Analisis Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten / Kota Pemekaran Di Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN EKONOMI

KABUPATEN / KOTA PEMEKARAN DI SUMATERA UTARA

Diajukan oleh :

KIKI RISKI RAMADHANI

100501053

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRACT

Purpose of this study is to determine the ratio between time, comparison with the

achievements of the area, and the performance og policy recommendations district/city

development division in north Sumatera. In this study the authours used the development of

performance indicators that economic development.

Processing the data in this study using descriptive method by analyzing the ratio

between time, comparison with the achievements of the district/city division, and policy

recommendations in the economic indicators of performance development is economic

growth, GDP at current prices, GDP per capita, inflations, exports and imports, local

revenues, domestic invesment, foreign invesment, poverty and unemployment.

Of the analysis conducted, found that the gains of economic development in the

district/city has been achieved with good and with the economic development of the province

of North Sumatra.


(3)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan antar waktu,

perbandingan dengan capaian daerah, dan rekomendasi kebijakan kinerja pembangunan

Kabupaten/Kota pemekaran di Sumatera Utara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

satu indikator kinerja pembangunan yaitu pembangunan ekonomi.

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan

menganalisis perbandingan antar waktu, pebandingan dengan capaian daerah kabupaten/kota,

dan rekomendasi kebijakan di indikator ekonomi kinerja pembangunan yaitu pertumbuhan

ekonomi, PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB per kapita, laju inflasi, ekspor dan impor,

pendapatan asli daerah, penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing,

kemiskinan dan tingkat pengangguran.

Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh bahwa capaian kinerja pembangunan

ekonomi di kabupaten/kota sudah tercapai dengan baik dan dengan pembangunan ekonomi

Provinsi Sumatera Utara.


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmad dan hidayah yang melimpah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat beriringkan salam tidak lupa penulis haturkan kepada Baginda Rasul Nabi Besar Muhammad SAW, para sahabat dan keluarganya yang penulis harapkan syafaatnya di hari kelak.

Skripsi ini merupakan suatu tugas akhir yang harus di selesaikan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul dari skripsi ini adalah Analisis Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi

Kabupaten / Kota Pemekaran Di Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini dalam berbagai bentuk yang tidak mungkin di tuliskan satu persatu dikarenakan begitu banyak hal yang telah di perbuat terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, M.Ec,Ac,Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Syahrir

Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku dosen pembimbing penulis yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, memberikan saran, masukan dan petunjuk yang sangat berarti bagi penulis.

4. Bapak Dr. Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(5)

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hsb, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah bersedia

meluangkan waktu dalam memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. 7. Untuk Ayahanda Faridl Sulastyo dan Ibunda Sri Wardani SE serta kepada ananda dan adinda

penulis Riski Rafi Raditya Riandhani dan Endah Tripuspita Ning Puri. Terimakasih atas segala saran, bimbingan, dukungan doa, semangat dan moril yang telah di berikan kepada penulis.

8. Seluruh staff pengajar (dosen) Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna bagi penulis yang dapat digunakan pada masa yang akan datang. 9. Pegawai administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan, Bang Sugi, Bu Nurailah dan Kak

Leny yang tanpa lelah membantu penulis menyelesaikan segala kelengkapan administrasi. 10. Seluruh Staff dan Pegawai Badan Pusat Statistik Sumatera Utara yang telah membantu

penulis dalam hal memperoleh data yang dibutuhkan dalam skripsi ini.

11. Kepada sahabat-sahabatku (Ade, Ryan, Sheila, Imam) yang telah memberikan dukungan semangat, serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman di Ekonomi Pembangunan khususnya angkatan 2010 yang juga telah

mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Seluruh pihak terkait yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kelancaran penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang memerlukannya, terutama rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Medan, 2015


(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Ekonomi Pembangunan... ... 12

2.2.1. Teori Klasik ... 15

2.2.2. Teori Schumpeter ... 15

2.2 Pengertian Perencanaan Pembangunan Ekonomi ... 15

2.3 Desentralisasi Dan Otonomi ... 20

2.4 Daerah dan Kota Belakangnya... 21

2.5 Indikator Kinerja Pembangunan Daerah ... 22

2.6 Penelitian Terdahulu ... 26

2.7 Kerangka Konseptual ... 30

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 30

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 30

3.3 Teknik pengumpulan data ... 30

3.4 Metode Analisis ... 30

3.4.1. Analisis Perbandingan Antar Waktu ... 31

3.4.2. Analisis Perbandingan Dengan Capaian Daerah Kabupaten/Kota Pemekaran ... 31

3.4.3. Analisis Rekomendasi Kebijakan ... 31

3.5 Defenisi Operasional ... 31

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara... 34


(8)

4.1.1 Sejarah Provinsi Sumatera Utara ... 34

4.1.2 Profil Sumatera Utara ... 35

4.1.3 Gambaran Sumatera Utara ... 37

4.1.3.1 Sumatera Utara Secara Geografis ... 37

4.1.3.2 Sumatera Utara Secara Demografis ... 38

4.1.3.3 Kondisi Perekonomian Sumatera Utara ... 42

4.1.4 Penyelenggaraan Pemerintahan ... 43

4.1.5 Potensi Daerah ... 44

4.2 Hasil Penelitian ... 45

4.2.1 Indikator Pembangunan Ekonomi ... 45

4.2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 45

4.2.1.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, Harga Konstan dan PDRB Per Kapita ... ... 48

4.2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 57

4.2.1.4 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ... 59

4.2.1.5 Penanaman Modal Asing (PMA) ... 63

4.2.1.6 Kemiskinan ... 66

4.2.1.7 Pengangguran... ... 69

4.2.1.8 AnalisisPerbandingan Antar Waktu... ... 73

4.2.1.9 Analisis Perbandingan Dengan Capaian Kinerja Daerah Kabupaten/Kota Pemekaran ... 77

4.2.1.10 Rekomendasi Kebijakan ... 81

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 86 DAFTAR PUSAKA

LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel

Judul

Halaman

1.1.

Tingkat Inflasi Tahun 2008-2012

8

2.1.

Penelitian Terdahulu

27

2.2.

Indikator Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

29

4.1.

Daftar Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

36


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar

Judul

Halaman

4.1 Tren Laju Pertumbuhan ekonomi 46

4.2 Tren PDRB Atas Dasar Harga Berlaku 49

4.3 Tren PDRB Atas Dasar Harga Konstan 51

4.4 Tren PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku 54

4.5 Tren PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 56

4.6 Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) 59

4.7 Banyaknya Proyek Pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 61

4.8 Nilai Investasi Pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 62

4.9 Banyaknya Proyek Pada Penanaman Modal Asing (PMA) 64

4.10 Nilai Investasi Pada Penanaman Modal Asing (PMA) 65

4.11 Jumlah Persentase Penduduk Miskin 67

4.12 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 70


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran


(12)

ABSTRACT

Purpose of this study is to determine the ratio between time, comparison with the

achievements of the area, and the performance og policy recommendations district/city

development division in north Sumatera. In this study the authours used the development of

performance indicators that economic development.

Processing the data in this study using descriptive method by analyzing the ratio

between time, comparison with the achievements of the district/city division, and policy

recommendations in the economic indicators of performance development is economic

growth, GDP at current prices, GDP per capita, inflations, exports and imports, local

revenues, domestic invesment, foreign invesment, poverty and unemployment.

Of the analysis conducted, found that the gains of economic development in the

district/city has been achieved with good and with the economic development of the province

of North Sumatra.


(13)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan antar waktu,

perbandingan dengan capaian daerah, dan rekomendasi kebijakan kinerja pembangunan

Kabupaten/Kota pemekaran di Sumatera Utara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

satu indikator kinerja pembangunan yaitu pembangunan ekonomi.

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan

menganalisis perbandingan antar waktu, pebandingan dengan capaian daerah kabupaten/kota,

dan rekomendasi kebijakan di indikator ekonomi kinerja pembangunan yaitu pertumbuhan

ekonomi, PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB per kapita, laju inflasi, ekspor dan impor,

pendapatan asli daerah, penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing,

kemiskinan dan tingkat pengangguran.

Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh bahwa capaian kinerja pembangunan

ekonomi di kabupaten/kota sudah tercapai dengan baik dan dengan pembangunan ekonomi

Provinsi Sumatera Utara.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini

didasari atas beberapa hal, misalnya kondisi alam dan ekonomi, keadaan sosial masyarakat,

keterkaitan beberapa kabupaten/kota dalam suatu kesatuan sejarah, suku bangsa dan budaya,

dan lain sebagainya. Alasan yang paling mengemuka adalah wacana tentang pemekaran

daerah yang sejalan dengan semangat otonomi daerah, beberapa provinsi dianggap memiliki

wilayah terlalu luas sehingga diperlukan upaya untuk memudahkan pelayanan administrasi

dan pemangkasan birokrasi dari ibu kota provinsi ke daerah dengan cara pemekaran, yaitu

dengan penyatuan beberapa kabupaten/kota menjadi provinsi baru.

