PROS Jumaiyah Standarisasi Kelayakan Penerima Anggaran fulltext
STANDARISASI KELAYAKAN PENERIMA ANGGARAN
BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA SEKOLAH
LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTP)
Jumaiyah
Prodi Akuntansi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Selamat Sri Kendal
[email protected]
ABSTRACT
The purpose of this research was to analyze the distribution of School Operational Assistance (BOS) to date, and to determine eligibility factors of the BOS budget receiver in public/ private middle high schools (SMP/MTs), as well as determine the BOS recipients amount of budget. This research describes the real condition and problem solving of the factual BOS. This research used a qualitative descriptive approach, direct observation conducted especially to get an overview of the natural conditions (natural setting). The analysis shows that BOS initiated by the government has occurred not on target generally. Contribution of this study – first, as a reference for the government in decisions making of BOS policy, second the government to issue a ministerial regulation on teachers minimum wages to be paid by private school. Third as a reference for the government about how much the distribution of BOS budget will be given to public and private schools.
Keywords: accountability, effectiveness, qualitative, standardized.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Ketika seseorang pendidikanya lebih tinggi tentunya akan lebih terasah keterampilanya, potensi masing-masing individu lebih bisa digali sehingga muncul sebuah kemampuan untuk mandiri, lebih percaya diri atau lebih siap dalam menghadapi globalisasi. Hal inilah yang membuat pemerintah berpikir bagaimana semua warga Indonesia bisa sekolah dengan gratis. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang sederajat).
Dalam pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) yang diberikan kepada lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah tingkat pertama (SLTP) yang menjadi konsen penelitian. Diketahui bahwa penetapan jumlah anggaran BOS diperuntukan lembaga pendidikan penerima berbasis data jumlah siswa. Yang tidak ada kualifikasinya antara siswa satu dengan lainnya. Aspek ekonomi, geografik dan sosial tidak menjadi pertimbangan oleh pemerintah dalam menentukan jumlah besaran anggaran yang diberikan antara siswa satu dengan lainnya (disamaratakan). Model menyederhanakan atau menutup mata aspek-aspek tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk memudahkan dalam mendistribusikan anggaran BOS. Akan tetapi
(2)
dampak dari pendekatan memudahkan (incremental) tersebut yaitu kesenjangan sosial yang berdampak lahirnya penyakit-penyakit sosial seperti kriminalitas, penggangguran bahkan yang paling berbahaya disintegrasi kehidupan berbangsa dan bernegara nampak didepan mata.
Prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. seharusnya menjadi landasan pijak dan orientasi untuk tegaknya sistem pemberian bantuan operasional sekolah yang lebih baik. Namun, Persoalan yang muncul bagaimana konsep keadilan objektif dalam sistem pemberian bantuan operasional sekolah? apa kriterianya? Dan berapa anggaran yang layak untuk negeri dan swasta. Sehingga bantuan operasional sekolah yang menghabiskan 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini tidak sia-sia serta sesuai dengan peruntukannya atau dengan memakai bahasa lain yaitu harus tepat sasaran.
1.2 Rumusan Masalah
Anggaran yang diberikan oleh pemerintah pada sekolah-sekolah sama besar antara negeri dan swasta, dinegeri pembiayaan sudah tercukupi oleh dana APBD II yang dipergunakan untuk biaya operasional sekolah. sementara diswasta dana hanya dari BOS dan iuran siswa yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan kebutuhan sekolah yang sebenarnya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan banyak pertayaan dalam penelitian ini:
1. Apakah anggaran bantuan operasional sekolah tepat sasaran?
2. Bagaimanakah standarisasi dalam menentukan kelayakan penerima bantuan operasional sekolah?
3.
Berapakah kelayakan jumlah anggaran bantuan operasional untuk sekolah Negeri dan Swasta?1.3 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian ini terdiri dari penggunaan praktis dan kegunaan teoritis yang akan diuraikan dibawah ini:
1. Kegunaan praktis:
Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah Kabupaten dan/atau Kota, Propinsi maupun pemerintah pusat dalam melakukan perbaikan peraturan perundang-undangan tentang bantuan operasional sekolah, penentuan jumlah anggaran yang seharusnya diberikan kepada lembaga berstatus swasta maupun negeri.
2. Kegunaan teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan referensi fakultas ekonomi Universitas Diponegoro dan merupakan tambahan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukanya. Sekaligus sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.
2.1. Telaah Teori dan Konsep Kunci a. Teori Efektifitas
Menurut (Siagian β001) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi
(3)
efektivitasnya. Sementara itu Abdurahmat (β00γ) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat dilaksanakan secara tepat, efektif, efisien apabila pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan.
b. Teori Keadilan Distributif
Menurut Aristoteles keadilan di bagi menjadi dua pertama keadilan distributive kedua kedilan komutatif. Keadilan distributive adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan. Keadilan komutatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa
masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela
atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar (Ridwan, 1991). Dimaksud keadilan dalam penelitian ini keadilan distributive, dimana pemerintah seharusnya mendistribusikan kemampuanya dalam membantu masyarakat kurang mampu untuk pembiayaan sekolah melalui program BOS. Akan kurang bijak apabila pemerintah menggunakan keadilan komutatif, keadaan ekonomi masyarakat yang sangat beragam mulai dari sangat miskin sampai yang sangat kaya. Hal inilah yang kemudian pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan selama ini yang menggunakan keadilan komutatif.
Keaadilan yang di kemukakan oleh Aristoteles ini diikuti oleh Rawls dalam Fauzan dan Prasetyo, (2006). Menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosial-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus.
Dengan demikian, prinsip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.
c. Konsep Anggaran
Anggaran berasal dari kata-kata budget (Inggris), sebelumnya dari bougette (Perancis) yang berarti ”sebuah tas kecil”. Anggaran dalam arti luas meliputi jangka waktu anggaran direncanakan, dilaksanakan dipertanggungjawabkan. Anggaran dalam arti sempit meliputi rencana penerimaan dan pengeluaran dalam satu tahun saja. Penganggaran (budgeting) merupakan aktifitas pengalokasian sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas (Haryanto dan Sahmuddin, 2007). Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana
(4)
pendapatan, belanja, teransfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (SAP, 2010). Anggaran yang dipakai dalam realisasi BOS belum mencerminkan anggaran kinerja. Untuk itu pemerintah harus mengkaji ulang dengan tujuan anggaran yang dikeluarkan untuk siswa menjadi anggaran yang lebih tepat sasaran dari sebelumnya.
a . Anggaran Kinerja (Performance Budgeting)
Konsep anggaran kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat pada anggaran tradisional khususnya ketiadaan tolok ukur yang digunakan untuk pengukuran kinerja. Pendekatan ini didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja dan oleh karena itu anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan belanja Negara dalam hal ini penggunaan dana BOS disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, bukan dari bagaimana anggaran itu bisa habis. Secara prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan antara pengeluaran dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatanya. Anggaran berbasis kinerja dirancang untuk menciptakan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai dengan perioritas rasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat bermanfaat bagi pihak yang kurang beruntung serta pihak yang selama ini berjasa dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa yaitu sekolah swasta.
d. Tujuan Dari Penentuan Standarisasikelayakan penerima BOS
Dari beberapa uraian yang ada dilatar belakang standarisasi kelayakan penerima BOS sangat penting untuk dilakukan agar mencapai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan disini adalah keadilan obyektif, dari keluarga kurang mampu akan mendapatkan bantuan yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang mampu secara ekonomi. Hal ini disesuaikan dengan keadaan penerima bantuan operasional sekolah. Seperti yang kita ketahui selama ini pemberian bantuan operasional sekolah disamaratakan antara keluarga miskin dengan keluarga yang berasal dari kalangan kaya raya, dari sekolah swasta dengan sekolah negeri. Seperti yang kita ketahui bersama sekolah negeri secara kemandirian sudah di tanggung oleh pemerintah, semua guru sudah di gaji pemerintah. Dengan demikian menentukan standarisasi kelayakan penerima BOS hal yang segera harus dilakukan pemerintah, dengan tujuan menegakkan keadilan bagi seluruh anak Indonesia secara obyektif, memberi motifasi anak yang berasal dari keluarga miskin, serta menata tatanan kehidupan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada beberapa faktor penentu standarisasi kelayakan penerima anggaran bantuan operasional sekolah bagi MTs/SMP terlihat dalam tabel 1.
