penelitian ini sesuai dengan penjelasan Reeves, Roux Lockhart 2001 dan Long 1996 bahwa perbandingan kasus wanita dan pria 3:1. Pendapat yang sama
juga disampaikan oleh Dana Kings 2009 dalam Walker 2012 yang menyebutkan bahwa penderita rheumatoid arthritis lebih banyak daripada tidak
laki-laki dengan perbandingan 3:1. Hal itu disebabkan adanya faktor hormonal Hembing 2006 dalam Putra 2009.
2.1. Pola Aktivitas Lansia dengan Rheumatoid Arthritis di Kelurahan
Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten langkat
Berdasarkan dari pengalaman para pasien rheumatoid arthritis, aktivitas yang dilakukan sehari-hari dapat terganggu. Sumber utama dari perubahan
aktivitas ini adalah rasa tidak nyaman pada fisik penderita rheumatoid arthritis karena sendi yang kaku dan sakit. Saat pasien mengeluh rasa lemah dan lelah pada
dokter mereka, mereka disarankan untuk mengurangi jumlah kegiatan mereka, dan bukannya mendorong untuk menambahnya tetapi untuk istirahat yang banyak.
Fakta lain menunjukkan bahwa istirahat yang berlebihan dapat merusak kesehatan. Gordon, 2002.
Menurut laporan Repping wuts 2009 dalam Walker 2012, kelelahan adalah keluhan yang paling banyak dirasakan, dimana kelelahan itu
mempengaruhi kemampuan individu untuk mengelola aktivitas sehari-hari yang berdampak besar pada kualitas hidup.
Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis yang terganggu diterjemahkan dalam kapasitas fungsional yang semakin rendah atau kemampuan melakukan
aktivitas semakin berkurang. Kemampuan yang menurun seperti : membungkuk
Universitas Sumatera Utara
untuk memungut sesuatu, membersihkan kebun, menyisir rambut, bangun dari tempat tidur pada pagi hari, berjalan, dan berdiri Gordon, 2002.
Tabel 5.2. menunjukkan pola aktivitas lansia dengan rheumatoid arthritis di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat
mayoritas mengatakan bahwa responden merasa terganggu aktivitasnya dengan jumlah responden 51 orang 91,1. Hal ini seiring dengan penjelasan Gordon
2002 bahwa rheumatoid arthritis sering mengganggu aktivitas dan dapat mengakibatkan tidak mampunya melakukan aktivitas sehari-hari dengan
seutuhnya. Pada rheumatoid arthritis terjadi pembentukan tulang yang berubah atau berkurangnya lingkup gerakketerbatasan gerak, sehingga anggota tubuh
tertentu tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden mengalami kekakuan di
pagi hari 96,4 hal itu sesuai dengan tanda klasik rheumatoid arthritis adalah kekakuan sendi, khusunya pada pagi hari yang berlangsung lebih dari 30 menit
Brunner Suddarth, 2001. Selain faktor patotologis yang disebutkan diatas, faktor yang
mempengaruhi munculnya rheumatoid arthritis yaitu faktor usia, jenis kelamin, infeksi, jenis pekerjaan, makanan, faktor genetikketurunan, faktor psikologis,
latihan fisik, dan lain-lain. Jenis pekerjaan dapat memicu timbulnya ketidaknyamanan dan nyeri.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, paling banyak responden sebagai ibu rumah tangga 62,5.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Perilaku Nyeri Rheumatoid Arthritis pada Lansia di Kelurahan Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten langkat
Perilaku nyeri merupakan perilaku yang tampak dan jelas kelihatan Fordyce , 1976 dalam Harahap, 2007. Perilaku nyeri mencakup perilaku verbal
misalnya, menangis, pernyataan verbal lain tentang rasa sakit dan perilaku non- verbal misalnya menjaga gerakan, dan ekspresi wajah yang berhubungan dengan
nyeri yang berfungsi untuk mengkomunikasikan tentang rasa sakit kepada orang lain Fordyce, 1976 dalam Waters, 2008. Dalam penelitian ini perilaku nyeri
yang diekspresikan meliputi lima parameter perilaku nyeri yaitu, guarding menjaga, bracing menahan nyeri, rubbing menggosok bagian yang nyeri,
