Karakterisasi Partikel Tandan Kosong Sawit

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jacq) merupakan tanaman yang sangat potensial sebagai salah satu sumber bahan baku dalam pembuatan minyak nabati. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar dengan luas perkebunan mencapai 7.363.847 ha yang memproduksi minyak kelapa sawit mencapai 19.844.901 ton dan terus berkembang pada luas areal perkebunan dan produksi kelapa sawit yang terus meningkat setiap tahunnya (Ditjen Perkebunan 2008).

Produksi minyak sawit yang tinggi juga diiringi produksi limbah kelapa sawit yang tinggi. Limbah berupa bekas cangkang, serat, pelepah sawit, tandan kosong sawit hanya ditumpuk di suatu areal yang luas dan mengeluarkan bau tak sedap.

Proses pemanfaatan buah kelapa sawit untuk mengolah minyak menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit (TKS)sekitar 22

– 23% dari total tandan buah segar (TBS) yang diolah (Fauzi et al., 2002). Untuk mengoptimalkan biaya produksi dari limbah yang dihasilkan, umumnya TKS dimanfaatkan menjadi produk samping yang bermanfaat. Biasanya pemanfaatan TKS di pabrik hanya diproses melalui proses pembusukan dan kemudian dijadikan sebagai pupuk kompos bagi tanaman sawit tersebut. Namun pemanfaatan sederhana limbah TKS ini tidak memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap keuntungan produksi. Oleh karena itu perlu dikembangkan alternatif pemanfaatan tandan kosong sawit yang bernilai tambah tinggi.

Pada saat ini, sudah banyak dilakukan penelitian mengenai alternatif pemanfaatan limbah TKS, diantaranya sebagai salah satu bahan pulp, media budidaya jamur, pupuk kalium, papan serat, papan partikel dan perekat likuida.

Penelitian terkini menunjukan bahwa limbah TKS memiliki potensi untuk dijadikan perekat likuida (Masri 2005; Prihantini 2008) dan papan partikel (Subiyanto et al. 2004;2005). Walaupun beberapa karakteristik perekat likuida dan papan partikel masih belum memenuhi standar yang diminta oleh pasar, secara keseluruhan limbah TKS memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan menjadi produk bernilai tinggi.


(2)

2 Perekat likuida merupakan bahan baku produksi yang penting untuk menghasilkan produk komposit. Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Masri (2005), Prihantini (2008) dan Subiyanto et al.(2004;2005) limbah TKS memiliki potensi untuk dijadikan perekat likuida. Namun pada penelitian tersebut belum didapatkan perekat likuida yang karakteristiknya sesuai dengan standar. Salah satu penyebab rendahnya mutu perekat likuida dari hasil-hasil penelitian adalah tingginya kandungan zat ekstraktif dan belum diketahuinya senyawa kimia partikel TKS. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pendahuluan pada bahan baku TKS guna mengetahui karakteristik dasar dari TKS sehingga dapat menjadi rujukan dalam memanfaatkan limbah TKS sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kelarutan dan senyawa kimia partikel TKS dalam perendaman n-hexana.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi mengenai perlakuan perendaman yang terbaik dalam rangka menyiapkan TKS sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel.


(3)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit

Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan primadona bagi komoditas perkebunan. Menurut Tom Linson (1961) dalam Bakar (2000) kelapa sawit merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam golongan: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledoneae, Family Aracaceae, Subfamily Cocodeiae, Genus Elaeis, Species Elaeis guineensis Jacq.

Fauzi et al. (2002) menyatakan bahwa kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1848, ketika itu ada empat bibit batang kelapa sawit yang dibawa dari Maurutius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman Kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh dengan luas mencapai 5.123 ha.

Kelapa sawit termasuk tumbuhan monokotil, maka kelapa sawit mempunyai sitem akar serabut dengan batang tegak lurus ke atas dan batang berbentuk silindris berdiameter 40 - 60cm. Pohon kelapa sawit yang normal dan sehat yang dibudidayakan pada satu batang terdapat 40 - 50 pelepah daun (Setyamidjaja 2006).

Sunarko (2007) menjelaskan kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit yaitu pada ketinggian maksimum 400 meter dpl (di atas permukaan laut), kemiringan lereng 0-12° atau 21%, drainase tanah harus baik dan lancar sehingga ketika musim hujan tidak tergenang. Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dengan baik di tanah yang bertekstur lempung berpasir, tanah liat berat, dan tanah gambut, memiliki ketebalan tanah lebih dari 75 cm, berstruktur kuat dengan kandungan unsur hara yang cukup dan pH tanah sebaiknya dengan kisaran nilai 4,0 - 6,0. Sedangkan untuk kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit agar dapat tumbuh dengan baik yaitu kelapa sawit memerlukan curah


(4)

4 hujan ideal 2000-2500 mm pertahun dan tersebar merata sepanjang tahun. Jumlah penyinaran rata-rata sebaiknya tidak kurang dari 6 jam perhari. Temperatur sebaiknya 22-23°C. Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan dengan tanaman lainnya.

Sunarko (2007) menyebutkan beberapa sifat kelapa sawit yang ditinjau dari segi anatomi, fisis dan mekanisnya. Dari sifat anatominya, kayu kelapa sawit lebih dekat dengan hardwood dibandingkan softwood, karena saluran pada kayu kelapa sawit lebih mirip sel pembuluh pada hardwood daripada trakeida pada

softwood. Dari segi sifat fisis, kayu kelapa sawit berbentuk silindris dengan diameter 20 sampai dengan 75 cm dengan tinggi 15 sampai dengan 19 meter (bila ditanam di perkebunan) dan 30 meter (bila tumbuh secara alami). Berat jenis kayu kelapa sawit pada arah horizontal antara 0,28 sampai dengan 0,78 dimana bagian pusat didominasi oleh parenkim sedangkan bagian tepi didominasi oleh sel pembuluh dan ditutupi oleh sel serabut yang bedinding tebal. Sedangkan dari segi sifat mekanis, berat jenis dan kekuatan tertinggi terdapat pada bagian luar batang. Begitu pula arah vertikal, berat jenis dan kekuatan tertinggi terdapat pada bagian pangkal dan terus berkurang bila posisi kayu semakin ke ujung.

Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan yang bisanya di sebut dengan tandan buah segar (TBS). Buah sawit dibagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak 20-24%. Sementara itu, bagian inti kelapa sawit menghasilkan miyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO) 3-4%. Tandan kosong kelapa sawit (TKS) merupakan salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit didapatkan setelah proses penebahan atau pembantingan setelah perebusan yang bertujuan melepaskan buah dari tandannya (Sunarko 2007).

2.2 Komponen Kimia Kayu

Komponen terbesar dalam limbah padat tandan sawit adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun relatif kecil seperti abu, hemiselulosa dan lignin.


(5)

5 Tabel 1 Komposisi kimia tandan kosong sawit

Komposisi Kadar (%)

Abu Selulosa

Lignin Hemiselulosa

15 40 21 24 Sumber : Azemi et al (1994) dalam Fauzi et al (2002)

Holoselulosa merupakan komponen penyusun dinding sel kayu yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Ritter dan Kurth (1933) dalam Fengel dan Wegener (1995) adalah orang yang pertama kali menemukan istilah holoselulosa untuk produk yang dihasilkan setelah lignin dihilangkan dari kayu.

Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa merupakan kontituen utama kayu. Kira-kira 40-45% bahan kering dalam kebanyakan jenis kayu adalah selulosa terutama dalam dinding sel sekunder (Sjostrom 1995).

Hemiselulosa merupakan komponen penyusun dinding sel kayu yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa merupakan polimer-polimer dengan rantai bercabang, berbeda dengan polimer selulosa yang berantai lurus, dan umumnya tersusun atas 150 anhibrid gula sederhana (Haygeen & Bowyer 1993).

Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen, dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya lignin adalah fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karenanya susunan lignin yang pasti didalam kayu tetap tidak menentu (Haygeen & Bowyer 1993).

Selain mengandung bahan berlignoselulosa, TKS juga mengandung zat ekstraktif. Menurut Sjostrom (1995) zat ekstraktif adalah komponen kayu yang bukan merupakan komponen struktural dan hampir semuanya terbentuk dari senyawa ekstraseluler dan berbobot molekul rendah. Zat ektraktif diklasifikasikan


(6)

6 berdasarkan pelarut yang digunakan untuk mengekstrak zat tersebut, contohnya adalah zat ekstraktif yang larut dalam pelarut air dan pelarut etanol-benzena.

Zat ektraktif memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menurunkan higroskopitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Meskipun jumlahnya sedikit, ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan kayu yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Zat ekstraktif berpindah secara difusi, salah satunya sebagai suatu material volatil (mudah menguap) atau sebagai material terlarut. Panas dan gradien air mempercepat perpindahan zat ekstraktif. Zat ekstraktif juga berpindah dengan gaya kapiler dan tegangan permukaan (Surdiding et al. 2007). Kadar zat ekstraktif dalam TKS pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kadar zat ekstraktif tandan kosong sawit pada berbagai perlakuan

No Perlakuan

Zat ekstraktif terlarut air dingin

(%)

Zat ektraktif yang terlarut air panas

(%) 1

2 3

Tanpa perlakuan

Perendaman air panas 3 jam Perndaman air dingin 3 hari

23,781 4,032 4,684 19,979 3,887 5,876

Menurut Hadi (1991), perlakuan perendaman dingin dan panas terhadap partikel menyebabkan penurunan kadar zat ektraktif partikelnya. Sehingga kontaminan yang ada pada dinding sel seperti dihilangkan. Hal ini dapat memperbaiki pembasahan, daya alir, penetrasi dan perekat pada partikel. Sehingga mutu perekatan papan partikel yang dihasilkan lebih baik daripada papan partikel kontrolnya. Sedangkan menurut Trisyulianti (1996), perlakuan pendahuluan dengan penyiraman air panas 100°C dan perendaman selama 24 jam mampu mengurangi zat ektraktif sehingga meningkatkan potensi tandan dan sabut kelapa sebagai bahan baku papan partikel.