(5)
TABEL I
FAKTOR PENENTU STANDARISASI KELAYAKAN PENERIMA BOS PADA SEKOLAH SMP/MTS STATUS NEGERI DAN SWASTA
Hal Alokasi Anggran BOS Faktor Berpengaruh Pada Standarisasi
Status
Negeri Swasta
Persentase (%)alokasi BOS Personalia : 15-20 % Non personalia : 75-80 %
Personalia : 60 % Non personalia : 40 %
Kebutuhan
Personalia/Karyawan/Pegawai Negeri
Terpenuhitidak membutuhkan pembiyaan/pengeluran anggaran
Kurang bahkan tidak terpenuhidibutuhkan anggaran
pembiyaan/pengeluaran honoraium
Kebutuhan Non Personalia
Alokasi BOS dapat terkonsentrasikan pada kebutuhan non personalia lebih baik/terpenuhipeningkatan SPM & KBM
Anggaran BOS terpecah untuk pemenuhan personalia (Honor pegawai)terhambat
peningkatan SPM & KBM
Kondisi Ekonomi Orang Tua Peserta Penerima BOS
Miskin, sedang dan kaya tidak berpengaruh dalam operasional sekolah.
Miskin, sedang dan kaya berpengaruh pada operasional sekolah
Fasilitas/sarana Kecukupan atas perhatian pemerintah Terpenuhi dengan ketergantungan pada penglola.
2.2. Pengertian Siswa Miskin
Berdasarkan data balai pusat statistik dalam Karding (2008) menyatakan pengertian siswa miskin adalah siswa yang berasal dari keluarga miskin dengan kriteria orang tua atau kepala keluarga tidak mempunyai pekerjaan yang menetap, tidak berpenghasilan yang tetap dan penghasilan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum 3 kali sehari dengan jumlah keluarga 4 orang, tempat tinggal dari dinding kayu atau tembok yang tidak sempurna, lantai masih berupa tanah atau pelesteran, telah mendapatkan kartu raskin, sedangkan keluarga tidak mampu, mereta telah bekerja tetap akan tetapi penghasilanya kurang atau tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan tidak mendapatkan kartu raskin yang dikeluarkan oleh pusat badan statistik setempat dan membawa surat keterangan tidak mampu dari lurah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga miskin adalah keluarga yang berasal dari keluarga yang nyata penghasilanya tidak cukup untuk kehidupan keluarganya, dilihat dari fisik sandang serta papan yang dimilikinya seandanya dalam artian tidak layak untuk ditempati manusia pada umumnya.
3.1. Metode Penelitian
Menurut Chariri (2009) metodologi adalah asumsi-asumsi tentang bagaimana seseorang berusaha untuk menyelidiki dan mendapat “pengetahuan” tentang dunia sosial. Metode penelitian dalam penelitian kualitatif cenderung bersifat diskriptif, Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah “reliabilitas”. Yang dipakai ialah istilah kesesuaian, (fit), yakni kesesuaian, antara data yang dikumpulkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Menurut Moleong (2005) dalam Widiantoro (2010) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomina tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya prilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara diskripsi dalam
(6)
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiyah. Untuk dapat menjelaskan pemahaman faktor apa yang menyebabkan timbulnya standarisasi kelayakan bantuan operasional sekolah.
Data kuantitatif yang berbentuk tabel-tabel dan berupa angka-angka yang dikumpulkan akan ditampilkan dilakukan analisis dan pembahasan secara detail, digunakan untuk analisis secara keseluruhan sebagai pembuktian bagi fenomina-fenomina yang sedang diteliti, yang dalam hal ini tentang pelaksanaan program bantuan dana BOS dengan sasaran utama sekolah menegah pertama baik negeri maupun swasta. Angka angka tersebut akan memudahkan dalam menjawab semua rumusan masalah dalam penelitian ini.
3.2. Alasan Pemilihan Setting
Penelitian tentang standarisasi kelayakan penerima bantuan operasional sekolah sangat menarik untuk dilakukan, disebabkan anggaran bantuan operasional sekolah diambilkan dari sebagian 20% Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ini antara lembaga Negeri dan Swasta disamakan, antara siswa miskin dengan siswa kaya juga sama. Selain itu BOS yng diberikan pada sekolah tidak memberi banyak manfaat bagi kesejahtraan guru. Inilah kunci dari ketidakadilannya, kunci dari ketidak tepat sasaran, yang jelas kebutuhan siswa miskin dirasa lebih berat ketimbang kebutuhan anak dari kalangan yang mampu. Kualitas pendidikan harus diutamakan dengan memperhatikan kesejahtraan guru. Selain itu pengawasan terhadap bantuan operasional sekolah boleh dikatakan tidak ada, karena selama ini dipercayakan kepada dinas terkait dimana dinas terkait hanya berpedoman pada data yang ada bukan pada kenyataan dilapangan.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di enam sekolah negeri dan swasta berlokasi di kab.Jepara . Waktu penelitian dilakukan pada februari tahun 2012- Juni tahun 2013. Data tidak diambil tahun sebelumnya karena obyek yang akan diteliti bukan sebuah perbandingan dengan tahun sebelumnya akan tetapi untuk mengetahui seberapa tepat penyaluran BOS selama ini, mengetahui komponen-komponen atau faktor-faktor kelayakan penerima BOS di SMP/MTs negeri dan swasta. Serta menggali berapa sebenarnya kebutuhan yang sesungguhya dari lembaga masing-masing serta kebutuhan dari siswa yang berbeda struktur sosialnya.
3.4. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiono (2013) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, akan tetapi dalam penelitian ini juga digunakan beberapa instrumen lain, yaitu pedoman untuk wawancara dan observasi. Pedoman untuk wawancara dan observasi yang dibuat khusus pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran secara umum apakah anggaran BOS sudah tepat sasaran? seberapa besar kebutuhan sekolah Negeri dan seberapa besar kebutuhan sekolah Swasta?
3.5. Prosedur Pengumpulan Data
Menurut Indriantoro dan Supomo (2001) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung dari sumber penelitian yakni dari sumber asli (tidak melalui perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh
(7)
dengan cara wawancara langsung dengan beberapa Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah, Tata Usaha, Komite Sekolah, Guru, Dewan Guru, Wali Murid, dan Murid
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara, umumnya berupa bukti atau catatan-catatan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini seperti: mengambil dan mengolah data yang sudah ada, yakni dokumen-dokumen yang dimiliki oleh sekolah, dinas pendidikan dan olahraga seperti halnya sumber bantuan, struktur sekolah, data mengenai murid dan data penggunaan dana bantuan operasional sekolah. Selain itu data sekunder dapat diperolah dari data internet yang berkaitan dengan bantuan operasional sekolah. Data ini digunakan untuk mendukung data primer.
Lofland (1984) dalam Moleong (2005) dalam Widianto (2009) mengatakan, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen-dokumen dan lain-lain. Untuk memperoleh gambaran yang lebih mendalam, holistik, terhadap standarisasi kelayakan penerima bantuan operasional sekolah, maka penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:
1. Pengamatan atau Observasi lapangan
Marshall (1995) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about
behavior and the meaning attached those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang prilaku dan makna dari prilaku tersebut. Metode ini digunakan untuk mengamati dan mencatat gajala-gejala yang tampak pada obyek penelitian saat keadaan atau situasi yang alami atau yang sebenarnya sedang berlangsung. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi sebelum ada dan sesudah ada BOS.
2. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara mewawancarai secara langsung dan mendalam (indepth interview) kepada pihak yang terlibat dan terkait langsung guna mendapatkan penjelasan pada kondisi dan situasi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah orang-orang yang dianggap memiliki informasi kunci (key informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian. Sedangkan dalam pengambilan informasi peneliti menggunakan teknik “snowball” yakni penentuan subjek maupun informan penelitian berkembang dan bergulir mengikuti informasi atau data yang diperlukan dari informan yang diwawancarai sebelumnya.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai berupa dokumen, pedoman BOS, catatan, buku, majalah dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi khususnya untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dalam observasi dan wawancara. Dokumentasi yang dimaksudkan adalah gambaran umum sekolah dari lembaga Negeri dan Swasta, inventaris sekolah kaitanya dengan SPM sekolah, data laporan keuangan untuk mengetahui sumber pendapatan dan peruntukanya, data siswa miskin untuk mengetahui ditingkatan lapangan fasilitas apa saja yang diterima.
