Perencanaan Anggaran Sekolah dan Implementasinya

1532 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 3 rd Economics Business Research Festival 13 November 2014 Menurut Chariri 2007 menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, analisis data tidak dapat dipisahkan dari pengumpulan data data collection. Oleh karena itu, ketika data mulai terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi,atau observasi, maka data tersebut segera dianalisis untuk menentukan kebutuhan data berikutnya. Dalam hal ini penelitian tentang standarisasi kelayakan penerima anggaran Bantuan Operasional Sekolah BOS, pengumpulan data diawali dari wawancara dengan Kepala Sekolah Negeri dan Swasta tentang standar kelayakan penerima bantuan operasional sekolah yang diawali dengan pertayaan- pertanyaan tentang ketepatan sasaran penggunaan BOS, dilanjutkan dengan pertayaan tentang pendapat sekolah Negeri maupun Swasta tentang standarisasi kelayakan penerima anggaran BOS dan berapa kelayakan anggaran BOS di sekolah Negeri dan Swasta. dokumentasi sumber pendapatan dari sekolah yang akan diteliti, kemudian dari data dokumentasi tersebut dianalisis guna menentukan pengumpulan data berikutnya.Menurut Miles and Huberman 1984 dalam Sugiono 2010, analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data tersebut, meliputi data reduction, data display, dan conclusion drawingverivikation.

4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Salah satu prinsip gerakan reformasi dalam pendidikan adalah “pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam pen yelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan”. Sejalan dengan prinsip di atas. Perubahan mendasar menuju paradigma pendidikan masa depan adalah pelaksanaan pendidikan berbasis sekolah atau madrasah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. serta otonomi Perguruan Tinggi pada tingkat pendidikan tinggi. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Walaupun penghasupasan diskriminasi dalam tahap proses serta perbedaan pengelolaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.

4.1.1 Perencanaan Anggaran Sekolah dan Implementasinya

Untuk mendapatkan BOS sekolah tiap awal tahun ajaran baru harus membuat Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah RAPBS atau lebih popular disebut Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah RKAS. Sehingga sekolah selalu memiliki komitmen dalam menyajikan laporan keuangan yang berkualitas. Akan tetapi hal ini hanyalah sebuah formalitas saja bagi kebanyakan sekolah. kondisi seperti ini dapat dilihat dari peryataan bendahara sekolah. Bapak AB dalam wawancara. “tiap awal tahun kita membuat RAPBS karna ini merupakan kewajiban sebagai permohonan bantuan BOS tahun berikutnya…..yang kami ajak rapat dalam pembuatan RA PBS ini semua dewan guru serta komite” peryataan tersebut menunjukan bahwa RAPBS sebuah keharusan untuk mendapatkan BOS. Akan tetapi berbeda sekali dengan apa yang dikatakan oleh guru disekolah yang sama. RAPBS tidak pernah diadakan disekolah tersebut bukti tidak adanya RAPBS dapat dilihat dari peryatan ibu NR. “apa itu RAPBS?......ah gak ada bahkan gak pernah rapat RAPBS” Peryataan ini didukung oleh Bapak RM dari sekolah yang sama. “ gak ada yang namanya RAPBS, kita hanya mengajar, urusan yang kayak gitu biasanya yang tahu hanya kepala, bendahara sama TU” 1533 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 3 rd Economics Business Research Festival 13 November 2014 Peryataan diatas menyakinkan bahwa RAPBS hanyalah sebuah formalitas saja yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan keuangan dan Administrasi sekolah. perilaku ini mengarah betapa buruknya pengelolaan keuangan sekolah. bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak di barengi oleh sistem pengendalian intern yang baik. Sehingga sekolah hanya mengharapkan autput yang baik dengan tidak berangkat pada peroses yang baik. Hasil dari RAPBS yang hanya melibatkan sebagian tertentu mengakibatkan pada buruknya penggunaan dana BOS. Peruntukan dana BOS yang sebenarnya seperti pembelian tas, transportasi, serta seragam untuk siswa dari keluarga kurang mampu terabaikan. Seperti wawancara dengan Bapak AB yang mengatakan “ …Bos di gunakan untuk honor guru, kegiatan sekolah, seragam semua anak…..” dalam petunjuk teknis ada larangan BOS digunakan untuk pembelian seragam hanya untuk kepentingan peribadi. Sekolah mempunyai kepentingan untuk mendapatkan siswa sebanyak- banyaknya. Sehingga dapat mengelola BOS lebih