Gambaran Umum Pura Pagonjongan 1. Sejarah Pura Pegonjongan

34 Kintamani merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Bangli. Sambirenteng ketika itu memang dikenal sebagai satu daerah penghasil gula aren yang berkualitas baik. Para pedagang dari berbagai daerah Nusantara seperti Jawa juga banyak menjadikan daerah sekitar Pura Pegonjongan ini sebagai dermaga menambatkan perahu-perahu layarnya. Kaum pedagang Tiongkok juga banyak menjadikan daerah dermaga yang kini telah menjadi lokasi Pura Pegonjongan itu sebagai tempat menitipkan barang- barang bawaannya sebelum mendaki Bukit Sari untuk berjalan menuju daerah Kintamani, Bangli. Di daerah Kintamani ini, pedagang dari Tiongkok ini ada yang menetap dan keturunannya telah membentuk berbagai daerah permukiman yang dikenal sebagai desa warga keturunan Tiongkok hingga kini, seperti Desa Pinggan, Siakin, Lampu, dan sebagainya. Lambat laun, lokasi penambatan perahu layar dan penitipan barang dagangan dan bawaan para saudagar asing tersebut berkembang menjadi sebuah dermaga perdagangan utama pada masanya. Di tempat tersebut juga dibangun dua kompleks pura pemujaan bagi dewa perdagangan, yaitu Ratu Ngurah Subandar dan Ratu Ayu Subandar. Kedua kompleks pura tersebut selanjutnya dikenal dengan nama Puri Kawanan dan Puri Kanginan. Kedua pura selanjutnya dikenal dengan nama Pura Pagonjongan yang berlokasi di satu area yang berdekatan di tepi pantai di wilayah Desa Pekraman Gretek, Desa Sambirenteng. Pada masa sekarang, Pura Pagonjongan dikenal sebagai pura segara bagi Desa Pekraman Gretek. Hasil informasi yang diperoleh, menyebutkan bahwa Pura Pagonjongan di samping memiliki kaitan dengan masyarakat Batur, Kintamani, juga memiliki relasi yang kuat dengan keberadaan Kerajaan Balingkang. 2. Arti Pura Pagonjongan secara Etimologi Berdasarkan informasi yang diperoleh nama Pura Pagonjongan, diperkirakan berasal dari kata ngojog yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kunjung. Kata ngojog ini tentunya berkenaan dengan sejarah lokasi Pura 35 Pagonjongan sebagai tempat yang pertama kali disinggahi atau dikunjungi oleh para pedagang Tiongkok pada saat mendaratkan perahunya di Pulau Bali. Kata ngojog tersebut lambat laun berkembang menjadi kata pagonjongan yang selanjutnya menjadi nama kompleks pura pemujaan pasangan dewa perdagangan dan pelabuhan laut, yaitu Pura Pagonjongan. 3. Kedudukan Pura Pagonjongan Pura Pagonjongan yang berlokasi di Jalan Raya Singaraja-Gilimanuk ini berkedudukan sebagai pura segara bagi wilayah Desa Pekraman Gretek, Desa Sambirenteng. Hari piodalan pura ini jatuh pada Sasih Kanem dan dilaksanakan secara bersama-sama oleh lima desa pakraman pengemponnya, yaitu Pinggan, Siakin, Tembok, Gretek, dan Sambirenteng. Gambar 4.36 Peta Lokasi Pura Selain sebagai pura segara, Pagonjongan juga menjadi sebuah pura utama bagi komunitas warga Bali Aga yang bermukim di wilayah Batur, Kintamani dan di Desa Blandingan serta Desa Petak di wilayah Gianyar. Sebuah tradisi budaya yang dapat dilihat sebagai buktinya adalah berkaitan dengan upacara melasti 36 mekiis bagi masyarakat di wilayah Batur, Kintamani dan sekitarnya adalah dilakukan di wilayah pantai Pura Pagonjongan hingga saat ini. 4. Wujud Fisik Kompleks Pura Pagonjongan Pura Pagonjongan tercatat telah memperoleh bantuan dana perbaikan fisik bangunan pura dari pihak Kabupaten Buleleng pada tahun 2010-2011. Dana tersebut dipergunakan untuk pembuatan bangunan pelinggih dalam kompleks Puri Kanginan dan Puri Kawanan, pembangunan tembok penyengker, bale gong, wantilan , bangunan suci batu kerug, jembatan di atas sungai kecil, dan senderan tepi sungai serta pantai. Kompleks Pura Pagonjongan secara fisik terdiri dari dua kompleks bangunan suci utama yang masing-masing bernama Puri Kanginan di area timur tapak dan Puri Kawanan di area barat tapak. Kedua area tapak pura dengan dua kompleks