(8)
MenurutChariri (2007) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, analisis data tidak dapat dipisahkan dari pengumpulan data (data collection). Oleh karena itu, ketika data mulai terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi,atau observasi, maka data tersebut segera dianalisis untuk menentukan kebutuhan data berikutnya. Dalam hal ini penelitian tentang standarisasi kelayakan penerima anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pengumpulan data diawali dari wawancara dengan Kepala Sekolah Negeri dan Swasta tentang standar kelayakan penerima bantuan operasional sekolah yang diawali dengan pertayaan- pertanyaan tentang ketepatan sasaran penggunaan BOS, dilanjutkan dengan pertayaan tentang pendapat sekolah Negeri maupun Swasta tentang standarisasi kelayakan penerima anggaran BOS dan berapa kelayakan anggaran BOS di sekolah Negeri dan Swasta. dokumentasi sumber pendapatan dari sekolah yang akan diteliti, kemudian dari data dokumentasi tersebut dianalisis guna menentukan pengumpulan data berikutnya.Menurut Miles and Huberman (1984) dalam Sugiono (2010), analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data tersebut, meliputi data reduction, data display, dan conclusion drawing/verivikation.
4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Salah satu prinsip gerakan reformasi dalam pendidikan adalah “pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan”. Sejalan dengan prinsip di atas. Perubahan mendasar menuju paradigma pendidikan masa depan adalah pelaksanaan pendidikan berbasis sekolah atau madrasah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. serta otonomi Perguruan Tinggi pada tingkat pendidikan tinggi. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Walaupun penghasupasan diskriminasi dalam tahap proses serta perbedaan pengelolaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.
4.1.1 Perencanaan Anggaran Sekolah dan Implementasinya
Untuk mendapatkan BOS sekolah tiap awal tahun ajaran baru harus membuat Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) atau lebih popular disebut Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS). Sehingga sekolah selalu memiliki komitmen dalam menyajikan laporan keuangan yang berkualitas. Akan tetapi hal ini hanyalah sebuah formalitas saja bagi kebanyakan sekolah. kondisi seperti ini dapat dilihat dari peryataan bendahara sekolah. Bapak AB dalam wawancara.
“tiap awal tahun kita membuat RAPBS karna ini merupakan kewajiban sebagai permohonan bantuan BOS tahun berikutnya…..yang kami ajak rapat dalam pembuatan RAPBS ini semua dewan guru serta komite”
peryataan tersebut menunjukan bahwa RAPBS sebuah keharusan untuk mendapatkan BOS. Akan tetapi berbeda sekali dengan apa yang dikatakan oleh guru disekolah yang sama. RAPBS tidak pernah diadakan disekolah tersebut bukti tidak adanya RAPBS dapat dilihat dari peryatan ibu NR.
“apa itu RAPBS?...ah gak ada bahkan gak pernah rapat RAPBS” Peryataan ini didukung oleh Bapak RM dari sekolah yang sama.
“ gak ada yang namanya RAPBS, kita hanya mengajar, urusan yang kayak gitu biasanya yang tahu hanya kepala, bendahara sama TU”
(9)
Peryataan diatas menyakinkan bahwa RAPBS hanyalah sebuah formalitas saja yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan keuangan dan Administrasi sekolah. perilaku ini mengarah betapa buruknya pengelolaan keuangan sekolah. bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak di barengi oleh sistem pengendalian intern yang baik. Sehingga sekolah hanya mengharapkan autput yang baik dengan tidak berangkat pada peroses yang baik. Hasil dari RAPBS yang hanya melibatkan sebagian tertentu mengakibatkan pada buruknya penggunaan dana BOS. Peruntukan dana BOS yang sebenarnya seperti pembelian tas, transportasi, serta seragam untuk siswa dari keluarga kurang mampu terabaikan. Seperti wawancara dengan Bapak AB yang mengatakan
“ …Bos di gunakan untuk honor guru, kegiatan sekolah, seragam semua anak…..” dalam petunjuk teknis ada larangan BOS digunakan untuk pembelian seragam hanya untuk kepentingan peribadi. Sekolah mempunyai kepentingan untuk mendapatkan siswa sebanyak-banyaknya. Sehingga dapat mengelola BOS lebih banyak seperti peryataan diatas.
Hal yang sama terjadi pada sekolah swasta yang lain. Berikut wawancara dengan kepala sekolah dengan Bapak BC
“kita membuat RAPBS dan melibatkan semua guru, serta komite sekolah. biasanya yang paling banyak memakan anggaran pada saat peneriman siswa baru, karna sekolah ini memberi seragam pada semua siswa yang telah terdaftar”
Bukti adanya penyimpangan terhadap penggunaan BOS terjadi di beberapa sekolah, terutama pada sekolah yang saling berdekatan. Dari beberapa sekolah yang berhasil diwawancarai yang memberikan seragam kepada siswanya saling berdekatan dengan sekolah faforit. Berbagai pendapat diatas menunjukan bahwa Bos yang diberikan oleh pemerintah tidak tepat sasaran, seragam yang seharusnya diberikan pada anak dari kalangan kurang mampu justru dinikmati oleh semua siswa dan pada akhirnya anak dari keluarga kurang mampu tidak mendapatkan haknya. Dalam petunjuk teknis menjelaskan
“membantu siswa miskin (1) pemberian tambahan biaya trasportasi bagi siswa miskin yang menghadapi persoalan biaya traspot dari dan kesekolah (2) membeli alat trasportasi sederhana bagi siswa miskin yang akan menjadi barang inventaris sekolah misalnya sepeda, perahu penyebrangan dll (3) membeli seragam sepatu dan alat tulis bagi siswa penerima biasiswa siswa miskin (BSM), baik dari pusat, provinsi, maupun
kabupaten/kota dimadrasayah tersebut”
Penjelasan petunjuk teknis tersebut jelas sekali bahwa siswa miskin mempunyai hak atas fasilitas yang bersal dari anggaran BOS akan tetapi sekolah lebih memilih memberikan fasilitas yang sama pada semua muridnya. Dan lebih tragisnya lagi BOS ini tidak menyentuh siswa dari kalangan miskin dikarnakan ada BSM. Berikut petikan wawancara dengan kepala sekolah ZN “ iuran yang dibebankan pada siswa sebesar Rp. 1η.000,- untuk pembelian konsumsi karna konsumsi tidak boleh diambilkan dari BOS serta untuk perbaikan mebeleir ……kalau siswa dari keluarga kurang mampu sudah ada BSM. Kaitanya dengan BOS anak yatim piatu tidak di pungut iuran”
Dari penjelasan diatas peneliti berusaha mencari data dari orang tua siswa Ibu YR pemilik toko dekat sekolahan, anaknya duduk di kelas 9 menjelaskan
(10)
Hal senada diutarakan oleh Ibu SR anaknya duduk di kelas 8 mengatakan, ibu ini tinggal dirumah yang sangat sderhana, lantainya masih berupa tanah, serta pekerjaanya sebagai penjahid. Mengatakan
“iuran bulanan sebesar Rp.βη.000,- mba iuran ujian nasional sebesar Rp.500.000,-…. saya ko tidak dapat bantuan sih mbak berupa keringanan tiap bulan atau bebas SPP, saya sanpun (sudah) mencoba untuk minta keringan tapi tidak di kasih, karna saya harus membawa kartu jamkesmas, sementara kulo (saya) kan ga punya”
Peryataan tersebut menunjukan bahwa managemen sekolah tidak menerapkan akuntabilitas dengan baik menurut Turner and Hulme, (1997) Akuntabilitas adalah keharusan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (otoritas yang lebih tinggi). Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat. Dari paparan diatas sekolah ingin menutupi beberapa pendapatan sekolah dari pihak luar termasuk dari peneliti. Lebih parah lagi terjadi pada sekolah negeri berikut petikan wawancara dengan kepala sekolah ZN
“yang boleh tahu laporan keuangan sekolah ini (1) Atasan saya (β) BPK”
Hal senada terjadi juga di SMPN yang lain berikut petikan wawancara dengan Ibu SG, bendahara pengeluaran sekolah
“maaf ya mbak saya disini baru tiga bulan jadi ga tahu laporan yang lalu”
Hasil wawancara tersebut menunjukan ada kehawatiran dari pihak sekolah laporan keuangan diketahui pihak external. Perlakuan seperti itu jelas melanggar UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik pasal 2 yang berbunyi
“setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap penggunaan oleh informasi publik”
BOS yang digulirkan pemerintah terkesan hanya ingin memudahkan pemerintah dalam peroses pengangaran. Pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dalam penyusunan anggaran menggunakan pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional mempunyai karakteristik seperti Incrementalism anggaran yang bersifat Incrementalism yaitu: hanya menambah dan mengurangi jumlah rupiah pada item-item pada anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambah pengawasan dana atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam Haryanto dan Sahmudin, (2008). BOS yang diberikan pemerintah terus mengalami kenaikan tanpa dikaji ulang apakah BOS yang sudah berjalan dipergunakan secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai cita-cita tujuan awal dikeluarkanyan BOS. Selain itu BOS juga tidak mengatur berapa seharusnya honor guru swasta perjamnya? Berapa guru yang yang dibiayai oleh BOS? Akibatnya yang terjadi sekolah memberi honor guru sangat rendah dan variative antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainya. Berikut petikan wawancara dengan Kepala sekolah SMPI beliau mengatakan.