Arti dari pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat

provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk

pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pemekaran Kabupaten dan kota di wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin

marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian

direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember 2008 telah terbentuk 215 daerah

otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian

total jumlahnya mencapai 524 daerah otonom yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten,

dan 93 kota. Setelah diberlakukannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian

diganti dengan munculnya UU No. 32 tahun 2004, pemekaran daerah menjadi kecenderungan

baru dalam struktur pemerintahan daerah di Indonesia. Dari tahun 1999 sampai dengan tahun

2008, jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia sudah bertambah 183 daerah pemekaran yang


(15)

terdiri dari 151 Kabupaten dan 32 Kota, ini artinya pertumbuhan jumlah daerah

Kabupaten/Kota terjadi rata-rata 20 daerah Kabupaten/Kota per tahun.

Berikut ini adalah nama-nama Kabupaten/Kota sebelum ada pemekaran daerah di

wilayah Sumatera Utara (Sumut), yaitu :

1.

Kabupaten Asahan

2.

Kabupaten Dairi

3.

Kabupaten Deli Serdang

4.

Kabupaten Karo

5.

Kabupaten Labuhanbatu

6.

Kabupaten Langkat

7.

Kabupaten Nias

8.

Kabupaten Simalungun

9.

Kabupaten Tapanuli Selatan

10.

Kabupaten Tapanuli Tengah

11.

Kabupaten Tapanuli Utara

12.

Kota Binjai

13.

Kota Medan

14.

Kota Pematang Siantar

15.

Kota Sibolga

16.

Kota Tanjung Balai

17.

Kota Tebing Tinggi

18.

Kabupaten Mandailing Natal

19.

Kabupaten Toba Samosir.


(16)

Dan berikut ini adalah pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia yang sebenarnya

sudah berlangsung sejak 1991 khususnya wilayah Sumatera Utara (Sumut) :

1.

Kabupaten Pakpak Bharat, pemekaran dari Kabupaten Dairi (25 Februari 2003)

2.

Kabupaten Serdang Bedagai, pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang (18 Desember

2003)

3.

Kabupaten Nias Selatan, pemekaran dari Kabupaten Nias (25 Februari 2003)

4.

Kabupaten Mandailing Natal, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan (23

November 1998)

5.

Kota Padangsidimpuan, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan (21 Juni 2001)

6.

Kabupaten Toba Samosir, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara (23 November

1998)

7.

Kabupaten Humbang Hasundutan, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara (25

Februari 2003)

8.

Kabupaten Samosir, pemekaran dari Kabupaten Toba Samosir (18 Desember 2003)

9.

Kabupaten Batubara, pemekaran dari Kabupaten Asahan (2 Januari 2007)

10.

Kabupaten Padang Lawas, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan (17 Juli 2007)

11.

Kabupaten Padang Lawas Utara, pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan (17 Juli

2007)

12.

Kabupaten Labuhanbatu Utara, pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu (24 Juni 2008)

13.

Kabupaten Labuhanbatu Selatan, pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu (24 Juni 2008)

14.

Kota Gunung Sitoli, pemekaran dari Kabupaten Nias (29 Oktober 2008)

15.

Kabupaten Nias Barat, pemekaran dari Kabupaten Nias (29 Oktober 2008)

16.

Kabupaten Nias Utara, pemekaran dari Kabupaten Nias (29 Oktober 2008)

Beberapa aspek yang terkait dalam kinerja pembangunan daerah yaitu pertumbuhan

ekonomi yang merupakan masalah pokok yang dihadapi oleh setiap negara yang sedang


(17)

berkembang dalam usaha pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

penduduknya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebar cukup merata dan diikuti dengan

membaiknya taraf hidup dibawah garis kemiskinan. Sasaran yang ingin dicapai pada

umumnya dalam pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah untuk mencapai

tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Robinson, 2004;18). Dalam

mengendalikan perkembangan penduduk diperlukan kebijakan yang terintegrasi sekaligus

antisipatif sehingga harus ditangani secara terpadu dan komprehensif. Kebijakan

pembangunan tidak semata-mata diarahkan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi

daerah yang tinggi, tetapi juga ditujukan kepada upaya mengurangi jumlah penduduk miskin,

mengurangi laju pertumbuhan penduduk yang tinggi serta mengurangi tingkat pengangguran

terbuka.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara

pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah, diisyaratkan bahwa dalam

pembentukan pemerintah daerah yang baru didasari kepada persyaratan administratif, teknis

dan fisik kewilayahan, termasuk kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial

politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat,

dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Secara administratif

paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan suatu provinsi dan paling sedikit 5

(lima) kecamatan untuk pembentukan suatu daerah kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan

untuk pembentukan kota termasuk lokasi calon Ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Pada Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional telah mengamanatkan 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan

pembangunan nasional, yaitu : (1) untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan;


(18)

(2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah, antar ruang, antar

waktu, dan antar fungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (3) menjamin keterkaitan

dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4)

mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumber

daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Mengacu pada 5 (lima) tujuan tersebut, maka dalam Rencana Strategis (Renstra)

Bappenas dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas Kementerian PPN/Bappenas mencakup 4

peran penting yang saling terkait, yaitu peran sebagai: (1) pengambil kebijakan/keputusan

(police maker) dengan penjabaran pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana

pembangunan; (2) koordinator; (3) think-tank; dan (4) administrator dengan penjabaran

penyusunan dan pengelolaan laporan hasil pemantauan terhadap pelaksanaan rencana

pembangunan dan penyusunan laporan hasil evaluasi.

Dengan demikian, salah satu peran Bappenas adalah melakukan evaluasi terhadap

pelaksanaan rencana pembangunan. Sebagai tindak lanjut dari peran tersebut telah diterbitkan

Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang didalamnya mencakup evaluasi ex-ante, on-going,

dan ex-post. Terkait dengan peran utama Bappenas diatas, maka evaluasi tahunan terhadap

pelaksanaan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mutlak diperlukan, demikian juga pencapaian di

tiap daerah.

RPJMN 2010-2014 memiliki 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya, yaitu :

1.

Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

2.

Pendidikan

3.

Kesehatan


(19)

5.

Ketahanan Pangan

6.

Infrastruktur

7.

Iklim Investasi dan Iklim Usaha

8.

Energi

9.

Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana

10.

Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik

11.

Kebudayaan, Kreatifitas, dan Inovasi Teknologi

Tiga prioritas lainnya, yaitu :

1.

Kesejahteraan Rakyat

2.

Politik, Hukum, dan Keamanan

3.

Perekonomian

Pelaksanaan evaluasi kinerja pembangunan daerah akan mengacu pada RPJMN

2010-2014, dengan fokus utama untuk mengetahui : (1) tingkat pencapaian target kinerja RPJMN

tahun 2010 dan 2014 di tiap daerah; (2) relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan

strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah; dan (3) evaluasi

tematik di tiap daerah; (4) indikator kinerja dalam evaluasi kinerja pembangunan ekonomi

daerah yang terdapat indikator ekonomi. Pelaksanaan evaluasi RPJMN 2010-2014 dilakukan

secara eksternal dengan harapan agar seluruh proses evaluasi tersebut beserta

rekomendasinya berlangsung dalam proses yang lebih independen.

Dalam evaluasi kinerja pembangunan daerah terdapat indikator kinerja pembangunan

daerah yang menggambarkan tentang suatu kinerja yang akan diukur dalam pelaksanaan

suatu kebijakan terhadap tujuannya, serta terdapat isu strategis dan evaluasi tematik.

Indikator yang terkait dalam kinerja pembangunan daerah, yaitu indikator ekonomi. Dalam

indikator ekonomi terdapat pula beberapa hal yang terkait dalam evaluasi kinerja

pembangunan daerah antara lain, pertumbuhan ekonomi, PDRB perkapita atas dasar harga


(20)

berlaku dan harga konstan, PDRB per kapita, pendapatan asli daerah, penanaman modal

dalam negeri, penanaman modal asing, kemiskinan, dan pengangguran.

Dalam indikator ekonomi di Sumatera Utara pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi

mencapai 5.07%, dengan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 236.353,62, di tahun

2010 mencapai 6.42%, dengan PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 275.056,51,

pada tahun 2011 sebesar 6.63%, dengan PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp.

314.972,44, pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara mencapai

sebesar 6.22%, dengan PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 351.118,16, sedangkan

pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara mencapai sebesar 6.01%

dengan PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp. 403.933,05.