Pada kayu terdapat komponen mineral yang jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan komponen utama penyusun kayu. Penentuan kadar mineral dalam kayu dapat dilakukan dengan cara pembakaran atau di oven pada suhu tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fengel dan Wegener (1995) yang


(7)

7 menyatakan bahwa konstituen anorganik seluruhnya dalam abu, sisa bahan organik yang dibakar. Sjostrom (1995) menyatakan bahwa kayu yang hanya mengandung sejumlah komponen anorganik yang cukup rendah dan diukur sebagai abu yang jarang melebihi 1% dari berat kayu kering. Abu ini berasal dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding-dinding sel dan lumen.

Keterbasahan merupakan kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan akan menyebar pada permukaan, mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra 1992).

Keterbasahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang berhubungan dengan perekat (tegangan permukaan, suhu, kekentalan) dan kayu (kerapatan, porositas, ekstraktif). Kayu-kayu yang berkerapatan rendah (porositasnya tinggi) menjadi lebih baik untuk dibasahi, sedangkan ekstraktif dalam jumah yang berlebihan atau ekstraktif non-polar seperti terpena dan asam lemak mempunyai pengaruh yang kurang baik (Tsoumis 1991).


(8)

8

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratoium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan IPB dan Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai September 2011.

3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penggiling serbuk, parang/golok, saringan serbuk ukuran 20-60 mesh, oven, desikator, timbangan elektrik, penangas air, pengaduk, kaca datar, cawan abu, corong, cawan porselin, gelas ukur, gelas piala, tabung kaca, caliper, Erlenmeyer, GCMS (gas chromatography mass spectrophometry) merk Shimadzu untuk determinasi senyawa kimia, dan stopwatch.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk dari limbah tandan kelapa sawit (TKS) yang berasal dari PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya (Pandeglang, Banten). Bahan kimia yang digunakan dalam analisis komponen kimia bahan baku antara lain : n-hexana, etanol-benzena (1:2), etanol, H2SO4,NaOH, hipoklorit, CH3COOH, HNO3, Na2SO3, HCl dan air destilata. 3.2 Prosedur Penelitian

Penelitian meliputi persiapan dan perlakuan bahan baku yaitu perendaman partikel TKS dalam n-hexana serta pengujian bahan baku yang terdiri dari pengujian senyawa kimia TKS, kelarutan TKS dan analisis komponen kimia.

3.2.2 Persiapan dan perlakuan bahan baku

Tandan kosong sawit dicacah menjadi bagian yang kecil (partikel) menggunakan parang/golok. Tandan kosong sawit kemudian dijemur selama satu minggu hingga mencapai kadar air kering udara. Kemudian TKS digiling dengan menggunakan alat giling serbuk dan disaring menggunakan alat sortasi bertingkat sehingga diperoleh serbuk berukuran 40 sampai 60 mesh.

Tandan kosong sawit akan diberi perlakuan yang berbeda. Adapun perlakuan yang diberikan meliputi ekstraksi serbuk TKS dengan perendaman dalam pelarut n-hexana berulang hingga diperoleh pelarut n-hexana hasil ekstraksi yang tidak berwarna. Sebagai data pembanding, digunakan partikel TKS yang


(9)

9 tidak diberi perlakuan (kontrol). Bahan baku yang telah diberi perlakuan kemudian diuji karakteristiknya.

3.2.3 Pengujian bahan baku a. Pengujian senyawa kimia

Determinasi senyawa kimia partikel TKS menggunakan GCMS QP2010 merk Shimazu. Partikel TKS yang diujikan adalah partikel sebelum dan sesudah perlakuan perendaman partikel TKS dalam n-heksana. Contoh partikel dari masing-masing partikel sebelum dan sesudah perlakuan perendaman dalam n-hexane dianalisis dengan GCMS untuk mendapatkan jenis senyawa kimia yang larut karena perlakuan tersebut.

Cara determinasinya adalah sekitar 3 butir partikel dimasukan kedalam tempat contoh (sampel holder). Selanjutnya tempat contoh yang berisi partikel dimasukan kedalam alat. Partikel dipirolisis dengan pemanasan pada suhu kolom mencapai 280 °C selama 60 menit. Senyawa kimia akan menguap menjadi gas karena pamanasan dalam proses pirolisis. Gas yang menguap ini yang selanjutnya dideteksi dan dianalisis oleh alat GCMS. Hasil pirolisis berupa kromotogram yang menggambarkan jumlah peak (puncak grafik), waktu terpirolisis, jenis dan konsentrasi senyawa kimianya.

b. Pengujian kadar holoselulosa

Prosedur pengujian kadar holoselulosa dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 211 m. Berat kering tanur serbuk kayu bebas ekstraktif sebanyak 1 g dimasukkan dalam Erlenmeyer berukuran 500 mL kemudian ditambahkan 100 mL air destilata, 3 mL Hipoklorit, dan 1 mL CH3COOH. Larutan dipanaskan pada

waterbath dengan suhu 80-90ºC selama 5 jam dan setiap jam ditambahkan 3 mL Hipoklorit dan 0,2 mL CH3COOH. Setelah pemanasan selesai, larutan tersebut disaring dan dicuci dengan air destilata. Sebanyak 50 mL etanol ditambahkan pada kertas saring yang berisi holoselulosa. Kertas saring yang berisi holoselulosa kemudian dioven pada suhu 103±2ºC dan ditimbang beratnya hingga konstan. Kadar holoselulosa dihitung dengan menggunakan rumus :

� (%) = −


(10)

10 b = berat kering tanur kertas saring (g)

c = berat kering tanur kertas saring berisi holoselulosa (g) c. Pengujian kadar selulosa

Prosedur pengujian kadar selulosa dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 203 om-93. Sebanyak 2,5 g BKT serbuk bebas zat ekstraktif ditimbang dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian diberi 125 mL larutan HNO3 3,5%. Larutan tersebut dipanaskan pada waterbath dengan suhu 80ºC selama 12 jam lalu disaring hingga bening dan dikering udarakan. Serbuk kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer dan ditambahkan campuran NaOH dan Na2SO3 sebanyak 125 mL dengan perbandingan NaOH : Na2SO3 sebanyak 20 : 20 g dalam 1 liter air, dan larutan tesebut dipanaskan pada waterbath dengan suhu 50ºC selama 2 jam. Setelah dipanaskan, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui BKT-nya hingga tak berwarna. Sebanyak 50 mL Hipoklorit 10% ditambahkan dan dicuci dengan air destilata panas hingga berwarna putih. Kemudian 100 mL CH3COOH 10% ditambahkan pada filtrat yang berwarna putih. Filtrat dicuci hingga bebas asam dengan menggunakan air destilata panas. Kertas saring yang berisi selulosa di oven pada suhu 103±2ºC lalu kemudian ditimbang hingga beratnya konstan. Kadar selulosa dihitung dengan menggunakan rumus :

(%) = −

Keterangan : a = berat kering tanur serbuk bebas ekstraktif (g) b = berat kering tanur kertas saring (g)

c = berat kering tanur kertas saring berisi selulosa (g) d. Perhitungan kadar hemiselulosa

Perhitungan kadar hemiselulosa dilakukan dengan menggunakan data kadar holoselulosa dan kadar selulosa. Kadar hemiselulosa adalah hasil pengurangan antara kadar holoselulosa oleh kadar selulosa yang diperoleh dari hasil pengujian.

e. Pengujian kadar lignin

Prosedur pengujian kadar lignin ini dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 13 os-54. Serbuk bebas ekstraktif sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL. Kemudian tambahkan 15 mL H2SO4 72% sambil diaduk


(11)

11 setiap 15 menit dan ditutup dengan alumunium foil. Larutan direaksikan selama 2 jam serta suhu larutan dijaga agar tetap konstan dengan cara mendinginkan bagian luar gelas dengan es.

Sebanyak 300 mL air destilata panas dimasukkan ke dalam gelas piala dan dipindahkan dalam Erlenmeyer 1000 mL yang sebelumnya telah ditandai pada volume 575 mL. Air destilata ditambahkan hingga mencapai tanda tera 575 mL (konsentrasi 3%). Larutan dipanaskan pada waterbath dengan suhu 100ºC selama 4 jam. Larutan diendapkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui BKT-nya serta dicuci dengan air panas hingga serbuk bebas asam. Kertas saring berisi lignin kemudian dioven pada suhu 103±2ºC dan ditimbang beratnya hingga diperoleh berat konstan. Kadar lignin dihitung menggunakan rumus :

(%) = −

Keterangan : a = berat serbuk bebas ekstraktif (g) b = berat kering tanur kertas saring (g)

c = berat kering tanur kertas saring berisi lignin (g) f. Pengujian kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin

Prosedur pengujian kelarutan zat ekstraktif larut dalam air dingin dilakukan berdasarkan TAPPI T 207 om-88. Sebanyak 2 g serbuk dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 300 mL air destilata dan diaduk secara perlahan-lahan. Ekstraksi pada suhu 103±2ºC. Cuci dengan 200 mL air destilata dingin dan keringkan hingga beratnya konstan pada suhu 103±2ºC, dinginkan dan ditimbang. Kelarutan zat ekstraktif larut dalam air dihitung dengan menggunakan rumus :

(%) = −( − )

Dimana,

=

1 +

Keterangan : a = berat kering tanur serbuk (g) b = berat kering tanur kertas saring (g)


(12)

12 g. Pengujian kelarutan zat ekstraktif dalam air panas

Prosedur pengujian kelarutan zat ekstraktif dalam air panas dilakukan berdasarkan TAPPI T 207 om-88. Sebanyak 2 g serbuk dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian tambahkan 100 mL air destilata panas dan dipanaskan pada

waterbath selama 3 jam dengan suhu 80ºC. Kertas saring dikeringkan dalam oven dan ditimbang beratnya. Sampel dipindahkan ke dalam kertas saring kemudian dicuci dengan air panas hingga larutan bening lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2ºC hingga beratnya konstan. Kelarutan zat ekstraktif dalam air panas dihitung menggunakan rumus :

(%) = −( − )

Dimana,

=

1 +

Keterangan : a = berat kering tanur serbuk (g) b = berat kering tanur kertas saring (g)

c = berat kering tanur kertas saring berisi serbuk (g) h. Pengujian kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1%