“ BOS diperioritaskan pada Honor guru sisanya kegiatan sekolah seperti semesteran dan ulangan harian iuran kami pungut atas persetujuan komite sekolah dan
(11)
kesepakatanya sebesar Rp.30.000,- dan hal ini tidak dilarang dalam petunjuk teknis…..yang terpenting bagi saya tidak ada siswa keluar dari sekolah ini karna tidak mampu untuk membayar iuran. Jadi anak miskin bebas tidak membayar iuran dengan menunjukan surat dari RT, punya kartu jamkesmas, kartu harapan serta hasil survey” Seorang Ibu bagian TU menyakinkan
“honor guru sampai 90% selebihnya dipakai kegiatan sekolah”
Dari penjelasan bapak kepala sekolah dan ibu kepala TU tersebut peneliti berusaha menggali data tersebut dari siswa. Berikut petikan wawancara dengan siswa SMPI.
“ia ada mba pungutanya sebesar Rp. γ0.000…”
Tidak berhenti dari penjelasan kepala sekolah peneliti berusaha menemui komite sekolah yang rumahnya tidak jauh dari sekolah tersebut.
“..di SMPI ini memang ada pungutanya yaitu sebesar Rp.γ0.000…..saya setuju dengan angka sebesar itu karna saya tahu laporan keuanganya BOS kebanyakan untuk honor guru”
Berangkat dari hasil wawancara dengan beberapa pejabat sekolah negeri dan swasta ada temuan bahwa BOS tidak tepat sasaran dalam hal penggunaanya. Adapun ketidaktepatan itu tidak terlepas dari proses awal yaitu terletak pada pertama RAKS bagi sekolah hanyalah formalitas saja. Bukan sebuah keharusan untuk mencapai kualitas sekolah. Kedua BOS menyimpang dari tujuan awal. Pihak sekolah lebih mementingkan kebutuhan operasional yang lain ketimbang memberikan fasilitas bagi siswa dari keluarga miskin. Semua itu berangkat dari keluarga kurang mampu sudah ada bantuan siswa miskin (BSM) . ketiga iuran masih membebani semua murid, pihak sekolah memberi bantuan pada anak miskin atas jusdment pengelola sekolah bukan atas kenyataan dilapangan. keempat adanya dobel anggaran, dalam aturan BOS siswa dari keluarga kurang mampu harus diberi perioritas yang lebih dalam pembiayaan seragam, sepatu, tas, serta transportasi. Dilain pihak pemerintah mengeluarkan bantuan siswa miskin (BSM), dimana kedua-duanya dengan peruntukan yang sama. Sekolah berstatus negeri biaya operasional di biayai oleh dua sumber pertama dari APBD II. Kedua dari BOS, kedua-duanya sama-sama untuk biaya operasional sekolah. serta BOS pendamping. BOS pendamping ini berasal dari APBD I dan II. Kelima dengan adanya BOS tidak semua sekolah berfikir untuk mensejahtrakan gurunya. Tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah ada BOS. Sekolah yang terletak di pedesaan masih memberi honor guru sebesar Rp. 15.000,-Rp. 20.000,-/jam/bulan. Sementara sekolah yang berada di perkotaan memberi honor guru Rp.20.000,-Rp.25.000./ jam/ bulan . Sebuah honor yang tidak menghargai keilmuan seseorang dalam memperjuangkan melawan kebodohan/ kebelumcerdasan.
Dari beberapa larangan yang sering dilanggar Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat. Serta membangun gedung/ruangan baru. Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan dana BOS memang sudah banyak disinyalir di beberapa tempat, namun tentunya juga hal ini tidak bisa digeneralisasikan di semua tempat dan kondisi penyalahgunaan wewenang tersebut terjadi, namun jika dilihat dari segi peluang atau kesempatan, banyak sekali peluang yang bisa digunakan oleh oknum untuk bisa melakukan penyelewengan. Oleh karena itu hal yang paling penting adalah meminimalisir
(12)
kesempatan dan peluang supaya tidak bisa terjadi dan tidak ada kesempatan oknum untuk keluar dari aturan yang sudah berlaku. Menghapuskan kebijakan pendidikan yang berbantuan jelas bukan menjadi solusi, karena memang pada intinya pendidikan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi, dan juga Undang-Undang kita telah mengamanatkan untuk memberikan layanan gratis untuk pendidikan dasar. Oleh karena itu, penghapusan sama sekali kebijakan BOS bukan merupakan solusi bagi kemelut pengelolaan dana BOS. Namun, setidaknya ada beberapa langkah yang kemungkinan bisa diambil oleh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini diantaranya :
1. Peninjauan Kembali Kebijakan
UUD 1945 menyatakan bahwa pendidikan adalah hak bagi semua warga, terlebih pendidikan dasar untuk wajib belajar Sembilan tahun menjadi hak utama bagi warga Negara dan Negara wajib mengusahakan pembiayaannya. Ini menjadi amanat besar dan latar belakang utama kenapa dana BOS hadir dalam proses pendidikan wajib belajar 9 tahun. Serta perubahan terhadap petunjuk teknis dalam hal ini penggunaanya harus lebih rinci yang selama ini di pakai sebagai acuan sekolah dalam melakukan pertanggungjawaban. Pada kenyataannya tidak semua sekolah dan tidak semua warga Negara membutuhkan dan harus diberi bantuan untuk pendidikan dasar ini, hal ini terbukti dengan beberapa sekolah yang tidak menerima dana BOS, tapi tetap memberikan kualitas kepada peserta didiknya.
2. BOS Berkeadilan
Adil bukan berarti sama rata, bisa saja besaran antara yang satu dengan yang lainnya berbeda, tapi secara teknis dan hakikatnya besaran itu bisa mencukupi serta bisa digunakan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu dana yang berkeadilan sudah saatnya diberlakukan untuk pengelolaan bantuan pendidikan.
3. Pengwasan yang Efektif dan Efisien
Selama ini pengawasan yang terjadi pada pengelolaan dana BOS cukup pada tataran pelaporan saja, sedangkan implementasi kenyataan di lapangan masih kurang, pihak pengawas, kantor dinas atau pemerintah, merasa cukup dengan laporan yang ada diatas kertas saja, padahal jika dilihat di lapangan, belum tentu sesuai dengan apa yang ada dalam laporan, sehingga disini benar-benar dibutuhkan pengawasan yang efektif dan efisien untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana BOS.
4. Pendampingan Dari Ahli Yang Kompeten
Ahli yang dimaksud orang atau lembaga social yang faham pengelolaan pendidikan, sehingga pemahaman terhadap pengelolaan pendidikan akan menajdi dasar yang kuat bagi teknis pelaksanaan pengelolaan dana BOS. Hal ini dikarenakan di sekolah belum ada tenaga professional yang menangani manajemen sekolah, tenaga yang ada hanyalah lulusan SMA atau bahkan SMP, sedangkan untuk mengelola dana sebesar ini dibutuhkan beberapa kompetensi yang utama, disamping tentunya kompetensi manajerial. Pendampingan bisa saja perorangan yang dibentuk pemerintah untuk ikut mengawal dan menjadi mitra pendamping bagi sekolah. Hal ini bisa saja menekan penyalahgunaan dan ketidak tepatan penggunaan dana BOS di sekolah, terlebih lagi di daerah yang kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya relatif berbeda dengan sekolah yang yang sudah maju.
