PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Penerapan Deportasi Bagi Tenaga Kerja Asing di Bali.

1 JUDUL PENELITIAN : TINJAUAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA DALAM PENERAPAN DEPORTASI BAGI TENAGA KERJA ASING DI BALI

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Proses deportasi sejumlah warga negara asing WNA yang menyalahgunakan visa kunjungan ke Bali untuk bekerja ternyata menjadi sorotan berbagai pihak. Menuruk pada data yang dilansir oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali, I Gusti Kompiang Adyana pada tanggal 26 Januari 2015 lalu, diungkapkan bahwa pihaknya telah mendeportasi 408 WNA yang datang ke Bali selama kurun waktu tahun 2014, sedangkan untuk awal tahun 2015 telah terdapat 11 orang WNA yang sedang dalam proses deportasi. 1 Menariknya, tenaga kerja asing tersebut tidak sepenuhnya bekerja di Bali Selatan sebagai wilayah yang selama ini diasumsikan sebagai konsentrasi industri pariwisata yang menyerap banyak tenaga kerja baik domestik maupun asing. Faktanya, Sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Singaraja Aditya, sebanyak 282 WNA yang sebagian besar berasal dari Tiongkok jusru dideportasi Kantor Imigrasi Kelas II Singaraja selama tahun 2014. 2 Dijelaskan pula bahwa selama kurun tahun 2014 terdapat 675 orang Tenaga Kerja Asing di Buleleng yang mana sejumlah 225 orang di antaranya merupakan pekerja asing baru. Tenaga kerja asing yang bekerja dengan memiliki ijin di Bali sesungguhnya cukup banyak. Pada tanggal 21 Januari 2015 lalu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali I Gusti Agung Sudarsana, menyebutkan ada 1800 orang tenaga kerja asing yang bekerja di Bali. 3 Keberadaan Tenaga Kerja Asing tersebut sesungguhnya berkontribusi bagi Bali melalui retribusi perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing IMTA kepada Pemerintah Provinsi Bali sebesar US 100 per orang per bulan, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali dan Peraturan Gubernur Bali. 4 1 Surat Ka bar Pos Bali, Artikel “408 WNA Dideportasi dari Bali”, 27 Januari 2015, http:posbali.com408-wna-dideportasi-dari-bali 2 Beritabali.com, Artikel “282 WNA Dideportasi Imigrasi Singaraja Selama 2014”, 18 Desember 2014 http:beritabali.comindex.phppageberitablldetail20141218282-WNA-Dideportasi-Imigrasi-Singaraja- Selama-2014201412180001 3 Sinar Harapan, Artikel “Ada 1800 Tenaga Kerja Asing di Bali”, 21 Januari 2015, http:sinarharapan.conewsread150121031ada-1800-tenaga-kerja-asing-di-bali 4 Pasal 25D Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu dan Pasal 6 Peraturan 2 Perihal tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia sesungguhnya telah memiliki pengaturan hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kemudian, keberadaan tenaga kerja asing resmi yang bekerja di Bali juga relatif tidak menimbulkan masalah. Problematika justru hadir sehubungan dengan maraknya tenaga kerja asing yang dianggap terlalu leluasa menjalankan usahanya dan merebut pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa ditangani oleh pekerja lokal, yang ternyata telah lama dikeluhkan oleh berbagai kalangan. Dalam suatu diskusi di Bali Tourism Board, pengurus Majelis Utama Desa Pakraman MUDP Bali Gde Nurjaya mengungkapkan modus yang dilakukan banyak orang asing yang masuk ke desa-desa dan menikahi orang lokal lalu membuka usaha atas nama istrinya. 5 Demikian pula halnya Ketut Rasna dari Gabungan Pengusaha Wisata Bahari GAHAWISRI Bali yang menemukan perusahaan jasa selam yang seluruh pekerjanya orang asing dari level manager sampai guide . Isu penegakan hukum terhadap para tenaga kerja asing ilegal juga dikemukakan oleh Ketut Rasna yang menyatakan bahwa para pekerja asing itu tidak mempedulikan razia oleh para pengusaha, namun mereka tunduk apabila berhadapan dengan pihak Imigrasi karena takut dideportasi. 6 Mengenai hal ini, Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar, Saroha Manullang menegaskan bahwa pihaknya sudah sering melakukan sosialisasi dan penertiban, hanya saja masalahnya orang asing di Bali sangat banyak sementara jumlah petugas masih kurang. 