Sejarah Desa HASIL DAN PEMBAHASAN

18 Ingkang dulunya pernah diserang oleh musuh, sehingga sang raja menyingkir ke suatu tempat di suatu hutan yang lebat yang terletak di sebuah perbukitan yang ada di sebelah utara kerajaan tersebut. Dan sekarang daerah hutanperbukitan tersebut dikenal dengan Bukit Sari. Setelah kerajaan dapat direbut kembali, maka raja kembali untuk menjalankan kekuasaannya. Pada saat kerajaan Bali-Ingkang akan diserang oleh prajurit Sri Arya Gajah Para, maka raja mengirim suatu pasukan atau Kanca yang berjumlah dua ratus orang Kanca Satak yang mempunyai tugas menjaga keamanan yang ada disebelah utara kerajaan. Pasukan atau Kanca Satak ini membangun sebuah benteng yang berada di bagian timur laut kerajaan, yang sekarang bernama Desa Tembok. Dengan pusat komando yang berpusat di suatu hutan yang sangat lebat yang disebut Kayu Samah dengan menempatkan pasukan sebanyak seratus orang. Pada saat pimpinan memberikan komandoperintah kepada anggotanya, Pimpinan mengatakan Sami-Ranta Bahasa Bali Kuno yang berarti Semua Siap, maka lama kelamaan sebutan Sami-Ranta yang berasal dari perintah pimpinan tersebut, berubah menjadi Sambirenteng yang merupakan nama desa sekarang. Desa Sambirenteng terletak di kecamatan Tejakula, kabupaten Buleleng, provinsi Bali yang terdiri dari 4 dusun yaitu: Dusun Samireteng, Dusun Benben, Dusun Gretek, Dusun Sila Gading. Sebelum desa ini berada di tempatnya sekarang, desa Sambirenteng ini dulunya bernama desa Kayu TebaSamah saa yang berada di atas pegunungan daerah kintamani. Perpindahan penduduk dari daerah kintamani ke kaki gunung yang dulu nya hutan lebat hal tersebut dikarenakan pada daerah tersebut penduduknya sudah cukup padat untuk menempati wilayah tersebut dan ingin mencari sumber air terdekat daerah desa sambirenteng sekarang. Desa sambirenteng dikenal dengan rumah nya yang tidak menggunakan tembok pembatas atau penyengker, tanah tempat warga mendirikian rumah sekarang ini merupakan tanah hak milik desa sambirenteng yang luasnya kurang lebih sekitar 2 hektar, pembagian tanah pun menggunakan sistem pembagian acak, sehingga belum tentu warga yang tinggal pada natah yang sama ada hubungan keluarga atau bersaudara. Seiring perkembangan zaman, tidak semua rumah warga disini tidak menggunakan tembok penyengker, ada beberapa rumah yang sudah menggunakan tembok penyengker untuk menjaga privasi rumah mereka. 19 Gambar 4.15: Perbatasan rumah warga tanpa tembok penyengker. Gambar 4.16: Jalan utama pada desa Sambirenteng 5.3 Objek – Objek Bernilai Khusus dalam Wilayah Desa Pura yang terdapat pada Desa Sambirenteng 20 Gambar 4.17: Pura di Desa Sambirenteng Tidak seperti desa adat pada umumnya, desa adat Sambirenteng tidak memiliki Pura Kahyangan 3, namun pada desa ini memiliki Pura yang fungsinya sama dengan Kahyangan 3 yang disebut dengan Sanggah Desa, Selaindari pada itu, desa ini juga terdapat Pura Sanghyang, Pura Bale Agung, Pura Pengulapan, Pura Pegonjongan, dan Pura Pungud. 5. 4. Kuburan Setra Kuburan pada Desa Sambirenteng atau setra tempat warga yang sudah meninggal akan dibentuk seperti gundukanmenggunung, jika warga yang meninggal adalah laki-laki maka jenazah dari laki laki tersebut akan diletakkan tengkurap, namun jika jenazah itu perempuan, maka jenazah tersebut akan diletakkan menengadah ke atas. 5.5 Pantai Desa Sambirenteng berada di Ujung pulau Bali yang berdekatan dengan pantai dan berbatasan langsung dengan Laut Bali. 21 Gambar 4.18: Pantai dekat Pura 5.6 Peken Pasar Terdapat peken desa atau pasar desa yang fungsinya sama seperti pasar pada umumnya. Pasar pada desa ini buka setiap hari dari pagi hingga malam hari sehingga tidak ada hari yang mengkhusus untuk hari buka pasar tersebut. Gambar 4.19: Pasar Desa 5.6 Perempatan Agung Desa ini memiliki perempatan agung yang biasanya digunakan sebagai tempat melaksanakan ritual mecagcagan, perempatan agung desa ini sebenar nya bukan terletak tepat di depan desa, namun karena warga lebih sering melaksanakan kegiatan keagamaan di perempatan ini, maka perepmpatan yang terletak di depan desa ini ditetapkan sebagai perempatan agung. 