(13)
TABEL II
SOLUSI PROBLEM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH
No BOS Seharusnya Kenyataan diLapangan Solusi
1 Siswa dari keluarga kurang mampu Bebas Biaya
Awal masuk sekolah siswa mengisi biodata lengkap tentang diri dan kondisi orang tua (pekerjaan dan penghasilanya)
Ada pengecekan ditingkatan lapangan
Data diperbaharui setiap satu semester
Siswa berdasarkan pemilik jamkesmas, kartu raskin
Kondisi dilapangan tidak semua kalangan kurang mampu mempunyai kartu jamkesmas
Jamkesmas, dan raskin
tidak jelas
pembaharuanya
Siswa yang berada diwilayah keramaian atau kota malu untuk mengajukan bebas biaya(harus mengaku sebagai orang miskin)
1 Perbaharui UU tentang BOS 2 Bentuk UU UMR
Pendidikan 3 Pendamping tenaga
ahli
2 Ditetapkan UMR pendidikan Honor guru tidak layak
Rp.15.000-22.000/jam/bulan Jadi guru yang mempunyai beban mengajar 24 jam perminggu menerima honor Rp 450.000-600.000,- /bulan 3 Setiap atem peruntukan BOS harus di
tetapkan nominalnya
Tidak ada pagu yang tetap sehingga yang terjadi dilapangan tetap masih
ada pungutan,
kesejahtraan guru terabaikan, tidak ada pembeda antara sebelum ada BOS dan sesudah ada BOS.
4 BOS di swasta lebih banyak Sama antara sekolah negeri dan swasta
4.2.2 Faktor Standarisasi Dalam Menentukan Kelayakan Penerima Bantuan Operasional Sekolah
Dalam menentukan standarisasi kelayakan penerima BOS tidak terlepas dari beberapa hal pertama tujuan dari BOS itu sendiri ketika disalurkan jelas manfaatnya. Kedua ketepatan sasaran BOS dalam artian disini BOS benar-benar diperioritaskan pada sekolah yang lebih membutuhkanya atau anak bangsa yang lebih memerlukan. Ketiga BOS bisa memberi kesejahtraan tenaga pendidik. Keempat sebagai mutivasi bagi peserta didik. Kelima sekolah mampu menerapkan perinsip good governence. Yang dimaksud dengan standart menurut Purnadi dan Sarjono 1982 Patokan-patokan
(14)
atau pedoman itulah sebagai kaedah atau norma atau standart. Berikut penuturan guru negeri maupun swasta Bapak W seorang guru swasta mengungkapkan
“…BOS merupakan bantuan dari pemerintah yang diberikan pada anak lewat sekolah yang diperuntukan biaya operasional sekolah. di sini ada kata bantuan, mestinya bantuan ini diberikan pada yang lebih berhak dengan jumlah yang cukup. Bukan sama. Siswa ada yang miskin ada yang kaya masak dibantu semua…sebenarnya dibantu semua ga masalah tapi jumlahnya berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainya”
Ibu N guru swasta mengatakan
“….tujuan pemerintah itu baik agar semua anak Indonesia bisa sekolah dengan biaya murah, akan tetapi jangan lupa kesejahtraan guru disini harus di perhatikan. Mestinya BOS untuk swasta lebih besar dibandingkan dengan negeri. Kan negeri sudah tidak usah mengeluarkan honor untuk guru, TU, keamanaan, sementara diswasta BOS itu harus dibagi-bagi dengan honor guru, TU, Kemanan, Kebersihan dan biaya lain. Seharunya dengan adanya BOS guru juga merasakan manfaatnya….gaji guru sebelum ada BOS dengan sekarang hampir sama aja. Masalahnya Pemerintah tidak membuat standar honor guru swasta. Sehingga sekolah tidak begitu pusing untuk mensejahtrakan gurunya.
Hal senada Bapak M (PNS Di swasta)
”...BOS swasta harusnya lebih besar mengigat kebutuhan sekolah swasta lebih besar. Selama ini BOS diswasta untuk honor yang kurang layak aja sudah memakan anggaran BOS besar sekali. Bagaimana guru swasta bisa sejahtera, kalau BOS yang diberikan jumlahya sama.
Atas dasar kenyataan di atas anggaran BOS diberikan pada (1) semua siswa dengan jumlah nominal yang sama tidak di bedakan antara siswa dari keluarga mampu dengan siswa dari keluarga kurang mampu Kita tahu semua bahwa kebutuhan siswa dari keluarga kurang mampu terasa lebih berat karna pendapatan orang tuanya hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan rumahtangganya. (2) BOS tidak memberikan kesejahtraan kepada guru. Dalam petunjuk teknis maupun dalam sistem pendidikan nasional tidak disebutkan berapa honor guru perjamnya. (3) antara negeri dan swasta jumlah BOS yang digulirkan oleh pemerintah jumlahnya sama. Walaupun kebutuhan antara negeri dan swasta berbeda. Di negeri sudah ada dana operasional yang berasal dari APBD II sementara di swasta sumber pendanaan dari BOS dan SPP siswa. (4) tidak memberi motivasi siswa maupun orang tua untuk turut memerangi kebodohan. Munculnya tidak ada motivasi ini berasal dari tidak adanya beban orang tua dalam melaksanakan pendidikan berupa biaya. Berangkat dari hasil wawancara dan observasi tersebut BOS tidak banyak memberikan manfaat.
4.2.3 Kelayakan Bantuan Operasional Untuk Sekolah Negeri dan Swasta
Program BOS ke depan bukan hanya berperan untuk mempertahankan Angka Partisipasi Kasar ( APK), namun harus juga berkontribusi penting untuk peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, dengan biaya satuan BOS yang telah dinaikkan secara signifikan, program ini akan menjadi pilar utama untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Perubahan kebijakan berkaitan dengan dana BOS antara lain mencakup perubahan biaya satuan BOS, kebijakan buku murah, perubahan penggunaan dana BOS dan struktur organisasi
(15)
pelaksanaan BOS. Berikut wawancara dengan bendahara sekolah swasta mengenai pendapatan sekolah swasta maupun negeri.
“pendapatan sekolah kami dari BOS yang besarnya Rp 58.000-/bulan, BOS pendamping besarnya Rp.4.900.000,-/tahun, SPP dari siswa Rp.15.000. pendapatan itu digunakan untuk operasional sekolah seperti gaji guru, proses belajar mengajar,pemeliharaan sarana prasarana, rehabilitasi, pengadaan sarana prasarana, kegiatan ekstra kurikuler, daya dan jasa, eeemm tata usaha dan administrasi serta kebutuhan lainya yang tak terduga.
Penjelasan tersebut di yakinkan oleh seorang guru lainya yang duduk di depan Bapak bendahara.
“iya mba kegiatan yang paling banyak memakan anggaran itu honor guru dan pemeliharaan sarana prasarana…..kalau dibandingkan, kebutuhan swasta memang lebih besar dari sekolah negeri, yang kelihatan aja di negeri gaji dan operasional sudah ditanggung APBD II, sementara kami harus mengeluarkan semua itu di tambah lagi kami harus melakukan kegiatan yang lain yang di ambil dari dana BOS jadi kita harus pintar-pintar mengatur keuangan BOS”
Pendapat dari tokoh masyarakat mengenai BOS antara negeri dan swasta berikut wawancara dengan pemilik yayasan sosial.