banyak seperti peryataan diatas. Hal yang sama terjadi pada sekolah swasta yang lain. Berikut wawancara dengan kepala sekolah dengan Bapak BC “kita membuat RAPBS dan melibatkan semua guru, serta komite sekolah. biasanya yang paling banyak memakan anggaran pada saat peneriman siswa baru, karna sekolah ini memberi seragam pada semua siswa yang telah terdaftar” Bukti adanya penyimpangan terhadap penggunaan BOS terjadi di beberapa sekolah, terutama pada sekolah yang saling berdekatan. Dari beberapa sekolah yang berhasil diwawancarai yang memberikan seragam kepada siswanya saling berdekatan dengan sekolah faforit. Berbagai pendapat diatas menunjukan bahwa Bos yang diberikan oleh pemerintah tidak tepat sasaran, seragam yang seharusnya diberikan pada anak dari kalangan kurang mampu justru dinikmati oleh semua siswa dan pada akhirnya anak dari keluarga kurang mampu tidak mendapatkan haknya. Dalam petunjuk teknis menjelaskan “membantu siswa miskin 1 pemberian tambahan biaya trasportasi bagi siswa miskin yang menghadapi persoalan biaya traspot dari dan kesekolah 2 membeli alat trasportasi sederhana bagi siswa miskin yang akan menjadi barang inventaris sekolah misalnya sepeda, perahu penyebrangan dll 3 membeli seragam sepatu dan alat tulis bagi siswa penerima biasiswa siswa miskin BSM, baik dari pusat, provinsi, maupun kabupatenkota dimadrasayah tersebut” Penjelasan petunjuk teknis tersebut jelas sekali bahwa siswa miskin mempunyai hak atas fasilitas yang bersal dari anggaran BOS akan tetapi sekolah lebih memilih memberikan fasilitas yang sama pada semua muridnya. Dan lebih tragisnya lagi BOS ini tidak menyentuh siswa dari kalangan miskin dikarnakan ada BSM. Berikut petikan wawancara dengan kepala sekolah ZN “ iuran yang dibebankan pada siswa sebesar Rp. 1η.000,- untuk pembelian konsumsi karna konsumsi tidak boleh diambilkan dari BOS serta untuk perbaikan mebeleir ……kalau siswa dari keluarga kurang mampu sudah ada BSM. Kaitanya dengan BOS anak yatim piatu ti dak di pungut iuran” Dari penjelasan diatas peneliti berusaha mencari data dari orang tua siswa Ibu YR pemilik toko dekat sekolahan, anaknya duduk di kelas 9 menjelaskan “…iuran bulanan sebesar Rp. βη.000,- kalau ujian nasional sebanyak Rp.η00.000.” 1534 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 3 rd Economics Business Research Festival 13 November 2014 Hal senada diutarakan oleh Ibu SR anaknya duduk di kelas 8 mengatakan, ibu ini tinggal dirumah yang sangat sderhana, lantainya masih berupa tanah, serta pekerjaanya sebagai penjahid. Mengatakan “iuran bulanan sebesar Rp.βη.000,- mba iuran ujian nasional sebesar Rp.500.000,-…. saya ko tidak dapat bantuan sih mbak berupa keringanan tiap bulan atau bebas SPP, saya sanpun sudah mencoba untuk minta keringan tapi tidak di kasih, karna saya harus membawa kartu jamkesmas, sementara kulo saya kan ga punya” Peryataan tersebut menunjukan bahwa managemen sekolah tidak menerapkan akuntabilitas dengan baik menurut Turner and Hulme, 1997 Akuntabilitas adalah keharusan lembaga- lembaga sektor publik untuk lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal masyarakat bukan hanya pertanggungjawaban vertikal otoritas yang lebih tinggi. Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan dana publik public money secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat. Dari paparan diatas sekolah ingin menutupi beberapa pendapatan sekolah dari pihak luar termasuk dari peneliti. Lebih parah lagi terjadi pada sekolah negeri berikut petikan wawancara dengan kepala sekolah ZN “yang boleh tahu laporan keuangan sekolah ini 1 Atasan saya β BPK” Hal senada terjadi juga di SMPN yang lain berikut petikan wawancara dengan Ibu SG, bendahara pengeluaran sekolah “maaf ya mbak saya disini baru tiga bulan jadi ga tahu laporan yang lalu” Hasil wawancara tersebut menunjukan ada kehawatiran dari pihak sekolah laporan keuangan diketahui pihak external. Perlakuan seperti itu jelas melanggar UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik pasal 2 yang berbunyi “setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap penggunaan oleh informasi publik” BOS yang digulirkan pemerintah terkesan hanya ingin memudahkan pemerintah dalam peroses pengangaran. Pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dalam penyusunan anggaran menggunakan pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional mempunyai karakteristik seperti Incrementalism anggaran yang bersifat Incrementalism yaitu: hanya menambah dan mengurangi jumlah rupiah