22 Gambar 4.20: Perempatan agung tempat melaksanakan upacara keagamaan Gambar 4.21: Fasilitas Umum Desa Perempatan agung yang sebenarnya terletak dekat dengan Poskesdes yang brjarak tidak terlalu jauh dengan perempatan agung yang digunakan untuk tempat pelaksaaan upacara keagamaan sekaran g. 23 5.7 Ritual – Ritual Khusus Pada Desa 1. Dewa Yadnya Pura Sanggah Desa Upacara besar atau biasa disebut odalan di Pura Sanggah Desa yang jatuh pada Purnama Kelima. Pura Sanghyang Pura ini terletak diatas desa Sambirenteng, upacara besar Pura Sanghyang ini jatuh pada Purnama Kasil Pura Bale Agung Pura Bale Agung atau biasa disebut Pura Desa ini memiliki upacara besar yang jatuh pada Purnama Kapat Pura Pengulapan Pada saat dilaksanakan nya upacara besar, Pura Pengulapan ini digunakan untuk “Ngemedalan” Ida Bhatara yang berada di daerah Bangli tepatnya yang berada di Pura Dalem Belingkang. Odalan atau upacara besar di Pura Belingkang jatuh pada Purnama Kelima. Pada saat Purnama Kelima masyarakat Sambirenteng pergi untuk tangkil ke Pura Dalem Belingkang yang berada di daerah Bangli, sehingga pada saat odalan di Pura Catu yang jatuh pada Purnama Kelima masyarakat Sambirenteng tidak tangkil ke pura Catu sehingga dicarilah penanggalan kenem. Penanggalam kenem merupakan saat dimana stelah Purnama Kelima namun sebelum Purnama Kenem. Jadi waktu penanggalan kenem berada di antara Purnama Kelima dan Purnama Kenem. Pura Catu Odalan atau upacara besar di Pura Catu jatuh pada Purnama Kelima, tetapi jika berbenturan denga Odalan di Pura Dalem Belingkang maka dilaksanakan pada saat penanggal kaenem. Pura Pengonjongan Upacara besar pada Pura Pengonjongan jatuh pada Purnama Kenem Pura Pungut 24 Pura ini terletak di pesisir pantai desa Sambirenteng, upacara besarnya jatuh pada Purnama Kepitu 2. Manusa Yadnya Desa Sambirenteng tidak memiliki istilah Ngaben dalam ritual manusa yadnya nya. Jika ada yang meninggal maka jasad tersebut hanya dikuburkan dan menunggu hari baik serta biaya terkumpul. Setelah 42 hari jasad tersebut akan dibuatkan sebuah upacara yang disebut upacara Melain atau biasa disebut Metuun sehingga tidak ada istilah mayat dibakar. Meskipun tidak ada yang namanya Ngaben tetapi berbagai keperluan upacara seperti “banten” tidak ada bedanya dengan upacara Ngaben. Desa Sambirenteng juga memiliki adat yang unik mengenai posisi jasad yang dikuburkan, jika yang meninggal berjenis kelamin perempuan maka saat dikubur tubuhnya dihadapkan terlentang ke atas, tetapi jika yang meninggal laki-laki maka posisi tubuhnya akan telungkup kebawah. Tempat yang digunakan untuk mengangkat jasadnya disebut dengan Pepaga, pepaga ini disusun dari “tiing” yang sederhana, tetapi karena jaman makin maju untuk saat ini jasad telah dibuatkan peti yang digunakan untuk mengangkat jasad sampai di kuburan. Ada 2 tipe orang yang meninggal di desa Sambirenteng, ada yang disebut Meliyeh dan. Yang Meliyeh biasanya ada tirta khusus yang dipakai serta saat diangkat ke kuburan diiringi dengan gendingan serta gambelan dan sebelum jasad tiba di kuburan lubang kuburannya telah disiapkan. Sedangkan yang meninggal biasa tidak ada iringan saat mengangkat jasad, dan lubang kuburannya baru disiapkan saat jasad tiba di kuburan. Terdapat perlakuan yang berbeda antara yang meninggal biasa dan meliyeh dengan yang meninggal “salah pati”, yang berbeda adalah saat jasad diangkat ke kuburan. Diangkatnya tidak menggunakan pepaga atau peti tetapi hanya menggunakan 1 batang bambu, tangan dan kaki jasad tersebut di ikatkan di bambu sehingga tubuh yang meninggal itu dibiarkan terseret di tanah. Perlakuan berbeda 25 ini dimaksudkan agar masyarakat yang masih hidup tidak melakukan hal yang sama dan berpikir lebih jernih. 