Dalam laju inflasi pada tahun 2009 Tingkat Inflasi terendah dialami oleh Kota Sibolga

(1.59%) dan Tingkat Inflasi tertinggi dialami oleh Kota Pematangsiantar (2.72%). Pada tahun

2010 Tingkat Inflasi terendah dialami oleh Kota Padangsidimpuan (7.42%) dan Tingkat

Inflasi tertinggi dialami oleh Kota Sibolga (11.83%). Pada tahun 2011 Tingkat Inflasi

terendah dialami oleh Kota Medan (3.54%) dan Tingkat Inflasi tertinggi dialami oleh Kota

Padangsidimpuan (4.66%). Pada tahun 2012 Tingkat Inflasi terendah dialami oleh Kota

Sibolga (3.30%) dan Tingkat Inflasi tertinggi dialami oleh Kota Pematangsiantar (4.73%).

Sedangkan pada tahun 2013 Tingkat Inflasi terendah dialami oleh Kota Padangsidimpuan

(7.82%) dan Tingkat Inflasi tertinggi dialami oleh Kota Pematangsiantar (12.02%). Tingkat

laju inflasi berikut dapat dilihat melalui tabel berikut :


(21)

Tabel 1.1.

Tingkat Inflasi Tahun 2008-2013

Menurut Kabupaten/Kota (%)

NO

KABUPATEN / KOTA

TINGKAT INFLASI (%)

2009

2010

2011

2012

2013

1.

Medan

2.69

7.65

3.54

3.79

10.09

2.

Sibolga

1.59

11.83

3.71

3.30

10.08

3.

Padangsidimpuan

1.87

7.42

4.66

3.54

7.82

4.

Pematangsiantar

2.72

9.68

4.25

4.73

12.02

5.

Sumatera Utara

2.61

8.00

3.67

3.86

10.18

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara

Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber

keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil

pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan, daerah yang dipisahkan dan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Di Sumatera Utara, besar anggaran pendapatan asli

daerah pada tahun 2013 untuk pajak daerah sebesar Rp.1.937.261.087,-, untuk retribusi daerah sebesar Rp.819.180.418,-, dan untuk hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp.201.899.721,-.

Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal

dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal dalam negeri

terdiri atas banyaknya proyek (rencana dan realisasi) dan nilai investasi (rencana dan

realisasi). Pada tahun 2013 penanaman modal dalam negeri di Sumatera Utara pada

banyaknya proyek terdapat 19 rencana dan 84 realisasi, sedangkan pada rencana nilai

investasi sebesar Rp. 3.800.473,77 dan realisasi pada nilai investasi sebesar Rp. 2.565.870,70.

Penanaman modal asing merupakan bentuk investasi dengan membangun jalan,

membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Penanaman modal asing juga terdiri atas

banyaknya proyek (rencana dan realisasi) dan nilai investasi (rencana dan realisasi). Pada

tahun 2013 penanaman modal asing di Sumatera Utara pada banyaknya proyek terdapat 62


(22)

rencana dan 67 realisasi, sedangkan rencana pada nilai investasi sebesar Rp. 757.784,68 dan

realisasi pada nilai investasi sebesar Rp. 682.868,10.

Kemiskinan sering dianggap sebagai musuh utama pembangunan dan kemiskinan ini terjadi salah satunya disebabkan tingkat pengangguran terbuka yang tinggi di tengah masyarakat. jumlah persentase penduduk miskin di Sumatera Utara pada tahun 2008 sebesar 12.55%, dan di tahun 2009 menurun menjadi 11.51%, tahun 2010 kembali menurun menjadi 11.31%, sampai pada tahun 2011 terus mengalami penurunan sebesar 10.83%, dan di tahun 2012 tetap menurun mencapai 10.41%, sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 10.39%.

Definisi ekonomi tentang pengangguran tidak identik dengan tidak (mau) bekerja.

Tingkat pengangguran terbuka di Sumatera Utara pada tahun 2008 adalah sebesar 9.10%, dan sedikit

mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 8.45%, sampai pada tahun 2010 terus mengalami penurunan mencapai 7.43%, di tahun 2011 juga terus menurun sebesar 6.37%, dan pada tahun 2012 penurunan terus terjadi mencapai 6.20%.

Isu strategis dalam evaluasi kinerja pembangunan daerah adalah kondisi atau hal yang

harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan, karena dampaknya

yang signifikan bagi entitas (daerah/masyarakat) dimasa datang. Isu strategis juga diartikan

sebagai kondisi/kejadian penting/keadaan yang apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan

kerugian yang lebih besar atau sebaliknya akan menghilangkan peluang apabila tidak

dimanfaatkan. Karakteristik suatu isu strategis adalah kondisi atau hal yang bersifat penting,

mendasar, berjangka panjang, mendesak, bersifat kelembagaan/keorganisasian dan

menentukan tujuan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk memperoleh rumusan

isu-isu strategis diperlukan analisis terhadap berbagai fakta dan informasi kunci yang telah

diidentifikasi untuk dipilih menjadi isu strategis.

Evaluasi tematik dalam pembangunan daerah didasarkan pada isu strategis wilayah

yang akan disepakati dalam Seminar Awal Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2014.

Evaluasi tematik bersifat eksplorasi. Dalam evaluasi ini, terdapat 3 (tiga) kerangka yang


(23)

menjadi fokus, yaitu : (1) kerangka regulasi yang merupakan struktur peraturan

perundang-undangan yang dibentuk dalam rangka memfasilitasi, mendorong, dan mengatur perilaku

masyarakat, termasuk swasta, dan penyelenggaraan negara dalam rangka mewujudkan tujuan

bernegara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945; (2) kerangka kelembagaan

merupakan struktur kelembagaan dimana dapat terlihat interaksi antar aktor, proses transaksi,

stabilitas dan prediktabilitas interaksi dan transaksi tersebut, serta derajat governability dari

suatu pemerintahan; (3) kerangka pendanaan merupakan salah satu komponen penting dalam

perencanaan pembangunan sehingga analisis mendalam mengenai kondisi pendanaan perlu

dilakukan. Kerangka pendanaan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi komprehensif

mengenai kebutuhan pendanaan prioritas dalam rencana pembangunan, kebijakan pendanaan

itu sendiri.

Berdasarkan kajian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian melalui

penulisan skripsi yang berjudul

“Analisis Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi

Kabupaten / Kota Pemekaran Di Sumatera Utara”

. Beberapa kabupaten/kota pemekaran

yang akan diteliti di Provinsi Sumatera Utara antara lain : (1) Kabupaten Serdang Bedagai;

(2) Kabupaten Toba Samosir; (3) Kabupaten Padang Lawas Utara; (4) Kabupaten

Labuhanbatu Utara; dan (5) Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

1.2.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah

yang menjadi dasar kajian tersebut adalah sebagai berikut :

1.

Bagaimanakah evaluasi kinerja pembangunan di kabupaten/kota pemekaran di Sumatera

Utara yang ditinjau dari indikator ekonomi terkait dalam perekonomian daerah,

Pertumbuhan Ekonomi, PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, PDRB Atas Dasar Harga

Konstan, PDRB Per Kapita, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Penanaman Modal Dalam


(24)

Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), Kemiskinan, dan Pengangguran

setelah pemekaran daerah ?

2.

Apakah capaian evaluasi kinerja yang diukur sudah tercapai untuk daerah kabupaten/kota

pemekaran atau belum tercapai untuk daerah kabupaten/kota pemekaran ?

1.3.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.

Untuk mengetahui bagaimana evaluasi kinerja pembangunan daerah yang ditinjau dari

indikator ekonomi terkait dalam Pertumbuhan Ekonomi, PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku, PDRB Atas Dasar Harga Konstan, PDRB Perkapita, Pendapatan Asli Daerah

(PAD), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA),

Kemiskinan, dan Pengangguran setelah pemekaran daerah.

2.

Untuk mengetahui apakah capaian evaluasi kinerja yang diukur sudah tercapai untuk

daerah kabupaten/kota pemekaran atau belum tercapai untuk daerah kabupaten/kota

pemekaran.

1.4.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.

Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi

terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian

selanjutnya.

2.

Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian

menyangkut topik yang sama.

3.

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya dibidang ekonomi

pembangunan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Teori Ekonomi Pembangunan

Pembangunan ekonomi mencakup pengertian yang sangat luas, tidak hanya sekedar

menaikkan pendapatan perkapita pertahun bahkan indikator PNB (Produk Nasional Bersih).

Sebagai indikator utama tidak selalu dapat menggambarkan suksesnya suatu pembangunan.

Indikator-indikator yang lain seperti pendidikan, distribusi pendapatan, jumlah penduduk

miskin, juga menunjukkan keberhasilan pembangunan. Pengalaman pada tahun 1950-an dan

tahun 1960-an telah membuktikan hal ini. Negara-negara di dunia ketiga telah mencapai

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sesuai dengan target namun gagal dalam

meningkatkan taraf hidup sebagian besar masyarakatnya. Masalah-masalah sosial seperti

pengangguran, kesenjangan pendapatan dan sebagainya tidak mengalami perbaiki. Dan

selama tahun 1970-an mulai muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha

pembangunan bukan menciptakan tingkat pertumbuhan yang tinggi melainkan penghapusan

dan pengurangan tingkat kemiskinan. Penanggulangan ketimpangan pendapatan, penyediaan

lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.