7 Isu tenaga kerja asing ternyata telah menjadi perhatian pemerintah dalam kaitkannya dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA 2015. Mengantisipasi isu ini, Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Provinsi Bali tahun ini akan lebih menekankan penegakan hukum dalam pengawasan terhadap warga negara asing dalam kerangka MEA 2015 yang diprediksi akan meningkatkan jumlah para pekerja yang memiliki keahlian khusus memasuki negara-negara di kawasan Asia Tenggara, selain pergerakan pasar bebas untuk barang dan jasa lainnya. 8 Gubernur Bali Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu 5 Tempo.Co, Artikel “Bali Dibanjiri Pekerja Asing Ilegal”, 25 Maret 2014, http:www.tempo.coreadnews20140325058565217Bali-Dibanjiri-Pekerja-Asing-Ilegal . 6 Tempo.Co, Artikel Selasa, “Pekerja Asing Ilegal di Bali Dikeluhkan”, 25 Maret 2014, http:www.tempo.coreadnews20140325090565312Pekerja-Asing-Ilegal-di-Bali-Dikeluhkan 7 Tempo.Co, Arti kel “Bali Dibanjiri Pekerja Asing Ilegal”, 25 Maret 2014, http:www.tempo.coreadnews20140325058565217Bali-Dibanjiri-Pekerja-Asing-Ilegal . 8 Imigrasi Tekankan Penegakan Hukum WNA Terkait MEA http:www.imigrasi.go.idindex.phpberitaberita-utama654-imigrasi-tekankan-penegakan-hukum- wna-terkait-mea dan http:posbali.comimigrasi-tekankan-penegakan-hukum-wna-terkait-mea 3 Dalam kaitannya dengan tindakan deportasi bagi tenaga asing tersebut, perlu kiranya diketahui mengenai makna dari deportasi itu sendiri. Deportasi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu deportation , yang memiliki sejumlah padanan kata yaitu expulsion dan exile. Istilah ini seringkali didengar oleh masyarakat karena pemberitaan media berkaitan dengan proses penegakan hukum terhadap para WNA yang melanggar ijin tinggal. Istilah deportasi juga kerap diasosiasikan sebagai tindakan pengusiran terhadap orang asing dari wilayah Indonesia. Dalam konteks hukum nasional, pengaturan mengenai deportasi dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Keimigrasian yang mendefinisikan deportasi sebagai tindakan paksa mengeluarkan Orang Asing dari Wilayah Indonesia. 9 Selanjutnya, Pasal 75 Undang-Undang Keimigrasian Deportasi juga menentukan bahwa deportasi merupakan salah satu bentuk Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan yang dapat dilakukan oleh Pejabat Imigrasi berdasarkan kewenangan yang dimilikinya. Deportasi sebagai tindakan administratif keimigrasian juga memiliki dimensi penegakan hukum pidana. Hal ini dikenal dengan istilah „tindak pidana keimigrasian sebagaimana dikualifikasikan berdasarkan Pasal 109 Undang-Undang Keimigrasian 10 yang merupakan tindak pidana khusus‟, sehingga hukum formal dan hukum materiilnya berbeda dengan hukum pidana umum, yang juga dilengkapi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS Keimigrasian yang menjalankan tugas dan wewenang secara khusus pula. 11 Salah satu kasus yang menarik untuk dicermati adalah pendeportasian terhadap empat orang WNA yaitu Nicholas William Thomas Inggris, Nancy May Inggris, Steven Thomas Inggris, dan Marina Naloni Amerika Serikat sebagaimana diberitakan oleh Surat Kabar Pos Bali, 19 November 2014 lalu. 12 Terungkap bahwa mereka menyalahgunakan Visa on Arrival untuk bekerja di salah satu salon di jalan Oberoi Seminyak. Dalam konferensi pers 9 Pasal 1angka 36 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian 10 Disebutkan bahwa “Terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 126, Pasal 127, Pasal 128, Pasal 129, Pasal 131, Pasal 132, Pasal 133 huruf b, Pasal 134 huruf b, dan Pasal 135 dapat dikenai penahanan.” 11 Lihat Pasal 1 angka 8 dan Penjelasan Bagian Umum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian 12 Uraian kasus dalam paragraf ini disarikan dari Surat Kabar Pos Bali, Arti kel “Gunakan VoA untuk Kerja, Empat WNA Dideportasi”, 19 November 2014, http:posbali.comgunakan-voa-untuk-kerja-empat-wna- dideportasi 4 terkait kasus ini, Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, Mohamad Soleh yang didampingi oleh Kepala Seksi Pengawasan Keimigrasian, Tri Hernanda Reza dan Kepala Seksi Sarana Komunikasi Keimigrasian, Danny Ariana menjelaskan bahwa alat bukti berupa video, foto dan pengakuan keempat WNA tersebut menunjukkan bahwa mereka telah bekerja di salon tersebut sejak awal bulan November 2014. Menariknya, berita ini melansir bahwa Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai justru menyebutkan bahwa keempat WNA tersebut harus menerima sanksi yang tertuang dalam Pasal 122 Huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, di mana sanksinya berupa deportasi plus penangkalan atau di- black list untuk masuk kembali ke Indonesia selama enam bulan ke depan terhitung setelah dideportasi. Tampak ada sedikit kejanggalan apabila kita mencermati berita tersebut. Isi dari Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian sesungguhnya memuat ancaman pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah bagi setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya. Namun berdasarkan pemberitaan tersebut, sanksi yang diberikan bukanlah pidana penjara ataupun pidana denda, namun bentuknya justru berupa deportasi dan penangkalan yang merupakan bentuk tindakan administratif. 13 Bahkan ada pula kasus aktual pelaksanaan deportasi yang dianggap terlalu cepat dilakukan oleh pihak imigrasi di Kalimantan Timur. Kapolres Balikpapan AKBP Andi Aziz Nizar pada bulan November 2014 lalu sangat menyayangkan situasi ini karena deportasi dilakukan padahal pihak kepolisian belum cukup banyak mengorek keterangan dan mengumpulkan bukti-bukti terhadap dugaan pidana yang dilakukan WNA yang dideportasi. 14 Isu deportasi sesungguhnya tidak hanya menjadi urusan aparat keimigrasian di daerah Bali saja, sebab kebijakan strategis mengenai deportasi juga merupakan ranah pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, khususnya Direktorat Jenderal Keimigrasian. Faktanya, berbagai kalangan telah mendesak Menteri Hukum dan 13 Lihat Pasal 234 dan 236 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian 14 Balikpapan Pos, Artikel “WNA Mengarah Kejahatan Dunia Maya: Kapolres Sayangkan Imigrasi Cepat Melakukan Deportasi”, 4 November 2014 http:www.balikpapanpos.co.idberitadetail139882-wna- mengarah-kejahatan-dunia-maya.html , 5 Hak Asasi Manusia Menkumham agar mendeportasi WNA bermasalah. 15 Secara normatif, Menkumham telah menyampaikan komitmennya untuk melakukan deportasi terhadap WNA pelanggar aturan. 16 Fenomena di atas sesungguhnya mengandung sejumlah isu hukum. Pertama, terdapat isu penyalahgunaan visa kunjungan yang digunakan oleh WNA untuk bekerja di Bali yang melahirkan apa yang kerap disebut sebagai tenaga kerja asing ilegal. Kedua, dalam situasi yang tidak terkendali dan teratur, eksistensi tenaga asing berpotensi mengancam hak tenaga kerja lokal dalam hal kesempatan kerja. Ketiga, pemerintah menerapkan deportasi sebagai upaya penegakan hukum terhadap WNA yang menjadi tenaga kerja asing di Bali yang melanggar peraturan perundang-undangan. Menjadi suatu diskursus yang menarik pula untuk mengaitkan isu deportasi ini dengan teori kewenangan aparat keimigrasian dalam menerapkan teori kedaulatan teritorial Negara untuk memaksakan hukum nasionalnya berlaku bagi orang asing. Dalam adagium Romawi hal ini disebut dengan qui in territorio meo est, etiam meus subditus est , yang dalam konteks ini dapat dimaknai sebagai individu yang mendiami suatu wilayah tertentu haruslah tunduk dan patuh pada kekuasaan hukum dai Negara yang memiliki wilayah tersebut. 17 Ada sejumlah bidang hukum yang selama ini dilekatkan dalam isu ini. Hukum Ketenagakerjaan Hukum Perburuhan tentu menjadi bidang hukum yang paling relevan berkaitan dengan hak dan kewajiban tenaga kerja, termasuk tenaga kerja asing. Hukum Keimigrasian juga menjadi aspek penting dalam menentukan keabsahan tindakan aparat keimigrasian dalam menerapkan peraturan perundang-undangan dalam hal pelanggaran imigrasi oleh orang asing di Indonesia. Sayangnya, hukum hak asasi manusia nampaknya belum terlalu mengeksplorasi isu ini. Dalam konteks HAM, tindakan deportasi yang semena-mena sesungguhnya dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran terhadap hak sipil dan politik yang dimiliki setiap individu. Pasal 28D 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Dalam konteks Hak atas Rasa Aman, Pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa 15 Okezone.com, Artikel, Menkumham Didesak Deportasi WNA Bermasalah, 11 September 2014 http:news.okezone.comread201409113391037694menkumham-didesak-deportasi-wna- bermasalah 16 Tribunnew s, Artikel “Menkumham : Kami Akan Deportasi WNA Pelanggar Aturan”, 24 Juni 2014, http:www.tribunnews.comnasional20140624menkumham-kami-akan-deportasi-wna-pelanggar- aturan 17 Saru Arifin, 2014, Hukum Perbatasan Darat Antar Negara, Sinar Grafika, Jakarta, h.33-34. 