Proedur pengujian zat ekstraktif dalam NaOH 1% dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 4 m-59. Sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam gelas piala ukuran 500 mL. Masukkan air sebanyak 100 mL ke dalam gelas piala sambil diaduk. Panaskan di atas panangas air pada suhu 100 °C selama 1 jam, dengan tiga kali pengadukan yaitu pada menit ke-10, 15 dan 20. Saring menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Serbuk dicuci dengan air panas, asam asetat 10% dan air panas sampai filtrat tak berwarna. Serbuk dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 °C selama 4 jam. Dinginkan dalam desikator kemudian timbang beratnya. Pengeringan dan penimbangan serbuk TKS terus dilakukan sampai diperoleh berat tetap. Kelarutan dalam NaOH 1% ditentukan dengan rumus:

� 1% (%) = −( − )

Dimana,

=


(13)

13 Keterangan : a = berat kering tanur serbuk (g)

b = berat kering tanur kertas saring (g)

c = berat kering tanur kertas saring berisi serbuk (g) i. Pengujian kelarutan zat ekstraktif dalam etanol-benzena (1:2)

Prosedur pengujian kelarutan dalam etanol-benzena dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 204 om-88. Sebanyak 10 g serbuk dimasukkan ke dalam kertas saring yang telah diketahui berat kering tanurnya kemudian dibentuk seperti timbel. Timbel dimasukkan ke dalam soxhlet dan diekstraksi dengan 300 mL larutan etanol-benzana selama 6-8 jam. Setelah diekstraksi, timbel dicuci dengan etanol hingga larutan menjadi bening dan di oven pada suhu 103±2ºC hingga beratnya konstan. Kelarutan zat ekstraktif dalam etanol-benzena (1 : 2) dihitung menggunakan rumus :

− � 1: 2 (%)

= −( − )

Dimana,

=

1 +

Keterangan : a = berat kering tanur serbuk (g) b = berat kering tanur kertas saring (g) c = berat kertas saring berisi serbuk (g) j. Pengujian kadar abu

Pengujian kadar abu dilakukan berdasarkan standar TAPPI 211 om-85. Sebanyak 2 g serbuk TKS dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dioven pada suhu 103±2ºC hingga beratnya konstan. Serbuk dalam cawan kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 575±25ºC selama 6 jam. Serbuk yang telah menjadi abu dalam cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya. Penentuan kadar abu menggunakan rumus :

(%) =

Keterangan : a = Berat cawan berisi serbuk sebelum oven (g) b = Berat cawan berisi abu setelah dioven (g)


(14)

14 k. Pengujian kadar air serbuk

Kadar air serbuk dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 264 om-88. Cawan porselin kosong dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103±2ºC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Serbuk kayu sebanyak 1-2 g dimasukkan ke dalam cawan porselin dan timbang beratnya. Cawan berisi serbuk kayu dioven pada suhu 103±2ºC selama 3 jam dan ditimbang, ulangi sehingga beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

(%) = − −( − )

( − )

Keterangan : a = berat cawan porselin (g)

b = berat cawan berisi serbuk sebelum oven (g) c = berat cawan berisi serbuk setelah oven(g) l. Pengujian sifat keterbasahan partikel TKS

Tabung kaca sepanjang 50 cm dengan diameter 0,46±0,02 cm ditimbang beratnya. Kemudian serbuk TKS yang telah diberi perlakuan perendaman dan kontrol dimasukkan ke dalam tabung kaca tersebut. Kerapatan diusahakan merata dan cukup padat di dalam tabung maupun antar lubang kaca. Tabung kaca yang berisi serbuk TKS kemudian ditimbang beratnya. Pada bagian ujung tabung kaca disumbat kapas untuk menjaga serbuk TKS tidak keluar dan bagian tabung yang berkapas direndam sedalam 0,5 inch selama 48 jam. Kemudian tinggi absorbsi dicatat dalam satuan mm. Keterbasahan serbuk TKS dihitung berdasarkan rumus:

(%) = �� ²

4�

Keterangan : Keterbasahan (mm)

h = tinggi absorbsi air (mm) d² = diameter tabung kaca (cm) � = 22/7 atau 3,145

h = tinggi serbuk TKS dalam tabung kaca (cm) W = berat kering tanur (g)


(15)

15 3. 3 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara stastistik sederhana menggunakan

Microsoft office excel 2007. Nilai yang diperoleh dari hasil pengujian ditampilkan dalam bentuk tabel secara deskriptif.


(16)

16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Senyawa Kimia Partikel TKS

Hasil analisis senyawa kimia partikel TKS menggunakan GCMS (gas chromatography mass spectrofometry) berupa Kromatogram, seperti disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Sedangkan perbandingan antara senyawa kimia partikel TKS tanpa perendaman dan partikel TKS setelah direndam n-heksana disajikan dalam lampiran 1.

Gambar 1 Kromatogram partikel TKS sebelum perendaman dalam n-hexana Senyawa kimia utama yang terkandung dalam partikel TKS sebelum perendaman dalam n-hexana adalah Carbamic acid monoammonium salt (CAS) Ammonium carbamate (19,72%), Phenol, dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol (9,35%), Cyclopropyl carbinol (8,54%), 2-Propano ne, 1-hydroxy- (CAS) Acetol (6,49%), Phenol (CAS) Izal (4,48%), 1,2-CYCLOPENTANEDIONE (4,31%), 2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon (3,79%), Hexadecanoic acid (CAS) Palmitic acid (3,66%), 1,3-Benzenadiol (CAS) Resorcin (3,46%) dan 4-METHYL-2,5-DIMETHOXYBENZALDEHYDE (3,23%).


(17)

17

Gambar 2 Kromatogram partikel TKS setelah perendaman dalam n-hexana

Sedangkan, senyawa kimia yang terdapat dalam partikel TKS setelah perendaman n-hexana adalah Carbamic acid monoammonium salt (CAS) Ammonium carbamate (24,15%), Phenol, dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol (9,60%), Cyclopropyl carbinol (7,91%), 2-Propanone, 1-hydroxy- (CAS) Acetol (5,45%), Phenol, 2-methoxy- (CAS) Guaiacol (5,31%), Phenol (CAS) Izal (4,03%), 6-OXA-BICYCLO[3.1.0]HEXAN-3-ONE (3,31%), 2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon (3,17%), Phenol, 4-ethenyl-2-methoxy (3,13%) dan 1,2-Benzenadiol (CAS) Pyrocatechol (2,79%).

Senyawa 1,2-CYCLOPENTANEDIONE, Phenol 2-methoxy- (CAS) Guaiacol, 2-Propenoic acid, 2-methyl-, ethyl ester (CAS) Ethyl methacrylate dan Phenol, 4-(3-hydroxy-1-propenyl)-2-methoxy-(CAS) Coniferyl alcohol merupakan senyawa kimia yang terdapat dalam partikel TKS sebelum perendaman hexana, tetapi tidak terdapat dalam partikel setelah perendaman n-hexana. Senyawa kimia tersebut diduga merupakan golongan zat ekstraktif non-polar karena larut dalam n-hexana. Bahan-bahan yang tergolong dalam senyawa non-polar seperti lilin, lemak, asam lemak, getah, resin dan atsiri (Fengel & Wegener 1995).

Sedangkan senyawa lainnya, yaitu Carbamic acid, monoammonium salt (CAS) Ammonium carbamate, N-METHYL-D3-AZIRIDINE, 2-Propano ne, 1-hydroxy- (CAS) Acetol, 2-Butanone, 1-(acetyloxy)- (CAS)


(18)

1-Acetoxy-2-18 butanone, Butanedial (CAS) Succinaldehyde, 2-Furanmethanol (CAS) Furfuryl alcohol 2(5H)-FURANONE, Phenol (CAS) Izal, Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon, Cyclopropyl carbinol, ETHYLCYCLOPENTENOLONE, 2-Methoxy-4-methylphenol, dan 1,3-Benzenadiol (CAS) Resorcin merupakan senyawa yang terdapat dalam partikel TKS sebelum dan sesudah perendaman n-hexana. Senyawa kimia tersebut diduga senyawa kimia polar yang tidak larut dalam n-hexana.

Senyawa 6-OXA-BICYCLO[3.1.0]HEXAN-3-ONE, 2-Furanmethanol, tetrahydro- (CAS) Tetra hydrofurfuryl alcohol dan 1,2-Benzenadiol (CAS) Pyrocatechol merupakan senyawa kimia yang terdapat dalam partikel TKS setelah perendaman dalam n-hexana, tetapi tidak terdapat dalam partikel TKS tanpa perlakuan. Hal ini diduga terjadi karena distribusi ekstraktif di dalam TKS. Ada senyawa yang terdapat pada bagian TKS tertentu dan ada senyawa lain yang terdapat di semua bagian TKS. Diduga pula serbuk-serbuk TKS yang dipakai di perendaman mempunyai komponen kimia yang tidak dimiliki serbuk-serbuk TKS kontrol. Demikian juga sebaliknya. Pada TKS kontrol mempunyai senyawa kimia yang tidak terdapat di serbuk-serbuk yang direndam n-heksana. 4.2Komponen Kimia Penyusun Dinding Sel TKS

4.2.1 Selulosa

Selulosa merupakan komponen penyusun kayu yang paling banyak persentasenya didalam kayu. Selulosa ditemukan di dinding sel, karena merupakan komponen utama dinding sel tanaman. Fungsi dasar selulosa adalah untuk menjaga struktur dan kekakuan bagi tanaman. Selulosa bertindak sebagai kerangka untuk memungkinkan tanaman untuk menahan kekuatan mereka dalam berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda. Itulah sebabnya dinding sel tanaman kaku dan tidak dapat berubah-berubah bentuk (Pikukuh 2011). Hasil pengujian kadar selulosa tandan kosong sawit dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(19)

19 Tabel 3 Kadar selulosa partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Selulosa (%) 1 Tanpa perendaman 36,03 2 Perendaman n-hexana 37,01

Berdasarkan hasil pengujian kadar selulosa yang terkandung dalam tandan kosong sawit yang ditunjukkan Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan perendaman dengan n-hexana menghasilkan nilai yang tidak berbeda dengan tandan kosong tanpa perlakuan. Diduga karena n-hexana tidak berpengaruh dalam mendegradasi selulosa partikel tandan kosong sawit.