Sejak diberlakukannya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah,

banyak daerah di Indonesia yang mengusulkan diri untuk menjadi daerah otonom baru

dengan tujuan mendapatkan kewenangan yang lebih besar dalam mengupayakan

pembangunan dan kesejahteraan bagi daerahnya. Pembentukan daerah otonom baru atau

yang biasa disebut pemekaran daerah memungkinkan daerah untuk mengelola sumber daya

nasional yang tersedia di wilayah masing-masing. Dalam pasal 10 Undang-undang

No.22/1999 disebutkan bahwa daerah memiliki wewenang untuk mengelola dan memelihara

sumber daya nasional yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain

itu daerah berhak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan prakasa


(26)

sendiri dan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artinya,

otonomi daerah memberikan pelimpahan wewenang baik dalam pengambilan kebijakan

maupun keputusan pembiayaan kepada daerah dan berusaha melibatkan masyarakat dalam

upaya pembangunan daerah sehingga kohesi sosial antara politik dan masyarakat semakin

kuat. Berdasarkan alasan tersebut, beberapa daerah mulai tertarik untuk mengajukan

pembentukan daerah otonom baru bagi wilayahnya. Besarnya keinginan daerah untuk

membentuk daerah otonom baru pasca dibentuknya Undang-undang No.22/1999 disebabkan

oleh keinginan daerah untuk ikut serta dalam memajukan dan mengembangkan potensi

wilayahnya berdasarkan prakarsa dan aspirasi sendiri. Dalam Peraturan Pemerintah

No.129/2000 tentang “Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan

Penggabungan Daerah” disebutkan bahwa tujuan pemekaran daerah adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui : (1) Peningkatan pelayanan kepada

masyarakat, (2) Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, (3) Percepatan pelaksanaan

pembangunan ekonomi daerah, (4) Peningkatan keamanan dan ketertiban, serta (5)

Peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah.

Widjoyokusumo (2011) mengatakan bahwa secara teoritis, awal dari semangat

pemekaran ini adalah merupakan suatu upaya untuk mencapai pemerataan pembangunan dan

kesejahteraan rakyat serta demi mempercepat perwujudan masyarakat Indonesia yang

sejahtera.

Terdapat 2 (dua) alasan yang melatarbelakangi maraknya fenomena pemekaran

wilayah di Indonesia diantaranya :

a.

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pendekatan pelayanan melalui pemerintah daerah yang diasumsikan akan lebih efektif

dan efisien dibandingkan daerah induk. Luasnya cakupan wilayah pelayanan daerah induk

menjadi penyebab dari kurang efisiennya pelayanan publik yang tersedia. Melalui proses


(27)

perencanaan pembangunan daerah baru yang lebih terbatas, maka pelayanan publik yang

tersedia akan sesuai dengan kebutuhan lokal. Jarak dan rentang kendali yang lebih singkat

dan pendek antara birokrasi dan masyarakat akan menciptakan interaksi yang lebih intensif

bagi pemerintah maupun masyarakat sehingga kebutuhan akan pelayanan publik akan

terpenuhi dengan baik.

20.

Percepatan Pertumbuhan Ekonomi

Pemekaran daerah di asumsikan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah

melalui pemanfaatan potensi lokal. Dengan dikembangkannya daerah baru, pemerintah

setempat memiliki peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah yang selama ini

tidak tergali. Pemekaran daerah juga memungkinkan terciptanya usaha-usaha baru yang

mampu menyerap tenaga kerja baik sektor formal maupun informal. Penciptaan usaha-usaha

baru diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mendukung proses

pemerataan dalam pembangunan.

Dalam hal ini, peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang paling penting

disamping meningkatkan pembangunan maupun pemasukan daerah. Otonomi daerah

diharapkan mampu mendekatkan fungsi pelayanan birokrasi pemerintahan terhadap rakyat

melalui pelayanan publik yang baik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat. Swianiewicz Riani (2012) mengungkapkan bahwa pemerintahan kecil yang lebih

homogen cenderung mudah untuk mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengan

preferensi sebagian besar masyarakatnya.

Berdasarkan pengamatannya pada pemerintahan di Eropa Timur, struktur dan ukuran

pemerintah yang lebih kecil ternyata mampu mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi

dalam upaya mencapai kesejahteraan. Disamping itu pemerintahan yang lebih kecil memiliki

tingkat birokrasi yang rendah sehingga fungsi administratif berjalan dengan baik dan

masyarakat mampu mendapatkan pelayanan publik yang sesuai dengan harapan mereka.


(28)

Teori-teori pertumbuhan ekonomi melihat hubungan antara pertumbuhan ekonomi

dengan faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Beberapa teori mengenai pertumbuhan

ekonomi yaitu :

2.1.1.

Teori Klasik

Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik pertama, yang mengemukakan pentingnya

kebijaksanaan lisezfaire atas sistem mekanisme untuk memaksimalkan tingkat perkembangan

ekonomi suatu masyarakat. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas menciptakan

efisiensi, membawa ekonomi kepada full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi

sampai tercapai posisi stationer (stationery state) yang terjadi apabila sumber daya alam telah

seluruhnya dimanfaatkan, dan kalaupun ada pengangguran itu bersifat sementara.

2.1.2.

Teori Schumpeter

Schumpeter berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan

kewirausahaan (entrepreneurship). Sebab, para pengusahalah yang mempunyai kemampuan

dan keberanian mengaplikasi penemuan-penemuan baru dalam dunia usaha merupakan

langkah inovasi. Termasuk dalam langkah-langkah inovasi adalah penyusunan teknik dalam

tahap produksi serta masalah organisasi manajemen, agar produk yang dihasilkan dapat

diterima pasar.

2.2.

Pengertian Perencanaan Pembangunan Ekonomi

Istilah perencanaan memiliki pengertian yang berbeda-beda dari para ahli. Banyak

dokumen perencanaan nasional atau pernyataan dari para pemimpin politik yang

memperkenalkan pengertian mereka sendiri. Para pakar ekonomi pun belum ada kesepakatan

tentang pengertian istilah perencanaan pembangunan ekonomi tersebut. Menurut Conyers dan

Hills (1994), Perencanaan sebagai suatu proses yang bersinambungan yang mencakup


(29)

keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.

Walaupun belum ada kesepakatan yang di antara pakar ekonom berkenaan dengan

istilah perencanaan ekonomi, dapat diambil inti dari istilah perencanaan ekonomi

mengandung arti pengendalian dan pengaturan suatu perekonomian untuk mencapai sasaran

dan tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu.

Adapun ciri dari suatu perencanaan pembangunan ekonomi yaitu :

1.

Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi

yang mantap (steady social economic growth). Hal ini dicerminkan dalam usaha

pertumbuhan ekonomi yang positif.

2.

Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan per kapita.

3.

Usaha untuk mengadakan pertumbuhan struktur ekonomi.

4.

Usaha perluasan kesempatan kerja.

5.

Usaha pemerataan pembangunan sering disebut sebagai distributive justice.

6.

Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih menunjang

kegiatan-kegiatan pembangunan.

Unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan ekonomi :

a.

Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan.

b.

Perkiraan sumberdaya-sumberdaya bagi pembangunan khususnya sumber-sumber

pembiayaan pembangunan.

c.

Perencanaan pembangunan adalah program investasi yang dilakukan secara sektoral.

Penyusunan program investasi secara sektoral ini dilakukan bersama-sama dengan

pernyusunan rencana-rencana sasaran.

d.

Perencanaan pembangunan adalah administrative pembangunan yang mendukung usaha

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tersebut.


(30)

Secara umum fungsi perencanaan pembangunan ekonomi yaitu :

1.

Dengan perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman

bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan

pembangunan.

2.

Dengan perencanaan dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi, prospek-prospek

perkembangan, hambatan serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan

datang.

3.

Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik.

4.

Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya tujuan.

5.

Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan

evaluasi (Arsyad, 2002).

Menurut Jhingan (1983) syarat-syarat keberhasilan suatu perencanaan memerlukan

adanya hal-hal berikut ini :

1.

Komisi Perencanaan

Pembentukan suatu komisi (badan atau lembaga) perencanaan yang harus

diorganisir secara tepat yang dibagi dalam bagian-bagian dan subbagian yang

dikoordinir oleh para pakar, seperti pakar ekonomi, statistic, teknik serta pakar lain

yang berkenaan dengan masalah perekonomian.

2.

