8. Penelitian yang pernah dilakukan Beberapa penelelitian yang telah dilakukan antara lain: kemampuan infusa
daun kumis kucing secara in-vitro untuk melarutkan kalsium batu ginjal pada konsentrasi 5; 7,5 dan 10 Cahyono, 1990. Uji toksisitas terhadap
Arthemisia salina dengan ekstrak kloroform daun kumis kucing menunjukkan gabungan fraksi 4-5 fraksi kloroform larut metanol merupakan fraksi yang paling
toksik terhadap Arthemisia salina. Senyawa yang terdapat dalam fraksi tersebut adalah senyawa fenol, flavonoid, dan terpenoid Utami, 2005. Isolasi dari
gabungan fraksi 7 dan 8 ekstrak kloroform larut metanol daun kumis kucing diperoleh 1 isolat yang aktif pada uji sitotoksisitas pada sel HeLa dan sel Raji.
Senyawa yang terdapat dalam fraksi tersebut adalah senyawa fenol, flavonoid, dan terpenoid Thoyibah, 2006. Penelitian Anindhita 2007 menunjukkan adanya
daya antiinflamasi infusa herba kumis kucing dengan konsentrasi 5, 10, 20 pada tikus putih jantan galur Wistar.
2. Ekstrak
Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral Anonim, 1985. Ekstrak adalah sediaan kering
kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah dibuat serbuk
Anonim, 1979.
Penyarian simplisia dengan cara maserasi perkolasi, atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol air dilakukan dengan cara
maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi Anonim, 1979.
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope kemudian dimaserasi. Maserasi,
kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut : 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajad halus yang cocok dimasukkan ke dalam
sebuah bejana, dituangi dengan 75 bagian cairan penyari , ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas,
dicuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Maserat dipindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung
cahaya, selama 2 hari, dienap tuangkan atau saring Anonim, 1979.
3. Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologi.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur perbaikan jaringan Mycek dkk, 2001.
Tubuh mendapat manfaat dari inflamasi ini yaitu dengan memperbarui jaringan, melakukan pembersihan dan perbaikan, sehingga menyebabkan peningkatan
aliran darah dan pembangunan jaringan baru Aslid and Schuld, 2001. Inflamasi biasanya terbagi dalam 3 fase yaitu: inflamasi akut, respon imun dan
inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan
hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid yang terlibat antara lain histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan leukotrien. Respon imun terjadi
bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon
terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat respon imun bagi tuan rumah mungkin menguntungkan, misalnya menyebabkan organisme penyerang
difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses cedera
yang mendasarinya. Inflamasi kronis menyebabkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut. Salah satu kondisi yang paling penting
yang melibatkan mediator ini adalah artritis rheumatoid, dimana inflamasi kronis menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang rawan yang bisa
menjurus pada ketidakmampuan untuk bergerak Katzung, 2002. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsang kimiawi, fisik,
atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang terdapat di situ menjadi asam arachidonat, kemudian untuk sebagian diubah
oleh enzim cyclo-oxygenase menjadi asam endoperoksida dan seterusnya menjadi zat zat prostaglandin. Bagian lain dari asam arachidonat diubah oleh enzym
lipooksigenase menjadi zat leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien bertanggungjawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan. Cyclo-oxygenase
terdiri dari 2 isoenzym yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat di kebanyakan jaringan, antara lain di pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna. Zat ini
berperan pada pemeliharaan perfusi ginjal, homeostase vaskuler, dan melindungi
lambung dengan jalan membentuk bikarbonat dan lendir serta menghambat produksi asam. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan, tetapi
dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang dan kadarnya dalam sel meningkat sampai 80 kali Tjay dan Raharja, 2002. Lima ciri khas inflamasi,
dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi yaitu.: a.
Eritema kemerahan, terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh
kinin, prostaglandin, dan histamin histamin mendilatasi arteriol. b.
Edema pembengkakan, merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam jarngan intestinal pada tempat cedera. Kinin mendilatasi
asteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler. c.
Panas, dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah. Mungkin juga karena pirogen substansi yang menimbulkan demam yang mengganggu
pusat pengaturan panas pada hipotalamus. d.
Nyeri, disebabkan oleh pembengkakan pada pelepasan mediator-mediator kimia.
e. Hilangnya fungsi, disebabkan oleh penumpukan cairan pada tempat cedera
jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas pada daerah
yang terkena Kee dan Hayes, 1996. 4.
Obat Antiinflamasi
Pengobatan antiinflamasi mempunyai 2 tujuan utama yaitu, meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluahn utama
yang terus menerus dari pasien dan kedua memperlambat atau membatasi perusakan jaringan Katzung, 2001.
Obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan, aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagi cara, yaitu
menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang dan menghambat pelepasan prostaglandin dari
sel-sel tempat kedudukannya. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi terbagi ke dalam golongan steroid yang terutama bekerja dengan
cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya, dan golongan non-steroid yang bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase
yang berperan pada biosintesis prostaglandin Anonim, 1993. Kerja obat antiinflamasi dapat diterangkan melalui skema gambar sebagai berikut
Fosfolipida membran sel fosfolipase
kortikosteroid Asam arachidonat
AINS
lipooksigenase
siklooksigenase
O
- 2
endoperoksida Asam hidroperoksida
Gambar 1. Gambar Perombakan Asam Arakidonat dengan Titik Kerja Obat
Tjay dan Raharja, 2002.
Leukotrien
radikal bebas
COX-1 COX-2
tromboksan LTB
LTC prostaglandin
prostasiklin
4
-peradangan
-Proteksi lambung -Vasodilatasi
-antiagregasi
-peradangan
4
-LTD
4
-LTE
4
Vasokonstriksi Bronchoconstriksi
agregasi -Vasokonstriksi
-Permeabilitas meningkat
Obat golongan kortikosteroid mempunyai kemampuan menghambat fosfolipase sehingga pembentukan prostaglandin maupun leukotrien dihalangi.
Cara kerja Obat antiinflamasi non steroid AINS dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dengan memblokir siklooksigenase dan menghambat
leukotrien dengan memblokir lipooksigenase. Obat antiinflamasi non steroid AINS merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda
aktifitas antipiretik, analgetik, dan antiinflamasinya Mycek dkk., 2001. Walaupun demikian obat-obat ini memiliki banyak persamaan dalam efek terapi
maupun efek samping Wilmana, 1995. Obat antiinflamasi ini efektif untuk peradangan akibat trauma pukulan, benturan, kecelakan juga setelah
pembedahan atau memar yang diakibatkan olahraga Tjay dan Raharja, 2002. Ada tujuh kelompok AINS yaitu derivat salisilat, derivat asam para klorobenzoat
atau indol, derivat pirazolon, derivat asam propionat, derivat fenamat, derifat oksikam, derivat asam fenilasetat Kee dan Hayes, 1996.
6. Diklofenak