21 sebagai media solidaritas; nilai-nilai universal sebagai media pertukaran dan
diferensiasi; nilai-nilai legitimasi sebagai media organisasi; sedangkan cita-cita nilai oposisi sebagai media reorganisasi.
29
Untuk itu, keempat nilai ini akan coba diuraikan di bawah ini.
2.5.1. Nilai Partikularistik
Blau mengatakan bahwa nilai partikularistik adalah atribut karakteristik yang membedakan kelompok dan sekaligus menyatukan anggota dari setiap
solidaritas sosial yang diciptakan untuk memisahkan batas antara kelompok.
30
Sebab menurutnya, selain dapat menyatukan anggota kelompok dalam solidaritas sosial, nilai partikularistik
mampu mengintegrasikan kelompok masyarakat melampaui hubungan-hubungan personal. Nilai partikularistik menjadi simbol untuk dapat membedakan keanggotaan
kelompok di dalam in group dan mereka yang tidak berada dalam kelompok lain out group. Dengan demikian, nilai partikluaristik membuka ruang untuk pertukaran
langsung yang terjadi dalam suatu kelompok masyarakat.
2.5.2. Nilai Universal
Nilai-nilai universal adalah media pertukaran sosial dan diferensiasi yang memperluas jangkauan transaksi pertukaran dan struktur status di luar batas-batas
interaksi sosial langsung. Sistem pertukaran yang paling kuno adalah barter. Pertukaran yang sederhana ini tidak saja dikenal sebagai pertukaran ekonomi, tetapi juga
pertukaran sosial. Blau mengatakan bahwa, dalam barter, orang juga melakukan pertukaran jasa. Bahkan menurutnya, barter tidak saja terbatas pada pertukaran jasa
29
Peter M. Blau, Exchange and Power . . . , 264
30
Ibid, 268
22 atau tenaga kerja, tetapi juga pertukaran objek dimiliki dan yang dihasilkan oleh orang
ketiga untuk jasa yang lain.
31
2.5.3. Nilai Legitimasi
Nilai legitimasi sangat memperluas rentang pengendalian kekuasaan, baik langsung maupun tidak langsung.
Nilai ini menyebabkan kekuasaan pemerintah untuk mengatur administrasi independen dari pengaruh pribadi atau kewajiban anggotanya
dapat tercipta.
32
Sebab Secara lebih luas kekuasaan dapat didefinisikan sebagai segala macam pengaruh antar individu atau sekelompok orang, termasuk percobaan dalam
pertukaran, dimana seseorang membujuk seseorang yang lain untuk mengikuti keinginannya dan memberi penghargaan bagi mereka yang telah mengikutinya.
Namun, sering kali ”kesepakatan normatif” seperti itu menjadi terhambat, oleh karena itu pelaku dalam suatu pertukaran harus mensosialisasikan suatu tata nilai-nilai
yang umum di mana tidak hanya menyatakan apa yang adil dalam situasi pertukaran tertentu, tetapi pertukaran ini juga harus dilembagakan menjadi norma untuk
pemimpin dan bawahan.
33
Kemudian menurut Blau, legitimasi tidak hanya toleran, tetapi merupakan konfirmasi dan kemajuan yang aktif terhadap pola-pola sosial melalui
nilai-nilai bersama, apakah sudah ada sebelumnya atau yang muncul pada suatu kolektivitas dalam proses interaksi sosial. Dalam konteks lahatol, legitimasi itu tampak
diabsahkan sebagai perekat solidaritas sosial.
2.5.4. Cita-cita Oposisi