4.2.2 Hemilselulosa

Hemiselulosa merupakan komponen penyusun kayu terbesar kedua setelah selulosa. Pengujian kadar hemiselulosa dilakukan secara tidak langsung. Komponen hemiselulosa dihitung berdasarkan selisih dari kadar holoselulosa dengan kadar selulosa yang dihasilkan dari pengujian partikel tandan kosong sawit. Hasil perhitungan kadar hemiselulosa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kadar hemiselulosa partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Hemiselulosa (%) 1 Tanpa perendaman 28,57 2 Perendaman n-hexana 28,40

Berdasarkan hasil pengujian kadar hemiselulosa yang terkandung dalam tandan kosong sawit yang ditunjukkan Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan perendaman dengan n-hexana menghasilkan nilai yang tidak berbeda dengan tandan kosong tanpa perlakuan.

4.2.3 Lignin

Lignin merupakan salah satu zat komponen penyusun sel tumbuhan (Fengel & Wegener 1995). Dari segi morfologi, lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamela tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder. Selama perkembangan sel, lignin dikategorikan sebagai komponen terakhir dalam


(20)

20 dinding sel yang dapat menembus di antara fibril-fibril sehingga dapat memperkuat dinding sel.

Lignin terdapat diantara sel-sel dan dalam dinding sel serta berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel agar tepat bersama. Keberadaan lignin dalam dinding sel erat hubungannya dengan selulosa yang berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan air kayu dan mengurangi degradasi terhadap selulosa. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam lamela tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan dinding sekunder (Haygeen & Bowyer 1989). Hasil pengujian kadar lignin dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kadar lignin partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan lignin (%)

1 Tanpa perendaman 17,50 2 Perendaman n-hexana 17,00

Hasil pengujian lignin yang terdapat pada Tabel 5 menunjukan bahwa perendaman partikel TKS dalam n-hexana mempunyai nilai yang tidak berbeda dari partikel TKS tanpa perendaman. Hal ini diduga n-hexana tidak mampu mendegradasi lignin yang berada dalam partikel TKS.

Secara umum perlakuan perendaman n-hexana tidak merubah komposisi selulosa, hemiselulosa dan lignin yang terkandung dalam partikel TKS. Hal ini juga terjadi pada hasil penelitian (Lukman 2008) bahwa perlakuan perendaman dalam air dingin, air panas dan etanol-benzena tidak mempengaruhi komposisi kimia (selulosa, hemiselulosa, lignin) yang terkandung dalam partikel TKS. Gambar 3 menunjukan bahwa perlakuan perendaman partikel TKS dalam n-hexana tidak berbeda dengan komponen kimia yang terkandung dalam partikel.


(21)

21

Gambar 3 Histogram komponen kimia tandan kosong sawit

4.3Kadar Ekstraktif dan Kadar mineral TKS 4.3.1 Zat ekstraktif

Zat ekstraktif merupakan komponen kayu yang tidak termasuk dalam komponen kayu struktural penyusun dinding sel kayu. Zat ekstraktif diperoleh dari ekstraksi kayu menggunakan pelarut organik dan pelarut non organik. Hasil pengujian zat ekstraktif setelah perendaman maupun zat ekstraktif tanpa perlakuan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Kelarutan zat ekstraktif TKS hasil perendaman No Parameter Satuan Tanpa

Perendaman

Perendaman N-hexana 1 Kelarutan zat ekstraktif dalam

air dingin

% 11,06 11,94

2 Kelarutan zat ekstraktif dalam air panas

% 11,46 11,10

3 Kelarutan zat ekstraktif dalam etanol-benzena

% 14,96 15,21

4 Kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1%

% 24,65 23,30 0

10 20 30 40

Tanpa rendam Rendam n-hexane

K an d u n gan K im ia T K S ( %) Perlakuan


(22)

22

Gambar 4 Histogram kelarutan zat ekstraktif tandan kosong sawit

Berdasarkan data pada Tabel 6 terlihat bahwa TKS setelah direndam n-hexana mempunyai persentase kelarutan yang lebih tinggi pada kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin dan dalam etanol-benzena, hal ini karena senyawa non-polar sudah dilarutkan oleh n-hexane terlebih dahulu. Partikel TKS setelah direndam n-hexana cenderung memiliki senyawa yang sifatnya semi-polar dan polar. Oleh karena itu air dingin, etanol-benzena akan lebih spesifik melarutkan senyawa semi-polar dan polar tanpa dihambat senyawa non-polar. Sehingga pada partikel setelah direndam, senyawa yang semi polar dan polar jadi lebih mudah larut dalam air dingin dan etanol benzena.

Kelarutan partikel dalam air panas setelah perendaman n-hexana memilki nilai yang tidak berbeda dibandingkan kelarutan partikel TKS tanpa perendaman, Hal ini diduga karena senyawa polar yang terkandung dalam partikel setelah perendaman n-hexana dan sebelum perlakuan tidak berubah karena n-hexana hanya melarutkan senyawa non-polar.

Kelarutan dalam NaOH 1% dapat memberikan gambaran adanya kerusakan komponen kimia dinding sel yang disebabkan oleh serangan jamur pelapuk atau terdegradasi oleh cahaya dan panas. Jadi semakin tinggi kelarutan dalam NaOH 1% maka tingkat kerusakan kayu juga meningkat. Kelarutan NaOH 1% terendah terdapat pada partikel TKS tanpa perendaman. Setelah di rendam dengan N-hexana kelarutan NaOH 1% menjadi lebih tinggi hal ini berarti tingkat kerusakan kayu akan menurun setelah perendaman n-hexana.

0 5 10 15 20 25 30

Tanpa rendam Rendam n-hexane

K el ar u tan E k st rak tif (% ) Perlakuan

Kelarutan dalam air dingin kelarutan dalam air panas kelarutan dalam NaoH 1% kelarutan dalam etanol-benzena


(23)

23 4.3.2 Kadar abu

Komponen mineral yang terkandung dalam kayu jumlahnya sangat sedikit. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa meskipun persentase komponen mineral rendah (kayu yang berasal dari daerah tropika dan subtropika mengandung abu hingga 5%), komponen mineral sangat mempengaruhi proses pertumbuhan kayu. Mineral dalam kayu dapat diperoleh melalui reaksi pembakaran hingga mendapatkan abu pada suhu yang tinggi yaitu ±600ºC. Hasil pengujian kadar mineral yang dilakukan terhadap partikel TKS dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kadar abu partikel tandan kosong sawit

No Parameter Satuan Tanpa Perendaman

Perendaman N-hexana 1 Kadar abu % 4,375 3,780

Komponen mineral dalam kayu yang diuji yaitu kadar abu yang terkandung dalam TKS. Pada Gambar 5 terlihat bahwa kadar abu setelah perlakuan perendaman dengan pelarut n-hexana sebesar 3,780%. Sedangkan kadar abu yang terkandung dalam partikel TKS tanpa perlakuan perendaman sebesar 4,375%. Perbedaan nilai ini diduga karena perbedaan distribusi mineral dalam TKS akibat perbedaan tekanan turgor saat transportasi unsur hara dalam tanaman sawit.

Gambar 5 Histogram kadar abu tandan kosong sawit. 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 3,9 4 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5

Tanpa rendam Rendam n-hexane

Ka d a r a b u (% ) Perlakuan


(24)

24 Hasil menunjukan bahwa perlakuan perendaman tidak berpengaruh terhadap kadar abu yang terkandung dalam partikel TKS. Hal ini karena mineral tidak dapat terlarut saat perendaman. Mineral mengendap dalam sel, sehingga perbedaan nilai tidak signifikan.

4.4Sifat Fisis Partikel TKS 4.4.1 Kadar air

Air dalam kayu terdapat dua macam yaitu air terikat dan air bebas. Air terikat terdapat dalam dinding kayu yang terikat pada komponen kimia kayu sedangkan air bebas adalah air yang terdapat dalam rongga sel kayu. Hasil pengujian kadar air partikel TKS dapat dilihat pada Gambar 6.

Perendaman partikel TKS dalam pelarut n-hexana menghasilkan kadar air yang lebih besar dibandingkan kadar air partikel tanpa perendaman. Hal ini diduga karena senyawa non-polar seperti lilin, resin, lemak dan lain-lain dan sifatnya melapisi rongga sel dan membentuk ikatan dengan dinding rongga sel TKS. Karena senyawa non-polar ini berikatan dengan dinding ronggga sel, air yang masuk dalam sel TKS tidak bisa membuat ikatan dengan dinding sel TKS. Sehingga kadar air sebelum perendaman lebih kecil. Setelah direndam n-hexana senyawa non-polar hilang, untuk itu tidak ada halangan lagi untuk air mempenetrasi TKS dan terikat dengan sel-sel TKS sehingga kadar air setelah direndam jadi lebih besar.

Gambar 6 Histogram Kadar air tandan kosong sawit. 7

7,5 8 8,5 9 9,5

Tanpa rendam Rendam n-hexane

Ka

d

a

r

A

ir

(%

)


(25)

25 4.4.2 Sifat keterbasahan

Keterbasahan adalah kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan akan menyebar pada permukaan, mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra, 1992). Hasil pengujian sifat keterbasahan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Histogram nilai keterbasahan partikel tandan kosong sawit. Keterbasahan partikel TKS yang diperoleh dari partikel yang diberi perlakuan perendaman n-hexana sebesar 305,03 mm, sedangkan nilai keterbasahan dari partikel tanpa perlakuan perendaman sebesar 123,28 mm. Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa perendaman partikel dalam pelarut n-hexana mempengaruhi nilai keterbasahan. Hal ini diduga karena senyawa non-polar seperti lilin, resin, lemak melapisi dan berikatan dengan dinding ronggga sel, air yang masuk dalam sel TKS tidak bisa membuat ikatan dengan dinding sel TKS. Sehingga nilai keterbasahan pada serbuk sebelum perendaman lebih kecil. Setelah direndam n-hexana senyawa non-polar hilang, untuk itu tidak ada halangan lagi untuk air mempenetrasi TKS dan terikat dengan sel-sel TKS sehingga nilai keterbasahan setelah direndam jadi lebih besar.

4.5Penilaian Partikel TKS sebagai Bahan Baku Perekat Likuida dan Papan Partikel

Pengujian komponen kimia partikel TKS menghasilkan nilai yang berbeda untuk setiap komponen kimia yang diuji. Komponen kimia partikel yang baik digunakan sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel adalah partikel

0 50 100 150 200 250 300 350

Tanpa rendam Rendam n-hexane

Ka

te

rb

a

sa

h

a

n

(m

m

)


(26)

26 yang mengandung lignin yang tinggi. Semakin banyak kandungan lignin suatu bahan maka semakin baik digunakan sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel.

