JUDUL INDONESIA: PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN AJARAN 2013/2014

(1)

MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK

KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN AJARAN 2013/2014

Oleh FAHMI TAMIMI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya sikap percaya diri dan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat pada pembelajaran tematik. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap percaya diri dan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat pada pembelajaran tematik melalui penggunaan model problem based learning(PBL).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Prosedur penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua siklus, dimana setiap siklusnya terdiri dari;(1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) observasi (observing), (4) refleksi (reflecting). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan tes tertulis. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model problem based learning (PBL) pada pembelajaran tematik di kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat dapat meningkatkan sikap percaya diri dan keterampilan berfikir kritis siswa. Persentase sikap percaya diri siswa secara klasikal pada siklus I yaitu (52,85%) dan pada siklus II (75,02%), terjadi peningkatan sikap percaya diri siswa secara klasikal dari siklus I ke siklus II sebesar (22,86%). Sementara itu persentase nilai keterampilan berfikir kritis siswa secara klasikal pada siklus I yaitu (60%) dan pada siklus II (80%), terjadi peningkatan nilai keterampilan berfikir kritis siswa secara klasikal dari siklus I ke siklus II sebesar (20%).

Kata kunci: sikap percaya diri, keterampilan berfikir kritis, model problem based learning(PBL).


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Margorejo, Kota Metro, Provinsi Lampung pada tanggal 8 Agustus 1991. Peneliti adalah anak

kelima dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. Hi. Qodirin Nazaly dan Ibu Haiyun Djahidin. Pendidikan

Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Muhammadiyah Metro Pusat, Kota Metro pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1 Metro pada tahun 2007. Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di MA Al-Fatah Natar, Pesawaran pada tahun 2010.

Tahun 2010 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa S-1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung melalui jalur ujian mandiri. Selama menjadi mahasiswa peneliti aktif di beberapa kegiatan organisasi kampus. Beberapa organisasi yang pernah peneliti ikuti adalah Forum Mahasiswa Studi Islam (FORMASI) PGSD sebagai anggota 2010/2011, Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (HIMAJIP) sebagai anggota bidang kerohanian periode 2011/2013.

.


(7)

MOTO

“Menuntut ilmu adalah adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ngulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad”

Imam Ghazali

Semangat hidup untuk beribadah kepada Allah. Beramal solih, hidup dengan ilmu serta mengharapkan hidayahNya


(8)

i PERSEMBAHAN

Puji syukur atas karunia yang telah Allah SWT berikan sehingga saya dapat menyelesaikan salah satu karya yang semoga bermanfaat bagi diri saya dan orang lain.Ya Allah ku persembahkan karya ini untuk:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yaitu Ayah Qodirin Nazaly dan Ibu Haiyun Djahidin terimakasih atas segala kasih dan sayang serta pendidikan yang telah engkau berikan kepadaku yang tidak akan pernah anakmu ini dapat membalasnya. Anakmu hanya bisa berdo’a agar Allah selalu menyayangi dan mengasihimu sebagaimana engkau telah mengasihi dan menyayangiku, kakak-kakak dan adik sejak kecil. Aamiin.

2. Kakak-kakakku dan adikku tersayang dan tercinta, ayuk Rosyida Wahida, abang Latif Khairin Bahri, kakak Melda Amalia, bung Alfi Faizu, dan adinda Romza Mafaza terimakasih atas segala dukungan, motivasi, bimbingan, dan doa kalian. semoga karya ini mampu memberi manfaat serta rasa bangga bagi kalian.

3. Orang-orang luar biasa yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan motivasi luar biasa ku ucapkan terimakasih. Hanya Allah yang bisa membalas kebaikan kalian semua semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik. Aamiin.


(9)

i SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri dan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Tematik Kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat Tahun Ajaran 2013/2014” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, atas pembinaannya dalam menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, atas dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini; 3. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Jurusan

Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung, sekaligus Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang sangat bermanfaat bagi peneliti;


(10)

ii 4. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua UPP PGSD Metro FKIP

Universitas Lampung, yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti bagi peneliti;

5. Bapak Drs. A. Sudirman, M.H., selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran yang sangat berarti bagi peneliti dengan penuh kesabaran;

6. Ibu Dra. Siti Rachmah S., selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini, juga selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran yang sangat berarti bagi peneliti dengan penuh perhatian dan kesabaran;

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf PGSD UPP Metro yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan skripsi ini;

8. Bapak Zainal Abidin, S.Ag., Kepala SD Muhammadiyah Metro Pusat, serta dewan guru dan staf administrasi yang telah membantu peneliti selama penyusunan skripsi ini;

9. Bapak Rusman Ahmadi, S. Pd., selaku guru kelas IV Sulaiman juga selaku teman sejawat yang telah banyak memfasilitasi, mengerahkan tenaga, waktu dan fikiran guna membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini; 10. Siswa-siswi kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat yang telah

berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik; 11. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan, mahasiswa program studi PGSD

angkatan 2010, terimakasih kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini;


(11)

iii 12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu per satu yang

telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, akan tetapi peneliti berharap semoga skripsi ini bermafaat bagi kita semua. Aamiin.

Metro, 12 Mei 2014 Peneliti

Fahmi Tamimi NPM 1013053109


(12)

v Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar ... 10

B. Model Problem Based Learning (PBL) ... 12

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 12

2. Macam – Macam Model Pembelajaran ... 13

3. Pengertian Model PBL ... 15

4. Karakteristik Model PBL ... 16

5. Langkah-langkah Model PBL ... 17

6. Kelebihan dan Kekurangan Model PBL ... 20

C. Keterampilan Berfikir Kritis Siswa ... 20

1. Pengertian Berfikir... 20

2. Pengertian Keterampilan Berfikir Kritis ... 21

3. Indikator Keterampilan Berfikir Kritis ... 24

D. Sikap Percaya Diri . ... 26

1. Pengertian Sikap Percaya Diri ... 26

2. Indikator Sikap Percaya Diri ... 27

E. Pembelajaran Tematik ... 29

1. Pengertian Pembelajaran Tematik ... 29

2. Implementasi Pembelajaran Tematik Dalam Kurikulum 2013... 30

F. Pendekatan Saintifik (Ilmiah) ... 32


(13)

vi

2. Fungsi dan Manfaat Penilaian Autentik ... 37

3. Prinsip-prinsip Penilaian Autentik ... 39

4. Langkah-langkah ... 39

H. Hipotesis Tindakan ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Setting Penelitian ... 43

C. Teknik Pengumpulan Data ... 43

D. Alat Pengumpulan Data ... 44

E. Teknik Analisis Data ... 44

F. Indikator Keberhasilan... ... 50

G. Urutan Penelitian Tindakan Kelas... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil SD Muhammadiyah Metro Pusat ... 56

B. Hasil ... 57

1. Siklus I ... 57

2. Siklus II... 72

C. Pembahasan ... 85

1. Sikap Percaya Diri Siswa... 85

2. Keterampilan Berfikir Kritis Siswa ... 88

3. Kinerja Guru ... 90

4. Hasil Belajar Siswa ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN


(14)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sintaks Model PBL dan Prilaku Guru yang Relevan ... 18 2. Indikator Sikap Percaya Diri ... ... 27 3. Kategori Sikap Percaya Diri Siswa Per Individu Berdasarkan

Perolehan Nilai ... 45 4. Kriteria Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal Dalam Satuan

