Berdasarkan berat ringannya nyeri dibedakan menjadi nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat. Nyeri ringan adalah nyeri dengan intensitas rendah. Nyeri
sedang adalah nyeri yang menimbulkan reaksi. Nyeri berat adalah nyeri dengan intensitas tinggi.
Berdasarkan waktu lamanya serangan, nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut adalah nyeri yang dirasakan dalam waktu yang
singkat dan berakhir kurang dari enam bulan. Sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi,
ataupun pada suatu penyakit arteriosklerosis pada arteri koroner. Nyeri kronis adalah nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya
beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari
nyeri lalu timbul kembali, nyeri lagi, dan begitu seterusnya. Ada pula nyeri kronis yang konstan, yang artinya nyeri tingkat tersebut terus menerus terasa makin lama
semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya pada nyeri karena neoplasma Asmadi, 2008.
5.4. Stimulasi Nyeri
Ada beberapa jenis stimulus nyeri menurut Alimul 2006, diantaranya adalah: 1 Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah operasi akibat
terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor, 2 Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekananpada reseptor nyeri, 3 Tumor, dapat juga menekan pada reseptor
Universitas Sumatera Utara
nyeri, 4 Iskemia pada jaringan, misalnya terjado blockade pada arteria koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat, 5 Spasme
otot, dapat menstimulasi mekanik.
5.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri.
Menurut Potter Perry 2005, faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri terdiri atas usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, dan ansietas.
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalamia kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan PotterPerry, 2005. Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya dan faktor biokimia. Gil, 1990 dalam Potter Perry, 2005. Beberapa kebudayaan
yang mempengaruhi jenis kelamin. Misalnya, €menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh
menangis dalam situasi yang sama Potter Perry, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Budaya dan etnisitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri, bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku
dalam berespons terhadap nyeri. ZatzickDimsdale, 1990 dalam BrunnerSudart, 2003. Menurut Calvillo Flaskerud 1991 dalam Potter
Perry 2005, Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang
diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
Riwayat sebelumnya berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang nyeri. Orang yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap
menerima perasaan nyeri. Sehingga dia merasakan nyeri lebih ringan dari pengalaman pertamanya Taylor, 1997 dalam Wardani, 2007.
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri., perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang digunakan
dalam keperawatan Gill 1990 dalam PotterPerry, 2005. Ansietas pada umumnya akan meningkatkan nyeri, penggunaan rutin
medikasi ansietas pada seseorang dengan nyeri dapat merusak kemampuan pasieen untul melakukan napas dalam. Secara umum, cara yang lebih efektif
untuk menghilangkan nyeri adalh dengan mengarahkan pengobatan pada nyeri ketimbang ansietas Smeltzer Bare, 2001.
Universitas Sumatera Utara
5.6. Intensitas Nyeri