Hasil dan Analisis Hasil Wawancara Latar Belakang Partisipan

2.2. Hasil dan Analisis Hasil Wawancara Latar Belakang Partisipan

Retno adalah anak kedua dari lima bersaudara. Pada masa kecilnya keluarga mereka termasuk keluarga yang tingkat sosial ekonominya tergolong menengah ke atas di lingkungan tempat tinggalnya, karena bapaknya sempat menjabat sebagai Kepala Lingkungan. Akan tetapi kondisi itu berubah ketika abangnya mulai terserang penyakit yang tidak jelas dan tidak ditemukan obatnya. Biaya pengobatan abangnya yang cukup besar membuat keluarga Retno harus hidup dengan sederhana. Apalagi kemudian karena pergantian posisi Lurah, bapaknya tidak lagi diangkat menjadi Kepala Lingkungan. “...Dulu itu kan waktu kami masih kecil-kecil itu dulu bisa dibilang ya Ver, itu kondisi kami lumayanlah, kalo dibandingkan yang lain, lain sama sekarang ya kan. Dulu kan itu bapakku masih punya ini apa ya ada posisinya ada lah di kampung ini. Kepala Lingkungan sini.” R2.W2. b.33-39 “Cuma itu kan kata orang, roda itu ya kan berputar. Biaya untuk si Mul itu bukan gak banyak itu Ver, trus pas itu, sial pulak, bapakku gak diangkat lagi, miskin lah kami.” R2.W2 b.47-51 Walaupun keadaan ekonomi keluarganya sederhana, Retno akhirnya dapat menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat SMU. Ia tidak melanjutkan pendidikannya selain karena keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan, juga dikarenakan kesadarannya bahwa ia memang tidak begitu suka sekolah. Bagi Retno, sekolah adalah alat agar dia dapat keluar dari rumahnya dan bebas dari Universitas Sumatera Utara rutinitas pekerjaan rumah tangga yang dibebankan kepadanya selaku anak perempuan paling tua dalam keluarga. ”Ya kalo nggak alasan sekolah mana dikasih aku keluar. Apa lagi kan aku kan anak perempuan paling besar, paling tua, apa-apa semua aku yang ngerjakan , nyuci ya masak apa-apa bereskan rumah ya aku...” R2.W2. b.113-117 ”...Cuma ya itu tadi, kutahankanlah aku sampe SMA, supaya ada lah caranya ku keluar rumah.” R2.W2. b.109-111 ”...Itu makanya ku bilang, cape aku di rumah, jadi kalo di sekolah ada alasanku maen-maen. Ya wajar-wajar ajalah ya kan, wong orang masih gadis masak dipingit-pingit di rumah...” R2.W2. b.126-130 Ia sama sekali tidak berminat dengan pendidikan. Akan tetapi ia senang berada di luar rumah dan berkumpul serta bermain bersama teman-temannya. ”...Aku itu ke sekolah cuma supaya bisa jumpa sama kawanlah. Tapi kalo udah yang namanya belajar, ih...nggak suka aku...” R2.W2. b.99-102 Masa remaja Retno diwarnai kebahagiaan seperti remaja umumnya. Masa- masa berkumpul bersama teman dan bersenang-senang terkadang membuatnya melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan. ”...Di situlah masa awak hepi-hepinya, nokoh-nokohin orang tua, cabut, dikejar-kejar guru, banyaklah Ver, hepi-hepilah...” R2.W2. b.157-160 Universitas Sumatera Utara Keinginan untuk berkumpul bersama teman-temannya dan bersenang-senang layaknya remaja yang lain membuat Retno mengambil keputusan untuk bekerja demi mendapatkan uang walaupun ia masih remaja yang bersekolah. ”...Karna kan aku juga ada kerjaan, aku kan kalo ko tahu Ver, dulu itu aku, masih sekolah udah cari duit sendiri aku. Dari situlah bisa nanti kan ngumpul-ngumpul sama kawan-kawan