliman 2%, 4% dan 6% baik pada pemberian pra

b

a

c

d

e


(48)

implantasi 0-3 hari maupun pasca implantasi 6-14 hari. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh senyawa yang dikandung dalam ekstrak n-heksan buah andaliman seperti terpenoid dan steroid yang memiliki sifat antibakteri dan insektisida (Indriani, 2007) yang mengakibatkan hepar tidak mampu mendetoksifikasi senyawa tersebut yang secara terus menerus diberikan dengan konsentrasi yang tinggi. Selain intu faktor eksternal juga dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan. Seperti halnya yang dikatakan oleh Nababan (2012) bahwa pemberian pakan dan minum, faktor stres atau penyakit serta daya tahan tubuh dan kerentanan tikus terhadap limgkungan luar juga berpengaruh terhadap tingkat kerusakan sel hepar. Selain itu, pemberian perlakuan secara terus menerus juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan terhadap fungsi sel hepar.

Degenerasi vakuola atau pembengkakan sel merupakan indikasi terjadinya perlemakan hati. Pada keadaan ini sel hati tampak membesar. Perlemakan hati merupakan tahap awal terjadinya kerusakan dalam hati (Robins dan Kumar, 1995). Menurut Lu (1995), mekanisme yang mendasari terjadinya penimbunan lipid dalam hati adalah rusaknya pelepasan trigliserida hati ke plasma. Sehingga trigliserida hati hanya disekresi bila dalam keadaan tergabung dengan lipoprotein, maka terdapat beberapa mekanisme penimbunan lipid di hati yaitu: dengan penghambatan sintesis satuan protein dari lipoprotein, penekanan konjugasi trigliserida dengan lipoprotein, rusaknya oksidasi lipid oleh mitokondria, dan penghambatan sintesis fosfolipid. Selain itu peningkatan degenerasi parenkimatosa pada hati dapat disebabkan oleh sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Macfarlane et al. (2000 dalam Wardanela, 2008), bahwa suplai darah hati diperoleh dari saluran pencernaan. Darah yang mengandung toksin dibawa dari usus halus lalu masuk ke hati melalui vena porta, kemudian melewati sinusoid menuju vena sentralis. Toksin yang menyerang jaringan non adiposa akan menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim seluler kemudian menyebabkan jaringan/ organ (misalnya hati) tidak mampu memetabolisme lemak yang ada dan terjadilah akumulasi lemak pada sel.

Seperti halnya dengan kerusakan degenerasi parenkimatosa, kerusakan sel hepar berupa degenerasi hidropik juga ditemukan pada kelompok kontrol pelarut


(49)

CMC 1%, ekstrak n-heksan buah andaliman 2%, 4% dan 6% baik pada pemberian pra implantasi 0-3 hari maupun pasca implantasi 6-14 hari. Namun pada kelompok kontrol pelarut CMC 1% ditemukan lebih rendah dibanding perlakuan ekstrak. Menurut Nababan (2012), kerusakan seperti ini merupakan akibat dari gangguan metabolisme, sehingga membentuk vakuola pada sel hepatosit. Sedangkan menurut Underwood (1992), degenerasi hidropik merupakan keadaan sel ketika sitoplasmanya pucat dan membengkak dalam kaitannya dengan akumulasi cairan. Pada kejadian edema intraseluler yang ringan disebut pembengkakan berawan/keruh, selanjutnya meningkatkan cairan dan membengkaknya organel pada sitoplasma dan berpenampakan seperti bervakuol. Hal ini terjadi akibat kegagalan dalam pengaturan homeostasis normal dan meregulasi pemasukan dan pengeluaran air.

Mekanisme respon terhadap pembengkakan sel akut (degenerasi hidropis) biasanya melibatkan kerusakan membran sel, kegagalan sel dalam memproduksi energi, serta gangguan enzim. Degenerasi hidropik terjadi sebagai respon kehilangan homeostasis sekunder sel terhadap hipoksia, toksin, radikal bebas, virus, bakteri dan perlukaan bermediasi imun. Patogenesia terjadinya degenerasi hidropik berawal dari hipoksia yang menyebabkan penurunan produksi ATP sehingga sodium dan air masuk ke dalam sel, potasium keluar sel. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan osmosis dan menyebabkan banyak air yang mengalir ke dalam sel. Kemudian sisterna rerikulum endoplasmik menggelembung, ruptur, dan membentuk vakuol. Untuk selanjutnya terjadi vakuolisasi meluas dan disebut dengan degenerasi hidropis (McGavin et al. 2007 dalam Wardanela, 2008)