Perlakuan perendaman yang diberikan terhadap partikel TKS tidak berpengaruh nyata terhadap lignin yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fengel dan Wegener (1995) yang menyatakan bahwa kadar lignin akan meningkat kadarnya apabila diberi perlakuan panas mulai dari suhu 200ºC. Hal yang sama juga terjadi pada komponen kimia yang lain yaitu mulai meningkat apabila diberi perlakuan panas yang tinggi.

Tingginya kadar lignin suatu bahan diharapkan mampu meningkatkan kualitas papan partikel yang dihasilkan. Lignin dapat berfungsi sebagai perekat alami dan dapat meningkatkan daya rekat partikel dengan perekat sehingga papan partikel yang dihasilkan dalam proses pembuatan papan memiliki kekuatan rekat yang baik. Pizzi (1994) menyatakan bahwa lignin yang dihasilkan dari limbah pulp telah digunakan sebagai perekat sejak dikenal pemasakan kayu dengan proses sulfit.

Selain komponen kimia, kandungan ekstraktif dalam suatu bahan dapat mempengaruhi kualitas bahan baku perekat likuida dan papan partikel. Kadar ekstraktif rendah diharapkan mampu meningkatkan kualitas bahan baku perekat likuida karena ekstraktif dapat berpengaruh negatif terhadap reaksi kimia saat proses likuifikasi partikel oleh asam kuat. Ekstraktif yang terkandung dalam partikel TKS dapat mempengaruhi proses pembuatan papan partikel. Ekstraktif dapat menghambat proses pematangan perekat pada saat pengempaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maloney (1977) yang menyatakan bahwa zat ekstraktif berpengaruh pada konsumsi perekat, laju pengerasan perekat, dan daya tahan papan partikel yang dihasilkan. Selain itu bahan ekstraktif yang menguap dapat menyebabkan terjadinya blowing atau delaminasi pada proses pengempaan panas. Semakin banyak kandungan ekstraktif, semakin besar pula pengaruhnya. Perendaman partikel kayu diharapkan dapat mengurangi kandungan ekstraktif kayu sehingga pengaruh zat ekstraktif terhadap sifat papan partikel dapat ditekan.

Kadar mineral yang terkandung dalam TKS tergolong tinggi. Kadar abu partikel setelah diberi perlakuan perendaman dengan pelarut n-hexana lebih


(27)

27 sedikit dibandingkan dengan partikel TKS tanpa perlakuan perendaman. Perlakuan perendaman menyebabkan perbedaan kadar abu yang dihasilkan. Surdiding et al. (2007) menyatakan bahwa kadar abu tidak memiliki pengaruh secara langsung dalam kinerja perekat.

Kadar air partikel TKS yang tergolong tinggi dapat mengganggu proses likuifikasi perekat likuida serta menggangu proses pembuatan papan partikel. Air dalam partikel dapat bereaksi dengan asam kuat dan menurunkan konsentrasi sehingga proses likuifikasi menjadi terganggu. Air dalam partikel juga dapat keluar pada saat pengempaan papan partikel sehingga menggangu pematangan perekat. Surdiding et al. (2007) menyatakan bahwa air dalam kayu dapat mempengaruhi kedalaman penetrasi perekat dan waktu pematangan perekat cair. Air yang banyak terdapat dalam kayu akan menghambat ikatan dari cairan permukaan.

Sifat keterbasahan partikel dapat mempengaruhi proses perekatan. Suatu kayu apabila memiliki sifat keterbasahan yang baik maka akan memudahkan perekat untuk mengalir atau menyebar pada proses perekatan. Berdasarkan hasil pengujian sifat keterbasahan partikel TKS diperoleh keterangan bahwa perendaman partikel dengan n-hexana memberikan hasil yang baik terhadap partikel bahan baku papan partikel karena menghasilkan nilai keterbasaan yang tinggi. Hasil penelitian tentang keterbasahan partikel yang dilakukan oleh Surdiding dan Sucipto (2007) memperlihatkan bahwa perendaman dalam air panas dan etanol-benzena memberikan nilai keterbasahan partikel paling baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka diketahui bahwa perendaman partikel dalam n-hexana menyebabkan absorpsi air menjadi meningkat sehingga keterbasahan partikel menjadi meningkat.

Keterbasahan suatu partikel dipengaruhi oleh adanya ekstraktif yang terkandung dalam bahan tersebut. Semakin banyak zat ekstraktif dalam partikel, maka semakin buruk daya absorpsi air oleh partikel sehingga nilai keterbasahan menjadi menurun. Perendaman partikel dalam n-hexana ternyata mampu mengurangi ekstratif yang terkandung dalam partikel TKS.

Keterbasahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang berhubungan dengan perekat (tegangan permukaan, suhu, kekentalan) dan kayu (kerapatan, porositas,


(28)

28 ekstraktif). Kayu-kayu yang berkerapatan rendah (porositasnya tinggi) menjadi lebih baik untuk dibasahi, sedangkan ekstraktif dalam jumlah berlebihan atau ekstraktif non-polar seperti terpena dan asam lemak mempunyai pengaruh yang kurang baik.


(29)

29

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Partikel TKS tanpa perlakuan memiliki kadar selulosa 36,03%, kadar hemiselulosa 28,57%, kadar lignin 17,50%, kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin sebesar 11,06%, kelarutan dalam air panas sebesar 11,46%, kelarutan dalam zat ekstraktif dalam pelarut NaOH 1% sebesar 24,65%, kelarutan dalam pelarut etnol-benzena 14,96%, kadar abu 4,375%, kadar air 7,77%, dan nilai keterbasahan 123,28 mm.

2. Partikel TKS setelah perendaman n-hexana memiliki kadar selulosa 37,01%, kadar hemiselulosa 28,40%, kadar lignin 17,00%, kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin sebesar 11,94%, kelarutan dalam air panas sebesar 11,10%, kelarutan dalam zat ekstraktif dalam pelarut NaOH 1% sebesar 23,30%, kelarutan zat ekstraktif dalam pelarut etanol-benzena sebesar 15,21%, kadar abu 3,78 %, kadar air 9,11%, dan nilai keterbasahan 305,03 mm.

3. Perendaman partikel TKS dengan n-hexana berpengaruh terhadap kadar abu, kadar air dan sifat keterbasahan partikel.

4. Partikel TKS yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan baku likuida dan papan partikel adalah partikel tandan kosong yang diberi perlakuan perendaman n-hexana karena memiliki kadar zat ekstraktif yang rendah dan keterbasahan partikel yang tinggi.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan perendaman partikel TKS dalam satu jenis pelarut secara berulang untuk meningkatkan efektivitas pelarutan zat ekstraktif yang terkandung dalam partikel TKS.

2. Perlu kajian lebih lanjut untuk determinasi senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak TKS yang terlarut di dalam n-heksana untuk memastikan senyawa kimia apa saja yang larut dalam n-heksana.


(30)

30 3. Perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan dan pengujian perekat likuida dan papan partikel yang dihasilkan dari partikel TKS setelah direndam n-hexana.


(31)

i

KARAKTERISASI PARTIKEL TANDAN KOSONG SAWIT

INA SUHARTINA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(32)

31

DAFTAR PUSTAKA

Bakar SE. 2000. Pemanfaatan Batang kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq.) Sebagai Bahan Bangunan dan Furnitur. Laporan Penelitian Hibah Bersaing IV Perguruan Tinggi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. IPB. Bogor.

[Ditjen Perkebunan] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan. http://ditjenbun.deptan.go.id/web.old//index.php?option=com_geda&Itemi

d=186. [05 Mei 2011]

Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Hartono R. 2002. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.

Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Hadi YS. 1991. Pengaruh Perendaman Panas dan Asetilasi Selumbar Terhadap Sifat Papan Partikel. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana IPB. Tidak Dipublikasikan.

Haygeen JG, Bowyer JL. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Diterjemahkan oleh: Hadikusumo SA. Yogyakarta : Gajah Mada University.

Lukman A. 2008. Karakteristik Partikel Tandan Kosong sawit setelah Perendaman Air Dingin, Air Panas, dan Etanol-benzena [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Maloney TM. 1977. Modern Particle Board and Dry Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco : Miller Fremann Inc..

Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding : Principles in Practice.

NewYork : Van Nostrand Reinhold.

Masri AY. 2005. Kualitas Perekat Likuida Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Berbagai Ukuran Serbuk, Keasaman dan Rasio Molar Formaldehida dengan Phenol [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pikukuh P. 2011. Selulosa, Komponen yang Paling Banyak Ditemukan di Alam.


(33)

32 Pizzi A. 1983. Wood Adesive : Chemistry and Technology. Pretoria South Africa : National Timber Reasearch Institute Council for Scientific and Industrial Research.

Prihantini AI. 2008. Kualitas Likuida Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq.) dengan Perlakuan Perendaman Bahan Baku Dalam Air Panas [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit. Yogyakarta: Kanisius.

Sjostrom E. 1995. Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaan. Yogyakarta: Universitas Mulawarman. Samarinda.

Subiyanto B, Subyakto, Sudijono, Gopar M, Munawar SS. 2004. Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit dari Industri Pengolahan Kelapa Sawit untuk Papan Partikel dengan Perekat Penol Formaldehida. Dalam:

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 2 : 99-102.

Subiyanto B, Subyakto, Sudijono, Gopar M, Rasyid E, Munawar SS. 2005. Pembuatan Papan Partikel Berukuran Komersil dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida. Dalam: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 3 : 10-12.

Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta: Agomedia Pustaka.

Surdiding R, Koroh DN, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Surdiding R, Sucipto T. 2007. Wettabilitas Tandan Kosong Sawit (TKS). Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. 9-11 Agustus 2007, Pontianak-INDONESIA. Hal:17-23.

TAPPI. 1991. Tappi Test Methods: Ash in Wood and Pulp (T221 om-85). Volume 1. Tappi Press. Atlanta.

Trisyulianti E. 1996. Sifat fisik papan partikel dari tandan kosong sawit dan sabut kelapa sawit [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology Wood Structure, Properties, Utilization. Van vostrand reinhold Inc. USA.