kan, ngegosiplah...” R2.W2. b.141-145 ”... untungnya aku masih ada kerja, walaupun cuma apa cuma nyuci- nyuci itulah nyuci kain orang, ya kalo masih sekolah gitu cuma bisa kerja kayak gitulah ya kan. Dapat lima-lima ribu perak...” R2.W2. b.185-189 ”...Dapat duit nanti aku, ya kusimpan, kalo nggak mana bisa jalan-jalan aku. Menderitalah. Kalo mo minta mana bisa diharap, mau minta sama siapa? Ya cari sendirilah.” R2.W2. b.191-195 Retno dikenal sebagai remaja yang pandai bergaul. Sifatnya yang supel dan suka berkumpul bersama teman-temannya membuat Retno tidak sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Ia termasuk remaja yang disukai oleh teman-teman sebayanya. ”...akupun gak tahu, kenapa ya. Mungkin ini kali ya, apa karna aku bocor kali ya hahaha, suka orang itu, kan mungkin aku bisa buat lucu gitu kan, yah namanya bekawan ya pintar-pintarlah kita bergaul.” R2.W2. b.166-3171 Universitas Sumatera Utara Latar Belakang Perkawinan Sifat Retno yang periang membuat beberapa remaja pria saat dia SMA tertarik padanya. Salah satunya adalah A Beng, remaja keturunan etnis Tionghoa yang satu sekolah dengannya. Awal ketertarikan Retno terhadap A Beng adalah karena fisiknya yang menarik. Selain itu Retno merasa bahwa A Beng mampu memberikan perhatian kepadanya yang pada saat itu dilakukan A Beng dengan cara menawarkan sesuatu yang sifatnya material. “Ya dulu itu aku kalo dibilang ya dia itu ya ganteng ya kan. Putih. Ya orang Cina kan putih-putih kan. Pas di bilang suka, ya aku pun suka…” R2.W1. b.83-86 ”Gak pelit dia. Dulu itu kalo pas masa-masa pacaran, kalo dia ada duit, suka ngajak jalan-jalan, ngajak makan gitu kan, kadang mau juga ngasih hadiahlah. Gak pelitlah dia. Itu awalnya yang buat aku naksir dia kan.” R2.W2. b.244248 Perbedaan etnis dan agama yang membuat orangtua Retno tidak setuju terhadap hubungan mereka ternyata tidak membuat langkah Retno surut untuk tetap mempertahankan hubungannya dengan A Beng. Retno merasa perilaku A Beng yang sopan dan suka memberikan barang-barang yang disukainya merupakan bentuk perhatian yang diharapkan Retno. Apalagi A Beng berjanji bahwa ia serius berhubungan dengan Retno dan bersedia menjadi muallaf. ”...Baeklah dia. Kalo pacaran pun kan ibaratnya jaranglah aku keluar duit. Beda kan sama cowok sekarang, biasanya cowoknya minta dibayarin. Kalo si A Beng, kalo pacaran pun kan dialah yang keluar duit.” Universitas Sumatera Utara R2.W2. b.237-242 ”...Awalnya nggak setuju juga kan dia kan beda ya dia agamanya agama Buddha gitu, tapi kan karna waktu itu kan aku pun udah sayang gitu ibaratnya sama dia, diapun ngakunya sayang ngaku cinta juga kan, mau dia jadi muallaf katanya kalo kami serius kan...” R2.W2. b.221-227 Rasa cintanya pada A Beng keseriusan yang diperlihatkan A Beng dalam menjalin hubungan dengannya membuat Retno tidak menolak ketika A Beng memintanya melakukan hubungan suami istri. Bahkan menurut Retno kejadian itu bukan salah A Beng saja tapi memang kontribusi kesalahan Retno juga. ” Ya harus nekat toh. Udah sempat ‘tek dung’. Kalo nggak nekat ya udah nggak bener itu...” R2.W1. b.99-100 ”...Cuma ya udah terlanjur, ya wong waktu ngelakuinnya nggak salah dia aja, ya wong kita sendiri yang bodoh, ya salah dua-dua...” R2.W1. b.116-118 Kondisi Retno yang hamil