6 “Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang- wenang”. International Covenant on Civil and Political Rights ICCPR sebagai instrumen hukum HAM internasional yang telah diratifikasi Indonesia juga memberikan pembatasan tindakan deportasi untuk dapat diterapkan oleh Indonesia. Pasal 13 ICCPR juga menggariskan bahwa orang asing yang berada secara sah di Indonesia dapat diusir dari Indonesia hanya menurut keputusan yang dikeluarkan berdasarkan hukum dan, kecuali ada alasan-alasan kuat sehubungan dengan keamanan nasional, ia harus diberi kesempatan mengajukan keberatan terhadap pengusiran dirinya, dan meminta agar kasusnya ditinjau kembali dan diwakili untuk keperluan ini, oleh pihak yang berwenang atau orang-orang yang secara khusus ditunjuk oleh pihak yang berwenang. Lebih jauh, Komite Hak Asasi Manusia Human Rights Committee memberikan klarifikasi makna Pasal 13 ICCPR dalam kaitannya dengan penerapan deportasi bagi orang asing yang statusnya masih di „area abu-abu‟, sebagai berikut “if the legality of an alien’s entry or stay is in dispute, any decision on this point leading to his expulsion or deportation ought to be taken in accordance with article 13 ”. 18 Dapat diartikan bahwa terhadap situasi dalam hal legalitas orang asing untuk tinggal masih belum jelas, maka deportasi terhadapnya harus memperhatikan Pasal 13 ICCPR. Peneliti telah mencoba menelusuri karya karya ilmiah yang membahas deportasi. Namun tinjauan karya ilmiah tersebut cenderung berfokus pada aspek administrasi. 19 Ulasan yang membahas tenaga kerja asing di Indonesia juga relatif sedikit, karena kebanyakan membahas hak-hak para Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Demikian pula halnya dengan sedikitnya pembahasan mengenai segi Hak Asasi Manusia dalam deportasi yang selama ini cenderung dikaitkan dengan ekstradisi. 20 Mengingat dalam pergaulan antar bangsa, isu deportasi orang asing dapat menjadi masalah diplomatik, sesungguhnya penerapan tindakan deportasi yang dilandasi prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM mereka amat diharapkan Terlebih fakta 18 General comment of the Human Rights Committee No. 15: The position of aliens under the Covenant, Twenty-seventh session http:tbinternet.ohchr.org_layoutstreatybodyexternalDownload.aspx?symbolno=INT2fCCPR2fGEC2f6 625Lang=en 19 Sebagai contoh, lihat Sunit Budhi Cahyono, Tinjauan Terhadap Deportasi Warga Negara Asing Karena Pelanggaran Batas Ijin Tinggal Dan Akibat Hukum Oleh Kantor Imigrasi Surakarta Studi Kasus Pendeportasian Mohamed Tarek Mohamed Mohamed El Atreiry, abstrak skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, http:digilib.uns.ac.idpengguna.php?mn=detaild_id=10920 20 Sebagai contoh, lihat Smith, Rhona K, 2010, Textbook on International Human Rights, Oxford University Press Inc., New York, Bagian 15.2.2.2 Extradition, Expulsion, and Deportation, h. 249-250 7 bahwa Bali telah menjadi salah satu primadona bagi tenaga kerja asing untuk mencari penghidupan, maka stereotip kurang baik mengenai tindakan administratif yang melanggar HAM orang asing akan menjadi sangat kontraproduktif bagi citra Indonesia dan Bali pada khususnya. Dari uraian di atas, dapat tergambar betapa pentingnya memberikan analisis hukum yang bersifat teoritik maupun bersifat praktis kepada para pemangku kepentingan di bidang keimigrasian, ketenagakerjaan, dan Hak Asasi Manusia maupun kepada para akademisi. Hal inilah yang sesungguhnya menimbulkan ketertarikan peneliti untuk melaksanakan dan menyusun penelitian dengan judul “TINJAUAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA DALAM PENERAPAN DEPORTASI BAGI TENAGA KERJA ASING DI BALI”

1.2. Rumusan Masalah

Ada dua masalah hukum yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu; a. Apakah pengaturan hukum keimigrasian mengenai tindakan deportasi terhadap tenaga kerja asing di Indonesia telah memperhatikan pengormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia? b. Dalam kaitannya dengan proses deportasi terhadap tenaga kerja asing di Bali, aspek- aspek apakah yang perlu diperhatikan untuk menjamin bahwa tindakan deportasi yang dilakukan oleh pejabat kemigrasian tidak melanggar hak asasi manusia yang dimiliki oleh tenaga kerja asing tersebut? 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA