3 menganut konsep
“mandala” yang berbeda dengan yang dikenal pada umumnya hasil grand tour dan wawancara awal, 2015.
Gambaran awal yang diperoleh ini selanjutnya mendorong gagasan untuk melakukan riset keruangan lebih lanjut tentang karakteristik bangunan dan area
suci Desa Sambirenteng. Hasil akhir temuan penelitian ini dipastikan akan sangat bernilai dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan keruangan tradisional
Bali. Hal ini didasarkan pada keunikan objek studi dan minimnya studi dan inventarisasi budaya keruangan yang pernah dilakukan berkenaan dengan Desa
Sambirenteng.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa teori yang rencananya dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu 1 teori ruang sakral dan profan; 2 teori ruang abstrak; 3 konsep animisme dan
dinamisme; 4 konsep tentang masyarakat Bali Aga; serta 5 konsep pola desa tradisional Bali Aga.
2.1 Ruang Sakral dan Profan
Eliade mengartikan ruang yang sakral sebag ai ruang yang “nyata” yang dikelilingi
oleh satu area medan tanpa wujud. Ruang sakral pada umumnya menjadi arah orientasi bagi ruang lainnya. Manusia menghuni area dunia tengah midland yang
berada di antara dunia luar yang “tidak terkendali” dan area dunia dalam yang berkarakter sakral. Kedua ruang ini senantiasa memiliki kualitas kesucian yang
selalu diperbaharui melalui berbagai rangkaian kegiatan ritual sakral. Kegiatan ritual mengambil suatu tempat dalam suatu ruang sakral ini, dan menjadi cara
tunggal untuk dapat partisipasi dalam wilayah kosmos sakral untuk dapat membersihkan kembali dunia profan 2002: 14. Ruang yang berkarakter sakral
lebih kokoh dan bermakna, adapun ruang lainya yang profan bersifat kacau dan tanpa makna. Manusia tradisional pada umumnya tidak mampu untuk hidup
nyaman dalam suasana dunia yang profan, karena mereka tidak mampu mengoreintasikan dirinya sendiri.
2.2 Ruang Abstrak Sesungguhnya ruang adalah bersifat abstrak dan tidak terbatas. Ketidakterbatasannya bersifat tiga
dimensional dari ruang universal yang berada di luar jangkauan konsepsi manusia dengan delimitasi spasialnya yang dimilikinya. Para analis ruang sangat menyadari bahwa arsitektur
merupakan suatu manifestasi secara intelektual dari karakter ruang yang bersifat abstrak itu. Ruang juga tidak berkarakter konkret, plastis, maupun kubis. Ruang adalah bersifat abstrak, tersebar, dan
terlarut sebagai bidang-bidang yang tidak wadaqi. Ronald, 2008: 261
2.3 Animisme dan Dinamisme
5 Animisme merupakan suatu pandangan kepercayaan suatu kelompok masyarakat
terhadap adanya kekuatan yang diberikan oleh nenek moyang atau leluhurnya. Pandangan ini selanjutnya melahirkan adanya tradisi di kalangan masyarakat
tradisional tentang pemujaan dan kepercayaan terhadap kekuatan abstrak nenek moyang. Pandangan dinamisme merupakan suatu bentuk kepercayaan berkenaan
dengan adanya mana atau suatu kekuatan abstrak yang diyakini dapat diperoleh dari manusia lain, binatang, dan tumbuh-tumbuhan, bahkan benda mati.
Pandangan ini melahirkan tradisi-tradisi dan ritual terhadap benda-beda keramat, batu besar, dan tempat-tempat sakral lainnya di alam Anonim, 1984: 7.
2.4 Masyarakat Bali Aga
Ada dua pendapat yang dikemukakan dua sarjana berkenaan dengan masyarakat Bali Aga yang relevan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Masyarakat Bali Aga merupakan masyarakat Bali asli yang masih
memegang teguh adat istiadat dan tradisi animisme dan dinamisme yang diwarisi secara turun temurun Prayitno, 2003. Masyarakat ini pada
umumnya tetap bertahan hidup di daerah pegunungan, seperti di Desa Sukawana, Sembiran, Kintamani, dan Tenganan.
2. Masyarakat Bali Aga pada umumnya sangat kurang mendapat pengaruh
budaya Hindu Jawa dari Majapahit. Suwidja dan Purna, 1991: 198. Komunitas Bali Aga tidak mengenal sistem strata sosial masyarakat.
Adapun orang Hindu yang datang dari Jawa Timur ke Bali setelah masa kejatuhan Majapahit disebut dengan Triwangsa yang terdiri dari
Brahmana, Ksatriya, dan Waisia Shastri, 1963: 94. Komunitas “pendatang” dikenal dengan nama Bali Arya yang menghuni wilayah
dataran Pulau Bali.
2.5 Pola Desa Tradisional Bali Aga
Pola desa tradisional masyarakat Bali Aga yang berlokasi di daerah pegunungan cenderung berorientasi ke arah puncak gunung, lintasan-lintasan jalan yang