membuatnya memaksa A Beng menikahinya. A Beng awalnya menolak, akan tetapi Retno yang ketakutan ketahuan oleh orangtuanya tidak perawan lagi tetap memaksa. Akhirnya merekapun menikah. Ku paksa dia kawin, nangis juga abis itu, tapi ku paksa juga. Dia yang enak masak aku yang nanggung sendiri, ya nggak adil kan. Aku pun takut sama bapakku. Kalo ketahuan anaknya udah nggak perawan lagi, bisa dibunuh aku. R2.W1. b.119-125 Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya pernikahan mereka tidak direstui keluarga A Beng. Kondisi ini lah yang justru membuat Retno semakin cinta pada A Beng, karena menurutnya A Beng lebih memilih dirinya daripada keluarganya sendiri. ”...Waktu dia bilang pun dia nekat kawin lari, walaupun nggak di kasih keluarganya, itu rasanya, ya perempuan manalah yang kalo lebih dipilih, sampe rela ninggalin keluarganya, kan merasa tersanjung ya kan... ” R2.W1. b.238-243 ”...Berarti laki-laki ini memang cinta sama ku pikirku...” R2.W2. b.246-247 Selanjutnya mereka menikah di kediaman Retno dan tanpa dihadiri keluarga A Beng. Masa Perkawinan Pada awal-awal masa perkawinan mereka, Retno masih merasakan kebahagiaan kehidupan suami istri. Apalagi A Beng tetap memberikan perhatian kepadanya. ”....Pas pacaran pun dia itu si A Beng itu baeeeek kali samaku. Nggak pernah marah. Ya pas awal-awal kawin itu pun kek gitu juga. Baek dia samaku...” R1.W1. b.235-238 Ternyata perilaku A Beng berubah ketika mereka pindah rumah dari rumah orangtua Retno ke sebuah rumah kontrakan yang letaknya cukup jauh dari rumah orangtua Retno. A Beng mulai sering marah-marah tanpa sebab kepadanya. Universitas Sumatera Utara Awalnya Retno heran meliaht perubahan perilaku suaminya, menurutnya A Beng berani melakukan itu karena saat itu mereka sudah tidak lagi tinggal bersama orangtua Retno. Sejak itulah sejak kami pindah ke X. Di sini nggak pernah dia marah. Mungkin karna ada bapak mamakku kan, nggak berani dia. Nah, pas di sanalah mungkin dipikirnya nggak ada lagi bapak mamak si Retno, bebaslah aku mo ngapain aja. Udahlah, kalo marah nggak tanggung- tanggung, macam kerbo aja awak ini, dipukul-pukul . R2.W1. b.282-290 Retno pun mengabaikan tanda-tanda awal adanya kekerasan tersebut dan menganggap bahwa saat itu A Beng hanya sedang stres saja. ”Ya kalo dulu aku diam aja, ku pikir lagi stres dia mungkin, jadi aku diam aja. Biarlah dia marah-marah, biar tenang habis itu. Dulu pun dia marah belum sampe mukul...” R1.W1. b.298-302 Ketika anak pertama mereka lahir lahir, perilaku A Beng muali berubah lebih baik. Apalagi pada saat itu keberadaan mereka mulai diterima keluarga A Beng. ”...Waktu pertama kali Iqbal lahir masih hepi-hepinya. Pas itu kan kami bawa si Iqbal tempat bapaknya, disitulah senang kali dia, karna udah mau bapaknya nerima dia kan...” R2.W1. b. 355-359 Perubahan perilaku A Beng tersebut ternyata cuma sesaat. Ia kembali memperlihatkan perilaku yang pemarah dan merusak barang-barang di rumah. Hal ini tentu saja membuat Retno heran. Dari informasi yang diperolehnya Retno mengetahui bahwa A Beng marah karena ia tidak mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya. Universitas Sumatera Utara ”...Cuma, pas seminggu sebelum dia ada kami bertengkar itu, katanya dia mau nyoba minta kerja lagi sama bapaknya. Tapi