3. Butha Yadnya Mecakcakan Mecakcakan jatuh pada Tilem Kepitu, upacara ini diawali dengan menghaturkan pejati di Pura Sanggah Desa pada saat hari raya Siwaratri, setelah itu diadakan acara adu ayam yang wajib diikuti oleh semua masyarakat yang memiliki ayam atau jika tidak memiliki ayam masyarakat wajib membayar iuran kepada desa. Ayam yang kalah saat diadu tidak boleh dibawa pulang karena akan dimasak yang kemudian akan dimakan bersama warga desa. Makan bersama ini biasa disebut megibung, alas dari megibung ini menggunakan kelakat dimana 1 kelakat dipakai megibung untuk 8 orang. Ngerebeg Upacara ini ditujukan untuk memohon pada para Butha agar selalu melindungi desa, tiap tahun upacara ngerebeg ini dilaksanakan dengan meletakan daging sapi, babi atau kambing di jalan sebagai persembahan untuk para butha. Nyepi Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada Tilem Kesanga IX yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan terhadap mereka dengan tujuan utama untuk memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit alam manusiamicrocosmos dan Bhuana Agungmacrocosmos alam semesta. Sebelum Hari Raya Nyepi dilaksakan, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali. 26 4. Dokumentasi Gambar 4.22: Pura Sanghyang Gambar 4.23: Pura Bale Agung 27 Gambar 4.24: Sanggah Desa Gambar 4.25: Pura Catu 28 Gambar 4.26: Pura Pegonjongan dan Pura Pungut Gambar 4.27: Lingkungan di Sekitar Desa 29 Gambar 4.28: Pasar

5.8 Area dan Objek Keruangan yang Bernilai Sakral di Desa Sambirenteng

Berdasarkan hasil observasi lapangan ditemukan adanya beberapa area dan obejk sakral yang disucikan oleh warga setempet secara pribadi, keluarga, maupun kelompok masyarakat. Area dan objek sakral tersebut keberadaannya tersebar di berbagai pelosok desa dalam berbagai ukuran, strata, dan fungsinya. Pada bagian berikut ini diperlihatkan gambaran beberapa area sakral dan objek sakral yang terdapat di wilayah Desa Sambirenteng. 1. Area Sakral Area sakral dalam wilayah Desa Sambirenteng secara garis besarnya dapat didefinisikan sebagai suatu area ruang terbuka atau lanskap yang dimaknai sebagai area yang disucikan atau memiliki makna ritual dan simbolis bagi 30 masyarakat setempat. Beberapa jenis area yang tergolong sebagai area semacam ini di Desa Sambirenteng antara lain: a area tepi pantai; b area daerah aliran sungai; c area hutan; d mata air; dan e persimpangan jalan. Lazimnya, area tepian pantai yang dimaknai sebagai area sakral di Desa Sambirenteng merupakan area yang berkaitan dengan tradisi upacara terhadap penguasa laut Pura Segara, area melasti, maupun area bersejarah yang terkait dengan kedatangan kaum Cina di wilayah ini pada masa lalunya area tepian pantai di Pura Pagonjongan. Berikut ini diperlihatkan foto-foto area sakral di Desa Sambirenteng. Area sakral yang tergolong kelompok ini memiliki karakteristik radius kesuciannya yang bervariasi tergantung pemaknaan dari civitas yang dalam hal ini adalah masyarakat Hindu setempat. Sebagai contoh, area sakral tepian pantai ada kalanya dimaknai hanya sebatas radius di mana lokasi perletakan sesajen upacara ditempatkan. Pada bagian lainnya, masyarakat lainnya juga ada kalanya memaknai area sakral wilayah pantai itu sebagai area sepanjang pantai wilayah desanya wawancara dengan bendesa adat, 2015. Pantai di wilayah Sambirenteng diartikan sebagai area sakral yang menjadi transisi wilayah daratan dan lautan. Hal semacam ini juga berlaku bagi area-area terbuka yang disakralkan di wilayah ini, seperti area hutan, mata air, persimpangan jalan, dan sungai. Gambaran lebih jelasnya tentang paparan tersebut dapat dilihat pada gambar- gambar berikut ini. Gambar 4.29 Area Sakral Tepian Pantai Gambar 4.30 Area Sakral Tepi Sungai Gambar 4.31 Area Sakral Persimpangan Jalan