Persen (%) ... 46 5. Kategori Kinerja Guru Mengajar Berdasarkan Perolehan Nilai ... 46 6. Kategori Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Per Individu

Berdasarkan Perolehan Nilai ... 47 7. Kategori Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Secara Klasikal dalam

Satuan Persen (%) ... 48 8. Kategori Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam Persen (%) ... 49 9. Jadwal Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 57 10. Daftar Distribusi Nilai Sikap Percaya Diri Siswa Siklus I

Pertemuan 1 ... 62 11. Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1 ... 64 12. Daftar Distribusi Nilai Sikap Percaya Diri Siswa Siklus

I Pertemuan 2 ... 67 13. Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 2 ... 68


(15)

vi 16. Daftar Distribusi Nilai Sikap Percaya Diri Siswa Siklus II

Pertemuan 1 ... 76 17. Rekapitulasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1 ... 77 18. Daftar Distribusi Nilai Sikap Percaya Diri Siswa Siklus II

Pertemuan 2 ... 81 19. Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 2 ... 82 20. Daftar Distribusi Nilai Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Siklus II . 83 21. Daftar Distribusi Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 84 22. Rekapitulasi Persentase Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal

Siklus I dan II ... 86 23. Rekapitulasi Persentase Keterampilan berfikir kritis siswa secara

klasikal siklus I dan II ... 89 24. Rekapitulasi nilai kinerja guru siklus I dan II ... 91 25. Rekapitulasi ketuntasan hasil belajar siswa siklus I dan II ... 93


(16)

v

Gambar Halaman

1. Prosedur Berfikir Kritis ... 23 2. Siklus PTK ... 42 3. Grafik Rekapitulasi persentase rata-rata sikap percaya diri siswa

secara klasikal siklus I dan II ... 87 4. Grafik Rekapitulasi persentase keterampilan berfikir kritis siswa

secara klasikal siklus I dan II ... 90 5. Grafik Rekapitulasi nilai rata-rata kinerja guru siklus I dan II ... 92 6. Grafik Nilai rata-rata hasil belajar siswa siklus I dan II ... 93 7. Grafik Rekapitulasi persentase ketuntasan hasil belajar siswa secara


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang positif sehingga dapat membetuk sumberdaya insani yang cerdas, terampil, dan bertaqwa. Sumberdaya insani tersebut yang nantinya dapat membangun dan memperbaiki seluruh aspek kemajuan masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pasal I dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi siswa dengan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pengembangan potensi manusia seutuhnya dilakukan dengan tidak menitik beratkan pada satu ranah saja. Pendidikan tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), namun juga menanamkan sikap dan kepribadian positif serta mengembangkan keterampilan siswa.


(18)

Menurut Bloom (dalam Sardiman 2004: 23-24) bahwa ada tiga ranah hasil belajar, yaitu:

1. Kognitif: Knowledge (pengetahuan, ingatan), comperhension (pemahaman, menjelaskan, dan meringkas), analysis (menguraikan dan menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, dan membentuk bangunan baru), evaluation (menilai), application(menerapkan).

2. Affective: receiving (sikap menerima), responding (memberi respon), valuing (menilai), organization (organisasi), characterization(karakterisasi).

3. Psychomotor: initiatory level (mulai melakukan), pre-routine level (tahap dapat melakukan dengan benar), and routinized level (terampil dan menjadi kebiasaan).

Siswa yang ingin mengembangkan potensinya, hendaknya mengikuti kegiatan belajar di sekolah, dengan begitu diharapkan mereka dapat memiliki wawasan yang lebih luas dan dapat lebih mengembangkan diri. Sebagai seorang gurupun demikian, hendaknya harus memiliki wawasan yang luas untuk dapat menyalurkan pengetahuan mereka kepada siswa. Guru harus bertindak lokal, berfikir global, dan berfikir kedepan terhadap siswa. Artinya, guru menyadari kewajibannya untuk mendidik siswa saat ini dan berfikir bahwa mereka nantinya akan hidup diera yang semakin penuh dengan tantangan kehidupan. Sehingga, siswa tersebut harus memiliki bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan yang akan berguna bagi kehidupannya kelak. Khususnya bagi guru sekolah dasar, dimana sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan awal yang harus diikuti oleh siswa. Disanalah siswa akan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru selain dari pengetahuan yang ia dapatkan sebelum di sekolah dasar, misalkan pengetahuan dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Pelaksanaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar SD/MI mulai tahun 2013 mengacu pada Kurikulum 2013. Peraturan Menteri Pendidikan


(19)

dan Kebudayaan No. 67 Tahun 2013 menegaskan bahwa Kurikulum 2013 untuk sekolah dasar didesain dengan menggunakan pembelajaran tematik yang diberlakukan mulai dari kelas 1 hingga kelas 6. Siswa mempelajari beberapa mata pelajaran secara terpadu melalui tema-tema kehidupan yang dijumpai siswa sehari-hari. Pada kurikulum 2013 dalam proses pembelajarannya menggunakan pendekatan scientific.

Pendekatan scientific dilakukan melalui proses kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasi/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan. Pendekatan scientific diimplementasikan dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih siswa berpikir tingkat tinggi. Menurut Faiq (penelitiantindakankelas.blogspot.com) salah satu kaidah pendekatan scientificadalah substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Pembelajaran mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan pada bulan Januari 2014 di kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat, didapatkan hasil bahwa pada saat pembelajaran sebagaian besar siswa belum sepenuhnya berpartisipasi aktif, dapat terlihat saat guru memberi pertanyaan, hanya sedikit siswa yang mau menjawab pertanyaan dari guru. Demikian pula dalam hal berpendapat dan bertanya, hanya sebagian kecil siswa yang menunjukkan keaktifan berpendapat dan bertanya. Kebanyakan dari siswa yang lainnya


(20)

masih malu, takut atau ragu untuk mengajukan pertanyaan atau pendapat mereka. Hal ini menyebabkan pembelajaran lebih didominasi oleh guru.

Guru belum maksimal dalam menggunakan model pembelajaran yang melatih kemampuan kognitif siswa aspek tingkat tinggi seperti analisis mengolah masalah, mengevaluasi, dan menciptakan. Akibatnya siswa juga belum terbiasa menyelesaikan suatu permasalahan yang didahului dengan kegiatan penyelidikan. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih mengembangkan keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah dan menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.

Selaras dengan hal di atas, berdasarkan wawancara yang telah peneliti lakukan dengan wali kelas diketahui terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada saat pembelajaran diantaranya adalah keterampilan berfikir kritis siswanya masih tergolong rendah. Diketahui pada saat siswa diberikan soal latihan atau evaluasi, jawaban dari siswa kebanyakan belum memuaskan sehingga hasil belajar siswa pada aspek kognitif masih rendah. Kebanyakan dari siswa mendapat kesulitan untuk menjawab soal yang diberikan terutama pada soal yang tergolong membutuhkan jawaban yang bersifat analisis, hubungan sebab-akibat kejadian permasalahan, dan kesimpulan pemecahan masalah. Siswa belum terbiasa mengerjakan suatu tugas yang membutuhkan langkah-langkah ilmiah dalam penyelesaiannya.