grimacing meringis, sighing mendesah. Dimana ke lima parameter tersebut diterapkan dalam tingkat perilaku nyeri tertentu yaitu, rendah, sedang dan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa responden mengekspresikan perilaku nyeri yang berada pada tingkat sedang
60,8. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, agama, suku budaya, dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa mayoritas responden
71,4
berjenis kelamin perempuan. Menurut Philips Jahanshasi 1986 dalam Harahap, 2007 perempuan lebih sering menunjukkan perilaku nyeri dan
mengeluhkan nyeri daripada laki-laki. Tetapi, pernyataan ini bertentangan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Gill 1990 dalam Potter Perry 2005 yang menyatakan bahwa jenis kelamin secara umum, laki-laki dan perempuan tidak
berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan usia, rata-rata responden berusia antara 60-65 tahun 69,7, Taylor 1997 dan Potter Perry 2009 menegaskan bahwa semakin tua
seseorang maka nyeri yang mereka rasakan akan semakin kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering
sama dengan bagian tubuh yang lain. Pernyataan berbeda dalam Brunner Suddarth 2001 yang menyebukan bahwa meskipun banyak lansia mencari
perawatan kesehatan karena nyeri, yang lainnya enggan untuk mencari bantuan bahkan ketika mengalami nyeri hebat karena mereka menganggap nyeri hebat
karena mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Hal ini sesuai dengan perilaku nyeri yang ditampilkan responden mayoritas berada pada
tingkat sedang 60,8. Kelompok suku dan budaya berbeda-beda dalam mengekspresikan
perilaku nyeri Lovfander Furhoff, 2002 dalam Harahap, 2007. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, paling banyak responden bersuku jawa 58,9
Suku jawa merupakan suku yang lebih tertutup dalam mengungkapkan nyeri yang dirasakannya.
Berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata responden memiliki pendidikan sampai jenjang SD 41,1. Menurut Gill 1990 dalam Wardani 2011 bahwa
tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap pengalamannya dalam menangani nyeri yang dirasakannya.
Parameter perilaku nyeri yang paling berkontribusi terhadap perilaku nyeri yang diekspresikan selalu oleh responden adalah menjagaguarding 78,6 dan
Universitas Sumatera Utara
menahan nyeribracing 85,7. Peneliti mengatakan bahwa menjaga dan menahan nyeri merupakan cara pasien untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan dalam setiap aktivitas. Responden menganggap dengan gerakan perlahan dan hati-hati pada bagian yang sakit dapat mengurangi timbulnya nyeri.
Hasil tersebut mewakili penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Waters 2008 yang menemukan perilaku nyeri tinggi yang berbeda, salah satunya adalah
menjaga dan menahan nyeri.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 56 responden dapat ditarik kesimpulan responden berjenis
kelamin perempuan 71,4, mayoritas responden beragama Islam 96,4 dan suku Jawa 58,9. Responden yang memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak
23 responden 41,1 dan dari keseluruhan total responden, lebih dari setengahnya sebagai ibu rumah tangga 62,5.
Pola aktivitas lansia dengan rheumatoid arthritis di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa
responden terganggu aktivitasnya dengan jumlah responden 51 orang 91,1. Pada rheumatoid arthritis, terjadi poliferasi membran sinovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Untuk perilaku nyeri rheumatoid arthritis pada lansia di Kelurahan
Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat didapatkan 34 orang responden 60,8 menampilkan perilaku nyeri sedang.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, agama, sukubudaya, dan tingkat pendidikan.
Universitas Sumatera Utara