Islam dan Pendidikan Wanita

4. Pendidikan anak-anak menurut teori Al Ghazali Al Ghazali sependapat dengan Ibnu Sina bahwa pemeliharaan kesehatan baik dari perawatan, dan anak-anak haruslah dibiasakan sejak kecilnya kepada adat kebiasaan yang terpuji sehingga menjadi kebiasaan pula bila ia sudah besar. Al Ghazali menulis dalam bukunya Ihya Ulumuddin jilid II halaman 63 antara lain sebagai berikut : Ketahuilah bahwa melatih pemuda-pemuda adalah suatu hal yang terpenting dan perlu sekali, anak-anak adalah amanah ditangan ibu bapaknya, hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya, maka apabila ia dibiasakan pada permata yang mahal harganya, maka apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik berbahagia dunia akhirat. Sebaliknya jika terbiasa dengan adat-adat buruk, tidak dipedulikan seperti halnya hewan, ia akan hancur dan binasa. Nabi SAW berkata : هناسجمي وا هنارصني وا هنادوهي هاوبا امناو ةرطفلا ىلع دلوي دولوم لك Semua anak-anak dilahirkan suci, tetapi ibu bapaknyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi. Suatu kewajiban memelihara amanah ini, hatinya yang suci, rohaninya yang bersih, dapat dimasuki yang baik dan yang buruk, maka apabila ia dibiasaka dengan yang baik dan diajar sejak waktu kecilnya, maka ia akan menjadi besar dengan sifat-sifat yang baik dan bila dewasa ia akan berbuat demikian pula, dengan arti berbahagialah ia dunia dan akhirat.

J. Islam dan Pendidikan Wanita

Dalam agama Islam, wanita diwajibkan menuntut ilmu pengetahuan seperti halnya kaum pria. Agama Islam telah menyamakan wanita dan pria dalam hal-hal yang bersifat kerohanian dan kewajiban keagamaan tanpa perbedaan dalam sifat ilmu dan pendidikan. Rasulullah SAW berkata : Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim pria dan wanita, tanpa perbedaan. Ilmu adalah sesuatu yang sangat dihargai di dalam Islam dan mempelajarinya adalah kewajiban atas setiap muslim pria dan wanita. Di dalam Islam, persamaan antara wanita dan pria itu mencakup juga bidang pahala dan siksaan, dan tidak ada perbedaan antara mereka kecuali kewajiban memberi nafkah, pemeliharaan dan perlindungan terhadap wanita. Allah SWT berfirman mengenai kedudukan wanita ini dalam surat Al Baqarah ayat 228 sebagai berikut : : ةرقبلا ةجرد نهيلع لاجرللو فورعملاب نهيلع ىذلا لثم نهلو 338 Dan para wanita mempunyai hak yang sama seimbang dengan kewajiban- kewajiban menurut cara yang baik, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkat lebih tinggi dari isteri-isterinya. 14 Dalam buku-buku sastra dan sejarah Islam, terdapat sejumlah besar wanita-wanita muslim yang terkenal, kita sebut antara lain : 1. Aliyah binti Al Mahdi : beliau adalah seorang penyair yang terkenal dengan irama syairnya, retorikanya yang luas, terminologinya yang sangat menarik 2. Aisyah bin Ahmad bin Qodim : beliau dibesarkan di Cordova, di saat hidupnya tidak terdapat wanita lain di Andalusia yang menyamai beliau dalam pengertian, ilmu, sastera, sajak, kehalusan bahasa dan kesucian. 3. Walladah binti Khalifah Al Mustakfi Billah : beliau adalah seorang penyair, sasterawati, kritikus, sastera dan syair, istana beliau menjadi tempat perhimpunan yang cukup luas menampung sasterawan-sasterawan, penyair-penyair, menteri-menteri, ualam, sarjan dan hakim-hakim. 1. Perbandingan antara wanita Islam dan wanita Kristen di Abad pertengahan Bila kita membolak-balik halaman sejarah di abad pertengahan, kita akan melihat betapa wanita-wanita Kristen di Eropa tenggelam di dalam lautan kejahilan dan kita melihat betapa bangsa Romawi kuno-selain orang-orang Sparta dan Plato yang memiliki suatu civilisasi dan kebudayaan tinggi, menganggap wanita adalah suatu harta benda yang boleh dipermainkan oleh lelaki untuk berfoya-foya, tanpa memberikan kepada wanita hak untuk belajar dan persamaan dengan kaum pria dalam bidang kemasyarakatan. Bahkan orang Jerman berkata : Almari pakaian adalah kantornya kaum wanita. Orang-orang Prancis berpendapat pula bahwa wanita haruslah hidup dalam empat dinding. Sedang sebaliknya, kita melihat bahwa wanita Islam di abad pertengahan itu sudah mencapai suatu tingkat yang tinggi dari segi ilmiah, kebangunan mental, ketinggian jiwa, dan turut berpartisipasi dalam kehidupan agama, sosial, politik dalam masyarakat Islam di zaman keemasannya, di saat mana mereka tidak mencapai tingkat pendidikan dan ilmu pengetahuan yang begitu tinggi yang cukup membuat iri.

K. Guru dan Murid dalam Islam