(34)

i

KARAKTERISASI PARTIKEL TANDAN KOSONG SAWIT

INA SUHARTINA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(35)

ii

KARAKTERISASI PARTIKEL TANDAN KOSONG SAWIT

INA SUHARTINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(36)

iii

RINGKASAN

INA SUHARTINA. E24070020. Karakterisasi Partikel Tandan Kosong Sawit. Dibimbing oleh SURDIDING RUHENDI

Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah dari produksi minyak sawit yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah tandan kosong sawit berpotensi untuk dijadikan perekat likuida dan papan partikel. Namun, pada penelitian tersebut belum didapatkan perekat likuida yang karakteristiknya sesuai dengan standar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pendahuluan pada bahan baku TKS guna mengetahui karakteristik dasar dari TKS sehingga dapat menjadi rujukan dalam memanfaatkan limbah TKS sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kelarutan dan senyawa kimia partikel TKS dalam perendaman n-hexana. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk dari limbah tandan kelapa sawit (TKS) yang diperoleh dari PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya (Pandeglang, Banten). Bahan diekstrak dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut n-heksana. Senyawa kimia partikel TKS diketahui dengan

gas chromatography mass spectrometry (GCMS). Pengujian karakteristik kimia penyusun dinding sel TKS meliputi kadar holoselulosa, hemiselulosa dan lignin.

Pengujian menunjukkan perlakuan perendaman n-hexana tidak merubah komposisi kimia utama dinding sel (hemiselulosa, selulosa, lignin) yang terkandung dalam partikel TKS. Hal ini diduga karena n-hexana tidak berpengaruh dalam mendegradasi selulosa, hemiselulosa dan lignin yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit.

Pengujian kelarutan zat ekstraktif menunjukkan bahwa TKS setelah direndam n-hexana mempunyai persentase kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan TKS tanpa perendaman, hal ini karena senyawa non-polar sudah dilarutkan oleh n-hexana terlebih dahulu.

Komponen mineral dalam kayu yang diuji adalah kadar abu yang terkandung dalam TKS. Pengujian kadar abu menunjukan bahwa perlakuan


(37)

iv perendaman tidak berpengaruh terhadap kadar abu yang terkandung dalam partikel TKS dibandingkan dengan TKS tanpa perendaman. Hal ini karena mineral tidak dapat terlarut saat perendaman. Mineral mengendap dalam sel, sehingga perbedaan nilai tidak signifikan.

Perendaman partikel TKS dalam pelarut n-hexana menghasilkan kadar air yang lebih besar dibandingkan kadar air partikel tanpa perendaman. Hal ini diduga setelah direndam n-hexana senyawa non-polar hilang, untuk itu tidak ada halangan lagi untuk air mempenetrasi TKS dan terikat dengan sel-sel TKS sehingga kadar air setelah direndam n-hexane menjadi lebih besar dibandingkan dengan kadar air partikel tanpa perendaman.

Keterbasahan partikel TKS yang diperoleh dari partikel yang diberi perlakuan perendaman n-hexana sebesar 305,03 mm, sedangkan nilai keterbasahan dari partikel tanpa perlakuan perendaman sebesar 123,28 mm. Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa perendaman partikel dalam pelarut n-hexana mempengaruhi nilai keterbasahan. Hal ini diduga karena senyawa non-polar seperti lilin, resin, lemak melapisi dan berikatan dengan dinding ronggga sel, air yang masuk dalam sel TKS tidak bisa membuat ikatan dengan dinding sel TKS. Sehingga nilai keterbasahan pada serbuk sebelum perendaman lebih kecil daripada serbuk setelah perendaman.


(38)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Karakterisasi Partikel Tandan Kosong Sawit adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber infomasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penuis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

Ina Suhartina NRP E24070020


(39)

vi Judul Skripsi : Karakterisasi Partikel Tandan Kosong Sawit

Nama : Ina Suhartina NRP : E24070020

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M. Sc NIP. 19470614 197106 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Hasil Hutan,

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M. Sc NIP. 19660212 199103 1 002


(40)

i

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011 adalah limbah tandan kosong sawit, dengan judul Karakterisasi Partikel Tandan Kosong Sawit.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Adi Setiadi S.Hut, Bapak Supriatin, serta Gunawan dari Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu selama penelitian. Terimakasih kepada bapak, ibu, dan adik tercinta, Muhala serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman THH 44, Desi, Irma, Jucy, Nita, Linda, Pristy, Metya, Yano, Werdhi, Yeni dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan dan persahabatan selama kuliah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012 Penulis


(41)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 02 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ujang Syarif Hidayat dan Yoyoh Siti Maesaroh.

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1995 di SDN IV Jasinga dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Jasinga dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan ke SMAN 1 Jasinga dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di organisasi Gentra Kaheman IPB, Himasiltan IPB dan berbagai kepanitiaan kegiatan. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) di Papandayan-Sancang Timur dan Praktek Pengelolaan Hutan di Gunung Walat. Penulis juga telah melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di PT Daekan Indar Indonesia, Gunung putri-Bogor pada bulan Februari sampai April 2011.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Karakterisasi Partikel Tandan Kosong Sawit dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc.


(42)

i

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ... 1 I.2 Tujuan Penelitian ... 2 I.3 Manfaat Penelitian ... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit ... 3 2.2 Komponen Kimia Kayu ... 4 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan ... 8 3.2 Prosedur Penelitian ... 8 3.2.1 Persiapan dan perlakuan bahan baku ... 8 3.2.2 Pengujian bahan baku ... 9 a. Pengujian senyawa kimia ... 9 b. Pengujian kadar holoselulosa ... 9 c. Pengujian kadar selulosa ... 10 d. Perhitungan kadar hemiselulosa ... 10 e. Pengujian kadar lignin ... 10 f. Pengujian kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin ... 11


(43)

ii g. Pengujian kelarutan dalam air panas ... 12 h. Pengujian kelarutan zat ekstraktif NaOH 1% ... 12 i. Pengujian kelarutan zat ekstraktif dalam etanol-benzena (1:2) ... 13 j. Pengujian kadar abu ... 13 k. Pengujian kadar air serbuk ... 14 l. Pengujian sifat keterbasahan partikel TKS ... 14 3.3 Analisis Data ... 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Senyawa Kimia Partikel TKS ... 16 4.2 Komponen Kimia Penyusun Dinding Sel TKS ... 18 4.2.1 Selulosa ... 18 4.2.2 Hemiselulosa... 19 4.2.3 Lignin ... 19 4.3 Kadar Ekstraktif dan Kadar Mineral TKS ... 21 4.3.1 Zat ekstraktif ... 21 4.3.2 Kadar abu ... 23 4.4 Sifat Fisis Partikel TKS ... 24 4.4.1 Kadar air ... 24 4.4.2 Sifat keterbasahan ... 25 4.5 Partikel TKS sebagai Bahan Baku Perekat Likuida dan Papan Partikel .. 25 BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... 29 5.2 Saran ... 29 DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN ... 33


(44)

iii

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Komposisi kimia tandan kosong sawit ... 5 2. Kadar zat ekstraktif tandan kosong sawit pada berbagai perlakuan ... 6 3. Kadar selulosa partikel tandan kosong sawit ... 19 4. Kadar hemiselulosa tandan kosong sawit ... 19 5. Kadar lignin tandan kosong sawit ... 20 6. Kelarutan zat ekstraktif tandan kosong sawit setelah perendaman ... 21 7. Kadar abu partikel tandan kosong sawit ... 23


(45)

iv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Kromatogram partikel tandan kosong sawit sebelum perendaman ... 16 2. Kromatogram partikel tandan kosong sawit setelah perendaman ... 17 3. Histogram komponen kimia tandan kosong sawit ... 21 4. Histogram kelarutan zat ekstraktif tandan kosong sawit ... 22 5. Histogram kadar abu tandan kosong sawit ... 23 6. Histogram kadar air tandan kosong sawit... 24 7. Histogram nilai keterbasahan partikel tandan kosong sawit... 25


(46)

v

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Senyawa kimia partikel tandan kosong sawit ... 34

2. Kadar holoselulosa yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit ... .35 3. Kadar selulosa yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit ... 35 4. Kadar hemiselulosa yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit ... 36 5. Kadar lignin yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit ... 36 6. Kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin partikel tandan kosong sawit ... 37 7. Kelarutan zat ekstraktif dalam air panas partikel tandan kosong sawit ... 37 8. Kelarutan zat ekstraktif dalam etanol-benzena partikel tandan kosong sawit .. 38 9. Kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% partikel tandan kosong sawit ... 38 10. Kadar abu yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit ... 39 11. Kadar air yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit ... 39 12. Kadar keterbasahan yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit ... 40


(47)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jacq) merupakan tanaman yang sangat potensial sebagai salah satu sumber bahan baku dalam pembuatan minyak nabati. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar dengan luas perkebunan mencapai 7.363.847 ha yang memproduksi minyak kelapa sawit mencapai 19.844.901 ton dan terus berkembang pada luas areal perkebunan dan produksi kelapa sawit yang terus meningkat setiap tahunnya (Ditjen Perkebunan 2008).

Produksi minyak sawit yang tinggi juga diiringi produksi limbah kelapa sawit yang tinggi. Limbah berupa bekas cangkang, serat, pelepah sawit, tandan kosong sawit hanya ditumpuk di suatu areal yang luas dan mengeluarkan bau tak sedap.

Proses pemanfaatan buah kelapa sawit untuk mengolah minyak menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit (TKS)sekitar 22

– 23% dari total tandan buah segar (TBS) yang diolah (Fauzi et al., 2002). Untuk mengoptimalkan biaya produksi dari limbah yang dihasilkan, umumnya TKS dimanfaatkan menjadi produk samping yang bermanfaat. Biasanya pemanfaatan TKS di pabrik hanya diproses melalui proses pembusukan dan kemudian dijadikan sebagai pupuk kompos bagi tanaman sawit tersebut. Namun pemanfaatan sederhana limbah TKS ini tidak memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap keuntungan produksi. Oleh karena itu perlu dikembangkan alternatif pemanfaatan tandan kosong sawit yang bernilai tambah tinggi.

Pada saat ini, sudah banyak dilakukan penelitian mengenai alternatif pemanfaatan limbah TKS, diantaranya sebagai salah satu bahan pulp, media budidaya jamur, pupuk kalium, papan serat, papan partikel dan perekat likuida.