Selain itu terlihat pula pada saat melaksanakan kegiatan diskusi banyak dari siswa yang enggan untuk berkomentar, dan ragu untuk mengungkapkan pendapatnya sehingga pelaksanaan diskusi berjalan kurang efektif. Banyak dari siswa yang hanya mengikuti apa yang dikerjakan temannya, mereka


(21)

enggan berpartisipasi untuk memberikan masukan-masukan berupa gagasan. Terindikasi bahwa kepercayaan diri siswa sebagian besar masih kurang atau rendah. Kepercayaan diri dan daya berfikir kritis harus selalu muncul dalam jiwa siswa karena pendidikan menuntut siswa untuk selalu mengembangkan potensi dan daya kreatifitas yang dimilikinya agar tetap survive dalam hidupnya.

Dalam pembelajaran guru hendaknya membantu atau memberikan jalan keluar bagi siswa untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri dan daya kritis serta partisipatif siswa. Keterampilan berpikir kritis melatih siswa untuk membuat keputusan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti, dan logis serta memecahkan masalah. Menurut Dike (2010: 18-24), kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah mendefinisikan permasalahan, menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah, dan membuat solusi permasalahan. Dengan kemampuan berpikir kritis siswa dapat mempertimbangkan pendapat orang lain serta mampu mengungkapkan pendapatnya sendiri. Diharapkan pula sikap percaya diri siswa dapat meningkat.

Sikap percaya diri memberikan kemampuan individu untuk mengatasi tantangan baru, meyakini diri sendiri dalam situasi sulit, melewati batasan yang menghambat, menyelesaikan hal yang belum pernah dilakukan, mengeluarkan bakat serta kemampuan sepenuhnya, dan tidak mengkhawatirkan kegagalan. Menurut Perry (2005: 1) kepercayaan diri memberikan kemampuan individu untuk mengatasi tantangan baru, meyakini diri sendiri dalam situasi sulit, melewati batasan yang menghambat,


(22)

menyelesaikan hal yang belum pernah dilakukan, mengeluarkan bakat serta kemampuan sepenuhnya, dan tidak mengkhawatirkan kegagalan.

Jika prinsip penyelesaian masalah diterapkan dalam pembelajaran dan menggunakan model yang relevan maka siswa dapat terlatih dan membiasakan diri berpikir kritis secara mandiri serta yakin atas kemampuan dirinya untuk dapat bekerjasama dengan orang lain. Pembelajaran hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah atau pengajuan masalah rill atau nyata. Salah satu model pembelajaran yang memenuhi tuntutan tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning(PBL). Menurut Rusman (2010: 236), berpikir digunakan dalam PBL ketika siswa merencanakan, membuat hipotesis, mengemukakan gagasan secara sistematis. Resolusi masalah melibatkan analisis logis dan kritis, penggunaan analogi, integrasi kreatif dan sintesis.

Berkaitan dengan uraian di atas, maka penulis pada penelitian tindakan kelas ini mengambil judul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri Dan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Tematik Kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah yang ada yaitu sebagai berikut:

1. Rendahnya sikap percaya diri siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat.


(23)

2. Rendahnya keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat.

3. Siswa belum sepenuhnya berpartisipasi aktif, siswa enggan bertanya serta mengemukakan pendapat. Sehingga proses pembelajaran didominasi oleh guru.

4. Guru belum optimal dalam menggunakan model pembelajaran yang melatih kemampuan kognitif siswa yaitu aspek tingkat tinggi seperti analisis mengolah masalah, mengevaluasi, dan menciptakan.

5. Kebanyakan dari siswa mendapat kesulitan dalam menjawab soal yang tergolong membutuhkan jawaban yang bersifat analisis, hubungan sebab-akibat kejadian permasalahan, dan kesimpulan pemecahan masalah.

6. Siswa kurang terlatih mengembangkan keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah dan menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah perlu ada pembatasan masalah penelitian yaitu pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran tematik pada tema “citaku” sub tema “Aku dan Cita-citaku” menggunakan model PBL untuk meningkatkan sikap percaya diri dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014.


(24)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model PBL pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah penerapan model PBL pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan sikap percaya diri siswa pada pembelajaran tematik kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat melalui penerapan model PBL tahun pelajaran 2013/2014.

2. Meningkatkan Keterampilan berfikir kritis siswa pada pembelajaran tematik kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat melalui penerapan model PBL tahun pelajaran 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:


(25)

1. Siswa

a. Melalui penerapan model PBL diharapkan dapat meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat.

b. Melalui penerapan model PBL diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat.

2. Guru

Sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya, serta menambah kemampuan guru dalam menerapkan model PBL dalam proses pembelajaran secara tepat. 3. Sekolah

Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui inovasi pembelajaran, yakni penerapan model PBL pada pembelajaran tematik.

4. Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengembangan wawasan tentang penelitian tindakan kelas agar kelak menjadi guru yang profesional.


(26)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

Belajar merupakan aktifitas yang dilakukan manusia semenjak lahir hingga sepanjang hayatnya untuk memperoleh pengetahuan dan memperbaiki dirinya dengan memanfaatkan indra pendengaran dan penglihatan serta daya nalar yang dimilikinya. Hal ini tercantum dalam Al Qur’an (Al-Nahl: 78) yang artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan af-idah (daya nalar), agar kamu bersyukur.

Banyak teori tentang belajar yang dikembangkan oleh para ahli, diantaranya terdapat tiga teori belajar yang relevan dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan saat ini yaitu pendekatan ilmiah, diantaranya teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner merupakan teori belajar penemuan (discovery learning), dimana siswa aktif mengembangkan pemikirannya dan melakukan proses penemuan. Menurut Bruner (dalam Suwarsono 2002: 25) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang diberikan kepada dirinya.

Pendapat teori Piaget dan Vygotsky dalam belajar melahirkan teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme kognitif yang didasari atas teori


(27)

Piaget (dalam Ibrahim 2000: 17) menyatakan bahwa siswa dalam segala usianya secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuannya sendiri. Teori Piaget (dalam Komalasari 2011: 20) menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa.

Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi.

Vygotsky, dalam teorinya (dalam Nur dan Wikandari, 2000: 4) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak


(28)

saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses pembentukan pengetahuan dan perubahan tingkah laku individu yang baru sebagai hasil pemerolehan dari lingkungannya melalui berinteraksi dengan lingkungan melalui indra pendegaran, indra penglihatan dan daya nalar. Individu aktif melakukan proses penemuan, mengembangkan pemikirannya, mengembangkan potensinya, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang harus dipelajari.

B. Model Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan pembelajaran yang melukiskan prosedur yang sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran di kelas. Hamalik (2003: 24) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan pengajaran dan membimbing pengajaran di kelas. Menurut Alma (dalam Sari 2012: 12) model mengajar merupakan sebuah perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku peserta didik seperti yang diharapkan. Model pembelajaran, menurut Isjoni dan Arif (2008: 146), merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan peserta didik, mampu berpikir kritis,


(29)

memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual dalam wujud suatu perencanaan yang menggambarkan prosedur sistematis pembelajaran. Sebagai pedoman, model pembelajaran digunakan oleh guru dalam pembelajaran dalam upaya tercapainya hasil belajar tuntas serta perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang diharapkan.

2. Macam - Macam Model Pembelajaran

Terdapat macam-macam model pembelajaran yang ada di dalam dunia pendidikan. Bern dan Erikson (dalam Komalasari 2011: 23) mengemukakan lima model pembelajaran dalam mengimplementasikan pembelajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa sebagai berikut:

a. Problem based learning (pembelajaran berbasis masalah), pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Pendekatan ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi dan mempresentasikan penemuan.

b. Cooperative learning (pembelajaran kooperatif), pembelajaran yang diorganisasikan dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja bersama untuk memperoleh tujuan pembelajaran.


(30)

c. Project based learning (pembelajaran berbasis proyek), pembelajaran memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam pemecahan masalah dan tugas penuh makna lainya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya nyata.

d. Service learning (pembelajaran pelayanan), pembelajaran menyediakan suatu aplikasi praktis pengembangan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di masyarakat melalui proyek dan aktivitas.

e. Work based learning (pembelajaran berbasis kerja), dimana kegiatan pembelajaran mengintegrasikan antara tempat kerja, atau seperti tempat kerja dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis.

Macam – macam model pembelajaran yang telah diuraikan di atas merupakan bentuk model pembelajaran yang mendorong siswa untuk mandiri dan bekerja bersama dalam memperoleh tujuan pembelajaran, serta mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara dan pekerja. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model problem based learning (PBL) yang mana diharapkan mampu meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan sikap percaya diri siswa.


(31)

3. Pengertian Model PBL

Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa berupaya menemukan pemecahan masalah dengan menggunakan informasi dari berbagai sumber serta pengalaman sehari-hari. PBL membiasakan siswa untuk percaya diri dalam menghadapi masalah dengan membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah. Bern dan Erickson (dalam Komalasari 2010: 59 ) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.

Menurut Arends (2008: 41) PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Sementara itu menurut Riyanto (2009: 288), model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk aktif dan mandiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir memecahkan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi dengan rasional dan autentik.


(32)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa model PBL merupakan model pembelajaran yang menyajikan masalah sebagai materi pembelajaran sehingga membantu siswa untuk mengembangkan keaktifan dalam kegiatan penyelidikan. Selain itu Model PBL dapat mengembangkan keterampilan berpikir dalam upaya menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata sehari-hari.

4. Karakteristik Model PBL

Barrows (dalam Sadia 2008: 225) mengungkapkan dalam tulisannya yang berjudul Problem Based Learning in Medicine and Beyondbeberapa karakteristik Problem Based Learning sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran bersifat Student-Centered; 2. Proses pembelajaran berlasung dalam kelompok kecil; 3. Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing;

4. Permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam bentuk dan fokus tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran;

5. Informasi baru diperoleh melalui belajar secara mandiri (Self-directed learning); dan

6. Masalah (problems) merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah klinik.

Sementara itu Warsono dan Hariyanto (2012: 148) mengembangkan pendapat Arends dalam menyimpulkan karakteristik model PBL sebagai berikut:


(33)

1. dikembangkan dari pertanyaan atau masalah. PBL mengorganisasikan pengajaran pada sejumlah pertanyaan atau masalah yang penting, yang baik secara sosial maupun personal bermakna bagi siswa. Pendekatan ini mengaitkan pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata;

2. fokusnya antar disiplin. Walau PBL dapat diterapkan memusat untuk membahas subyek tertentu (sains, matematika, sejarah atau lainnya), tetapi lebih dipilih pembahasan masalah aktual yang dapat diinvestigasi dari berbagai sudut disiplin ilmu;

3. penyelidikan otentik. Istilah otentik selalu dikaitkan dengan masalah yang timbul dikehidupan nyata, yang langsung dapat diamati. Oleh karena itu masalah yang timbul juga harus dicarikan penyelesaian secara nyata.

4. Menghasilkan artefak, baik berupa laporan, makalah, model fisik, sebuah video, suatu program komputer, naskah drama, dan lain-lain;

5. Ada kalaborasi. Implementasi PBL ditandai adanya kerjasama antar siswa satu sama lain, biasanya dalam pasangan siswa atau kelompok kecil siswa. Bekerja sama akan memberikan motivasi untuk terlibat secara berkelanjutan dalam tugas-tugas yang kompleks, meningkatkan kesempatan untuk saling bertukar pikiran dan mengembangkan inkuiri, serta mengembagka dialog untuk mengembangkan kecakapan sosial.

Berdasarkan penjelasan dari para ahli dapat disimpulkan bahwa karakteristik model PBL adalah menyajikan masalah untuk diselesaikan melalui penyelidikan otentik. Siswa dituntut aktif mencari informasi dari segala sumber berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dan bekerja secara kalaborasi. Hasil analisis siswa digunakan sebagai solusi permasalahan dan dikomunikasikan.

5. Langkah – langkah Model PBL

Model PBL memiliki prosedur yang jelas dalam melibatkan siswa untuk mengidentifikasi permasalahan. Dewey (dalam Sari 2012: 16) mengungkapkan 6 langkah strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang kemudian dinamakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu :


(34)

a. Merumuskan masalah, yakni langkah peserta didik dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan.

b. Menganalisis masalah, yakni langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

c. Merumuskan hipotesis, yakni langkah peserta didik dalam merumuskan pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

d. Mengumpulkan data, yakni langkah peserta didik untuk mencari informasi dalam upaya pemecahan masalah.

e. Pengujian hipotesis, yakni langkah peserta didik untuk merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yakni langkah peserta didik menggambarkan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Arends (dalam Warsono dan Hariyanto 2012: 151) mengemukakan sintaks serta prilaku guru yang relevan seperti di bawah ini.

Tabel 1. Sintaks PBL dan Prilaku Guru yang Relevan

No Fase Prilaku Guru

1. Fase 1 : Melakukan orientasi masalah kepada siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran, menjelaskan logistik (bahan dan alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalahserta memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah. 2. Fase 2 : Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan pembelajaran agar relevan dengan penyelesaian masalah.

3. Fase 3 : Mendukung kelompok investigasi

Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukan eksperimen dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya 4. Fase 4 : Mengembangkan dan

menyajikan artefak dan memamerkannya

Guru membantu siswa dalam perencanaan dan perwujudan artefak yang sesuai seperti: laporan, video, dan model-model, serta membantu mereka saling berbagi satu sama lain terkait hasil karyanya.


(35)

5. Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Sumber : Arends (2009)

Menurut Yatim Riyanto (2009: 288), langkah-langkah model PBL adalah sebagai berikut :

a. Guru memberikan permasalahan kepada peserta didik.

b. Peserta didik dibentuk kelompok kecil, kemudian masing-masing kelompok tersebut mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang mereka miliki. Peserta didik juga membuat rumusan masalah serta hipotesisnya.

c. Peserta didik aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang telah dirumuskan.

d. Peserta didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.

e. Kegiatan diskusi penutup dilakukan apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan langkah-langkah atau sintaks dalam menggunakan model PBL yaitu:

a. Pengenalan masalah kepada siswa berdasarkan materi yang diajarkan kepada siswa.

b. Siswa diorgaisasikan dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi dalam penyelesaian masalah.

c. Hasil analisis kelompok siswa dipresentasikan kepada kelompok siswa yang lain.

d. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi mengenai hasil penyelidikan yang dilakukan oleh siswa.


(36)

6. Kelebihan dan Kekurangan Model PBL

Secara umum terdapat kelebihan serta kekurangan dalam model pembelajaran, begitu pula dengan model PBL. Warsono dan Hariyanto (2012: 152) mengungkapkan bahwa secara umum kelebihan dan kekurangan model PBL antara lain:

a. Kelebihan model PBL:

1) siswa akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran di kelas, tetapi juga menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari (real word).

2) memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya.

3) makin mengakrabkan guru dengan siswa.

4) karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui eksperimen hal ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan metode eksperimen.

b. Kekurangan model PBL:

1) tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah.

2) seringkali memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang.

3) aktivitas siswa yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau guru.

C. Keterampilan Berfikir Kritis 1. Pengertian Berfikir

Berfikir merupakan aktifitas mental seseorang dalam menentukan atau memutuskan suatu sikap yang akan diambil. Dengan berfikir seseorang dapat memilih sesuatu hal yang menurutnya benar atau salah, baik atau buruk. Bono (1990: 36) mengungkapkan bahwa berfikir adalah eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan. Tujuan itu mungkin berbentuk pemahaman, pengambilan keputusan, perencanaan, pemecahan masalah, penilaian, tindakan, dan


(37)

sebagainya. Sementara itu Trianto (2010: 95) menjelaskan bahwa berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang saksama.

Bono (1990: 55) menjelaskan bahwa berfikir merupakan keterampilan pelaksanaan yang mendorong kecerdasaan bawaan bekerja. Terdapat unsur-unsur dalam keterampilan berfikir seseorang. Fogarty (dalam Sari 2012: 25), mengidentifikasi unsur-unsur keterampilan berpikir yaitu Prediction, Inference, Hypothesize, Conmpare/contrast, Classify, Generalize, Prioritize, Evaluate.Menurut Isjoni dan Arif (2008: 164), ada empat keterampilan berpikir, yaitu menyelesaikan masalah (problem solving), membuat keputusan (decision making), berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Semuanya bermuara pada keterampilan berpikir tingkat tinggi yang meliputi aktivitas seperti analisis, sintesis, dan evaluasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa berfikir merupakan eksplorasi pengalaman secara sadar dalam hal memahami, menilai, memecahkan masalah, pengambilan keputusan, bertindak, meyakini, mempercayai dan sebagainya. Terdapat keterampilan berfikir tingkat tinggi yaitu menyelesaikan masalah (problem solving), membuat keputusan (decision making), berfikir kritis, dan berfikir kreatif.

2. Pengertian Keterampilan Berfikir Kritis

Menurut Dewey (dalam Fisher 2009: 2) berfikir kritis secara esensial adalah sebuah proses aktif, proses dimana seseorang memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam untuk dirinya, mengajukan berbagai pertanyaan untuk dirinya, menemukan informasi yang relevan untuk dirinya,


(38)

ketimbang dengan menerima berbagai hal dari orang lain sebagaian besarnya secara pasif.

Menurut Glaser (dalam Fisher 2009: 3) definisi berfikir kritis sebagai (1) suatu sikap mau berfikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berfikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diabaikannya.

Definisi dari Glaser mengembangkan gagasan Dewey. Kalimat pertama berbicara tentang sikap atau disposisi untuk berfikir dalam-dalam tentang berbagai masalah dan mengakui seseorang dapat menerapkan apa yang dia namakan sebagai metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis berdasarkan keterampilan yang dimiliki. Glasser mengakui berfikir kritis merupakan sebuah keterampilan berfikir tertentu dan bukan hanya memiliki keterampilan, tetapi juga merupakan hal ingin menggunakan keterampilan itu namun menguasai keterampilan itu mungkin juga tidak ingin menggunakannya. Menurut Ennis (dalam Fisher 2009: 4) berfikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Dalam konsepsi Ennis pengambilan keputusan merupakan bagian dari berfikir kritis.


(39)

Menurut Dike (2010: 18-24), kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah mendefinisikan permasalahan, menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah, dan membuat solusi permasalahan. Menurut Rosyada ( dalam Sari 2012: 23), kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut. Inti dari kemampuan berpikir kritis adalah aktif mencari berbagai informasi dan sumber, kemudian informasi tersebut dianalisis dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa untuk membuat kesimpulan.

Alur pengembangan berpikir kritis, menurut Kauchak (dalam Sari 2012: 24), dapat dilihat dalam Gambar 1.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa berfikir kritis merupakan sebuah proses aktif, proses dimana seseorang memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam, berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan dengan mendefinisikan permasalahan, menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah, dan membuat solusi permasalahan.

Basis Keilmuan

Sikap dan Kecendrungan Basis Proses

Sikap dan Kecendrungan

Berfikir

Gambar 1. Prosedur Berpikir Kritis menurut Kauchak dalam Dede Rosyada (2004: 170)


(40)

Hasil pengembangan kemampuan berpikir kritis akan meningkatkan siswa untuk mampu mengakses informasi dan definisi masalah berdasarkan fakta dan data akurat. Selain itu, siswa juga akan mampu menyusun dan merumuskan pertanyaan secara tepat, berani mengungkapkan ide, gagasan serta menghargai perbedaan pendapat. Melalui berpikir kritis siswa akan memiliki kesadaran kognitif sosial dan berpartisipasi aktif dalam bermasyarakat.

3. Indikator Keterampilan Berfikir Kritis

Seseorang dikatakan berfikir kritis dapat dilihat dari beberapa indikator. Ennis (dalam Komalasari 2010: 266) membagi indikator keterampilan berfikir kritis menjadi lima kelompok, yaitu : (1) memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), (2) membangun keterampilan dasar (basic support), (3) membuat inferensi (inferring), (4) membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), (5) mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics).

Menurut Dike (2010: 18-24), kemampuan berpikir kritis terdapat 3 aspek yakni definisi dan klarifikasi masalah, menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah, solusi masalah / membuat kesimpulan dan memecahkan.

Menurut Dike (2010: 22), aspek dan sub indikator kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut :

1. Definisi dan Klarifikasi Masalah

Aspek ini memiliki beberapa sub indikator antara lain :

a. Mengidentifikasi isu-isu sentral atau pokok-pokok masalah.


(41)

c. Membuat dan merumuskan pertanyaan secara tepat (critical question).

2. Menilai Informasi yang Berhubungan dengan Masalah

a. Siswa menemukan sebab-sebab kejadian permasalahan. b. Siswa mampu menilai dampak atau konsekuensi.

c. Siswa mampu memprediksi konsekuensi lanjut dari dampak kejadian.

3. Solusi Masalah/ Membuat Kesimpulan dan memecahkan

a. Siswa mampu menjelaskan permasalahan dan membuat kesimpulan sederhana.

b. Siswa merancang sebuah solusi sederhana.

c. Siswa mampu merefleksikan nilai atau sikap dari peristiwa.

Penelitian menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis menurut Dike. Peneliti mengambil tiga aspek kemampuan berpikir kritis untuk dijadikan acuan penelitian. Aspek definisi dan klarifikasi masalah, peneliti menggunakan sub indikator mengidentifikasi masalah dan menyusun pertanyaan sesuai dengan wacana. Aspek menilai informasi yang berhubungan dengan masalah, peneliti menggunakan indikator menemukan sebab-sebab kejadian peristiwa, menilai dampak kejadian, dan memprediksi dampak lanjut. Aspek solusi masalah/ membuat kesimpulan peneliti menggunakan indikator merancang solusi berdasarkan masalah.

