Pandangan Tentang Perceraian Menurut Clarke-Stewart 2007, dalam menjelaskan dan memahami

Bhrem 2002 mendefinisikan perceraian sebagai berakhirnya sebuah hubungan perkawinan yang sebenarnya belum saatnya berakhir. Perceraian sering diartikan sebagai sesuatu hal yang dapat menyebabkan kehancuran. Akibat yang ditimbulkan tidak hanya mempengaruhi pasangan yang bercerai, tetapi juga berdampak pada anak. Sedangkan Argyle Henderson 1995 mengartikan perceraian sebagai terputusnya perjanjian perkawinan yang resmi oleh kedua pasangan. Dari berbagai definisi di atas disimpulkan bahwa perceraian adalah berakhirnya ikatan perkawinan formal karena pasangan sudah tidak mampu lagi menjalani kehidupan perkawinan dengan sebagaimana mestinya.

2. Pandangan Tentang Perceraian Menurut Clarke-Stewart 2007, dalam menjelaskan dan memahami

kompleksitas proses perceraian, ahli-ahli psikologi mencoba menjelaskannya dengan Social Exchange Theory dan Process Models Theory. 1. Social Exchange Theory Teori ini berfokus pada kejadian-kejadian yang mendahului sebuah perceraian, dimana individu mulai melihat hal-hal yang menguntungkan maupun merugikan dalam perkawinannya. Sebuah perkawinan dikatakan baik jika individu tersebut merasa puas dan merasa mendapatkan keuntungan. Teori ini menyatakan bahwa individu akan berusaha memaksimalkan Universitas Sumatera Utara keuntungan yang akan diperolehnya dan meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi. Keputusan untuk bercerai terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara keuntungan dan kerugian dalam pernikahan dan adanya keuntungan yang lebih menarik jika individu tersebut keluar dari lingkaran pernikahannya. 2. Process Model Theory Beberapa teori yakin bahwa perceraian bukan semata-mata sebuah kejadian, akan tetapi lebih kepada proses psikologis dan sosial yang kompleks. Bohannon’s Six Station of Divorce Paul Bohannon menyatakan bahwa seseorang harus melalui 6 tahapan yang paralel untuk melengkapi sebuah proses perceraian. Tahapan tersebut adalah: 1. Emotional Divorce Pada tahapan pertama ini, kedekatan emosional pasangan menurun. Ikatan emosional dan komunikasi justru digantikan dengan rasa terasing satu sama lainnya dan penarikan diri. 2. Legal Divorce Tahapan ini melibatkan adanya langkah-langkah hukum untuk memulai sebuah perceraian. Beberapa masalah akan diselesaikan secara hukum, misalnya pembagian harta dan hak asuh anak. Universitas Sumatera Utara 3. Economic Divorce Tahap ini diwarnai dengan proses pembagian harta yang dulunya menjadi harta bersama dan harus dibagi dua kepada masing-masing pasangan. 4. Coparental Divorce Tahapan ini merupakan pembahasan mengenai proses hak asuh anak. Beberapa masalah yang dibahas adalah mengenai tipe pengasuhan yang akan dilakukan, bagaimana anak tetap dapat bertemu kedua orangtuanya walaupunmereka sudah bercerai. 5. Community Divorce Perceraian akan berpengaruh pada status dan hubungan sosial yang selama ini sudah ada. Stres akibat perceraian bisa terjadi akibat adanya penilaian dan tuntutan dari lingkungan berkaitan dengan status baru mereka, yaitu janda atau duda. 6. Psychic Divorce Proses ini ditandai dengan adanya usaha meraih kembali otonomi diri yang selama ini dipengaruhi keberadaan pasangan. Wiseman’s View od Divorce as A Crisis and Mourning Process Reva Wiseman berfokus pada dimensi emosi dan psikologis perceraian. Teorinya ini didasarkan pada deskripsi proses berkabung yang dikemukakan Elizabeth Kubler-Ross. Wiseman mengajukan lima tahapan perceraian yaitu: 1. Denial Universitas Sumatera Utara Tahapan ini terjadi ketika masalah-masalah dalam sebuah perkawinan diabaikan dan seolah-olah dianggap tidak ada. Beberapa masalah yang muncul dianggap disebabkan oleh faktor eksternal dan bukan internal. 2. Loss and Depression Tahap ini muncul ketika kenyataan bahwa sebuah perkawinan sedang berada dalam masalah akhirnya tidak dapat diabaikan lagi. Reaksi-reaksi yang akan muncul adalah kecemasan dan duka cita akibat perasaan kehilangan dan kesepian. 3. Anger and Ambivalency Pada tahapan ini, interaksi pada pasangan tersebut berubah-ubah. Pada satu waktu bisa terjadi kekerasan, pemberian hukuman dan pembalasan dendam. Dalam situasi demikian muncul rasa takut menghadapi masa depan sendirian dan masih ada kemungkinan untuk mempertahankan perkawinan. 4. Reorientation of Lifestyle and Identity Tahap ini ditandai dengan pemahaman bahwa perceraian yang terjadi adalah sebuah kenyataan dan individu tersebut sekarang bukan lagi berstatus suamiistri. Pada tahapan ini individu dituntut membuat pilihan mengenai hidupnya ke depan, dengan siapa dia akan bergaul, bentuk hubungan seperti apa yang diinginkannya, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 5. Acceptance and Integration Pada tahapan ini individu tersebut diharapkan sudah dapat menerima keadaannya yang bercerai. Mampu membuat langkah-langkah ke depan yang lebih baik dan mengatasi permasalahan akibat perceraian tersebut.

3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perceraian