Penelitian terkini menunjukan bahwa limbah TKS memiliki potensi untuk dijadikan perekat likuida (Masri 2005; Prihantini 2008) dan papan partikel (Subiyanto et al. 2004;2005). Walaupun beberapa karakteristik perekat likuida dan papan partikel masih belum memenuhi standar yang diminta oleh pasar, secara keseluruhan limbah TKS memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan menjadi produk bernilai tinggi.


(48)

2 Perekat likuida merupakan bahan baku produksi yang penting untuk menghasilkan produk komposit. Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Masri (2005), Prihantini (2008) dan Subiyanto et al.(2004;2005) limbah TKS memiliki potensi untuk dijadikan perekat likuida. Namun pada penelitian tersebut belum didapatkan perekat likuida yang karakteristiknya sesuai dengan standar. Salah satu penyebab rendahnya mutu perekat likuida dari hasil-hasil penelitian adalah tingginya kandungan zat ekstraktif dan belum diketahuinya senyawa kimia partikel TKS. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pendahuluan pada bahan baku TKS guna mengetahui karakteristik dasar dari TKS sehingga dapat menjadi rujukan dalam memanfaatkan limbah TKS sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kelarutan dan senyawa kimia partikel TKS dalam perendaman n-hexana.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi mengenai perlakuan perendaman yang terbaik dalam rangka menyiapkan TKS sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel.


(49)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit

Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan primadona bagi komoditas perkebunan. Menurut Tom Linson (1961) dalam Bakar (2000) kelapa sawit merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam golongan: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledoneae, Family Aracaceae, Subfamily Cocodeiae, Genus Elaeis, Species Elaeis guineensis Jacq.

Fauzi et al. (2002) menyatakan bahwa kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1848, ketika itu ada empat bibit batang kelapa sawit yang dibawa dari Maurutius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman Kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh dengan luas mencapai 5.123 ha.

Kelapa sawit termasuk tumbuhan monokotil, maka kelapa sawit mempunyai sitem akar serabut dengan batang tegak lurus ke atas dan batang berbentuk silindris berdiameter 40 - 60cm. Pohon kelapa sawit yang normal dan sehat yang dibudidayakan pada satu batang terdapat 40 - 50 pelepah daun (Setyamidjaja 2006).

Sunarko (2007) menjelaskan kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit yaitu pada ketinggian maksimum 400 meter dpl (di atas permukaan laut), kemiringan lereng 0-12° atau 21%, drainase tanah harus baik dan lancar sehingga ketika musim hujan tidak tergenang. Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dengan baik di tanah yang bertekstur lempung berpasir, tanah liat berat, dan tanah gambut, memiliki ketebalan tanah lebih dari 75 cm, berstruktur kuat dengan kandungan unsur hara yang cukup dan pH tanah sebaiknya dengan kisaran nilai 4,0 - 6,0. Sedangkan untuk kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit agar dapat tumbuh dengan baik yaitu kelapa sawit memerlukan curah


(50)

4 hujan ideal 2000-2500 mm pertahun dan tersebar merata sepanjang tahun. Jumlah penyinaran rata-rata sebaiknya tidak kurang dari 6 jam perhari. Temperatur sebaiknya 22-23°C. Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan dengan tanaman lainnya.

Sunarko (2007) menyebutkan beberapa sifat kelapa sawit yang ditinjau dari segi anatomi, fisis dan mekanisnya. Dari sifat anatominya, kayu kelapa sawit lebih dekat dengan hardwood dibandingkan softwood, karena saluran pada kayu kelapa sawit lebih mirip sel pembuluh pada hardwood daripada trakeida pada

softwood. Dari segi sifat fisis, kayu kelapa sawit berbentuk silindris dengan diameter 20 sampai dengan 75 cm dengan tinggi 15 sampai dengan 19 meter (bila ditanam di perkebunan) dan 30 meter (bila tumbuh secara alami). Berat jenis kayu kelapa sawit pada arah horizontal antara 0,28 sampai dengan 0,78 dimana bagian pusat didominasi oleh parenkim sedangkan bagian tepi didominasi oleh sel pembuluh dan ditutupi oleh sel serabut yang bedinding tebal. Sedangkan dari segi sifat mekanis, berat jenis dan kekuatan tertinggi terdapat pada bagian luar batang. Begitu pula arah vertikal, berat jenis dan kekuatan tertinggi terdapat pada bagian pangkal dan terus berkurang bila posisi kayu semakin ke ujung.

Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan yang bisanya di sebut dengan tandan buah segar (TBS). Buah sawit dibagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak 20-24%. Sementara itu, bagian inti kelapa sawit menghasilkan miyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO) 3-4%. Tandan kosong kelapa sawit (TKS) merupakan salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit didapatkan setelah proses penebahan atau pembantingan setelah perebusan yang bertujuan melepaskan buah dari tandannya (Sunarko 2007).

2.2 Komponen Kimia Kayu

Komponen terbesar dalam limbah padat tandan sawit adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun relatif kecil seperti abu, hemiselulosa dan lignin.


(51)

5 Tabel 1 Komposisi kimia tandan kosong sawit

Komposisi Kadar (%)

Abu Selulosa

Lignin Hemiselulosa

15 40 21 24 Sumber : Azemi et al (1994) dalam Fauzi et al (2002)

Holoselulosa merupakan komponen penyusun dinding sel kayu yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Ritter dan Kurth (1933) dalam Fengel dan Wegener (1995) adalah orang yang pertama kali menemukan istilah holoselulosa untuk produk yang dihasilkan setelah lignin dihilangkan dari kayu.

Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa merupakan kontituen utama kayu. Kira-kira 40-45% bahan kering dalam kebanyakan jenis kayu adalah selulosa terutama dalam dinding sel sekunder (Sjostrom 1995).

Hemiselulosa merupakan komponen penyusun dinding sel kayu yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa merupakan polimer-polimer dengan rantai bercabang, berbeda dengan polimer selulosa yang berantai lurus, dan umumnya tersusun atas 150 anhibrid gula sederhana (Haygeen & Bowyer 1993).

Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen, dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya lignin adalah fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karenanya susunan lignin yang pasti didalam kayu tetap tidak menentu (Haygeen & Bowyer 1993).

Selain mengandung bahan berlignoselulosa, TKS juga mengandung zat ekstraktif. Menurut Sjostrom (1995) zat ekstraktif adalah komponen kayu yang bukan merupakan komponen struktural dan hampir semuanya terbentuk dari senyawa ekstraseluler dan berbobot molekul rendah. Zat ektraktif diklasifikasikan


(52)

6 berdasarkan pelarut yang digunakan untuk mengekstrak zat tersebut, contohnya adalah zat ekstraktif yang larut dalam pelarut air dan pelarut etanol-benzena.

Zat ektraktif memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menurunkan higroskopitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Meskipun jumlahnya sedikit, ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan kayu yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Zat ekstraktif berpindah secara difusi, salah satunya sebagai suatu material volatil (mudah menguap) atau sebagai material terlarut. Panas dan gradien air mempercepat perpindahan zat ekstraktif. Zat ekstraktif juga berpindah dengan gaya kapiler dan tegangan permukaan (Surdiding et al. 2007). Kadar zat ekstraktif dalam TKS pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kadar zat ekstraktif tandan kosong sawit pada berbagai perlakuan

No Perlakuan

Zat ekstraktif terlarut air dingin

(%)

Zat ektraktif yang terlarut air panas

(%) 1

2 3

Tanpa perlakuan

Perendaman air panas 3 jam Perndaman air dingin 3 hari

23,781 4,032 4,684 19,979 3,887 5,876

Menurut Hadi (1991), perlakuan perendaman dingin dan panas terhadap partikel menyebabkan penurunan kadar zat ektraktif partikelnya. Sehingga kontaminan yang ada pada dinding sel seperti dihilangkan. Hal ini dapat memperbaiki pembasahan, daya alir, penetrasi dan perekat pada partikel. Sehingga mutu perekatan papan partikel yang dihasilkan lebih baik daripada papan partikel kontrolnya. Sedangkan menurut Trisyulianti (1996), perlakuan pendahuluan dengan penyiraman air panas 100°C dan perendaman selama 24 jam mampu mengurangi zat ektraktif sehingga meningkatkan potensi tandan dan sabut kelapa sebagai bahan baku papan partikel.

Pada kayu terdapat komponen mineral yang jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan komponen utama penyusun kayu. Penentuan kadar mineral dalam kayu dapat dilakukan dengan cara pembakaran atau di oven pada suhu tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fengel dan Wegener (1995) yang


(53)

7 menyatakan bahwa konstituen anorganik seluruhnya dalam abu, sisa bahan organik yang dibakar. Sjostrom (1995) menyatakan bahwa kayu yang hanya mengandung sejumlah komponen anorganik yang cukup rendah dan diukur sebagai abu yang jarang melebihi 1% dari berat kayu kering. Abu ini berasal dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding-dinding sel dan lumen.

Keterbasahan merupakan kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan akan menyebar pada permukaan, mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra 1992).

Keterbasahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang berhubungan dengan perekat (tegangan permukaan, suhu, kekentalan) dan kayu (kerapatan, porositas, ekstraktif). Kayu-kayu yang berkerapatan rendah (porositasnya tinggi) menjadi lebih baik untuk dibasahi, sedangkan ekstraktif dalam jumah yang berlebihan atau ekstraktif non-polar seperti terpena dan asam lemak mempunyai pengaruh yang kurang baik (Tsoumis 1991).


(54)

8

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratoium Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan IPB dan Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai September 2011.

3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penggiling serbuk, parang/golok, saringan serbuk ukuran 20-60 mesh, oven, desikator, timbangan elektrik, penangas air, pengaduk, kaca datar, cawan abu, corong, cawan porselin, gelas ukur, gelas piala, tabung kaca, caliper, Erlenmeyer, GCMS (gas chromatography mass spectrophometry) merk Shimadzu untuk determinasi senyawa kimia, dan stopwatch.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk dari limbah tandan kelapa sawit (TKS) yang berasal dari PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya (Pandeglang, Banten). Bahan kimia yang digunakan dalam analisis komponen kimia bahan baku antara lain : n-hexana, etanol-benzena (1:2), etanol, H2SO4,NaOH, hipoklorit, CH3COOH, HNO3, Na2SO3, HCl dan air destilata. 3.2 Prosedur Penelitian

Penelitian meliputi persiapan dan perlakuan bahan baku yaitu perendaman partikel TKS dalam n-hexana serta pengujian bahan baku yang terdiri dari pengujian senyawa kimia TKS, kelarutan TKS dan analisis komponen kimia.

3.2.2 Persiapan dan perlakuan bahan baku

Tandan kosong sawit dicacah menjadi bagian yang kecil (partikel) menggunakan parang/golok. Tandan kosong sawit kemudian dijemur selama satu minggu hingga mencapai kadar air kering udara. Kemudian TKS digiling dengan menggunakan alat giling serbuk dan disaring menggunakan alat sortasi bertingkat sehingga diperoleh serbuk berukuran 40 sampai 60 mesh.

Tandan kosong sawit akan diberi perlakuan yang berbeda. Adapun perlakuan yang diberikan meliputi ekstraksi serbuk TKS dengan perendaman dalam pelarut n-hexana berulang hingga diperoleh pelarut n-hexana hasil ekstraksi yang tidak berwarna. Sebagai data pembanding, digunakan partikel TKS yang


(55)

9 tidak diberi perlakuan (kontrol). Bahan baku yang telah diberi perlakuan kemudian diuji karakteristiknya.

3.2.3 Pengujian bahan baku a. Pengujian senyawa kimia

Determinasi senyawa kimia partikel TKS menggunakan GCMS QP2010 merk Shimazu. Partikel TKS yang diujikan adalah partikel sebelum dan sesudah perlakuan perendaman partikel TKS dalam n-heksana. Contoh partikel dari masing-masing partikel sebelum dan sesudah perlakuan perendaman dalam n-hexane dianalisis dengan GCMS untuk mendapatkan jenis senyawa kimia yang larut karena perlakuan tersebut.

Cara determinasinya adalah sekitar 3 butir partikel dimasukan kedalam tempat contoh (sampel holder). Selanjutnya tempat contoh yang berisi partikel dimasukan kedalam alat. Partikel dipirolisis dengan pemanasan pada suhu kolom mencapai 280 °C selama 60 menit. Senyawa kimia akan menguap menjadi gas karena pamanasan dalam proses pirolisis. Gas yang menguap ini yang selanjutnya dideteksi dan dianalisis oleh alat GCMS. Hasil pirolisis berupa kromotogram yang menggambarkan jumlah peak (puncak grafik), waktu terpirolisis, jenis dan konsentrasi senyawa kimianya.

b. Pengujian kadar holoselulosa

Prosedur pengujian kadar holoselulosa dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 211 m. Berat kering tanur serbuk kayu bebas ekstraktif sebanyak 1 g dimasukkan dalam Erlenmeyer berukuran 500 mL kemudian ditambahkan 100 mL air destilata, 3 mL Hipoklorit, dan 1 mL CH3COOH. Larutan dipanaskan pada

waterbath dengan suhu 80-90ºC selama 5 jam dan setiap jam ditambahkan 3 mL Hipoklorit dan 0,2 mL CH3COOH. Setelah pemanasan selesai, larutan tersebut disaring dan dicuci dengan air destilata. Sebanyak 50 mL etanol ditambahkan pada kertas saring yang berisi holoselulosa. Kertas saring yang berisi holoselulosa kemudian dioven pada suhu 103±2ºC dan ditimbang beratnya hingga konstan. Kadar holoselulosa dihitung dengan menggunakan rumus :

� (%) = −


(1)

Lampiran 6. Kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Ulangan

Berat serbuk (g) Kadar Air (%) BKT serbuk (g) BKT kertas saring (g) BKT kertas saring+ serbuk (g) Kelarutan Zat ekstraktif air dingin (%) Kelarutan zat ekstraktif air dingin rata-rata (%)

1 Tanpa Perendaman 1 2,248 9,71 2,049 0,846 2,660 11,47 11,06

2 2,146 11,43 1,924 0,818 2,537 10,65

2 Perendaman n-hexana 1 2,130 10,13 1,934 0,818 2,538 11,07 11,94

2 2,150 12,80 1,906 0,823 2,485 12,80

Lampiran 7. Kelarutan zat ekstraktif dalam air panas partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Ulangan

Berat serbuk (g) Kadar Air (%) BKT serbuk (g) BKT kertas saring (g) BKT kertas saring+ serbuk (g) Kelarutan Zat ekstraktif air panas (%) Kelarutan zat ekstraktif air panas rata-rata (%)

1 Tanpa Perendaman 1 2,056 10,76 1,856 0,844 2,495 11,05 11,46


(2)

38

Lampiran 8. Kelarutan zat ekstraktif dalam etanol-benzena partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Ulangan

Berat serbuk (g) Kadar Air (%) BKT serbuk (g) BKT kertas saring (g) BKT kertas saring+ serbuk (g) Kelarutan Zat ekstraktif etanol-benzena (%) Kelarutan zat ekstraktif etanol-benzena rata-rata (%)

1 Tanpa Perendaman 1 11,057 10,57 10 5,435 13,939 14,96 14,96

2 Perendaman n-hexana 1 11,147 11,47 10 4,746 13,225 15,21 15,21

Lampiran 9. Kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Ulangan

Berat serbuk (g) Kadar Air (%) BKT serbuk (g) BKT kertas saring (g) BKT kertas saring+ serbuk (g) Kelarutan Zat ekstraktif NaOH 1% (%) Kelarutan zat ekstraktif NaOH 1% rata-rata (%)

1 Tanpa Perendaman 1 2,215 10,76 2,0 0,835 2,344 24,75 24,65

2 2,212 10,61 2,0 0,816 2,321 24,55

2 Perendaman n-hexana 1 2,221 11,07 2,0 0,820 2,359 23,05 23,30

2 2,222 11,01 2,0 0,821 2,350 23,55


(3)

Lampiran 10. Kadar abu yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Ulangan Berat cawan (g)

Berat cawan+serbuk sebelum tanur

(g)

Berat cawan+abu

(g)

Kadar abu (%)

Kadar abu rata-rata

(%)

1 Tanpa Perendaman 1 23,066 25,184 23,156 4,250 4,375

2 24,881 26,949 24,978 4,500

2 Perendaman n-hexana 1 25,219 27,371 25,298 3,670 3,780

2 26,730 28,838 26,812 3,890

Lampiran 11. Kadar air yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Ulangan Berat cawan (g)

Berat cawan+serbuk sebelum oven

(g)

Berat cawan+serbuk Setelah oven

(g)

Kadar air (%)

Kadar air rata-rata

(%)

1 Tanpa Perendaman 1 24,921 26,924 26,774 8,09 7,77

2 25,248 27,253 27,114 7,45

2 Perendaman n-hexana 1 26,762 28,765 28,598 9,10 9,11


(4)

40

Lampiran 12. Kadar keterbasahan partikel tandan kosong sawit

No Perlakuan Ulangan

Diameter Tabung

(cm)

Tinggi serbuk (cm)

BKT serbuk

(g)

Volume serbuk

(cm3)

Bulk faktor

Tinggi absorpsi

(mm)

Keterbasahan (mm)

Keterbasahan rata-rata

(mm)

1 Tanpa Perendaman 1 0,35 33,50 1,089 3,22 2,98 37 110,08 123,28

2 0,37 35,00 1,323 3,76 2,84 48 136,47

2 Perendaman n-hexana 1 0,38 30,00 0,774 3,40 4,39 80 351,49 305,03

2 0,37 38,20 1,556 4,11 2,64 98 258,56


(5)

INA SUHARTINA. E24070020. Karakterisasi Partikel Tandan Kosong Sawit. Dibimbing oleh SURDIDING RUHENDI

Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah dari produksi minyak sawit yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah tandan kosong sawit berpotensi untuk dijadikan perekat likuida dan papan partikel. Namun, pada penelitian tersebut belum didapatkan perekat likuida yang karakteristiknya sesuai dengan standar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pendahuluan pada bahan baku TKS guna mengetahui karakteristik dasar dari TKS sehingga dapat menjadi rujukan dalam memanfaatkan limbah TKS sebagai bahan baku perekat likuida dan papan partikel.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kelarutan dan senyawa kimia partikel TKS dalam perendaman n-hexana. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk dari limbah tandan kelapa sawit (TKS) yang diperoleh dari PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya (Pandeglang, Banten). Bahan diekstrak dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut n-heksana. Senyawa kimia partikel TKS diketahui dengan

gas chromatography mass spectrometry (GCMS). Pengujian karakteristik kimia penyusun dinding sel TKS meliputi kadar holoselulosa, hemiselulosa dan lignin.

Pengujian menunjukkan perlakuan perendaman n-hexana tidak merubah komposisi kimia utama dinding sel (hemiselulosa, selulosa, lignin) yang terkandung dalam partikel TKS. Hal ini diduga karena n-hexana tidak berpengaruh dalam mendegradasi selulosa, hemiselulosa dan lignin yang terkandung dalam partikel tandan kosong sawit.


(6)

iv perendaman tidak berpengaruh terhadap kadar abu yang terkandung dalam partikel TKS dibandingkan dengan TKS tanpa perendaman. Hal ini karena mineral tidak dapat terlarut saat perendaman. Mineral mengendap dalam sel, sehingga perbedaan nilai tidak signifikan.

Perendaman partikel TKS dalam pelarut n-hexana menghasilkan kadar air yang lebih besar dibandingkan kadar air partikel tanpa perendaman. Hal ini diduga setelah direndam n-hexana senyawa non-polar hilang, untuk itu tidak ada halangan lagi untuk air mempenetrasi TKS dan terikat dengan sel-sel TKS sehingga kadar air setelah direndam n-hexane menjadi lebih besar dibandingkan dengan kadar air partikel tanpa perendaman.

Keterbasahan partikel TKS yang diperoleh dari partikel yang diberi perlakuan perendaman n-hexana sebesar 305,03 mm, sedangkan nilai keterbasahan dari partikel tanpa perlakuan perendaman sebesar 123,28 mm. Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa perendaman partikel dalam pelarut n-hexana mempengaruhi nilai keterbasahan. Hal ini diduga karena senyawa non-polar seperti lilin, resin, lemak melapisi dan berikatan dengan dinding ronggga sel, air yang masuk dalam sel TKS tidak bisa membuat ikatan dengan dinding sel TKS. Sehingga nilai keterbasahan pada serbuk sebelum perendaman lebih kecil daripada serbuk setelah perendaman.