Berikut indikator keterampilan berfikir kritis dalam penelitian ini: a. Mengidentifikasi masalah sesuai dengan wacana/informasi yang

diberikan

b. Menyusun pertanyaan sesuai dengan wacana/informasi yang diberikan c. Menemukan sebab-sebab kejadian peristiwa

d. Menilai dampak kejadian e. Memprediksi dampak lanjut


(42)

D. Sikap Percaya Diri

1. Pengertian Sikap Percaya Diri

Pengertian sikap (http://id.wikipedia.org) adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Sikap mempunyai tiga komponen utama: kesadaran, perasaan, dan perilaku. Menurut Sarnoff (Sarwono dalam Hapsary 2012: 1) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react)secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (http://www.duniapsikologi.com) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.

Sikap percaya diri adalah perasaan memiliki keyakinan yang kuat akan potensi dirinya, bahwasannya ia bisa melakukan sesuatu yang positif didalam kehidupannya. Keyakinan merupakan pondasi diri seseorang dalam menempuh problematika kehidupan. Ibarat pohon, maka keyakinan adalah akarnya. Jika akar mencengkram tanah dengan ikatan yang kuat maka banyak masalah yang menerpa pohon tersebut bisa teratasi, hujan badai pun pohon masih bisa bertahan. Bahkan dapat memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitarnya. Pondasi keyakinan seseorang dapat meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas hidup. Semakin sering seseorang menyelesaikan berbagai tipe masalah kehidupan, maka semakin kuat pondasi keyakinannya.

Tercantum dalam Al qur’an (Ibrahim: 24-26) yang artinya:

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh


(43)

dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpaman-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikitpun.

Terdapat pendapat dari para ahli mengenai pengetian sikap percaya diri. Hakim (2002: 6) mengemukakan bahwa sikap percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Menurut Fereira (dalam Agustian 2001: 79) seseorang yang memiliki kepercayaan diri, disamping mampu untuk mengendalikan dan menjaga keyakinan dirinya, juga akan mampu membuat perubahan dilingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi dari sikap percaya diri adalah evaluasi diri seseorang sehingga dapat meyakini kemampuannya dalam melakukan tindakan untuk mencapai tujuan hidup dan kebahagian dirinya. Sikap percaya diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil.

2. Indikator Sikap Percaya Diri

Santrock (dalam Setiti 2011: 17) mengemukakan indikator-indikator kepercayaan diri sebagai berikut :

No Indikator positif Indikator Negatif

1. Mengarahkan atau memerintah orang lain

Memposisikan diri secara submisif

2. Menggunakan kualitas suara yang disesuaikan dengan situasi

Berbicara terlalu keras, tiba-tiba, atau dengan nada suara yang dogmatis

3. Mengekspresikan pendapat Memberikan alasan-alasan ketika Tabel 2. Indikator Sikap Percaya Diri


(44)

gagal melakukan sesuatu 4. Duduk dengan orang lain

dalam aktivitas sosial

Melihat sekeliling untuk memonitor orang lain 5. Bekerja secara koperatif

dalam kelompok

Membual secara berlebihan tentang prestasi, keterampilan, dan penampilan fisik

6. Memandang lawan bicara ketika mengajak atau diajak bicara

Tidak mengekspresikan pandangan terutama ketika ditanya

7. Menjaga kontak mata selama pembicaraan berlangsung

Melakukan sentuhan yang tidak sesuai, atau menghindari kontak fisik

8. Memulai kontak yang ramah dengan orang lain

Menggerakkan tubuh secara dramatis, atau tidak sesuai konteks

9. Menjaga jarak yang sesuai antara diri sendiri dengan orang lain

Merendahkan diri sendiri secara verbal, depresi

10. Berbicara dengan lancar, hanya mengalami sedikit keraguan

Merendahkan orang lain dengan cara menggoda, memberi nama panggilan dan menggosip

Dalam penilaian kompetensi sikap yang dikeluarkan oleh Kemendikbud dalam kurikulum 2013 mengutarakan indikator-indikator sikap percaya diri siswa yaitu : (1) berani presentasi di depan kelas; (2) berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan; (3) berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu; (4) mampu membuat keputusan dengan cepat; (5) tidak mudah putus asa/pantang menyerah.

Dalam penelitian ini, indikator-indikator yang akan digunakan adalah yang dikeluarkan oleh Kemendikbud serta mengambil beberapa indikator dalam teori Santrock yaitu : (1) memulai kontak yang ramah dengan orang lain; (2) menjaga kontak mata selama pembicaraan berlangsung; (3) bekerja secara koperatif dalam kelompok.


(45)

E. Pembelajaran Tematik

1. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang didasari oleh tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan pembelajaran terpadu. Pusat Kurikulum Depdiknas (2006: 5) menjelaskan bahwa pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa . Menurut Trianto (2011: 147) istilah pembelajaran terpadu sebagai konsep sering dipersamakan dengan intergrated teaching and learning, intergrated curriculum approach, a coherent curriculum approach. Jadi berdasarkan istilah tersebut, maka pembelajaran terpadu pada dasarnya lahir salah satunya dari pola pendekatan kurikulum yang terpadu (intergrated curriculum approach).

Menurut Indrawati (dalam Trianto 2011: 150) secara umum seluruh definisi kurikulum terpadu atau kurikulum interdisipliner mencakup:

1. kombinasi mata pelajaran; 2. penekanan pada proyek; 3. sumber diluar buku teks 4. keterkaitan antar konsep;

5. unit-unit tematis sebagai prinsip-prinsip organisasi; 6. jadwal yang flexibel; dan


(46)

Menurut Dewey (Beans 1993 dalam Sa’ud dkk 2006: 4) konsep pembelajaran terpadu adalah sebagai upaya untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa dan kemampuan pengetahuannya. Pembelajaran terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan siswa dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan dan pengalaman kehidupannya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengkombinasikan/mengaitkan konsep dari beberapa mata pelajaran sebagai upaya untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan pengetahuan siswa.

2. Implementasi Pembelajaran Tematik Dalam Kurikulum 2013

Dalam kurikulum 2013 di sekolah dasar tidak lagi mempelajari mata pelajaran secara terpisah. Pembelajaran disuguhkan berdasarkan tema yang kemudian dikembangkan dengan mengkombinasikan beberapa mata pelajaran. Jika sebelumya pembelajaran tematik di sekolah dasar diterapkan hanya pada kelas rendah, namun pada kurikulum 2013 pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar dilaksanakan pada semua tingkatan kelas. Kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran tematik-integratif. Kemendikbud (2013: 3) mengemukakan bahwa pengintegrasian pada pembelajaran tematik dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai k o n s e p d a s a r y a n g b e r k a i t a n . Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga


(47)

peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.

Dalam Permendikbud No. 67 tahun 2013 dijelaskan bahwa pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan kompetensi dasar dari berbagai mata pelajaran yaitu intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner. Tematik integratif disusun berdasarkan gabungan proses integrasi intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner sehingga berbeda dengan pengertian tematik seperti yang diperkenalkan pada kurikulum sebelumnya. Integrasi intra-disipliner dilakukan dengan cara mengintegrasikan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi satu kesatuan yang utuh disetiap mata pelajaran.

Integrasi inter-disipliner dilakukan dengan menggabungkan kompetensi kompetensi dasar beberapa matapelajaran agar terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat saling memperkuat, menghindari terjadinya tumpang tindih, dan menjaga keselarasan pembelajaran. Integrasi multi-disipliner dilakukan tanpa menggabungkan kompetensi dasar tiap matapelajaran sehingga tiap matapelajaran masih memiliki kompetensi dasarnya sendiri. Integrasi trans-disipliner dilakukan dengan mengaitkan berbagai matapelajaran yang ada dengan permasalahan-permasalahan yang dijumpai di sekitarnya sehingga pembelajaran menjadi kontekstual.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan implementasi pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 melalui


(48)

pembelajaran tematik-integratif yang mengintegrasikan sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan berbagai k o n s e p d a s a r y a n g b e r k a i t a n d a r i b e b e r a p a m a t a p e l a j a r a n . P e m b e l a j a r a n t e m a t i k - integratif memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.