kayaknya nggak dikasih bapaknya, karna udah di kasih sama orang pas si A Beng nggak ada...” R2.W1. b. 389-394 A Beng sering marah dengan berbagai alasan yang menurut Retno sebenarnya tidak masuk akal. Selain itu A Beng menuntut agar istrinya tunduk dan patuh kepadanya. Retno berusaha memenuhi hal tersebut agar A Beng tidak marah- marah lagi sehingga tidak membuat mereka malu terhadap lingkungannya dan menjaga agar rumah tangganya tetap bertahan. ” Dia triak-triak, nanti padahal gara-gara lama ku bukakan pintu. Ya dianya pulangnya udah tengah malam, orang udah tidur, ya kan agak lama bangunnya. Ku buka pintu, masuk dia, dibantingnya pintu, kaget aku kan. Mulutnya itu, napasnya itu bau minuman, ih...ngomel-ngomel dia, lama kali ko bukakan pintu, ngapain aja ko di dalam. Ya kubilanglah kalo aku lagi tidur. Marah dia, dibilangnyalah kek gini, mamakku dulu, kalo bapakku pulang, nggak boleh tidur dia. Jadi bini itu, mesti nungguin suaminya, jangan tidur duluan, katanya. ” R2.W1. b.314-322 ”...Cuma, pas seminggu sebelum dia ada kami bertengkar itu, katanya dia mau nyoba minta kerja lagi sama bapaknya. Tapi kayaknya nggak dikasih bapaknya, karna udah di kasih sama orang pas si A Beng nggak ada...” R1.W1. b.389-395 Selama ini memang perekonomian keluarga mereka ditanggung bersama oleh Retno dan A Beng. Hanya saja sejak menikah A Beng belum mendapatkan pekerjaan yang menetap. Ia hanya bekerja menjadi tukang bangunan bersama Bapak Retno. Universitas Sumatera Utara ”... Cuma itulah, kawin kami udah nggak kerja di situ. Kan takut juga dia jumpa sama bapaknya. Dari situlah dia ikut bapakku, kerja mocok- mocok kan, kerja kerja bangunan....” R2.W2. b.372-376 Retno sebenarnya merasa bingung dengan perilaku suaminya. Sesaat A Beng marah-marah dan sesaat kemudian ia akan meminta maaf dan memberikan perhatian kepada Retno dan anak mereka. ”Ya itulah yang bikin aku bingung juga Ver. Bentar-bentar dia marah, nanti pigi dia, pulangnya udah gak marah lagi, baek-baek dia samaku kan, sama kami. Udah senang awak, ntah gara-gara apa, marah lagi, kena juga awak. Jadi kayak bingung lah aku...” R2.W1. b.433-38 Selain melakukan tindakan kekerasan verbal dan fisik, A Beng juga sering berada di luar rumah selama berhari-hari tanpa diketahui keberadaannya. Trus pigi dia, ada apa ya, mo ke tempat kawannya jugalah. Itu dia ada nggak balek tiga atau empat hari. R2.W1. b.410-412 Retno masih berusaha menerima keadaan ini demi mempertahankan rumah tangganya, apalagi mengingat dirinya sudah memiliki anak. Akan tetapi situasinya semakin memburuk ketika A Beng mulai memperlihatkan kekerasan seksual. A Beng sering memaksa Retno melakukan hubungan seksual walaupun Retno sedang dalam kondisi yang tidak siap melakukannya. A Beng tidak peduli dan tetap memaksakan keinginannya. Terkadang Retno terpaksa memenuhinya agar mereka tidak bertengkar. Ia juga terpaksa melakukan beberapa tipuan agar A Universitas Sumatera Utara Beng tidak dapat melaksanakan keinginan seksual tersebut. Namun tetap saja ia tidak bisa melakukannya setiap saat dan tetap harus menerima paksaan A Beng. ”....Pigilah aku ke kede. Ku beli pembalut kan ku pake lah, padahal aku lagi nggak dapet. Sengaja lagi ku taro obat merah. Pas bangun dia kan, dimintanya, kubilanglah aku lagi