“sajani pemerintah pingin luru gampangi, ikiloh pemerintah konsisten menuntaskan wajar 9 tahun tak kei BOS kabe kelolao, tapi prakteki masyarakat iku geremeng ledikon
bayar, gerteni sekolah ora bayar….haruse ora podo swasta negeri (sebenarnya pemerintah pingin cari gampang, ini pemerintah konsisten untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun saya kasih BOS semua dikelola, tapi prakteknya masyarakat itu ngomel kalau di suruh bayar, taunya masyarakat sekolah gak bayar ….harusnya gak sama antara negeri dan swasta”
Wawancara juga dilakukan dengan FLP (forum lintas pelaku) berikut penuturan Bapak LK “kita tahu semua bahwa swasta ini kebutuhanya lebih banyak kaitanya dengan BOS, perbedaanya terletak pada gaji guru di negeri gaji sudah tidak mengeluarkan, berbeda dengan swasta rata-rata 70% untuk biaya guru, tapi yang paling penting bagi saya supaya tidak ada kecurigaan antara pengelola BOS dengan guru, antara pihak sekolah dengan masyarakata maka pemerintah harus mengatur honor guru swasta sehingga jelas berapa persenya dari BOS untuk kesejahtraan guru.
Hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa pendapatan sekolah hanya cukup memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendesak taanpa mempertimbangkan kesejahtraan guru. Untuk itu ada kelayakan penambahan bagi sekolah swasta sebayak 50% dari yang diberikan pada sekolah negeri.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil analisis terhadap kondisi yang dijumpai dalam penelitian seperti yang di bahas dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara umum BOS yang digulirkan pemerintah pusat dari sejak program dicanangkan telah terjadi tidak tepat sasaran, ketidaktepatan sasaran berangkat konseptualisasi dari pemaknaan BOS yang berdampak pada praktek penyalurannya, walaupun dalam
(16)
praktek dilapangan sekolah telah membuat RAPBS, RAPBS tersebut hanyalah sebuah ritualitas bahkan terkesan formalitas belaka dengan tujuan pencapaian syarat untuk pencairan BOS tahun berikutnya. RAPBS yang dibuat oleh sekolah tidak melibatkan guru yang bersangkutan dan komponen lainnya seperti, pihak komite, wali murid bahkan pihak swasta dalam hal ini masyarakat peduli pendidikan. Proses berlakunya seperti diatas menjadi awal/tonggak ketidaktepatan pelaksanan program BOS 2. Meskipun sudah ada komite sekolah peran pengawasan tidak maksimal, hal ini
disebabkan tidak ada pagu yang baku untuk biaya operasional sekolah.
3. Adapun permasalahan yang ditimbulkan akibat dari seragamnya kebijakan pemerintah dalam pemberian BOS sebagai berikut:
a. Tingginya biaya pendidikan b. Rendahnya honor guru swasta c. Masih rendahnya kualitas pendidikan
5
Adapun kelayakan jumlah BOS swasta 50% nya lebih banyak dari sekolah yang berstatus negeri. Pada sekolah negeri biaya operasional sudah di biayai APBN lewat APBD II. Sementara diswasta murni dari BOS, dan sumbagan wali murid.5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini dalam rangka keberhasilan dalam mewujudkan keadilan di bidang pendidikan dan efektifitas dalam penggunaan keuangan Negara adalah:
1
Berdasarkan hasil temuan dilapangan BOS sebagian diperuntukan untuk siswa
dari kalangan kurang mampu justru dibiayai oleh BSM untuk itu item itu perlu
diperjelas yang kemudian ditetapkan dari mana sumber untuk siswa dari keluarga
kurang mampu dengan tujuan tidak terjadi dobel anggaran.
2
Jumlah anggaran BOS sering mengalami kenaikan akan tetapi dari kenaikan
tersebut tidak memberikan banyak manfaat bagi kesejahtraan guru, untuk itu
harus ada UMR pendidikan yang di tetapkan dengan Undang-Undang tentang
UMR pendidikan.
3
Adanya perbedaan pembiayaan pada tingkatan sekolah negeri dan swasta di mana
sekolah negeri biaya operasional sudah di biayai oleh APBN maka harus ada
kenaikan BOS pada sekolah swasta sebanyak 50% dari sekolah negeri dengan
mengutamakan UMR pendidikan Rp.12.500,- perjam /pertemuan dengan beban
kerja 24 jam perminggu, maka honor guru swasta sebesara Rp.1.450.000/bulan
4
Agar lebih terarah penggunaan dana BOS maka perlu adanya pagu yang jelas di
setiap item peruntukan BOS dengan menghitung jumlah rombongan kelas dan
jumlah siswa.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian menyangkut masalah keuangan di setiap sekolah menyebabkan kehawatiran yang mendalam bagi pihak sekolah ketika di wawancarai masalah keuangan. Apalagi diminta data-data kaitanya dengan keuangan ada beberapa sekolah negeri dan swasta tidak memberikan data kaitanya keuangan sehingga menyulitkan peneliti dalam menganalisis berapa sebenarnya jumlah pendapatan yang ada disekolah tersebut dan diperuntukan sebagai apa?. Indonesia yang letak geoggrafis, suku budaya, serta terdiri dari pulau-pulau yang kemudian membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menyakinkan bahwa pemberian BOS yang tidak sama antara negeri dan swasta sangat di butuhkan.
(17)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi,2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineke Cipta, Jakarta
Belkaoui Ahmed, 1989, Behavioral Accounting: The Reseach and Practical Issues. New York: Quorum Books
Chariri, Anis, 2007. Thesis S-β: Mungkinkan Dengan Pendekatan Kualitatif?” Peper Disajikan Pada Kuliah Umum Program Magister Managemen. Universitas Muria Kudus, 10 November 2007
……….β009 “ Landasan Filsafat Dan Metode Penelitian Kualitatif”. Peper Disajikan Pada Worshop Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Laboratorium Pengembagan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 31 Juli-1 Agustus 2009
Edward III, George C, 1980, Implementating Public Policy, Wasington:Congressional Quaterly, Inc, USA
Halim Abdul, Restianto.E. Yanuar, Karman Wayan 2010. Sistem Akuntansi Sektor Publik, UPP STIM YKPN, Yogyakarta
Haryanto dan Sahmuddin 2007, Akuntansi Sektor Publik, Universitas Diponegoro, Semarang Haryanto, Sahmudin dan Arifudin 2007, Akuntansi Sektor Publik,Universitas Diponegoro Ikhsan A, dan Ishak M 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat.
Indriantoro, N dan Supomo, B 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan III, Penerbit BPFE, Yokyakarta
John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973. Terjemah; Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006 Karding, Kadir Abdul (2008) Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah (
Bos ) Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kota Semarang. Tesis Pada Program Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Managemen Keuangan Daerah.Andi, Yokyakarta Marshall, Catherine, Gretchen B Rosman, 1995. Designing Qulitative Research, Second
Edition. Sage Publication, International Educational and Profesional Publisher, London
Maryanti, Puji. (β00η), “Analisis Penerimaan Auditor Atas Dysfunctional Audit Behavior: Pendekatan Karakteristik Personal Auditor”. Tesis Program Pasca Sarjana UNDIP (tidak dipublikasikan)
Maykut, Pamela and Richard Morehouse, 2002. Beginning Qualitative Research: A Philosophic and practical Guide. The Taylor & Francis e- Librari.p.75& 105. Meleong, Lexzy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya Bandung .…………β006. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
(18)
Osborne, David and Ted Gaebler, 1995, Reinventing Government: How TheEntrepreneurial Spirit Is Tranforming The Public Sector, New York: Penguin Books Inc
Patton, Michael Quinn, 1991, How to Use Qualitative Methods in Evaluation, Beverly Hills: Sage Publications
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Petunjuk Teknis,2005, Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2005
………… β01β Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2012
………β006 Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2006
Sahrani Ridwan.1991. Rangkuman intisari ilmu hukum,Pustaka Kartini.
Saugnessy, J. J. 2007. Metode Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suartana wayan,2010, Akuntansi Keperilakuan. Teori dan Implementasi. Andi Yogyakarta Sugiono 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta Bandung
Supiyan, Hadi Nur. 2012. Praktik Profesional Judgment Auditor Dalam Penentuan Metode Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Terhadap Kasus Korupsi Pengadaan Buku Ajar yang Terjadi di Dinas Pendidikan Kota X (Study Kasus Pada Perwakilan BPKP Propinsi Jawa Tengah). Tesis Pada Program Magister Akuntansi Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
Susenas, β00η “Statistik Dalam Angka “ Kota Semarang
Teori keadilan, 21 Desember 2012. Sumber: Merriam-Webster.com. Teori Keadilan.