pada item-item pada anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambah pengawasan dana atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam Haryanto dan Sahmudin, 2008. BOS yang diberikan pemerintah terus mengalami kenaikan tanpa dikaji ulang apakah BOS yang sudah berjalan dipergunakan secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai cita-cita tujuan awal dikeluarkanyan BOS. Selain itu BOS juga tidak mengatur berapa seharusnya honor guru swasta perjamnya? Berapa guru yang yang dibiayai oleh BOS? Akibatnya yang terjadi sekolah memberi honor guru sangat rendah dan variative antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainya. Berikut petikan wawancara dengan Kepala sekolah SMPI beliau mengatakan. “ BOS diperioritaskan pada Honor guru sisanya kegiatan sekolah seperti semesteran dan ulangan harian iuran kami pungut atas persetujuan komite sekolah dan 1535 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 3 rd Economics Business Research Festival 13 November 2014 kesepakatanya sebesar Rp.30.000,- dan hal ini tidak dilarang dalam petunjuk teknis…..yang terpenting bagi saya tidak ada siswa keluar dari sekolah ini karna tidak mampu untuk membayar iuran. Jadi anak miskin bebas tidak membayar iuran dengan menunjukan surat dari RT, punya kartu jamkesmas, kartu harapan serta hasil survey” Seorang Ibu bagian TU menyakinkan “honor guru sampai 90 selebihnya dipakai kegiatan sekolah” Dari penjelasan bapak kepala sekolah dan ibu kepala TU tersebut peneliti berusaha menggali data tersebut dari siswa. Berikut petikan wawancara dengan siswa SMPI. “ia ada mba pungutanya sebesar Rp. γ0.000…” Tidak berhenti dari penjelasan kepala sekolah peneliti berusaha menemui komite sekolah yang rumahnya tidak jauh dari sekolah tersebut. “..di SMPI ini memang ada pungutanya yaitu sebesar Rp.γ0.000…..saya setuju dengan angka sebesar itu karna saya tahu laporan keuanganya BOS kebanyakan untuk honor guru” Berangkat dari hasil wawancara dengan beberapa pejabat sekolah negeri dan swasta ada temuan bahwa BOS tidak tepat sasaran dalam hal penggunaanya. Adapun ketidaktepatan itu tidak terlepas dari proses awal yaitu terletak pada pertama RAKS bagi sekolah hanyalah formalitas saja. Bukan sebuah keharusan untuk mencapai kualitas sekolah. Kedua BOS menyimpang dari tujuan awal. Pihak sekolah lebih mementingkan kebutuhan operasional yang lain ketimbang memberikan fasilitas bagi siswa dari keluarga miskin. Semua itu berangkat dari keluarga kurang mampu sudah ada bantuan siswa miskin BSM . ketiga iuran masih membebani semua murid, pihak sekolah memberi bantuan pada anak miskin atas jusdment pengelola sekolah bukan atas kenyataan dilapangan. keempat adanya dobel anggaran, dalam aturan BOS siswa dari keluarga kurang mampu harus diberi perioritas yang lebih dalam pembiayaan seragam, sepatu, tas, serta transportasi. Dilain pihak pemerintah mengeluarkan bantuan siswa miskin BSM, dimana kedua-duanya dengan peruntukan yang sama. Sekolah berstatus negeri biaya operasional di biayai oleh dua sumber pertama dari APBD II. Kedua dari BOS, kedua-duanya sama-sama untuk biaya operasional sekolah. serta BOS pendamping. BOS pendamping ini berasal dari APBD I dan II. Kelima dengan adanya BOS tidak semua sekolah berfikir untuk mensejahtrakan gurunya. Tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah ada BOS. Sekolah yang terletak di pedesaan masih memberi honor guru sebesar Rp. 15.000,-Rp. 20.000,- jambulan. Sementara sekolah yang berada di perkotaan memberi honor guru Rp.20.000,- Rp.25.000. jam bulan . Sebuah honor yang tidak menghargai keilmuan seseorang dalam memperjuangkan melawan kebodohan kebelumcerdasan. Dari beberapa larangan yang sering dilanggar Membeli pakaianseragam bagi gurusiswa. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat. Serta membangun gedungruangan baru. Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan dana BOS memang sudah banyak disinyalir di beberapa tempat, namun tentunya juga hal ini tidak bisa digeneralisasikan di semua tempat dan kondisi penyalahgunaan wewenang tersebut terjadi, namun jika dilihat dari segi peluang atau kesempatan, banyak sekali peluang yang bisa digunakan oleh oknum untuk bisa melakukan penyelewengan. Oleh karena itu hal yang paling penting adalah meminimalisir 1536 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 3 rd Economics Business Research Festival 13 November 2014 kesempatan dan peluang supaya tidak bisa terjadi dan tidak ada kesempatan oknum untuk keluar dari aturan yang sudah berlaku. Menghapuskan kebijakan pendidikan yang berbantuan jelas bukan menjadi solusi, karena memang pada intinya pendidikan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi, dan juga Undang-Undang kita telah mengamanatkan untuk memberikan layanan gratis untuk pendidikan dasar. Oleh karena itu, penghapusan sama sekali kebijakan BOS bukan merupakan solusi bagi kemelut pengelolaan dana BOS. Namun, setidaknya ada beberapa langkah yang kemungkinan bisa diambil oleh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini diantaranya : 1. Peninjauan Kembali Kebijakan UUD 1945 menyatakan bahwa pendidikan adalah hak bagi semua warga, terlebih pendidikan dasar untuk wajib belajar Sembilan tahun menjadi hak utama bagi warga Negara dan Negara wajib mengusahakan pembiayaannya. Ini menjadi amanat besar dan latar belakang utama kenapa dana BOS hadir dalam proses pendidikan wajib belajar 9 tahun. Serta perubahan terhadap petunjuk teknis dalam hal ini penggunaanya harus lebih rinci yang selama ini di pakai sebagai acuan sekolah dalam melakukan pertanggungjawaban. Pada kenyataannya tidak semua sekolah dan tidak semua warga Negara membutuhkan dan harus diberi bantuan untuk pendidikan dasar ini, hal ini terbukti dengan beberapa sekolah yang tidak menerima dana BOS, tapi tetap memberikan kualitas kepada peserta didiknya. 2. BOS Berkeadilan Adil bukan berarti sama rata, bisa saja besaran antara yang satu dengan yang lainnya berbeda, tapi secara teknis dan hakikatnya besaran itu bisa mencukupi serta bisa digunakan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu dana yang berkeadilan sudah saatnya diberlakukan untuk pengelolaan bantuan pendidikan. 3. Pengwasan yang Efektif dan Efisien Selama ini pengawasan yang terjadi pada pengelolaan dana BOS cukup pada tataran pelaporan saja, sedangkan implementasi kenyataan di lapangan masih kurang, pihak pengawas, kantor dinas atau pemerintah, merasa cukup dengan laporan yang ada diatas kertas saja, padahal jika dilihat di lapangan, belum tentu sesuai dengan apa yang ada dalam laporan, sehingga disini benar-benar dibutuhkan pengawasan yang efektif dan efisien untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana BOS. 4. Pendampingan Dari Ahli Yang Kompeten Ahli yang dimaksud orang atau lembaga social yang faham pengelolaan pendidikan, sehingga pemahaman terhadap pengelolaan pendidikan akan menajdi dasar yang kuat bagi teknis pelaksanaan pengelolaan dana BOS. Hal ini dikarenakan di sekolah belum ada tenaga professional yang menangani manajemen sekolah, tenaga yang ada hanyalah lulusan SMA atau bahkan SMP, sedangkan untuk mengelola dana sebesar ini dibutuhkan beberapa kompetensi yang utama, disamping tentunya kompetensi manajerial. Pendampingan bisa saja perorangan yang dibentuk pemerintah untuk ikut mengawal dan menjadi mitra pendamping bagi sekolah. Hal ini bisa saja menekan penyalahgunaan dan ketidak tepatan penggunaan dana BOS di sekolah, terlebih lagi di daerah yang kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya relatif berbeda dengan sekolah yang yang sudah maju. 1537 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 3 rd Economics Business Research Festival 13 November 2014 TABEL II SOLUSI PROBLEM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH No BOS Seharusnya Kenyataan diLapangan Solusi 1 Siswa dari keluarga kurang mampu Bebas Biaya  Awal masuk sekolah siswa mengisi biodata lengkap tentang diri dan kondisi orang tua pekerjaan dan penghasilanya  Ada pengecekan ditingkatan lapangan  Data diperbaharui setiap satu semester Siswa berdasarkan pemilik jamkesmas, kartu raskin  Kondisi dilapangan tidak semua kalangan kurang mampu mempunyai kartu jamkesmas  Jamkesmas, dan raskin tidak jelas pembaharuanya  Siswa yang berada diwilayah keramaian atau kota malu untuk mengajukan bebas biayaharus mengaku sebagai orang miskin 1 Perbaharui UU tentang BOS 2 Bentuk UU UMR Pendidikan 3 Pendamping tenaga ahli 2 Ditetapkan UMR pendidikan  Honor guru tidak layak Rp.15.000- 22.000jambulan Jadi guru yang mempunyai beban mengajar 24 jam perminggu menerima honor Rp 450.000- 600.000,- bulan 3 Setiap atem peruntukan BOS harus di tetapkan nominalnya  Tidak ada pagu yang tetap sehingga yang terjadi dilapangan tetap masih ada pungutan, kesejahtraan guru terabaikan, tidak ada pembeda antara sebelum ada BOS dan sesudah ada BOS. 4 BOS di swasta lebih banyak  Sama antara sekolah negeri dan swasta

4.2.2 Faktor Standarisasi Dalam Menentukan Kelayakan Penerima Bantuan Operasional Sekolah