Data Statistik

Adanya analisis yang menyeluruh tentang potensi sumber daya yang dimiliki

suatu negara beserta segala kekurangannya. Analisis seperti ini penting untuk

mengumpulkan informasi dan data statistic serta sumberdaya-sumberdaya potensial

lain seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, dan modal yang tersedia di

negara tersebut.


(31)

3.

Tujuan

Suatu perencanaan dapat menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Berbagai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai tersebut hendaknya realistis dan

disesuaikan dengan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan.

4.

Penetapan Sasaran dan Prioritas

Penetapan sasaran dan prioritas perencanaan secara makro dan sektoral. Sasaran

secara makro dirumuskan secara tegas serta mencakup setiap aspek perekonomian dan

dapat dikuantifikasikan. Untuk sasaran sektoral harus disesuaikan dengan sasaran

makronya, sehingga ada keserasian dalam pencapaian tujuan.

5.

Mobilisasi Sumberdaya

Dalam perencanaan ditetapkan adanya pembiayaan oleh pemerintah sebagai dasar

mobilisasi sumberdaya yang tersedia. Sumber pembiayaan ini bisa berasal dari

sumber luar negeri dan dalam negeri (domestik).

6.

Keseimbangan dalam Perencanaan

Suatu perencanaan hendaknya mempu menjamin keseimbangan dalam

perekonomian, untuk menghindarkan kelangkaan maupun surplus pada periode

perencanaan.

7.

Sistem Administrasi yang Efisien

Administrasi yang baik, efesien dan tidak ada unsure KKN (Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme) adalah syarat mutlak keberhasilan suatu perencanaan.

8.

Kebijakan Pembangunan yang Tepat

Pemerintah harus menetapkan kebijakan pembangunan yang tepat demi

berhasilnya rencana pembangunan dan untuk menghindari masalah-masalahyang

mungkin timbul dalam pelaksanaannya. Unsur-unsur utama kebijakan pembangunan

meliputi : (a) analisis potensi pembangunan; survey sumberdaya nasional, penelitian


(32)

ilmiah; penelitian pasar; (b) penyediaan prasarana yang memadai (air, listrik,

infrastruktur, dan telekomunikasi); (c) penyediaan fasilitas latihan khusus dan juga

pendidikan umum yang memadai untuk menyediakan keterampilan yang diperlukan;

(d) perbaikan landasan hukum bagi kegiatan perekonomian.

9.

Administrasi yang Ekonomis

Setiap usaha harus dibuat berdampak ekonomis dalam administrasi, khususnya

dalam pengembangan bagian-bagian departemen dan pemerintahan.

10.

Dasar Pendidikan

Administrasi yang bersih dan efisien memerlukan dasar pendidikan yang kuat.

Perencanaan yang berhasil harus memperhatikan standar moral dan etika masyarakat.

11.

Teori Konsumsi

Menurut Galbraith (1962), satu syarat penting dalam perencanaan pembangunan

modern adalah bahwa perencanaan tersebut harus dilandasi oleh teori konsumsi.

Negara sedang berkembang tidak harus demokratis dan perhatian pertama harus

diberikan kepada barang dan jasa yang berada dalam jangkauan pendapatan

masyarakat tertentu.

12.

Dukungan Masyarakat

Dukungan masyarakat merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu

perencanaan didalam suatu negara yang demokratis. Perencanaan memerlukan

dukungan luas dari msyarakat. Perencanaan ekonomi harus diatas kepentingan

golongan. Tetapi pada saat yang sama, perencanaan tersebut harus memperoleh

persetujuan semua golongan. Dengan kata lain, suatu perencanaan harus dianggap

sebagai rencana nasional bila rencana tersebut disetujui oleh wakil-wakil rakyat.


(33)

2.3.

Desentralisasi Dan Otonomi

Desentralisasi dari sudut asal usul kata berasal dari bahasa latin, yaitu “de” atau lepas

dan

”centrum” atau pusat, jadi desentralisasi dapat berarti lepas dari pusat. Handoko (2003:

229) mengartikan desentralisasi adalah penyebaran atau pelimpahan secara meluas kekuasaan

dan pembuatan keputusan kepada tingkatan-tingkatan organisasi yang lebih rendah.

Desentralisasi menurut Rondinelli (1981) merupakan: “the transfer or delegation of legal

and authority

to plan, make decisions and manage public functions from the central

govermental its agencies to field organizations of those agencies, subordinate

units of

government, semi autonomous public corparation, area wide or regional

development

authorities, functional authorities, autonomous local government, or

non-governmental

organizations”

(desentralisasi adalah pemindahan wewenang perencanaan, pembuatan

keputusan, dan administrasi dari pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi lapangannya,

unit-unit pemerintah daerah, organisasi-organisasi setengah swasta-otorita, pemerintah

daearah dan non pemerintah daerah (Koirudin, 2005: 3). Sejalan dengan pengertian/defenisi

desentralisasi di atas, dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah kepada

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos dan nomos yang berarti perundangan

sendiri. Dengan diberikannya hak kekuasaan dan pemerintahan kepada badan otonomi,

seperti provinsi, kabupaten, dan kota maka dengan inisiatifnya sendiri dapat mengurus rumah

tangganya dengan membuat/mengadakan peraturan-peraturan daerah yang tidak boleh

bertentangan Undang-undang Dasar 1945 dan peraturan pemerintah serta mampu

menjalankan kepentingan umum. Otonomi adalah derivat dari desentralisasi. Dalam

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa otonomi daerah


(34)

adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara prinsipil terdapat

dua hal yang tercantum dalam otonomi yaitu hak dan wewenang untuk mengelola daerah

serta tanggung jawab untuk kegagalan dalam memanajemeni daerah. Sementara “daerah”

dalam arti local state government adalah pemerintah di daerah yang merupakan perpanjangan

tangan dari pemerintah pusat. Sumodiningrat (1999: 255) mengemukakan bahwa hakikat

otonomi adalah meletakkan landasan pembangunan yang tumbuh berkembang dari rakyat,

diselenggarakan secara sadar dan mandiri oleh rakyat.

2.4.

Kota Dan Daerah Belakangnya

Dalam ekonomi regional, secara implisit dibuat asumsi bahwa wilayah yang dianalisis

adalah homogen. Hal itu karena sifat analisis adalah makro, sifat analisis suatu wilayah

terdapat perbedaan yang menciptakan hubungan antara satu bagian dengan bagian yang

lainnya dalam wilayah tersebut. Perlu diingat bahwa sifat analisis ini disebut dengan analisis

makro regional. Secara umum diketahui dalam suatu wilayah ada tempat-tempat dimana

penduduk atau kegiatan yang terkonsentrasi, dan ada tempat-tempat dimana penduduk atau

kegiatan yang kurang terkonsentrasi. Tempatn konsentrasi penduduk dan kegiatannya

dinamakan dengan berbagai istilah, yaitu kota, pusat perdagangan, pusat industri, dan pusat

pemukiman. Masing-masing istilah itu bersangkut paut dengan asosiasi pikiran kita tentang

fungsi apa yang hendak ditonjolkan atas tempat-tempat konsentrasi tersebut. Daerah diluar

pusat konsentrasi dinamakan dengan berbagai istilah seperti pedalaman, wilayah belakang

(hinterland), dan daerah pertanian atau daerah pedesaan. Hal ini sangat bermanfaat dalam

mengatur kinerja pembangunan kota dan daerah.

Dalam perencanaan wilayah, sangat perlu menetapkan suatu tempat pemukiman atau

tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi

yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda dibanding dengan daerah


(35)

pedesaan/pedalaman. Padahal dipedesaan pun terdapat lokasi pemukiman plus berbagai

kegiatan nonpertanian seperti perdagangan, warung kopi, tukang pangkas, atau tukang jahit

pakaian, walaupun dalam jumlah dan intensitas yang kecil dan biasanya hanya ditujukan

untuk melayani kebutuhan masyarakat setempat. Karena fungsinya yang berbeda, maka

kebijakan pembangunan pun bisa berbeda antara wilayah perkotaan dengan wilayah

pedesaan. Di pedesaan umumnya yang menjadi kegiatan basis adalah sektor penghasil barang

(pertanian, industri, dan pertambangan). Di perkotaan selain sektor penghasil barang maka

sektor perdagangan dan jasa dapat menjadi basis asalkan kegiatan tersebut mendatangkan

uang dari luar wilayah (pelanggannya datang dari luar wilayah). Karena kegiatan sektor

penghasil barang, seringkali kegiatannya dibatasi di perkotaan maka kota umumnya

mengandalkan kegiatan perdagangan dan jasa sebagai basis utama. Dengan demikian maka

adalah wajar apabila program pemerintah pun seringkali dibedakan antara program perkotaan

dan program untuk pedesaan. Namun, sektor perdagangan dan jasa di luar yang melayani

pariwisata, bukanlah basis murni. Perkembangan perdagangan dan jasa di perkotaan

tergantung pada perkembangan perekonomian wilayah belakangnya. Perkembangan

perekonomian wilayah belakangnya tergantung pada sektor basis di wilayah belakang

tersebut. Dengan demikian, perkembangan perekonomian secara keseluruhan tetap

tergantung pada perkembangan sektor basis murni.