Todaro, Michael P. 2000, Pembangunan Ekonmi Edisi Kelima,Penerbit Bumi Aksara Jakarta Fattah Nanag, 2004 ekonomi dan pembiayaan pendidikan, PT remaja Rosda Karya Bandung
(1)
TABEL II
SOLUSI PROBLEM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH
No BOS Seharusnya Kenyataan diLapangan Solusi
1 Siswa dari keluarga kurang mampu Bebas Biaya
Awal masuk sekolah siswa mengisi biodata lengkap tentang diri dan kondisi orang tua (pekerjaan dan penghasilanya) Ada pengecekan ditingkatan lapangan Data diperbaharui setiap satu semester
Siswa berdasarkan pemilik jamkesmas, kartu raskin
Kondisi dilapangan tidak semua kalangan kurang mampu mempunyai kartu jamkesmas
Jamkesmas, dan raskin tidak jelas pembaharuanya Siswa yang berada
diwilayah keramaian atau kota malu untuk mengajukan bebas biaya(harus mengaku sebagai orang miskin)
1 Perbaharui UU tentang BOS 2 Bentuk UU UMR
Pendidikan 3 Pendamping tenaga
ahli
2 Ditetapkan UMR pendidikan Honor guru tidak layak
Rp.15.000-22.000/jam/bulan Jadi guru yang mempunyai beban mengajar 24 jam perminggu menerima honor Rp 450.000-600.000,- /bulan 3 Setiap atem peruntukan BOS harus di
tetapkan nominalnya
Tidak ada pagu yang tetap sehingga yang terjadi dilapangan tetap masih ada pungutan, kesejahtraan guru terabaikan, tidak ada pembeda antara sebelum ada BOS dan sesudah ada BOS.
4 BOS di swasta lebih banyak Sama antara sekolah negeri dan swasta
4.2.2 Faktor Standarisasi Dalam Menentukan Kelayakan Penerima Bantuan Operasional Sekolah
Dalam menentukan standarisasi kelayakan penerima BOS tidak terlepas dari beberapa hal pertama tujuan dari BOS itu sendiri ketika disalurkan jelas manfaatnya.
Kedua ketepatan sasaran BOS dalam artian disini BOS benar-benar diperioritaskan
pada sekolah yang lebih membutuhkanya atau anak bangsa yang lebih memerlukan.
Ketiga BOS bisa memberi kesejahtraan tenaga pendidik. Keempat sebagai mutivasi
bagi peserta didik. Kelima sekolah mampu menerapkan perinsip good governence. Yang dimaksud dengan standart menurut Purnadi dan Sarjono 1982 Patokan-patokan
(2)
atau pedoman itulah sebagai kaedah atau norma atau standart. Berikut penuturan guru negeri maupun swasta Bapak W seorang guru swasta mengungkapkan
“…BOS merupakan bantuan dari pemerintah yang diberikan pada anak lewat
sekolah yang diperuntukan biaya operasional sekolah. di sini ada kata bantuan, mestinya bantuan ini diberikan pada yang lebih berhak dengan jumlah yang cukup. Bukan sama. Siswa ada yang miskin ada yang kaya masak dibantu
semua…sebenarnya dibantu semua ga masalah tapi jumlahnya berbeda antara anak
yang satu dengan anak yang lainya”
Ibu N guru swasta mengatakan
“….tujuan pemerintah itu baik agar semua anak Indonesia bisa sekolah dengan biaya
murah, akan tetapi jangan lupa kesejahtraan guru disini harus di perhatikan. Mestinya BOS untuk swasta lebih besar dibandingkan dengan negeri. Kan negeri sudah tidak usah mengeluarkan honor untuk guru, TU, keamanaan, sementara diswasta BOS itu harus dibagi-bagi dengan honor guru, TU, Kemanan, Kebersihan dan biaya lain. Seharunya dengan adanya BOS guru juga merasakan manfaatnya….gaji guru sebelum ada BOS dengan sekarang hampir sama aja. Masalahnya Pemerintah tidak membuat standar honor guru swasta. Sehingga sekolah tidak begitu pusing untuk mensejahtrakan gurunya.
Hal senada Bapak M (PNS Di swasta)
”...BOS swasta harusnya lebih besar mengigat kebutuhan sekolah swasta lebih besar.
Selama ini BOS diswasta untuk honor yang kurang layak aja sudah memakan anggaran BOS besar sekali. Bagaimana guru swasta bisa sejahtera, kalau BOS yang diberikan jumlahya sama.
Atas dasar kenyataan di atas anggaran BOS diberikan pada (1) semua siswa dengan jumlah nominal yang sama tidak di bedakan antara siswa dari keluarga mampu dengan siswa dari keluarga kurang mampu Kita tahu semua bahwa kebutuhan siswa dari keluarga kurang mampu terasa lebih berat karna pendapatan orang tuanya hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan rumahtangganya. (2) BOS tidak memberikan kesejahtraan kepada guru. Dalam petunjuk teknis maupun dalam sistem pendidikan nasional tidak disebutkan berapa honor guru perjamnya. (3) antara negeri dan swasta jumlah BOS yang digulirkan oleh pemerintah jumlahnya sama. Walaupun kebutuhan antara negeri dan swasta berbeda. Di negeri sudah ada dana operasional yang berasal dari APBD II sementara di swasta sumber pendanaan dari BOS dan SPP siswa. (4) tidak memberi motivasi siswa maupun orang tua untuk turut memerangi kebodohan. Munculnya tidak ada motivasi ini berasal dari tidak adanya beban orang tua dalam melaksanakan pendidikan berupa biaya. Berangkat dari hasil wawancara dan observasi tersebut BOS tidak banyak memberikan manfaat.
4.2.3 Kelayakan Bantuan Operasional Untuk Sekolah Negeri dan Swasta
Program BOS ke depan bukan hanya berperan untuk mempertahankan Angka Partisipasi Kasar ( APK), namun harus juga berkontribusi penting untuk peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, dengan biaya satuan BOS yang telah dinaikkan secara signifikan, program ini akan menjadi pilar utama untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Perubahan kebijakan berkaitan dengan dana BOS antara lain mencakup perubahan biaya satuan BOS, kebijakan buku murah, perubahan penggunaan dana BOS dan struktur organisasi
(3)
pelaksanaan BOS. Berikut wawancara dengan bendahara sekolah swasta mengenai pendapatan sekolah swasta maupun negeri.
“pendapatan sekolah kami dari BOS yang besarnya Rp 58.000-/bulan, BOS
pendamping besarnya Rp.4.900.000,-/tahun, SPP dari siswa Rp.15.000. pendapatan itu digunakan untuk operasional sekolah seperti gaji guru, proses belajar mengajar,pemeliharaan sarana prasarana, rehabilitasi, pengadaan sarana prasarana, kegiatan ekstra kurikuler, daya dan jasa, eeemm tata usaha dan administrasi serta kebutuhan lainya yang tak terduga.
Penjelasan tersebut di yakinkan oleh seorang guru lainya yang duduk di depan Bapak bendahara.
“iya mba kegiatan yang paling banyak memakan anggaran itu honor guru dan
pemeliharaan sarana prasarana…..kalau dibandingkan, kebutuhan swasta memang
lebih besar dari sekolah negeri, yang kelihatan aja di negeri gaji dan operasional sudah ditanggung APBD II, sementara kami harus mengeluarkan semua itu di tambah lagi kami harus melakukan kegiatan yang lain yang di ambil dari dana BOS jadi kita harus pintar-pintar mengatur keuangan BOS”
Pendapat dari tokoh masyarakat mengenai BOS antara negeri dan swasta berikut wawancara dengan pemilik yayasan sosial.
“sajani pemerintah pingin luru gampangi, ikiloh pemerintah konsisten menuntaskan
wajar 9 tahun tak kei BOS kabe kelolao, tapi prakteki masyarakat iku geremeng ledikon
bayar, gerteni sekolah ora bayar….haruse ora podo swasta negeri (sebenarnya pemerintah pingin cari gampang, ini pemerintah konsisten untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun saya kasih BOS semua dikelola, tapi prakteknya masyarakat itu ngomel
kalau di suruh bayar, taunya masyarakat sekolah gak bayar ….harusnya gak sama antara
negeri dan swasta”
Wawancara juga dilakukan dengan FLP (forum lintas pelaku) berikut penuturan Bapak LK
“kita tahu semua bahwa swasta ini kebutuhanya lebih banyak kaitanya dengan BOS,
perbedaanya terletak pada gaji guru di negeri gaji sudah tidak mengeluarkan, berbeda dengan swasta rata-rata 70% untuk biaya guru, tapi yang paling penting bagi saya supaya tidak ada kecurigaan antara pengelola BOS dengan guru, antara pihak sekolah dengan masyarakata maka pemerintah harus mengatur honor guru swasta sehingga jelas berapa persenya dari BOS untuk kesejahtraan guru.
Hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa pendapatan sekolah hanya cukup memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendesak taanpa mempertimbangkan kesejahtraan guru. Untuk itu ada kelayakan penambahan bagi sekolah swasta sebayak 50% dari yang diberikan pada sekolah negeri.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil analisis terhadap kondisi yang dijumpai dalam penelitian seperti yang di bahas dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara umum BOS yang digulirkan pemerintah pusat dari sejak program dicanangkan telah terjadi tidak tepat sasaran, ketidaktepatan sasaran berangkat konseptualisasi dari pemaknaan BOS yang berdampak pada praktek penyalurannya, walaupun dalam
(4)
praktek dilapangan sekolah telah membuat RAPBS, RAPBS tersebut hanyalah sebuah ritualitas bahkan terkesan formalitas belaka dengan tujuan pencapaian syarat untuk pencairan BOS tahun berikutnya. RAPBS yang dibuat oleh sekolah tidak melibatkan guru yang bersangkutan dan komponen lainnya seperti, pihak komite, wali murid bahkan pihak swasta dalam hal ini masyarakat peduli pendidikan. Proses berlakunya seperti diatas menjadi awal/tonggak ketidaktepatan pelaksanan program BOS 2. Meskipun sudah ada komite sekolah peran pengawasan tidak maksimal, hal ini
disebabkan tidak ada pagu yang baku untuk biaya operasional sekolah.
3. Adapun permasalahan yang ditimbulkan akibat dari seragamnya kebijakan pemerintah dalam pemberian BOS sebagai berikut:
a. Tingginya biaya pendidikan b. Rendahnya honor guru swasta c. Masih rendahnya kualitas pendidikan
5
Adapun kelayakan jumlah BOS swasta 50% nya lebih banyak dari sekolah yang berstatus negeri. Pada sekolah negeri biaya operasional sudah di biayai APBN lewat APBD II. Sementara diswasta murni dari BOS, dan sumbagan wali murid.5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini dalam rangka keberhasilan dalam mewujudkan keadilan di bidang pendidikan dan efektifitas dalam penggunaan keuangan Negara adalah:
1
Berdasarkan hasil temuan dilapangan BOS sebagian diperuntukan untuk siswa
dari kalangan kurang mampu justru dibiayai oleh BSM untuk itu item itu perlu
diperjelas yang kemudian ditetapkan dari mana sumber untuk siswa dari keluarga
kurang mampu dengan tujuan tidak terjadi dobel anggaran.
2
Jumlah anggaran BOS sering mengalami kenaikan akan tetapi dari kenaikan
tersebut tidak memberikan banyak manfaat bagi kesejahtraan guru, untuk itu
harus ada UMR pendidikan yang di tetapkan dengan Undang-Undang tentang
UMR pendidikan.
3
Adanya perbedaan pembiayaan pada tingkatan sekolah negeri dan swasta di mana
sekolah negeri biaya operasional sudah di biayai oleh APBN maka harus ada
kenaikan BOS pada sekolah swasta sebanyak 50% dari sekolah negeri dengan
mengutamakan UMR pendidikan Rp.12.500,- perjam /pertemuan dengan beban
kerja 24 jam perminggu, maka honor guru swasta sebesara Rp.1.450.000/bulan
4
Agar lebih terarah penggunaan dana BOS maka perlu adanya pagu yang jelas di
setiap item peruntukan BOS dengan menghitung jumlah rombongan kelas dan
jumlah siswa.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian menyangkut masalah keuangan di setiap sekolah menyebabkan kehawatiran yang mendalam bagi pihak sekolah ketika di wawancarai masalah keuangan. Apalagi diminta data-data kaitanya dengan keuangan ada beberapa sekolah negeri dan swasta tidak memberikan data kaitanya keuangan sehingga menyulitkan peneliti dalam menganalisis berapa sebenarnya jumlah pendapatan yang ada disekolah tersebut dan diperuntukan sebagai apa?. Indonesia yang letak geoggrafis, suku budaya, serta terdiri dari pulau-pulau yang kemudian membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menyakinkan bahwa pemberian BOS yang tidak sama antara negeri dan swasta sangat di butuhkan.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi,2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineke Cipta, Jakarta
Belkaoui Ahmed, 1989, Behavioral Accounting: The Reseach and Practical Issues. New York: Quorum Books
Chariri, Anis, 2007. Thesis S-β: Mungkinkan Dengan Pendekatan Kualitatif?” Peper Disajikan
Pada Kuliah Umum Program Magister Managemen. Universitas Muria Kudus, 10
November 2007
……….β009 “ Landasan Filsafat Dan Metode Penelitian Kualitatif”. Peper Disajikan
Pada Worshop Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Laboratorium
Pengembagan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 31 Juli-1 Agustus 2009
Edward III, George C, 1980, Implementating Public Policy, Wasington:Congressional Quaterly, Inc, USA
Halim Abdul, Restianto.E. Yanuar, Karman Wayan 2010. Sistem Akuntansi Sektor Publik, UPP STIM YKPN, Yogyakarta
Haryanto dan Sahmuddin 2007, Akuntansi Sektor Publik, Universitas Diponegoro, Semarang Haryanto, Sahmudin dan Arifudin 2007, Akuntansi Sektor Publik,Universitas Diponegoro Ikhsan A, dan Ishak M 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat.
Indriantoro, N dan Supomo, B 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan III, Penerbit BPFE, Yokyakarta
John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973. Terjemah; Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006 Karding, Kadir Abdul (2008) Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah (
Bos ) Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kota Semarang. Tesis Pada Program
Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan). Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Managemen Keuangan Daerah.Andi, Yokyakarta Marshall, Catherine, Gretchen B Rosman, 1995. Designing Qulitative Research, Second
Edition. Sage Publication, International Educational and Profesional Publisher,
London
Maryanti, Puji. (β00η), “Analisis Penerimaan Auditor Atas Dysfunctional Audit Behavior:
Pendekatan Karakteristik Personal Auditor”. Tesis Program Pasca Sarjana UNDIP
(tidak dipublikasikan)
Maykut, Pamela and Richard Morehouse, 2002. Beginning Qualitative Research: A Philosophic and practical Guide. The Taylor & Francis e- Librari.p.75& 105. Meleong, Lexzy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya Bandung
(6)
Osborne, David and Ted Gaebler, 1995, Reinventing Government: How TheEntrepreneurial
Spirit Is Tranforming The Public Sector, New York: Penguin Books Inc
Patton, Michael Quinn, 1991, How to Use Qualitative Methods in Evaluation, Beverly Hills: Sage Publications
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Petunjuk Teknis,2005, Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan
Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2005
………… β01β Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan
Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2012
………β006 Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan
Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2006
Sahrani Ridwan.1991. Rangkuman intisari ilmu hukum,Pustaka Kartini.
Saugnessy, J. J. 2007. Metode Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suartana wayan,2010, Akuntansi Keperilakuan.Teori dan Implementasi. Andi Yogyakarta Sugiono 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta Bandung
Supiyan, Hadi Nur. 2012. Praktik Profesional Judgment Auditor Dalam Penentuan Metode Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Terhadap Kasus Korupsi Pengadaan Buku
Ajar yang Terjadi di Dinas Pendidikan Kota X (Study Kasus Pada Perwakilan BPKP
Propinsi Jawa Tengah). Tesis Pada Program Magister Akuntansi Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
Susenas, β00η “Statistik Dalam Angka“ Kota Semarang
Teori keadilan, 21 Desember 2012. Sumber: Merriam-Webster.com. Teori Keadilan.
Todaro, Michael P. 2000, Pembangunan Ekonmi Edisi Kelima,Penerbit Bumi Aksara Jakarta Fattah Nanag, 2004 ekonomi dan pembiayaan pendidikan, PT remaja Rosda Karya Bandung