F. Pendekatan Scientific(Ilmiah)

1. Pengertian Pendekatan Scientific

Pendekatan pembelajaran adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi dan melatarbelakangi pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Menurut Komalasari (2011: 54) pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatarbelakangi metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.

Pembelajaran dengan pendekatan scientific adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis


(49)

data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu (Kemendikbud dalam Sugiyanto, 2013. http://www.academia.edu).

Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. (Kemendikbud, 2013).


(50)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan scientificmerupakan konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan penalaran induktif yaitu memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan dan menerapkan karakteristik ilmiah, siswa secara aktif mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.

2. Langkah-Langkah Pendekatan Scientific

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Menurut Kemendikbud (2013) pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Mengamati

Dalam penyajian pembelajaran, guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat peserta didik masih dalam jenjang Sekolah Dasar, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat kontekstual.

b. Menanya

Guru yang efektif seyogyanya mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru atau siswa bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.


(51)

c. Menalar

Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.

d. Mencoba

Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

e. Mengolah

Tahapan mengolah ini peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Maka akan menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.

f. Menyimpulkan

Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi.

g. Menyajikan dan mengkomunikasikan

Peserta didik harus dapat menyajikan mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar supaya peserta didik akan mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.

Pembelajaran Scientific dalam proses pembelajarannya menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, meliputi:


(52)

a. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.”

b. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.

c. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”

d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. (kemendikbud 2013).

G. Penilaian Autentik

1. Pengertian Penilaian Autentik

Dalam kegiatan pembelajaran tentunya sangat diperlukan penilaian, untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran di kelas. Menurut Komalasari (2011: 146) istilah penilaian (assessment) dalam pendidikan adalah merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Kegiatan mengumpulkann informasi sebagai bukti untuk dijadikan dasra menetapkan terjadinya perubahan dan derajat perubahan yang telah dicapai sebagai hasil belajar peserta didik.

Johnson (dalam Komalasari, 2011: 148) mengemukakan bahwa penilaian autentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks “dunia nyata”, yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, assessment autentik memonitor dan mengukur


(53)

kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata.

Menurut Mueller (dalam Nurgiyantoro, 2011: 23), penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang mengehendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan menurut Stiggins (dalam Nurgiyantoro, 2011: 23), penilaian autentik merupakan penilaian kinerja (performansi) yang meminta pembelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.

Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian autentik mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas (Komalasari, 2011: 148)

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian autentik adalah suatu bentuk penilaian belajar yang menilai semua aspek hasil belajar yang mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran.

2. Fungsi dan Manfaat Penilaian Autentik

Menurut Thorndike dan Hagen (dalam Komalasari, 2011: 149) fungsi dan manfaat penilaian dalam pendidikan diarahkan kepada .


(54)

keputusan-keputusan yang menyangkut (a) pengajaran, (b) hasil belajar, (c) diagnosis dan usaha perbaiakan, (d) penempatan, (e) seleksi, (f) bimbingan dan konseling, (g) kurikulum, dan (h) penilaian kelembagaan.

Merujuk pada pendapat tersebut, Depdiknas (dalam Komalasari, 2011: 149-150) menjabarkan lebih lanjut fungsi penilaian autentik sebagai berikut:

a. Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi;

b. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami kemampuan dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan);

c. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan;

d. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya;

e. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan tentang kemajuan perkembangan peserta didik.

Kemudian manfaat dari penilaian autentik (Komalasari, 2011: 150) yaitu guru memanfaatkan hasil penilaian autentik untuk hal-hal berikut:

a. Mengetahui tingkta pencapaian kompetensi selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung;

b. Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi;

c. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial;

d. Umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan;

e. Memberikan pilihan alternatif kepada guru;

f. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan;


(55)

g. Memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan (Diknas Daerah) dalam mempertimbangkan konsep penilaian kelas yang digunakan.

3. Prinsip-Prinsip Penilaian Autentik

Dalam melakukan penilaian autentik hendaknya memperhatikan beberapa prinsip penting. Komalasari (2011: 151) menyatakan prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

a. Validitas

Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. b. Reliabilitas

Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliabel (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliabeldan menjamin konsistensi.

c. Menyeluruh

Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada setiap kompetensi dasar (kognitif, afektif, dan psikomotor).

d. Berkesinambungan

Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus-menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu.

e. Objektif

Penilaian harus dilaksanakan secara objektif, maka penilaian harus adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.

f. Mendidik

Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan kualitas belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara optimal.

4. Langkah-Langkah Penilaian Autentik

Sebagai sebuah proses, penilaian autentik dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, tahap penyusunan alat penilaian, tahap pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, tahap pengolahan, dan tahap


(56)

penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik (Komalasari, 2011: 148-149).

Komalasari (2011: 149) menjelaskan bahwa teknik penilaian autentik dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian tertulis (paper and pencil test) atau lisan, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/ karya peserta didik (portofolio), dan penilaian diri. Stiggins (dalam Komalasari, 2011: 149) mengemukakan empat jenis assessment dasar yaitu:

a. Selected Response Assessment, termasuk ke dalamnya pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan atau mencocokkan, dan isian singkat;

b. Essay Assessment, dalam assessment ini siswa diberikan beberapa persoalan kompleks yang menuntut jawaban tertulis berupa paparan dari solusi terhadap persoalan tersebut;

c. Performance Assessment, merupakan pengukuran langsung terhadap prestasi yang ditunjukkan siswa dalam proses pembelajaran terutama didasarkan pada kegiatan observasi dan evaluasi terhadap proses di mana suatu keterampilan, sikap, dan produk ditunjukkan oleh siswa;

d. Personal Communication Assessment, termasuk ke dalamnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru selama pembelajaran, wawancara, perbincangan, percakapan, dan diskusi yang menuntut munculnya keterampilan siswa dalam mengemukakan jawaban/gagasan.

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Apabila dalam pembelajaran tematik menerapkan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan langkah-langkah yang tepat, maka akan meningkatkan sikap percaya diri dan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat.


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang difokuskan pada situasi kelas atau yang lazim dikenal dengan classroom action research. Wardani (2007: 1.4) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini berbentuk daur siklus yang memiliki empat tahap kegiatan yang saling terkait dan berkesinambungan, yaitu (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (action), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Wardani, 2007: 2.3). Siklus penelitian tindakan ini dilakukan sampai tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.


(58)

Adapun daur siklus dalam penelitian tindakan kelas ini digambarkan sebagai berikut:

Dst. Gambar 2. Siklus PTK.

Prosedur PTK Sunyono (2009: 24).

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi

Refleksi

Siklus II

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi

Refleksi


(59)

B. Seting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek tindakan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah seorang guru dan siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat dengan jumlah 35 orang siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah Metro Pusat, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

3. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 selama 4 bulan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu :

1. Tekni non tes yaitu dengan cara mengobservasi. Teknik nontes digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif, dalam teknik ini data diambil dengan menggunakan lembar observasi. 2. Teknik tes menurut Arikunto (1999: 139) adalah serentetan

pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu. Teknik tes ini akan menghasilkan data yang bersifat kuantitatif berupa nilai-nilai siswa untuk mengetahui hasil belajar pada aspek kognitif.