2.5.

Indikator Kinerja Pembangunan Daerah

Indikator kinerja adalah uraian ringkas yang menggambarkan tentang suatu kinerja

yang akan diukur dalam pelaksanaan suatu kebijakan terhadap tujuannya. Indikator

merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif, dalam perumusan indikator yang harus

memenuhi asumsi keterukuran. Dalam EKPD (Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah) 2011,

indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak

(impact) yang pencapaiannya didukung melalui pencapaian indikator hasil (outcome). Ada


(36)

dua indikator yang terkait dalam kinerja pembanguan daerah yaitu indikator ekonomi dan

indikator sosial. Salah satu indikator yang terkait dalam penulisan skripsi ini adalah Indikator

Ekonomi. Dalam indikator ekonomi terdapat beberapa hal yang terkait dalam evaluasi kinerja

pembangunan daerah antara lain :

1.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara

secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu

perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya

pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

2.

PDRB Per Kapita

Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita (PDRB Per Kapita) bila dibagi dengan

jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di suatu wilayah (wilayah penghitungan

PDRB), akan diperoleh angka PDRB per kapita. PDRB juga terbagi atas dua kategori yaitu

PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan.

3.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber

keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil

pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan, daerah yang dipisahkan dan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Menurut Nurcholis (2007:182), pendapatan asli

daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi

daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.

Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang RI No.32

Tahun 2004 yaitu : (1) Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang

ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangga sebagai badan hukum publik. (2)


(37)

Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai

pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan,

usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. (3) Hasil perusahaan milik daerah dan

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. (4) Lain-lain pendapatan daerah yang

sah adalah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah,

retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas.

4.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal

dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Ketentuan mengenai penanaman

modal diatur di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal.

Kegiatan usaha-usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali

bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan

batasan kepemilikan modal negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan

Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Perubahan daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang

usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal.

5.

Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman modal asing merupakan bentuk investasi dengan membangun jalan,

membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Penanaman modal di Indonesia diatur dengan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang

ini yang dimaksud dengan penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing,

baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman

modal dalam negeri. Penanaman modal asing lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya

bersifat jangka panjang, banyak memberikan andil dalam ahli teknologi, ahli keterampilan.


(38)

Manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini sangat penting bagi negara

yang sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan

lapangan pekerjaan.

6.

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi

kebutuhannya sesuai standar yang berlaku. Sudah cukup banyak ukuran dan standar yang

dikeluarkan oleh para pakar dan lembaga mengenai batas garis kemiskinan.

Djoyohadikusumo (1996:21) menggunakan standar kemiskinan berdasarkan pendapatan

perkapita pertahun adalah US$50 untuk pedesaan dan US$75 untuk perkotaan. Bank Dunia

(1990:36) untuk standar internasional memberikan batas garis kemiskinan yang lebih tinggi

dari standar-standar lainnya yaitu dengan pendapatan perkapita sebesar US$275 pertahun.

Kemiskinan sering dianggap sebagai musuh utama pembangunan dan kemiskinan ini

terjadi salah satunya disebabkan tingkat pengangguran terbuka yang tinggi di tengah

masyarakat. Penanganan masalah ini diupayakan oleh pemerintah dengan menyalurkan

berbagai bantuan dan subsidi serta membuka lapangan kerja dengan meningkatkan inisiatif

dan kreatifitas masyarakat di samping memperluas kesempatan investasi langsung bagi

semua pihak. Jumlah penduduk miskin yang meningkat disebabkan karena banyaknya tingkat

pengangguran yang tinggi di tengah masyarakat. Diketahui secara umum, upaya untuk

menurunkan angka kemiskinan disebabkan oleh dampak krisis ekonomi yang pada dasarnya

telah menunjukkan hasil walaupun masih bersifat fluktuatif. Upaya menurunkan jumlah

penduduk miskin secara berencana dilakukan baik melalui subsidi-subsidi di bidang sosial.

7.

Pengangguran

Menganggur tidak sama dengan tidak bekerja atau tidak mau bekerja. Orang yang

tidak mau bekerja, tidak dapat dikatakan sebagai pengangguran. Sebab jika seseorang ingin

bekerja (mencari pekerjaan), mungkin dengan segera mendapatkannya. Definisi ekonomi


(39)

tentang pengangguran tidak identik dengan tidak (mau) bekerja. Seseorang baru dikatakan

menganggur bila dia ingin bekerja dan telah berusaha mencari kerja, namun tidak

mendapatkannya. Orang yang mencari kerja masuk ke dalam kelompok penduduk yang

disebut angkatan kerja. Yang dihitung sebagai angkatan kerja adalah penduduk berusia 15-64

tahun dan sedang mencari kerja, sedangkan yang tidak mencari kerja, karena harus mengurus

keluarga dan sekolah, tidak masuk angkatan kerja.

2.6.

Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian terdahulu, penulis mencantumkan dua peneliti tentang

pembahasan pemekaran kabupaten/kota di Sumatera Utara, diantaranya adalah :


(40)

(41)

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No

Nama Peneliti

Judul

Isu yang Diangkat

Variabel Penelitian

Metode Hasil Penelitian

1.

Bidang

Pemerintahan Dan

Kemasyarakatan

BALITBANG

Provinsi Sumatera

Utara, (2009)

Dampak Pemekaran

Daerah Terhadap

Kehidupan Ekonomi Dan

Pelayanan Publik (Public

Service) Bagi Masyarakat

Di Sumatera Utara

Dampak pemekaran

terhadap kehidupan

ekonomi masyarakat di

Sumatera Utara

Penelitian bersifat

deskriptif evaluatif,

yakni menggambarkan

dan mengevaluasi kinerja

pemerintah daerah

(Kabupaten/Kota)

berdasarkan indikator

yang ditentukan

Peningkatan

kesejahteraan dan

kemajuan dalam bidang

ekonomi pasca

pemekaran di daerah

otonom baru dapat dilihat

dari PDRB, pertumbuhan

ekonomi dan ketersediaan

sarana dan prasarana yang

meningkat dari sebelum

dan setelah pemekaran

2.

Fadilla, (2008)

Analisis Ketimpangan

Pendapatan Antar

Kabupaten Pemekaran Di

Sumatera Utara

Bagaimana

pengaruh

jumlah penduduk,

pengaruh PDRB, dan

pengeluaran pemerintah

terhadap ketimpangan

pendapatan antar

kabupaten/kota

pemekaran di Sumatera

Utara

Dengan menggunakan

metode Ordinary Least

Square (OLS)

menunjukkan bahwa data

panel memiliki perilaku

data yang berbeda (tidak

seragam) di

masing-msing kabupaten

pemekaran

Ketimpangan

pembangunan antar

Kabupaten/Kota

pemekaran di Sumatera

Utara relatif kecil atau

lebih merata dengan

angka Indeks Williamson.

3.

Fahrul, (2011)

Efektifitas Dan Relavansi

Kinerja Pembangunan

Kota Medan Terhadap

Sumatera Utara

Bagaimana efektivitas dan

relavansi perekonomian

daerah, kondisi sosial, dan

infrastruktur Kota Medan

terhadap Sumatera Utara

Penelitian bersifat data

sekunder yang diperoleh

dengan melihat

bahan-bahan kepustakaan

berupa tulisan ilmiah,

literature, jurnal, majalah

Pembangunan ekonomi di

Kota Medan terlihat

sangat relavan dengan

tujuan pembangunan

ekonomi Provinsi

Sumatera Utara.


(42)

ekonomi dan internet

dengan menganalisis

efektivitas dan relavansi

kinerja pembangunan

ekonomi

4.

Badan Perencanaan

Pembangunan

Nasional

(BAPPENAS), 2008

Studi Evaluasi Dampak

Pemekaran Daerah

2001-2007

Mengevaluasi

perkembangan pemekaran

daerah dalam aspek

ekonomi, keuangan

pemerintah, serta dampak

terhadap kesejahteraan

masyarakat

Kinerja ekonomi daerah,

meliputi pertumbuhan

PDRB non migas,

pertumbuhan PDRB per

kapita, rasio PDRB

Kabupaten terhadap

PDRB Provinsi, Angka

Kemiskinan

Menggunakan metodologi

treatment-control dan

pemilihan sample secara

purposive

5.