mens...” R1.W2. b.470-474 ”... Cuma berapa kali lah, karna kan nggak bisa sering-sering. Bisa curiga dia kan Ver...” R1.W2. b.500-501 Suatu kali ia tidak tahan lagi dan tidak memberikan respon saat A Beng melakukan hubungan seksual dengannya. Pada saat iniah A Beng pertama sekali melakukan kekerasan fisik kepadanya dengan cara menamparnya. ”...Nggak ada, palingan aku bilang aku lagi nggak enak badan. Cuma ya, maksa juga dia. Ya udahlah diam aja, nrimo, marah juga dia, kayak gituan sama mayat katanya...” R1.W2. b.503-506 ”... Kan udah kubilang aku lagi nggak enak badan Bang? Udah resiko abanglah kubilang. Marah lah dia, disitulah dia pertamanya mulai mukul. Ditaboknya aku. Pigi dia kan, nangislah aku...” R1.W2. b.508-512 Seringkali Retno terpaksa melayani paksaan suaminya untuk melakukan hubungan seksual karena takut A Beng akan memukulnya. Penderitaan Retno bertambah ketika A Beng mulai melakukan hubungan seksual dengan cara yang tidak lazim. A Beng beberapa kali memaksa Retno untuk melakukan hubungan Universitas Sumatera Utara seks melalui anal. Perbuatan A Beng membuat Retno merasa jijik, sehingga ia kabur ke rumah teman dekatnya. ” Soalnya jijiklah Ver. Si A Beng itu, kalo gituan, pake cara nggak normal” R2.W2. b.481-482 ”....Ko bayangin aja. Barang nya itu masuk ke pantat awak kan. Lebih besar ukurannya dari taik awak. Ya sakitlah. Aku pun sampe berak- berak darah. Bayangin aja, lobang pantat awak segini menunjukkan jari kelingking, punya dia segini menunjukkan ibu jari, kan nggak sama ukuran lobang sama yang masuk kan. Kan sakit kan?” R2.W2. b.496-503 Selain sakit fisik yang dirasakannya, Retno juga merasa perasaannya terluka. Akan tetapi ia tetap berpikir suatu saat A Beng kemungkinan akan berubah, karena dulu ia mengenal sosok A Beng sebagai sosok yang mencintai dan memperhatikannya. ”... masih sayang aku mak sama dia. Lagian kasihan anakku, nggak ada nanti bapakknya. Si A Beng pun udah mau berubah..” R2.W1. b.601-604 Pengambilan Keputusan Bercerai Niat Retno untuk dapat mempertahankan rumah tangganya semakin sulit terlaksana. A Beng tidak memperlihatkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Bahkan pada saat kehamilan Retno yang kedua, ia tetap melakukan kekerasan fisik pada Retno walaupun ia tahu istrinya sedang hamil. Universitas Sumatera Utara ”Aku pun nggak bisa ngapa-ngapain. Dikurungnya aku di kamar. Diseretnya...bayanginlah ya Ver, lagi hamil...lagi hamil” R2.W1. b.561-562 Pada saat itu kebetulan orangtua Retno sedang berkunjung ke rumahnya sehingga semua fakta kekerasan A Beng terungkap saat itu juga. Selama ini Retno memang berusaha menyembunyikan fakta bahwa ia adalah korban kekerasan suaminya karena ia merasa malu. ”Nggak. Malu lah aku. Masak kubilang sama orang, aku dipukul gara- gara nggak mau layani dia. Malu lah.” R2.W1. b.517-519 Retno langsung dibawa pulang ke rumah orangtuanya. Sehari sesudahnya A Beng langsung datang meminta maaf. Awalnya ia bersikeras mempertahankan rasa marahnya, akan tetapi melihat kegigihan A Beng meminta maaf serta rasa cinta yang masih ada buat suaminya membuat Retno luluh. Waktu seminggu yang diberikannya kepada A Beng untuk menenangkan diri ternyata dipergunakan A Beng untuk memberikan perhatian, mengunjunginya di rumah orangtuanya, yang semakin