Panggilan Jiwa untuk Memasuki Profesi Guru

59

4.2 Panggilan Jiwa untuk Memasuki Profesi Guru

Panggilan Jiwa diartikan sebagai keinginan seseorang memasuki sebuah profesi yang sudah pasti dilatarbelakangi oleh panggilan jiwa terhadap profesi tersebut. Sebagaimana dinyatakan oleh Covey 2005 ada delapan kebiasaan manusia yang sangat efektif, yang salah satu diantaranya adalah menemukan suara panggilan jiwa dan mengilhami orang lain untuk menemukan suara kemerdekaan jiwanya. Menurut Tirtamihardja dan Sulo 2000 panggilan jiwa sering disebut dengan istilah lain seperti kata hati conscience of man atau hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati, dan lain sebagainya. Conscience atau kata hati adalah pengertian yang mengikutsertakan atau pengertian yang mengikuti perbuatan. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang dan yang telah diperbuatnya, bahkan mengerti juga akibat dari perbuatannya sebagai manusia untuk manusia lainnya. Dengan sebutan pelita hati atau hati nurani menunjukkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan pada diri manusia yang memberi penerangan tentang baik dan buruknya perbuatan sebagai manusia. More Sutisna, 1991 menyatakan seorang profesional terikat oleh panggilan hidup dan dalam hal ini memperlakukan pekerjaan sebagai perangkat norma kepatuhan dan perilaku. Dari definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan panggilan jiwa adalah keinginan yang tinggi dalam diri seseorang untuk memilih salah satu profesi yang disenanginya. Panggilan jiwa semata ditujukan kepada tuntutan hati nurani terhadap satu perbuatan yang dianggap baik. Selanjutnya dibahas karakteristik panggilan jiwa. Faktor utama yang membuat seseorang menjadi profesional adalah panggilan jiwanya untuk mengabdi pada profesi yang dipilih. Seperti dikatakan de Mello 1991 bahwa tiap orang terlahir ke dunia dengan panggilan yang spesifik. Panggilan hidup itu dijalani tiap orang terutama melalui pekerjaannya. Jadi pekerjaan merupakan panggilan yang kita penuhi untuk menjawab suara Sang Pemanggil Agung. Jika orang mengingkari panggilannya ia akan gagal, bukan karena ia dihambat untuk sukses, tetapi mustahil orang sukses di bidang yang 60 bukan panggilannya. Sebaliknya, orang akan berhasil ketika ia menemukan dan melaksanakan panggilan jiwanya. Alasannya, tiap orang pasti dilengkapi dengan potensi dan kemampuan untuk melakukan panggilan itu. Menurut Hans 2006 sebenarnya kita semua mempunyai darma, panggilan, dan kewajiban suci dalam hidup ini, baik sebagai anggota keluarga, warga organisasi, warga negara, warga dunia, atau hamba Allah. Sehingga, seseorang yang memilih pekerjaan sebagai guru, harus dilandasi oleh panggilan untuk mendarma baktikan segenap kemampuannya pada dunia pendidikan. Dengan landasan panggilan jiwanya inilah seseorang akan sukses menjalankan tugas profesinya sebagai guru. Anoraga dan Suyati 1995 menyatakan orang yang memiliki panggilan jiwa biasanya dilandasi bakat dalam dirinya. Karena bakat merupakan unsur yang paling penting dalam mencapai kesuksesan bekerja. Bagaimana seorang dapat bekerja dengan baik kalau pada dirinya tidak memiliki bakat talent sama sekali terhadap apa yang dikerjakannya. Namun bakat bawaan bukanlah kunci untuk penguasaan karena bakat perlu diasah untuk pengembangan lebih lanjut. Tidak sedikit orang yang memiliki bakat tetapi tidak menghasilkan apa-apa dari bakat tersebut. Selain itu guru yang dilandasi oleh panggilan jiwa yang memiliki unsur pengabdian. Hal ini bermakna bahwa memilih profesi guru bukan untuk mencari keuntungan pribadi. Sebagaimana dinyatakan Sofiah 2004, “Suatu profesi bukan bermaksud untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, baik dalam arti ekonomi maupun dalam arti psikis, tetapi untuk mengabdi pada masyarakat”. Seseorang yang memiliki panggilan jiwa disertai dengan komitmen yang tinggi dalam menjalani profesinya. Sahertian 2000 menyatakan seorang yang memiliki komitmen akan sanggup bekerja keras. Dari konsep-konsep yang dikemukakan di atas, disimpulkan beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi panggilan jiwa seseorang. Menurut Covey 2005 beberapa komponen yang menjadi faktor yang berpengaruh pada panggilan jiwa seseorang yaitu 1 bakat, 2 gairah, 3 kebutuhan, dan 4 hati nurani. Sedangkan Tirtamihardja dan Sulo 2000 menyatakan panggilan jiwa itu ditentukan oleh: 1 kemampuan seseorang 61 untuk memilih yang baik atau buruk, 2 kecerdasan akal budi, dan 3 kepekaan emosi. Semua ini terangkum dalam satu perbuatan yang disebut moral. Jabatan guru merupakan pekerjaan yang sudah mendapat pengakuan penuh sebagai sebuah profesi. Menurut Sikun Pribadi dalam Soetjipto dan Kosasi 1999 yang dimaksud dengan profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. Masuk ke suatu profesi bukan bermaksud mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, baik dalam arti ekonomis, maupun dalam arti psikis, tetapi untuk pengabdian kepada kepentingan masyarakat. Hal ini menurut Supriyadi 1999 “Profesi tidak boleh sampai merugikan, merusak, atau menimbulkan malapetaka bagi orang lain dan bagi masyarakat. Sebaliknya, profesi itu harus berusaha menimbulkan kebaikan, keberuntungan, dan kesempurnaan serta kesejahteraan bagi masyarakat.” Menurut Ndraha 1999 bagi orang yang memiliki kemampuan bekerja keras akan selalu menganggap bekerja adalah: 1 Kesenangan, hobi yang berkaitan dengan leisure sampai pada sumberdaya yang workaholic. 2 Gengsi atau prestise yang berhubungan dengan status sosial dan jabatan. Jabatan struktural jauh lebih diidamkan daripada jabatan fungsional. 3 Panggilan jiwa yang berhubungan dengan bakat. Dari sini timbul profesionalisme dan pengabdian kepada pekerjaan. 4 Pengabdian kepada antar sesama yang dilaksanakan dengan tulus dan tanpa pamrih. 5 Pernyataan syukur atas kehidupan di dunia ini; bekerja dilakukan seakan-akan kepada dan dari kemuliaan Tuhan dan bukan kepada manusia; oleh karena itu orang bekerja penuh antusias. 6 Bekerja harus dihormati dan jangan dicemarkan dengan perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran, dan kejahatan. 62 Lebih lanjut Purwanto 2002 menyatakan pengabdian diri berarti lebih mengutamakan kepentingan orang banyak. Misalnya, profesi dalam bidang hukum adalah untuk kepentingan kliennya bila berhadapan dengan pengadilan, profesi kedokteran adalah untuk kepentingan pasien agar cepat sembuh penyakitnya, profesi kependidikan adalah untuk kepentingan siswanya, profesi pertanian adalah untuk meningkatkan produksi pertanian agar masyarakat lebih sejahtera dalam bidang pangan. Dengan demikian, pengabdian yang diberikan oleh profesi tersebut harus sesuai dengan bidang pekerjaan tertentu.

4.3 Terpanggil Menjadi Guru