Meita Ahadiyati,

(2005)

Evaluasi Kinerja

Penyelenggara Otonomi

Daerah Periode 1999-2003

Mengukur tingkat kinerja

daerah Kabupaten/Kota

dalam menyelenggarakan

otonomi daerah periode

1999-2003

Derajat kesejahteraan

masyarakat meliputi

pertumbuhan ekonomi,

PDRB per kapita, indeks

pembangunan manusia,

angka pengangguran,

indeks kemiskinan.

Metode penelitian yang

digunakan adalah metode

kuantitatif dengan analisis

deskriptif.


(43)

Evaluasi Kinerja

Pembangunan Daerah

2.7.

Kerangka Konseptual

Pada penulisan skripsi ini, penulis hanya menganalisa data yang diperoleh dari

sumber Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, data yang didapat ada di dalam

buku yang berjudul “Sumatera Utara Dalam Angka” mulai dari tahun 2007-2008 sampai

dengan tahun 2012-2013, buku-buku, laporan ilmiah, jurnal dan internet. Yang terkait dalam

indikator ekonomi adalah :

Tabel 2.2.

Indikator Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

1.

Pertumbuhan Ekonomi

2.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan

Harga Konstan, PDRB Per kapita

3.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

4.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

5.

Penanaman Modal Asing (PMA)

6.

Kemiskinan

7.

Pengangguran

Indikator Ekonomi


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Pemekaran Sumatera

Utara, dengan menganalisis evaluasi kinerja pembangunan ekonomi Kabupaten/Kota

pemekaran di Sumatera Utara melalui Sumatera Utara Dalam Angka dengan melihat

keterkaitan di dalam indikator ekonomi di daerah pemekaran di Sumatera Utara setelah

adanya pemekaran daerah tahun 2001.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan dianalisis oleh penulis adalah data sekunder. Data sekunder

adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada

(peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti

Badan Pusat Statistik (BPS), buku-buku, laporan penelitian ilmuah, jurnal, dan internet.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian penulis menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library

research) melalui jurnal-jurnal dan buku-buku pendukung. Teknik pengumpulan data dengan

pengambilan data langsung berupa buku “Sumatera Utara Dalam Angka” Edisi Tahun

2008-2009 sampai dengan 2012-2013.

3.4. Metode Analisis

Untuk melihat dan menjelaskan kinerja pembangunan, pendekatan yang digunakan

adalah perbandingan antar waktu, perbandingan dengan capaian provinsi, rekomendasi

kebijakan. Dengan menyandingkan buku “Sumatera Utara Dalam Angka” Edisi Tahun

2008-2009 sampai dengan 2012-2013 Provinsi Sumatera Utara. Analisis pengolahan data

dijelaskan melalui Tabel, Diagram dan Grafik, menganalisis penyebab naik turunnya


(45)

pertumbuhan ekonomi setelah terjadinya pemekaran Kabupaten/Kota yang ditunjukkan dari

indikator dari tahun ke tahun, dengan perbandikan antar waktu, perbandingan dengan capaian

daerah kabupaten / kota, serta memberikan rekomendasi kebijakan dari hasil analisis tersebut.

3.4.1.

Analisis Perbandingan Antar Waktu

Dalam hal ini, analisis perbandingan antar waktu menganalisis dengan menggunakan

analisis tren dengan membandingkan capaian dengan tahun sebelumnya, apakah terjadi

kenaikan atau penurunan dalam pencapaiannya (dibuat grafik untuk melihat tren capaian

kinerja).

3.4.2.

Analisis Perbandingan Dengan Capaian Daerah Kabupaten / Kota

Dalam hal ini, analisis perbandingan dengan capaian daerah kabupaten / kota

menganalisis dengan membandingkan capaian daerah dengan capaian nasional, sehingga

diketahui apakah kinerja daerah sudah tercapai atau belum dibandingkan dengan propinsi

nasional.

3.4.3.

Analisis Rekomendasi Kebijakan

Dalam hal ini, analisis rekomendasi kebijakan menganalisis dengan menyusun

sejumlah kebijakan untuk menindaklanjuti penanganan dari kinerja yang tidak tercapai.

Dalam artian harus aplikatif dan dapat segera ditindaklanjuti.

3.5. Definisi Operasional

Dalam hal ini yang didefinisikan adalah variabel yang terkait didalam indikator

ekonomi, yaitu :

1.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara

secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu


(46)

perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya

pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

2.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, Harga Konstan dan PDRB Per Kapita

PDRB atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai produksi, pendapatan, atau

pengeluaran, yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.

PDRB atas dasar harga konstan adalah jumlah nilai produksi, pendapatan, atau pengeluaran

yang dinilai atas dasar harga tetap (harga pada tahun dasar) yang digunakan selama satu

tahun. Sedangkan PDRB Per Kapita adalah bila dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan

tahun yang tinggal di suatu wilayah (wilayah penghitungan PDRB), akan diperoleh angka

PDRB per kapita.

3.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber

keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil

pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan, daerah yang dipisahkan dan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

4.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan

usaha diwilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanaman modal dalam

negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

5.

Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha

diwilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan

modal asing sepenuhnya maupun bekerja sama dengan penanaman modal dalam negeri.


(47)

6.

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi

kebutuhannya sesuai dengan standar yang berlaku. Sudah cukup banyak ukuran dan standar

yang dikeluarkan oleh para pakar dan lembaga mengenai batas garis kemiskinan. Pemerintah

saat ini memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan yang terintegrasi mulai dari

program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan sosial, program penanggulangan

kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat serta program penanggulangan

kemiskinan yang berbasis pemberdayaan usaha kecil, yang dijalankan oleh berbagai elemen

Pemerintah baik pusat maupun daerah.

7.

Pengangguran

Menganggur tidak sama dengan tidak bekerja atau tidak mau bekerja. Orang yang

tidak mau bekerja, tidak dapat dikatakan sebagai pengangguran. Sebab jika seseorang ingin

bekerja (mencari pekerjaan), mungkin dengan segera mendapatkannya. Definisi ekonomi

tentang pengangguran tidak identik dengan tidak (mau) bekerja. Seseorang baru dikatakan

menganggur bila dia ingin bekerja dan telah berusaha mencari kerja, namun tidak

mendapatkannya.


(48)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara 4.1.1. Sejarah Provinsi Sumatera Utara

Pada tahun 1863, Jacob Nienhuys seorang Belanda pengusaha perkebunan di Jawa mengunjungi pesisir timur laut Sumatera dan mendapatkan tanah untuk perkebunan di Labuhan Deli yang merupakan tanah konsesi dari Sultan Deli Mahmud Perkasa Alam, dan selanjutnya Martubung, sunggal, Sungai Beras dan Klumpang. Keadaan ini kemudian terbuka kesempatan kepada para peminat orang eropah menanam modalnya di Deli. Setahun kemudian, hasil panen tembakau yang pertama sekali dikapalkan ke Rotterdam, hasilnya memuaskan kemudian tembakau Deli menjadi mashyur. Inilah awal eksploitasi besar-besaran perusahaan perkebunan Eropah di pesisir timur laut Sumatera, khususnya daerah Deli dan sekitarnya. Pada kurun waktu itu mulai dipekerjakan buruh perkebunan yang didatangkan dari Swatow (China), Singapura, Malaka serta orang keling (India) yang didatangkan dari Penang.

Tanah Deli Sumatera Timur adalah merupakan wilayah yang sangat subur untuk melakukan kegiatan pertanian dan perkebunan. Sepuluh tahun kemudian 1872 jumlah perusahaan perkebunan tembakau yang beroperasidi deli mencapai 13 perusahaaan yang tersebar di Langkat dan Deli Serdang. Jumlah orang Eropah yang bekerja sebanyak 75 orang dan jumlah buruh sebanyak 4000 orang.

Badan Warisan Provinsi Sumatera Utara (Seminar Arsitektur, 1995) dataran yang luas daerah Deli telah di usahakan dengan penanaman tembakau, kopi, teh, karet dan kelapa sawit. Lalu kualitas tembakau Deli sebagai pembalut cerutu amat terkenal pada masa sekitar 1875 sampai 1900 pembangunan dan perluasan perkebunan berlangsung dengan sangat cepat dan mengagumkan. Konsensi-konsensi atas tanah diberikan Sultan Deli kepada perusahaan-perusahaan asing yang berkedudukan di Eropa dan Amerika Serikat.


(49)

Pada zaman penjajahan, pemerintahan daerah Sumatera Utara merupakan bagian dari

pemerintah Sumatera, yakni Gouverment Van Sumatera yang dikepalai seorang Gouvernur

berkedudukan di Medan. Pada tahun 1948 Sumatera dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah yaitu :

1. Provinsi Sumatera Utara meliputi keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli. 2. Provinsi Sumatera Tengah meliputi keresidenan Sumatera Barat, jambi, dan Riau.

3. Provinsi Sumatera Selatan meliputi keresidenan Bengkulu, Palembang, Lampung dan Bangka Belitung.

Pada tahun 1956 Sumatera Utara dibagi menjadi dua Propinsi, yakni Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang sekarang dikenal NAD dan Provinsi Sumatera Utara.

