Q.S. Al-An’ām6: 53

Allah. ”, demikian jawaban mereka terhadap pertanyaan yang kami ajukan, yaitu ketika kami menguji dan mencoba mereka. 60 Fitnah dalam ayat ini bermakna alasan atau berdalih, yaitu dengan mengajukan jawaban dusta. Mereka mencoba berdalih ketika ditanyakan perihal kesyirikan mereka sewaktu di dunia. Seperti yang dijelaskan dalam tafsir Jal ālain, bahwa maksud dari kata “fitnatuhum” adalah “ma‘ziratuhum” alasan mereka. 61 Demikian juga diutarakan oleh Ad-Damagh āni, fitnah dengan makna alasan terdapat pada firman Allah dalam surat Al-An ’ām, [ ﻢﮭﺘﻨﺘﻓ ﻦﻜﺗ ﻢﻟ ﻢﺛ ] yakni [ ﻢﮭﺗرﺬﻌﻣ ], alasan mereka. 62 Orang-orang musyrik itu mencoba berdalih di hadapan Allah saat diminta pertanggung jawaban mengenai Tuhan-tuhan yang mereka sembah. Sebuah usaha membela diri dari mereka-mereka yang mensekutukan Allah tatkala dimintai pertangung jawaban akan kekufuran dengan berbagai macam alasan yang penuh dengan kedustaan. Fenomena ini kerap terjadi kepada seseorang ketika diuji dengan pertanyaan-pertanyaan terhadap kesalahan atau kejahatannya, ia akan mengemukakan berbagai alasan demi menyelamatkan diri dan nama baik.

b. Q.S. Al-An’ām6: 53

َﻚِﻟَﺬَﻛَو ﺎﱠﻨَـﺘَـﻓ ْﻢُﻬَﻀْﻌَـﺑ ٍﺾْﻌَـﺒِﺑ اﻮُﻟﻮُﻘَـﻴِﻟ ِء َ ﻻُﺆَﻫَأ ﱠﻦَﻣ ُﻪﱠﻠﻟا ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ْﻦِﻣ ﺎَﻨِﻨْﻴَـﺑ َﺲْﻴَﻟَأ ُﻪﱠﻠﻟا َﻢَﻠْﻋَﺄِﺑ َﻦﻳِﺮِﻛﺎﱠﺸﻟﺎِﺑ Artinya: Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka orang-orang kaya dengan sebahagian mereka orang-orang miskin, supaya orang-orang yang kaya itu berkata: Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka? Allah berfirman: Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur? 63 Q.S. Al-An ’ām6: 53 60 A ṭ-Ṭabarī, Tafsīr Aṭ-Ṭabarī, Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta’wīl Alqurān….., jild IX, h. 189. 61 Jal āluddin as-Suyūṭi, Jalāluddin al-Mahalli, Tafsīr Jalalāin, Beirut: Dār kutub al- ‘Ilmiyah, h. 176. 62 Muhammad ad-Damagh āni, Qāmūs al-Qur’ān, Beirut: Dār al-‘Ilmi lil Malāyīn, 1983, h. 349. 63 Departemen Agama RI, Al-Qur ’an…., h. 183. Fitnah dalam ayat ini dikembalikan pada makna asalnya, yaitu ujian. Ayat ini menggambarkan sikap orang-orang kaya dari kaum musyrikin yang memperlihatkan kesombongannya. Mereka beranggapan bahwa mereka jauh lebih mulia dengan kehidupannya yang serba berkecukupan dibanding umat Islam yang hidup dalam kesusahan dan kesengsaraan sekalipun mereka beriman kepada Allah dan mengikuti ajaran yang disampaikan oleh Muhammad saw. Tanpa mereka sadari bahwa sebenarnya mereka sedang diuji Allah melalui kemewahan yang mereka miliki. Al-Mar āgi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan fitnah di sini adalah ujian atau cobaan. Yaitu ketika fitnah diperlihatkan melalui tabiat manusia dan perilakunya, saat satu persatu saling diuji oleh Allah untuk memperlihatkan pribadi mereka yang sebenarnya, layaknya membakar sebongkah emas atau perak untuk mengetahui kadar keasliannya. 64 Agaknya ayat ini memiliki hubungan erat dengan firman Allah yang terdapat dalam surat Ṭāhā yang artinya: Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. Q.S. Ṭāhā20: 131 Dalam ayat ini Allah mengingatkan umat Islam umumnya, melalui Nabi Muhammad saw., untuk tidak tergiur ataupun tergoda dengan kemewahan duniawi yang dimiliki oleh mereka para pendurhaka yang mensekutukan Allah, karena semua itu hanyalah bagian dari cobaan Allah terhadap mereka. Hidup dalam kemewahan dengan harta berlimpah tidak ada nilainya di sisi Allah jika tiada iman dalam hati, lupa untuk bersyukur, yang akhirnya membuat seseorang semakin sombong dan kufur. Menjelaskan firman Allah: “Sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai mereka dengannya ”. Hamka menuturkan, lantaran itu janganlah engkau terpukau dengan kelebihan dan kekayaan mereka itu. Apalah artinya suatu perhiasan hanya semata-mata di dunia buat sementara. Allah memberikan perhiasan dunia kepada beberapa manusia yang dikehendaki-Nya, tidak lain 64 Ahmad Mus ṭafa al-Marāgi, Tafsīr al-Marāgi, Mesir: Maktabah al-Bāb al-Halābī, t.t, juz VII, h. 136. hanyalah untuk menguji keimanan mereka. Bukan sedikit orang yang lupa ke mana tujuan hidup yang sebenarnya karena terpesona oleh kehidupan dunia. 65 Rasa ini kerap kali mengelabuhi seseorang ketika melihat orang lain memiliki lebih dari apa yang dimilikinya, terutama dalam harta benda. Segala kelebihan dan kemewahan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang adalah ujian bagi dirinya, untuk membuktikan apakah ia mampu mensyukurinya, yaitu dengan memberikan hak Allah dan hak orang lain yang ada di dalamnya, atau dengan nikmat itu justeru malah membuat ia semakin jauh dari Allah.

c. Q.S. Al-A ’rāf7: 27