Selanjutnya kerusakan sel hepar berupa nekrosis juga dapat ditemukan pada kontrol pelarut CMC 1%, ekstrak n-heksan buah andaliman 2%, 4% dan 6% baik pada pemberian pra implantasi 0-3 hari maupun pasca implantasi 6-14 hari. Namun kejadian nekrosis pada perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman lebih dominan ditemukan dibandingkan pada perlakuan kontrol pelarut CMC 1%, terutama pada ekstrak n-heksan buah andaliman konsentrasi 6% (PA3 dan PB3) yang merupakan kejadian tertinggi ditemukannya nekrosis. Hal ini dikarenakan konsentrasi 6% merupakan konsentrasi tertinggi yang diberikan pada mencit, sehingga diduga mengandung senyawa seperti terpenoid, steroid, dan minyak atsiri yang lebih tinggi


(50)

yang mampu meningkatkan kerusakan sel hepar mencit. Hal tersebut didukung oleh penelitian Wijaya et al., (1999) bahwa senyawa yang paling banyak dikandung dalam ekstrak andaliman adalah terpenoid, kemudian Houghton dan Raman (1998 dalam Parhusip et al., 2005) menyatakan bahwa ekstrak heksana mengandung komponen senyawa yang bersifat non polar, seperti lilin, lemak dan minyak atsiri. Menurut Robbinson (1995), bahwa senyawa terpenoid dapat digunakan sebagai insektisida dan berdaya racun terhadap hewan tinggi.

Menurut Cheville (1999 dalam Wardanela, 2008), meskipun nekrosis sel hati juga terjadi pada kelompok kontrol namun tidak termasuk dalam kejadian patologi karena dalam keadaan normal nekrosa juga dapat terjadi. Sedangkan menurut Lu (1994), nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral, pertengahan, perifer) atau masif. Biasanya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dibuktikan atau dilaporkan menyebabkan nekrosis hati. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Tidak ada perubahan ultrastruktural membran yang dapat dideteksi sebelum pecah. Namun, ada beberapa perubahan yang mendahului kematian sel. Perubahan morfologik awal antara lain berupa edema sitoplasma.

Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organime hidup. Inti sel yang mati terlihat lebih kecil, kromatin dan serabut retikuler menjadi berlipat-lipat. Inti menjadi lebih padat dan kemudian sel menjadi eosinofilik (kariolisis). Sel hepar yang mengalami nekrosis dapat meliputi daerah yang luas atau daerah yang kecil (Kasno, 2003).


(51)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang diberikan selama masa pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14 hari berpengaruh negatif terhadap hepar mencit (Mus musculus L.) strain DDW berupa perubahan warna dan tekstur permukaan hepar, penurunan berat hepar dan peningkatan kerusakan hepatosit.

5.2 Saran

Diharapkan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan konsentrasi ekstrak n-heksan buah andaliman yang digunakan serta menambah parameter pengamatan mengenai kerusakan pada diameter vena sentralis serta mengukur kadar SGPT dan SGOT untuk mengetahui efek lesi hepar yang terjadi akibat ekstrak n-heksan buah andaliman.


(1)

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

KELOMPOK_A_B N

Mean Rank Sum of Ranks HISTO_PRA_ PASCA_ IMPLANTASI PB2

6 5.50 33.00

PA3 6 7.50 45.00

Total 12

Test Statistics(b)

HISTO_PRA_PASCA_ IMPLANTASI

Mann-Whitney U 12.000

Wilcoxon W 33.000

Z -1.173

Asymp. Sig. (2-tailed) .241 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .394(a)

a Not corrected for ties.

b Grouping Variable: KELOMPOK_A_B

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

KELOMPOK_A_B N

Mean Rank Sum of Ranks HISTO_PRA_ PASCA_ IMPLANTAS I PB2

6 4.00 24.00

PB3 6 9.00 54.00

Total 12

Test Statistics(b)

HISTO_PRA_PASCA_ IMPLANTASI

Mann-Whitney U 3.000

Wilcoxon W 24.000

Z -2.803

Asymp. Sig. (2-tailed) .005 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .015(a)

a Not corrected for ties.

b Grouping Variable: KELOMPOK_A_B

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

KELOMPOK_A_B N

Mean Rank Sum of Ranks HISTO_PRA_ PASCA_ IMPLANTAS I PA3

6 5.00 30.00

PB3 6 8.00 48.00

Total 12

Test Statistics(b)

HISTO_PRA_PASCA_ IMPLANTASI

Mann-Whitney U 9.000

Wilcoxon W 30.000

Z -1.915

Asymp. Sig. (2-tailed) .056 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] .180(a)

a Not corrected for ties.


