15 bahwa pertukaran yang adil telah dilanggar. Kesadaran ini akan membimbing mereka
untuk menetapkan prinsip-prinsip atau nilai-nilai keadilan dalam kelompok, konsensus ini pada akhirnya melahirkan sanksi negatif terhadap mereka yang melanggar norma-
norma pertukaran yang adil.
13
2.3. Memahami Pertukaran Sosial dalam Struktur Kekuasaan
Weber mendefenisikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain sekalipun ada perlawanan.
14
Weber membedakan pula dua tipe kekuasaan yaitu: dominasi atas orang yang bergantung
pada kemampuan untuk mempengaruhi kepentingan mereka, dan dominasi yang bergantung pada otortitas, yakni kekuasaan untuk memerintah dan tugas untuk patuh.
15
Singkatnya, suatu kekuasaan yang stabil membutuhkan legitimasi. Namun perbedaan dalam kekuasaan akan menciptakan potensi konflik. Potensi ini sering ditangguhkan
oleh serangkaian kekuatan untuk menunjukkan perubahan otoritas kekuasaan, di mana bawahan menerima legitimasi pemimpin sebagai tuntutan ketaatan.
Ada empat hal yang kemungkinan terjadi jika pertukaran tak seimbang dalam satu kelompok di dalam asosiasi antara lain: pertama, orang dapat memaksa orang lain
untuk menolongnya; kedua, mereka mencari sumber yang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka; ketiga, mereka dapat bertahan hidup terus tanpa memperoleh apa
yang mereka butuhkan; dan keempat, mereka dapat takluk kepada orang-orang yang memberikan bantuan kepada mereka.
16
Hal ini kemudian akan menimbulkan kekuasaan atas yang kuat dan lemah, atau dalam suatu struktur sosial disebut pimpinan dan
13
Ibid, 330
14
Denis Wrong Ed, Max Weber Sebuah Khazanah, Yogyakarta: Ikon Tarelita, 2003. Judul asli adalah : Max Weber – Makers of Modern Social Science. New Jersey: Pretince-Hall, Inc.
Englewood Cliffs, 1970, 229.
15
Ibid, 229-230
16
Bernard Raho, Teori sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, 177
16 bawahan. Karena itu Blau mengatakan bahwa “jika salah satu dari empat kondisi
tersebut tidak tersedia bagi mereka, maka para individu yang ingin mendapatkan keuntungan namun tidak memiliki pilihan lain harus tunduk kepada kekuasaannya
sebagai pendorong bagi orang tersebut untuk menyediakan keuntungan ini”.
17
Salah satu faktor yang dianggap penting dalam melegitimasi kekuasaan adalah kepemimpinan yang memiliki otoritas atau kewenangan. Namun otoritas soerang
pemimpin ditentukan pula oleh kepatuhan dari mereka yang dipimpin. Kepatuhan bisa dipaksakan melalui kekuasaan yang cukup, tetapi persetujuan yang berhubungan
dengan seberapa besar kekuasaan tidak bisa dipaksakan. Sebab hal tersebut akan menyebabkan adanya perlawanan, agresi dan oposisi yang mungkin memicu jatuhnya
kepemimpinan seseorang,
18
sebaliknya, persetujuan kolektif akan melegitimasi kepemimpinan. Oleh karena itu menurut Blau, Hubungan yang stabil tergantung pada
kekuasaan terhadap orang lain serta pengakuan yang sah mengenai kekuasaan tersebut. Dilema akan kepemimpinan disebabkan oleh pencapaian atas kekuasaan dan
pencapaian pengakuan sosial yang akan berakibat pada tidak seimbangnya permintaan pada seseorang.
19
Kemampuan untuk memberikan sesuatu yang menguntungkan kepada bawahan adalah hal yang paling penting untuk menjaga kestabilan suatu kekuasaan. Semakin
sedikit hal yang diharapkan untuk dicapai oleh seorang pemimpin dengan kekuasaan yang dimilikinya, maka semakin sedikit kekuasaan yang akan cukup untuk memenuhi
kebutuhannya dan semakin sedikit tuntutan yang akan dia buat pada hal yang
17
Peter M. Blau, Exchange and Power . . . , 322
18
.Ibid, 201-202
19
Ibid, 203
17 berhubungan dengan kekuasaannya.
20
Pada sisi lain, ketika seseorang yang berada pada posisi subordinat dan agar tidak tergantung pada orang lain, maka strategi menolak dan
menerima pelayanan atau pemberian dari orang lain akan digunakan sebagai bagian dari strategi penolakan diri atas potensi penguasaan orang lain, atau melakukan
pelayanan yang seimbang kepada orang yang sama posisinya sebagai potensi investasi kuasa.
21
2.4. Nilai dan Norma Menurut Blau