membuat Retno yakin bahwa ia dapat memaafkan A Beng. Janji A Beng untuk berubah hanya bertahan selama seminggu. Ia kembali marah-marah dan melakukan kekerasan fisik. Kali ini Retno langsung lari ke rumah temannya. Pada saat inipun A Beng kembali menjemputnya dan meminta maaf. Karena malu bertengkar di depan temannya, maka Retno bersedia pulang ke rumah. Selama beberapa jam A Beng memperlihatkan perilaku yang memang Universitas Sumatera Utara bersalah. Akan tetapi malamnya ia kembali memaksa Retno melakukan hubungan seksual. Kali ini Retno melawan dan A Beng semakin memaksa. ”...Tapi itulah Ver, pas itu ya kau merasa aku itu udah diperkosa. Ya kalo kita nggak mau kan namanya diperkosa kan...” R2.W1. b.657-659 Kejadian inilah yang menjadi puncak kesabaran Retno. Ia tidak tahan lagi dan kemudian membawa anaknya lari ke rumah orangtuanya. Retno mulai menyadari bahwa masalahnya adalah masalah besar dan A Beng kemungkinan tidak akan pernah merubah perilakunya. Pada tahap ini lah Retno mulai memasuki tahap pertama pengambilan keputusan yang dikemukakan Janis Mann 1977. Di rumah orangtuanya ia mendapat masukan dari adiknya untuk mempertimbangkan bercerai dari A Beng. ”Trus si Ayu yang bilang, udah, mbak cerekan aja si A Beng. Dari pada disiksa kan lebih mending cere katanya.” R2.W1. b.682-684 Awalnya Retno masih bimbang, apalagi mengingat status anaknya yang tidak mempunyai bapak serta rasa malu menyandang status janda. Akan tetapi salah seorang temannya memperkuatnya sehingga Retno mantap mengambil keputusan menceraikan A Beng. Setelah melalui tahapan pencarian alternatif dan mempertimbangkan berbagai alternatif yang merupakan tahap ke-2 dan ke -3 pengambilan keputusan Janis Mann 1977, Retno pun memasuki tahap ke empat dari tahapan pengambilan keputusan Janis Mann 1977 yaitu komitmen. Waktu yang dibutuhkan Retno tidak terlalu lama dalam melewati tahap ini. Universitas Sumatera Utara ”... Si Rum yang ngasih saran. Bidannya itu pun sama bilang kek gitu juga. Udah gak sehat itu suamimu. Ko cerekan ajalah, kata orang itu kan...” R2.W2. b.692-695 Proses perceraian secara hukum tidak dapat dilangsungkan karena setelah diperiksa ternyata Retno sedang hamil 3 bulan. Akan tetapi karena sudah bertekad untuk bercerai dan atas seizin orangtuanya, Retno memilih tidak tinggal bersama A Beng lagi dan tinggal di rumah orangtuanya. Awalnya yang menyampaikan keputusan bercerai kepada A Beng adalah keluarganya karena Retno masih merasa takut bertemu A Beng. Ketika A Beng datang dan meminta maaf, Retno menolak dan menyampaikan bahwa ia memang ingin bercerai karena sudah tidak tahan dengan perlakukan A Beng. ”... . Itulah dia minta rujuk. Cuma nggak mau aku. Ntah udah berapa kali aku kasih dia kesempatan, tapi nggak berubah berubah juga. Kubilang, begitu anak ku lahir aku langsung minta cere....” R2.W1. b.710-715 Tahap terakhir pengambilan keputusan Janis Mann 1977 yaitu menghadapi umpan balik negatif yang dilewati Retno tidak terlalu mengalami hambatan. Selama menunggu proses perceraian di pengadilan, A Beng tidak pernah memperlihatkan sosoknya di depan Retno. Hal ini dikarenakan sebelumnya Retno telah memberikan ancaman akan melaporkan A Beng ke Polisi kalau ia tidak mau bercerai. Setelah bercerai, Retno memang mendapat beberapa