(2)

Lampiran I. Pembuatan Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman

Dikumpulkan dan diseleksi Dipisahkan dari tangkainya Dikeringkan dalam suhu kamar

Diblender

Dimaserasi dengan N-Heksan selama satu malam

Disaring Diperkolasi

Dirotavapor

Dibuat dosis

Dilarutkan dengan CMC 1%

Buah Andaliman

Larutan Ekstrak Ekstrak Kental

Perkolat Simplisia


(3)

Lampiran J. Pengamatan Morfologi dan Berat Hepar

Didislokasi leher Dibedah

Diambil organ hati

Diamati permukaan luar dan warna hati Ditimbang

Mus musculus L.


(4)

Lampiran K. Pembuatan Preparat Histologis Hepar

Dicuci dengan NaCl 0,9%

Difiksasi dengan larutan Bouin

Washing, dengan menggunakan alkohol 70%, dilakukan berkali-kali hingga jernih, direndam selama satu malam dalam alkohol 70%

Dehidrasi, dengan merendam hepar dalam alkohol

bertingkat, yaitu 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 100% masing-masing selama satu jam

Clearing, dengan merendam organ hepar dalam xylol selama satu malam

Infiltrasi, dilakukan dengan merendam organ hepar dalam Parafin I; campuran xylol-parafin (3:1), Parafin II; campuran xylol-parafin (1:1), Parafin III; campuran xylol-parafin (1:3), lalu Parafin murni

Embeding, dengan meletakkan organ hepar dalam kotak berbentuk segi empat yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Dituang parafin cair ke dalam cetakan tersebut, lalu organ ditanam dan diatur posisinya, kemudian diberi label. Dibiarkan sampai dingin lalu disimpan dalam freezer. Kemudian dilakukan penempelan blok parafin tersebut pada holder kayu ukuran 1x1 cm berbentuk persegi.

Organ Hepar


(5)

Cutting, dengan memotong blok parafin yang telah ditempel pada holder menggunakan mikrotom sehingga membentuk pita parafin dengan ketebalan 6 µm

Attaching, dengan meletakkan pita parafin pada object glass, lalu dicelupkan ke dalam air dingin dan air hangat, kemudian diletakkan di atas hotplate selama beberapa detik agar pita parafin lebih melekat pada

object glass.

Deparafinasi, dengan mencelupkan object glass ke dalam xylol selama + 15 menit hingga parafinnya habis

Dealkoholisasi, dengan mencelupkan object glass ke dalam alkohol bertingkat 100%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%

Stainning, dengan mencelupkan ke dalam pewarna

Hematoxylin Erlich selama 3-5 menit, lalu cuci dengan air mengalir, kenudian dimasukkan dalam alkohol 30%, 50% dan 70%. Setelah itu dimasukkan dalam pewarna Eosin 0,5% dalam alkohol 1-3 menit, lalu dimasukkan dalam aquadest dan kemudian dimasukkan dalam alkohol bertingkat 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Selanjutnya dimasukkan dalam xylol.

Mounting, dengan menutup preparat menggunakan

cover glass dan Canada balsam.

Diamati

Blok Parafin


(6)

Lampiran L. Foto Penelitian

Kandang Hewan Penelitian Bahan Uji

Pemberian Perlakuan Dislokasi leher Pembedahan Hewan Uji


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Segar Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Jantan (Mus musculus L.)

3 91 49

Gambaran Histologis Ginjal Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Setelah Pembersihan Ekstrak n-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

3 64 64

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

1 107 58

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

2 104 74

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

0 0 13

Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

0 0 43

Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 2.1.1 Deskripsi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) - Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andalima

0 1 11

GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI SKRIPSI EKA PRASETIAWAN 080805006

0 0 13

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Perkembangan Struktur Kraniofacial Fetus Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

0 0 19