4
hujan ideal 2000-2500 mm pertahun dan tersebar merata sepanjang tahun. Jumlah penyinaran rata-rata sebaiknya tidak kurang dari 6 jam perhari. Temperatur
sebaiknya 22-23°C. Keadaan angin tidak terlalu berpengaruh karena tanaman kelapa sawit lebih tahan terhadap angin kencang dibandingkan dengan tanaman
lainnya. Sunarko 2007 menyebutkan beberapa sifat kelapa sawit yang ditinjau
dari segi anatomi, fisis dan mekanisnya. Dari sifat anatominya, kayu kelapa sawit lebih dekat dengan hardwood dibandingkan softwood, karena saluran pada kayu
kelapa sawit lebih mirip sel pembuluh pada hardwood daripada trakeida pada softwood. Dari segi sifat fisis, kayu kelapa sawit berbentuk silindris dengan
diameter 20 sampai dengan 75 cm dengan tinggi 15 sampai dengan 19 meter bila ditanam di perkebunan dan 30 meter bila tumbuh secara alami. Berat jenis kayu
kelapa sawit pada arah horizontal antara 0,28 sampai dengan 0,78 dimana bagian pusat didominasi oleh parenkim sedangkan bagian tepi didominasi oleh sel
pembuluh dan ditutupi oleh sel serabut yang bedinding tebal. Sedangkan dari segi sifat mekanis, berat jenis dan kekuatan tertinggi terdapat pada bagian luar batang.
Begitu pula arah vertikal, berat jenis dan kekuatan tertinggi terdapat pada bagian pangkal dan terus berkurang bila posisi kayu semakin ke ujung.
Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan yang bisanya di sebut dengan tandan buah
segar TBS. Buah sawit dibagian sabut daging buah atau mesocarp menghasilkan minyak sawit kasar crude palm oil atau CPO sebanyak 20-24.
Sementara itu, bagian inti kelapa sawit menghasilkan miyak inti sawit palm kernel oil atau PKO 3-4. Tandan kosong kelapa sawit TKS merupakan salah
satu jenis limbah padat industri kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit didapatkan setelah proses penebahan atau pembantingan setelah perebusan yang
bertujuan melepaskan buah dari tandannya Sunarko 2007.
2.2 Komponen Kimia Kayu
Komponen terbesar dalam limbah padat tandan sawit adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun relatif kecil seperti abu, hemiselulosa dan
lignin.
5
Tabel 1 Komposisi kimia tandan kosong sawit
Komposisi Kadar
Abu Selulosa
Lignin Hemiselulosa
15 40
21 24
Sumber : Azemi et al 1994 dalam Fauzi et al 2002 Holoselulosa merupakan komponen penyusun dinding sel kayu yang
terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Ritter dan Kurth 1933 dalam Fengel dan Wegener 1995 adalah orang yang pertama kali menemukan istilah holoselulosa
untuk produk yang dihasilkan setelah lignin dihilangkan dari kayu. Fengel dan Wegener 1995 menyatakan bahwa selulosa merupakan
struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa merupakan kontituen utama
kayu. Kira-kira 40-45 bahan kering dalam kebanyakan jenis kayu adalah selulosa terutama dalam dinding sel sekunder Sjostrom 1995.
Hemiselulosa merupakan komponen penyusun dinding sel kayu yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa merupakan
polimer-polimer dengan rantai bercabang, berbeda dengan polimer selulosa yang berantai lurus, dan umumnya tersusun atas 150 anhibrid gula sederhana Haygeen
Bowyer 1993. Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi,
yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen, dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada
hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya lignin adalah fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang
bermacam-macam karenanya susunan lignin yang pasti didalam kayu tetap tidak menentu Haygeen Bowyer 1993.
Selain mengandung bahan berlignoselulosa, TKS juga mengandung zat ekstraktif. Menurut Sjostrom 1995 zat ekstraktif adalah komponen kayu yang
bukan merupakan komponen struktural dan hampir semuanya terbentuk dari senyawa ekstraseluler dan berbobot molekul rendah. Zat ektraktif diklasifikasikan
6
berdasarkan pelarut yang digunakan untuk mengekstrak zat tersebut, contohnya adalah zat ekstraktif yang larut dalam pelarut air dan pelarut etanol-benzena.
Zat ektraktif memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menurunkan higroskopitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Meskipun
jumlahnya sedikit, ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan kayu yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Zat ekstraktif berpindah
secara difusi, salah satunya sebagai suatu material volatil mudah menguap atau sebagai material terlarut. Panas dan gradien air mempercepat perpindahan zat
ekstraktif. Zat ekstraktif juga berpindah dengan gaya kapiler dan tegangan permukaan Surdiding et al. 2007. Kadar zat ekstraktif dalam TKS pada berbagai
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kadar zat ekstraktif tandan kosong sawit pada berbagai perlakuan
No Perlakuan
Zat ekstraktif terlarut air dingin
Zat ektraktif yang terlarut air panas
1 2
3 Tanpa perlakuan
Perendaman air panas 3 jam Perndaman air dingin 3 hari
23,781 4,032
4,684 19,979
3,887 5,876
Menurut Hadi 1991, perlakuan perendaman dingin dan panas terhadap partikel menyebabkan penurunan kadar zat ektraktif partikelnya. Sehingga
kontaminan yang ada pada dinding sel seperti dihilangkan. Hal ini dapat memperbaiki pembasahan, daya alir, penetrasi dan perekat pada partikel.
Sehingga mutu perekatan papan partikel yang dihasilkan lebih baik daripada papan partikel kontrolnya. Sedangkan menurut Trisyulianti 1996, perlakuan
pendahuluan dengan penyiraman air panas 100°C dan perendaman selama 24 jam mampu mengurangi zat ektraktif sehingga meningkatkan potensi tandan dan sabut
kelapa sebagai bahan baku papan partikel. Pada kayu terdapat komponen mineral yang jumlahnya sangat sedikit
dibandingkan dengan komponen utama penyusun kayu. Penentuan kadar mineral dalam kayu dapat dilakukan dengan cara pembakaran atau di oven pada suhu
tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fengel dan Wegener 1995 yang
7
menyatakan bahwa konstituen anorganik seluruhnya dalam abu, sisa bahan organik yang dibakar. Sjostrom 1995 menyatakan bahwa kayu yang hanya
mengandung sejumlah komponen anorganik yang cukup rendah dan diukur sebagai abu yang jarang melebihi 1 dari berat kayu kering. Abu ini berasal dari
berbagai garam yang diendapkan dalam dinding-dinding sel dan lumen. Keterbasahan merupakan kondisi suatu permukaan yang menentukan
sejauh mana cairan akan menyebar pada permukaan, mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat Marra 1992.
Keterbasahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang berhubungan dengan perekat tegangan permukaan, suhu, kekentalan dan kayu kerapatan, porositas,
ekstraktif. Kayu-kayu yang berkerapatan rendah porositasnya tinggi menjadi lebih baik untuk dibasahi, sedangkan ekstraktif dalam jumah yang berlebihan atau
ekstraktif non-polar seperti terpena dan asam lemak mempunyai pengaruh yang kurang baik Tsoumis 1991.
8
BAB III METODE PENELITIAN