bangunan sucinya ini dipisahkan oleh satu ruas aliran sungai sempit yang telah dilengkapi dengan sebuah jembatan kecil yang diperuntukkan bagi umat yang bersembahyang dan pengelola pura. Selain dua kompleks bangunan itu, Pura Pagonjongan juga memiliki dua bangunan suci lainnya yang bernama Pura Beji dan Pelinggih Batu Kerug. Elemen-elemen sakral lainnya yang terdapat dalam area tapak adalah berwujud sebuah mata air, beberapa pohon besar, dan sebongkah batu besar yang disakralkan sebagai tempat melinggih satu tokoh patih utama dan para ancangan pura ini. 37 Gambar 4.37: Denah Pura Pagonjongan a. Tata Ruang Terbuka Area ruang terbuka Pura Pagonjongan memiliki karakteristik selayaknya sebuah area pura yang berlokasi di tepi pantai. Tanah tapak pura berkarakter berpasir hitam dan berbatu. Tapak ini memiliki kemiringan rendah ke arah utara, yaitu ke arah pantai. Pada tapak juga terdapat satu aliran sungai kecil yang memisahkan area tapak Puri Kanginan dan Puri Kawanan. Sungai kecil ini hanya dialiri air pada musim penghujan saja. Area tapak Puri Kanginan lebih tinggi dari pada area tapak Puri Kawanan yang berada di seberang aliran sungai sempit itu. Kedua area ini dihubungkan dengan sebuah jembatan dari bahan beton bertulang yang dibangun sekitar tahun 2011 gambar 4. Tata ruang terbuka kompleks pura ini belum tertata dengan baik, beberapa jenis tanaman liar dan rerumputan tumbuh di beberapa bagian tapak. Dalam area tapak juga tumbuh beberapa batang pohon besar yang disakralkan. Tata ruang terbuka 38 Pura Pagonjongan secara umum masih tetap memuat pancaran suasana sakral selayaknya tapak sebuah pura yang sangat disucikan umat Hindu. Gambar 4.37 Daerah Tepian Pantai Pura Pagonjongan Gambar 4.38: Kompleks Pura Kawanan Gambar 4.39: Jembatan Menuju Kompleks Pura Kanginan sumber: survey, 2015 b. Tata Bangunan Sakral Ada dua buah kompleks bangunan suci utama dalam area tapak Pura Pagonjongan, yaitu Puri Kanginan dan Puri Kawanan. Keduanya memiliki wujud dan fungsi masing-masing. 5. Puri Kanginan Sesuai dengan namanya, kompleks bangunan Puri Kanginan istana timur memang berada di bagian timur tapak pura. Kompleks bangunan pura ini tersusun atas tiga buah bangunan suci yang berada di atas satu bataran lantai dengan tinggi sekitar 80 cm dari permukaan tanah asal. Ketiga bangunan suci tersebut terbuat dari material bias melela dan masing-masing berwujud sebuah bangunan padma sebagai bangunan utamanya, sebuah bangunan pelinggih berbentuk gedong, serta sebuah bangunan pendukung yang berwujud bale piyasan. Puri Kanginan diyakini sebagai tempat pemujaan terhadap Ratu Ayu Subandar yang diposisikan sebagai aspek feminin dari dewa pengatur segala kegiatan perdagangan, pelayaran, dan pelabuhan laut di Bali. Kompleks Puri Kanginan belum dilengkapi tembok 39 penyengker dan kori agung. Kedua bangunan utama di Puri Kanginan dibangun menghadap ke arah barat, ke arah halaman kompleks puri yang diperuntukkan sebagai tempat umat melakukan persembahyangannya gambar 5. Pada bagian depan puri ini terdapat sebatang pohon besar dan sebongkah batu besar yang disakralkan dan diyakini sebagai tempat melinggih ancangan Ratu Ayu Subandar. Umat yang akan melakukan persembahyangan ke dalam area inti puri lazimnya akan melakukan persembahan di area pohon besar ini terlebih dahulu. Dalam suatu penggalan informasi disebutkan bahwa Puri Kanginan dimaknai juga sebagai bangunan suci untuk tempat pasangan dewa-dewi Ratu Bagus Subandar dan Ratu Ayu Subandar melakukan meditasi Bali: mayoga. 