4.1.2.

Profil Sumatera Utara

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kot

Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Tahun

1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh

dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara dibagi

kepada

Dengan dimekarkannya kembali Kabupaten Tapanuli Selatan, maka provinsi ini

memiliki kabupaten baru, yait

dengan dasar hukum UURI No. 38/2007 da

beribukota di

akan dimekarkan kembali, yaitu dengan membent


(50)

Tabel 4.1.

Daftar Kabupaten / Kota di Sumatera Utara

No.

Kabupaten/Kota

Ibu Kota

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

-

28.

-

29.

-

30.

-

31.

-

32.

-

33.

-


(1)

Beberapa hasil analisis evaluasi kinerja pembangunan yang terkait di dalam indikator

ekonomi adalah :

1.

Pertumbuhan ekonomi adalah merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

menilai tingkat keberhasilan kinerja pembangunan yang dilaksanakan suatu daerah

khususnya dalam bidang ekonomi. Pada periode 2009-2013 pertumbuhan ekonomi

dibeberapa kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara cenderung mengalami

peningkatan dan penurunan yang cukup stabil atau bisa dikatakan masih rendah,

dan pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun ini juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi perekonomian dalam kenaikan pendapatan nasional, yang merupakan keberhasilan dalam pembangunan ekonomi.

2.

PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas dasar harga konstan, dan PDRB per

kapita digunakan sebagai indikator untuk menilai kinerja ekonomi, dan gambaran

rata-rata pendapatan yang diterima setiap penduduk sebagai keikutsertaannya dalam

proses produksi selama satu tahun. PDRB mampu memberikan gambaran nilai

tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah.

Besaran PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas dasar harga konstan, dan PDRB per kapita sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kinerja perekonomian suatu daerah, terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan daerah atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB. Meningkatnya nilai-nilai PDRB atas dasar harga konstan, PDRB atas dasar harga berlaku, dan PDRB per kapita menyebabkan pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah semakin meningkat lebih baik untuk setiap tingkat kabupaten/kota daerah pemekaran dan tingkat provinsi Sumatera Utara di setiap tahun selama periode tahun 2009-2013.


(2)

3.

Anggaran pendapatan asli daerah menurut jenis pendapatan pada tahun 2013, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Anggaran pendapatan asli daerah pada tahun 2013 di setiap kabupaten/kota pemekaran jika dibandingkan dengan provinsi Sumatera Utara mengalami nilai penambah kekayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota pemekaran. Ini merupakan salah satu indikator yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu pada setiap tahunnya dan setiap kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara.

4.

Di dalam penanaman modal dalam negeri terdapat rencana dan realisasi pada nilai investasi dan banyaknya proyek yang disetujui menurut rencana dan target pada tahun 2009-2013. Selama periode 2009-2013 penanaman modal dalam negeri mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup stabil, artinya capaian kinerja di Sumatera Utara sudah tercapai dengan baik.

5.

Di dalam penanaman modal asing terdapat rencana dan realisasi pada nilai investasi dan banyaknya proyek menurut rencana dan realisasi pada tahun 2009-2013. Selama periode 2009-2013 penanaman modal asing mengalami peningkatan dan penurunan yang cukup stabil dalam capaian kinerja di Sumatera Utara. Ini menyebabkan pembangunan ekonomi dapat mempertinggi kemakmuran rakyat yang sangat penting dalam pemanfaatan modal dengan cara rehabilitasi pembaharuan, perluasan, pembangunan dalam bidang produksi barang dan jasa, dan dapat menaikkan nilai atau memberikan hasil yang baik.

6.

Kemiskinan dianggap sebagai musuh utama pembangunan dan menjadi salah satu tingkat pengangguran terbuka yang tinggi di tengah masyarakat. Jumlah persentase penduduk miskin di beberapa kabupaten/kota pemekaran pada tahun 2009-2013 mengalami penurunan di setiap tahunnya selama tahun 2009-2013. Ini terlihat jelas dari grafik tren jumlah persentase penduduk miskin di kabupaten/kota pemekaran dan di Sumatera Utara. Artinya, capaian kinerja di daerah kabupaten/kota pemekaran dalam menurunkan jumlah penduduk miskin secara berencana dilakukan baik melalui subsidi-subsidi di bidang sosial.


(3)

7.

Definisi ekonomi tentang pengangguran tidak identik dengan tidak (mau) bekerja, yang dihitung sebagai angkatan kerja adalah penduduk berusia 15-64 tahun, dan sedang mencari kerja, sedangkan yang tidak mencari kerja karena harus mengurus keluarga atau sekolah tidak termasuk angkatan kerja. Tingkat pengangguran dapat digambarkan dengan tingkat pengangguran terbuka dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang mengalami penurunan yang tidak stabil di setiap tahunnya selama periode 2009-2013. Ini menyebabkan presentase tingkat pengangguran terbuka menunjukkan bahwa sasaran dan tujuan yang dicapai dalam menurunkan persentase tingkat pengangguran terbuka di beberapa kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara.

5.2. Saran

Berdasarkan indikator ekonomi kinerja pelaksanaan program-program prioritas

pembangunan dalam RPJM di kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara secara umum

dinilai cukup baik yang mengindikasikan pelaksanaan RPJM di kabupaten/kota pemekaran di

Sumatera Utara berhasil dengan baik. Namun demikian, berbagai program yang masih perlu

ditingkatkan secara signifikan antara lain dari indikator ekonomi ialah program peningkatan

pertumbuhan ekonomi, PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas dasar harga konstan,

PDRB per kapita, pendapatan asli daerah (PAD), penanaman modal dalam negeri (PMDN),

penanaman modal asing (PMA), kemiskinan, dan tingkat pengangguran. Pemerintah perlu

mengambil langkah-langkah nyata dalam menyelaraskan program-program pelaksanaan

pembangunan di kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara yang disusun BPS melalui

RPJM Sumatera Utara guna sinkronisasi dengan rencana pembangunan Provinsi Sumatera

Utara yang disusun BPS Provinsi Sumatera Utara melalui RPJM Sumatera Utara, serta

mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat dalam semua lapisan dan

bagian wilayah benar-benar telah mendapatkan manfaat dari pembangunan tersebut

sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembangunan nasional.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin, 2006. Ekonomi Daerah, Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, Sumatera Utara Dalam Angka, Berbagai Edisi, Medan.

Bidang Pemerintahan Dan Kemasyarakatan, Balitbang Provinsi Sumatera Utara, 2009,

Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Kehidupan Ekonomi Dan Pelayanan Publik

(Public Service) Bagi Masyarakat Di Sumatera Utara.

Fadilla, Lia Maharani, 2008, Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten Pemekaran

Di Sumatera Utara, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Fahrul, Muhammad, 2011, Efektifitas Dan Relevansi Kinerja Pembangunan Kota Medan

Terhadap Sumatera Utara, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Lewis, W Arthur. 1994. Perencanaan Pembangunan, Jakarta :Rineka Citra.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat, 2007, Pedoman Praktis Penggunaan E-views

Dalam Ekonometrika, Medan: USU Press.

Rachim, Ratri Furry Pustika, 2013, Evaluasi Pemekaran Wilayah Kota Serang Ditinjau Dari

Kinerja Ekonomi Dan Kinerja Pelayanan Publik Daerah, Skripsi, Fakultas Ekonomi

Dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah,

CV. Eka Jaya, Jakarta, 2000.

Suparmoko, M. dan Irawan. 1986. Ekonomi dan Pembangunan. Yogyakarta.

Tarigan, Robinson, 2004, Ekonomi Regional: Teori Dan Aplikasi, Jakarta, Bumi Aksara.

Tarigan, Robinson, 2005, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Edisi Revisi,

Medan: Penerbit Bumi Aksara.

Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta : Erlangga.


(5)

, Peraturan Pemerintah, Nomor 5 Tahun 2010, tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional , Panduan Evaluasi Kinerja

Pembangunan Daerah, Jakarta, 2011.

,

Usaha Yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Di Bidang

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010, tentang Perubahan Daftar Bidang

Penanaman Modal.

,

Pembangunan Nasional, Panduan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah,

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan

Jakarta, 2011.

,

, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, CV.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.


(6)

LAMPIRAN I

DATA INDIKATOR EKONOMI MAKRO

PROVINSI SUMATERA UTARA DAN KOTA MEDAN TAHUN 2008 – 2012

Indikator

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2012

2008

2009

2010

2011

2012

PDRB (milyar Rp)

213.9

236.3

275.0

314.3

351.1

Pertumbuhan Ekonomi %

6.38

5.07

6.42

6.63

6.22

PDRB/kapita (Jt Rp)

17.15

18.38

21.10

23.99

26.56