penilaian negatif dari beberapa tetangganya, akan tetapi ia tidak terlalu memikirkan hal tersebut apalagi ia mendapat dukungan penuh dari keluarganya. Universitas Sumatera Utara Selain dukungan dari keluarga, Retno juga mendapat dukungan dari teman- temannya, bahkan salah seorang temannya menawarinya bekerja di salon. Harapan Retno setelah ia bercerai adalah ia dapat membesarkan kedua anaknya walaupun tanpa didukung oleh seorang suami. Akan tetapi ia tidak memungkiri bahwa ia masih berharap dapat menemukan pendamping hidup pengganti A Beng. Namun kali ini ia berharap mendapatkan pendamping hidup yang berbeda dari suami pertamanya dan kaya sehingga kelak Retno tidak lagi mengalami masalah ekonomi. Harapan...apa ya. ketawa. Kawin lagilah. Cuma gak mau aku dapat suami kayak si A Beng, lagi. Ih...ogahlah. kalo bisa Ver. Dapat suami kayalah. Biar gak cape-cape lagi aku kerja. Ya kan. R2.W2. b.789-784 Universitas Sumatera Utara Conflict-theory model Pengambilan Keputusan Retno START - Tidak tahan terhadap tindak kekerasan suami - Hilangnya harapan bahwa suami akan berubah Waspada Antecedent Conditions Mediating Process Consequences AKHIR Membuat perencanaan untuk menjalankan keputusan bercerai Mungkin atau Ya Mungkin atau Ya Mungkin atau Ya Mungkin atau Ya Bagan IV. 3 Q1 Apakah resikonya besar jika saya tetap bersama suami Perceraian dapat dilakukan setelah anak lahir - Dukungan dari keluarga - Dukungan teman yang mengatakan bahwa ia masih bisa mandiri walaupun tanpa suami - Khawatir status anak yang tidak memiliki bapak - Malu dengan status janda Q4 Apakah cukup waktu untuk mencapai dengan tenang dan tidak tergesa-gesa Q3 Apakah ada kemungkinan harapan untuk menemukan solusi yang baik dan memuaskan Q2 Apakah resikonya besar jika saya bercerai - Jika saya tetap bersama suami, saya akan mengalami kekerasan fisik dan seksual - Informasi dari bidan bhawa perilaku seksual suami tidak sehat Universitas Sumatera Utara STAGE 3 Weighing of alternatives START Challenging negative feedback or opportunity STAGE 2 Surveying alternatives STAGE 4 Deliberating about commitment Is this alternative an acceptable means Have I sufficiently surveyed the alternative Search for another alternative Shall I adopt the best alternative and allow others to know Wich alternative is best? Could the best alternatives meet the essential i t End Adhering despite negative feedback STAGE 1 Appraising The Challenge Are the risk serious if I don`t change? Tahapan Pengambilan Keputusan Janis Mann 1977 pada Retno Universitas Sumatera Utara Pertimbangan-pertimbangan dan penghayatan Retno di tiap tahapan adalah sebagai berikut: - Tidak sanggup lagi menahan tindak kekerasan dari suami - Hilangnya harapan bahwa suami akan berubah Tahap 1: Penilaian Masalah Tahap 4: Membuat Komitmen Tahap 1: Menghadapi Umpan Balik Negatif Tahap 3: Mempertimbangkan Alternatif Tahap 2: Pencarian Alternatif - Bercerai dan keluar dari tindak kekerasan suami - Tidak bercerai dan bertahan dengan harapan situasi akan membaik - Bercerai +: -bebas dari tindak kekerasan suami - Bercerai -: status anak yang tidak punya bapak, malu dengan status janda - Memutuskan bercerai Penilaian negatif tetangga Bagan IV.4 Universitas Sumatera Utara 3. Partisipan III 3.1. Hasil Observasi