(60)

D. Alat Pengumpul Data

1. Lembar observasi, instrumen ini digunakan sebagai panduan observasi atau pengamatan untuk mengukur sikap percaya diri siswa dan kinerja guru selama pelaksanaan peneltian tindakan kelas pada pembelajaran tematik dengan menggunakan model PBL.

2. Soal-soal tes tertulis, instrumen ini digunakan untuk mengukur hasil belajar dan tingkat keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran. Instrumen ini menguji penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan oleh guru menggunakan model PBL. Dalam instrumen ini terdapat indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang akan dinilai. Bentuk tes yang digunakan adalah tipe uraian dengan pertimbangan bahwa dalam menjawab soal, siswa dituntut untuk menjawabnya secara rinci, agar proses berpikir, ketelitian, kejelasan dan sistematika penyusunan jawaban dapat terlihat.

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh melalui penelitian ini dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif, bagaimana menganalisis data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data sikap percaya diri siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran menggunakan model PBL. Skor sikap percaya diri siswa dan kinerja guru diperoleh dengan menggunakan lembar observasi yang


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil tindakan dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penggunaan model PBL dapat meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat pada pembelajaran tematik. Meningkatnya sikap percaya diri siswa dapat dilihat pada persentase sikap percaya diri siswa secara klasikal pada siklus I sebesar (52,85%) dengan kategori sikap percaya diri siswa secara klasikal “cukup baik”, sedangkan siklus II sebesar (75,02%) dengan kategori sikap percaya diri siswa secara klasikal “baik”. Hal ini menunjukan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar (22,17%).

2. Penggunaan model PBL dapat meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat pada pembelajaran tematik. Meningkatnya keterampilan berfikir kritis siswa dapat diketahui dari persentase nilai keterampilan berfikir kritis siswa secara klasikal pada siklus I adalah (60%) dengan kategori persentase ketuntasan keterampilan berfikir kritis siswa secara klasikal ”baik”, sedangkan persentase ketuntasan keterampilan berfikir kritis siswa siklus II adalah (80%) dengan kategori persentase nilai keterampilan


(2)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan temuan data di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain bagi:

1. Siswa

Siswa diharapkan lebih percaya diri, berfikir kritis, semangat dan aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat memahami materi pembelajaran dengan baik. Selain itu siswa juga harus mengerjakan dengan baik tugas yang diberikan, baik tugas individu maupun kelompok.

2. Guru

Hendaknya dalam pelaksanaan pembelajaran tematik di SD lebih mengoptimalkan penggunaan model PBL karena dapat membantu meningkatkan sikap percaya diri dan keterampilan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran tematik.

3. Sekolah

Memfasilitasi model PBL dalam proses pembelajaran. Selain itu perlunya dukungan dari kepala sekolah untuk mengupayakan dan memberi dorongan agar guru yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang penggunaan model PBL agar dapat menerapkannya dalam pembelajaran.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Emotional Spiritual Quotient. Arga Jakarta. Jakarta.

Al-Qur'an dan Terjemahannya, 2004. Departemen Agama RI, Mekar Surabaya. Surabaya.

Anonim. 2012. Sikap. http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi. diakses pada 31 Januari 2014 pukul 10.20 WIB

Arikunto, Suharsimi. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta

Arends, Richard. 2008. Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani. McGraw Hill Company. New York.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk guru SD, SLB dan TK. Yrama Widya. Bandung.

Bono, D Edward. 1990. Mengajar Berfikir.Erlangga. Jakarta.

Daniel, Dike. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Model TASC (Thinking Actively in a Social Context) pada Pembelajaran IPS.Jurnal Penelitian.

Dede Rosyada. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Modal

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan.Prenada Media. Jakarta. Faiq, Muhammad. 2013.Karakteristik Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam

Kurikulum 2013. www.penelitiantindakankelas.blogspot.com / 2013 / 07 / karakteristik-pendekatan-ilmiah-scientific-dalam-kurikulum-2013.html. diakses pada 31 Januari 2014 pukul 10.20 WIB

Fisher, Alec. 2009. Berfikir Kritis: Sebuah Pengantar. Erlangga. Jakarta.

Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Puspa Swara. Jakarta.


(4)

Hapsary, Fistia Fanni. 2012. Sikap. http://fistiafanni.blogspot.com. diakses pada 19 Maret 2014 pukul 13.40 WIB

Huda, Muhammad Khoirul. 2013. Penerapan Kolaborasi Model Quantum Teaching dan SEQIP Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Negeri 8 Metro Selatan TP 2012/2013. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ibrahim, Muslimin dan Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. UNESA. Surabaya.

Isjoni dan Arif Ismail. 2008. Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Pustaka Pelajar . Yogyakarta.

Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Kemendikbud Republik Indonesia. Jakarta.

2013. Penilaian Kompetensi Sikap. Kemendikbud Republik Indonesia. Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT Refika Aditama

2011. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Mulyasa. 2011. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Universitas Negeri. Surabaya University Press. Surabaya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (PERMENDIKNAS) Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI). Jakarta.

Perry, Martin. 2005. Confidence Boosters : Pendongkrak kepercayaan Diri. Erlangga. Jakarta.


(5)

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosdakarya. Bandung.

Redaksi sinar grafika. 2009. UU SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No. 20 Th. 2003).Sinar Grafika. Jakarta.

Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Kencana Prenada. Jakarta. Rusman. 2010.Model- model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Rajawali Press.Jakarta.

Sadia, I Wayan. 2008. Model Pembelajaran yang Efektif Untuk MeningkatkanKeterampilan Berfikir Kritis (Suatu Perpsepsi Guru).

Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja.

Sardiman, A.N. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT.Raja Grafindo. Persada. Jakarta.

Setiti, Bekti. 2011. Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pendekatan Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) Dalam Pembelajaran Matematika.UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Sari, Devi Diyas. 2012 Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada Pembelajaran IPS Kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Sa’ud, Udin Syaefuddin, dkk. 2006. Pembelajaran Terpadu. UPI PRESS. Bandung.

Sunyono. 2009. Perancangan PTK dan Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Suwarsono, 2002. Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses Pembelajaran yang Relevan Untuk Pembelajaran Matematika. Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS). Jakarta.

Thantaway. 2005. Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling.

http./ilmupsikologi.wordpress.com. diakses pada tanggal 3 Mei 2014 Tim Penyusun. 2013. Materi Sosialisasi Kurikulum 2013. KEMENDIKBUD.

Jakarta.


(6)

Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif. Rosda. Bandung

Wikimedia, Tim Penyusun. 2013. Sikap. http://id.wikipedia.org/wiki/Sikap. diakses pada 31 Januari 2014 pukul 10.13 WIB


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU DI SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 20 83

PENERAPAN STRATEGI PAIKEM PADA PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV C SD NEGERI 1 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 47

JUDUL INDONESIA: PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN AJARAN 2013/2014

0 6 77

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN AJARAN 2013/2014

1 10 60

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE EXAMPLE NON-EXAMPLE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVB SD NEGERI 01 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 8 142

MODEL PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR TEMATIK SISWA KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 19 70

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B SD NEGERI 01 METRO BARAT

1 23 66

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV B SD NEGERI 06 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 15 48

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV C SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 7 72

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV C SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 32 244