6. Puri Kawanan Kata kawanan dalam bahasa Bali berasal dari kata kauh barat. Sesuai dengan namanya, Puri Kawanan istana barat memang berlokasi di barat tapak kompleks Pura Pagonjongan. Puri ini memiliki wujud fisik bangunan yang sudah lebih lengkap dari pada Puri Kanginan. Kompleks bangunan suci ini telah memiliki tembok penyengker yang jelas, sebuah bangunan kori agung, serta dua buah pintu margi ngranjing jalan masuk dan margi medal jalan keluar yang mengapitnya. Semua bangunan yang berhias ornamen dan elemen dekorasi ini berdiri megah dari material bias melela. Pada bagian tengah kori agung terdapat sepasang daun pintu dari bahan kayu yang telah dicat berwarna biru laut. Di dalam area ini Puri Kawanan terdapat satu halaman datar yang diperuntukkan sebagai tempat umat melakukan persembahyangannya ke arah dua bangunan suci utama yang berada di sisi timur area inti Puri Kawanan. Selayaknya dua bangunan suci di Puri Kanginan, dalam area inti Puri Kawanan juga terdapat tiga bangunan suci utama yang masing-masing berwujud bangunan sebuah bangunan padma sebagai bangunan utamanya, sebuah bangunan pelinggih gedong, serta sebuah bangunan suci pendukung yang berwujud bale piyasan gambar 7. 40 Kompleks bangunan Puri Kawanan disebut-sebut sebagai tempat melinggih Ratu Bagus Subandar sebagai aspek maskulin dari dewa pengatur segala kegiatan perdagangan, pelayaran, dan pelabuhan laut di Bali. Kompleks puri ini juga diyakini sebagai tempat resmi sang dewa dalam menerima segala tamu yang berkunjung. Selain sebagai tempat memuja Ratu Ngurah Subandar, Puri Kawanan juga dimaknai sebagai tempat melinggih atau tempat pemujaan terhadap beberapa tokoh dewa lainnya, seperti Ida Bhatara Lingsir, Ratu Gede, dan Ratu Ngurah Lanang. Tokoh dewa yang disebutkan terakhir diyakini sebagai putra dari tokoh bhatara utama yang melinggih di Pura Dalem Ped di Nusa Penida. Gambar 4:40 Puri Kanginan Gambar 4.41: Puri Kawanan Gambar 4.42: Bangunan Suci dalam Puri Kawanan sumber: survey, 2015

5.10 Posisi Area dan Elemen Sakral dalam Tapak

Dalam area tapak juga terdapat beberapa area dan elemen sakral yang dapat dipaparkan sebagai berikut. 1. Pelinggih Batu Kerug Pelinggih Batu Kerug berlokasi di daerah tepian pantai. Pelinggih ini menurut penuturan Bapak Bendesa Adat Desa Gretek, akan ditata kembali menjadi bangunan suci yang lebih representatif. Batu Kerug ini diyakini sangat berperan dalam terjadinya fenomena alam kilat di langit. Dalam bahasa Bali, kata kerug memang dapat diartikan sebagai kilat. Tradisi penyucian terhadap Batu Kerug ini 41 diperkirakan berasal dari tradisi masa megalitikum gambar 8. Keberadaan Batu Kerug di Pura Pagonjongan disebutkan oleh narasumber memiliki keterkaitan dengan keberadaan batu serupa di Pura Lingsar dan di Gunung Rinjani, Lombok. Dalam dunia pelayaran laut, ilmu perbintangan, arah, kecepatan angin, cuaca, musim, dan badai memang menjadi pedoman yang sangat utama demi keselamatan dan ketepatan mencapai tujuan. Sekiranya hal inilah yang menjadi latar penyebab keberadaan pelinggih batu Kerug bangunan suci batu kilat di Pura Pagonjongan yang dahulunya juga menjadi lokasi sebuah dermaga besar pada masanya. 2. Pura Beji Di area dekat aliran sungai kecil pada tapak terdapat sebuah pura Beji yang sangat disakralkan. Pura tersebut terdiri dari dua mandala yang terdiri dari jaba mandala yang berisikan sebentuk bangunan sumur air tawar yang sangat disucikan; dan jeroan mandala yang menjadi area utama yang dilengkapi sebuah pelinggih berbentuk gedong dari bahan beton cetak gambar 9. Berdasarkan informasi yang dihimpun, sumber air di Pura Beji ini semula berwujud dasar kotak persegi panjang seperti sumber air tawar yang ada di dalam tapak lainnya. Material perkerasannya terbuat dari susunan bahan batu paras yang disusun berlapis. Sumber air tawar ini konon dibuat oleh Kebo Iwa, seorang patih Bali yang tersohor itu. Cukup disayangkan, atas gagasan seorang warga, wujud sumber air peninggalan masa lalu tersebut selanjutnya diubah menjadi selayaknya sebuah sumur masa sekarang yang terbuat dari susun buis beton gambar 18. Sumur air sakral ini tidak difungsikan untuk keperluan umum. Air tawar yang terdapat didalaminya hanya diambil umat untuk keperluan upacara dan ritual saja.