Museum Buddhist (Simbolism Architecture)

(1)

Museum Buddhist

( SIMBOLISM ARCHITECTURE )

LAPORAN PERANCANGAN

TGA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2009/2010

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

JUANDY 060406044

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A 2010


(2)

MUSEUM BUDDHIST

( SIMBOLISM ARCHITECTURE )

LAPORAN PERANCANGAN

TGA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2009/2010

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

JUANDY 06 0406 044

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A 2010


(3)

MUSEUM BUDDHIST

( SIMBOLISM ARCHITECTURE )

Oleh :

JUANDY 06 0406 044

Medan, 18 Juni 2010

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Ketua Departemen Arsitektur

Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT NIP. 1963 0716 1998 02 1001 Salmina Wati Ginting, ST, MT

NIP : 1972 05 04 2001 02 2001

Ir. Rudolf Sitoru, MLA NIP : 1958 02 24 1986 01 1002


(4)

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK AKHIR ( SHP2A )

Nama : Juandy

NIM : 060406044

Judul Proyek Akhir : Museum Buddhist Tema Proyek Akhir : Simbolism Architecture

Rekapitulasi Nilai :

Nilai A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan :

No Status

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Pembimbing I

Paraf Pembimbing

II

Koordinator TGA - 490 1 LULUS LANGSUNG

2 LULUS MELENGKAPI 3 PERBAIKAN TANPA

SIDANG 4 PERBAIKAN

DENGAN SIDANG 5 TIDAK LULUS

Medan , 18 Juni 2010

Ketua Departemen Arsitektur Koordinator TGA – 490

_ _

NIP. 1963 0716 1998 02 1001 NIP. 1963 0716 1998 02 1001 Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho , MT Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Laporan ini berisikan penjelasan mengenai proyek Tugas Akhir dari penulis yang berjudul “Medan Boutique Hotel“. Pada tahapan ini terdapat latar belakang , deskripsi proyek , elaborasi tema , analisa dan konsep dari perancangan bangunan “Medan Boutique Hotel“ ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing tugas akhir bapak Salmina Wati Ginting, ST, MT. dan kepada Ir. Rudolf Sitorus, MLA. atas kesabaran dan perhatiannya dalam proses asistensi dan masukan-masukan bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga penulis tujukan kepada :

• Ibu Ir. Basaria Talarosha, MT selaku dosen penguji dan ibu Salmina Wati Ginting , ST , MT selaku dosen penguji yang banyak memberikan kritikan-kritikan dan masukan-masukan yang berguna dalam pengembangan rancangan bangunan ini kedepannya. • Orang tua saya tercinta, Bapak Jamin Kusuma dan Ibu Rusmawaty Purwatan atas

segala doa, support, kesabaran dan segala pengorbanan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

• Adik saya tesayang, Wira Kusuma dan paman saya yang memberikan motivasi serta dukungannya.

• Semua teman- teman stambuk 2006 dan teman-teman Studio Tugas Akhir Semester B TA 2009/2010, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, terutama Gappy. Terima kasih atas dukungan, pendapat, waktu dan dorongan kepada penulis selama proses pengerjaan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir yang disusun mungkin masih mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini berguna bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 7 Juni 2010 Hormat saya,

Juandy NIM 060406044


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………. ii

DAFTAR TABEL………. v

DAFTAR GAMBAR………..vi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang………. 1

I.2. Maksud dan Tujuan……….. 2

I.2.1. Maksud Perancangan………. 2

I.2.2. Tujuan Perancangan……… 3

I.3. Masalah Perancangan……… 3

I.4. Pendekatan Masalah……… 4

I.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah………. 4

I.6. Kerangka Berpikir……….. 5

I.7. Sistematika Laporan……… 6

BAB II DESKRIPSI PROYEK II.1. Tinjauan Umum……… 7

II.1.1. Latar Belakang……….. 7

II.1.2. Terminologi Judul……… 7

II.1.2.1. Pengertian Museum……….… 7

II.1.2.2. Pengertian Buddhist……….…… 37

II.2. Tinjauan Khusus………..…… 48

II.2.1. Objek Pameran………..… 48

II.2.2. Sistem Pameran………... 51

II.2.3. Fasilitas Pendukung……… 52

II.3. Studi Lokasi……….…… 54

II.3.1. Kriteria Lokasi……….… 54

II.4. Studi Banding Fungsi Sejenis……… 57

II.5.1. Museum Buddhist Indonesia ……….……… 57


(7)

II.2.3. Moga Buddhist Museum……… 60

BAB III ELABORASI TEMA III.1. Latar Belakang……….……… 52

III.2. Interpretasi Tema……….……… 52

III.2.1. Penertian Arsitektur Simbolik………. 52

III.2.2. Simbol – symbol dalam agama Buddha………. 71

III.3. Keterkaitan Tema dengan Judul……….……… 77

III.4. Studi Banding Tema Sejenis………..……… 78

III.4.1. Notre Dame du Haut – Le Cobuzier………..……… 78

III.4.2. The Clyde Auditorium – The Armadillo……….……… 80

III.4.3. Mercedes Benz Museum……….……… 81

BAB IV ANALISA IV.1. Analisa Lingkungan………..……… 82

IV.1.1. Lokasi site terhadap Kawasan……….. 82

IV.1.2. Potensi Sekitar……… 84

IV.1.3. Sirkulasi………..……… 85

IV.1.4. Pencapaian……….. 86

IV.2. Analisa Tapak……… 87

IV.2.1. Kebisingan……….……… 87

IV.2.2. Orientasi Matahari dan Angin……….……… 88

IV.2.3. View………..……… 89

IV.2.4. Parkir……… 90

IV.2.5. Sirkulasi dan zoning tapak………..……..……… 91

IV.3. Analisa Fisik Bangunan……….……… 92

IV.3.1. Bentuk dan Massa………..……… 92

IV.3.2. Sirkulasi………..……… 93

IV.3.3. Struktur………..……… 94

IV.3.4. Utilitas……….……… 94

IV.4. Analisa Fungsional……… 94

IV.4.1. Studi jumlah pengunjung……… 94


(8)

IV.4.2. Pola Kegiatan dan Hubungan Ruang………..……… 108

IV.4.3. Program Ruang……….……… 109

BAB V KONSEP V.1. Konsep Dasar……… 113

V.2. Konsep Tapak……… 114

V.2.1. Peletakan massa bangunan……….……….……… 114

V.2.2. Pola Ruang Luar……… 115

V.3. Konsep Bangunan………..……… 117

V.3.1. Bentuk……….……… 117

V.3.2. Pencahayaan……….………. 118

BAB VI GAMBAR RANCANGAN……… 119 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. : tabel perbandingan museum sebelum dan sesudah kemerdekaan………... 13

Tabel 2.2. : tabel standar luasan museum terhadap jumlah penduduk lokal…………... 23

Tabel 2.3. : tabel sifat cahaya……….. 26

Tabel 4.1. : tabel jumlah penduduk Sumatera Utara……….. 94

Tabel 4.2. : tabel data Umat Buddha di Sumatera Utara………. 95

Tabel 4.3. : tabel jumlah pengunjung museum di daerah Sumatera Utara………. 95

Tabel 4.4. : tabel perbandingan jumlah pengunjung museum……… 96

Tabel 4.5. : tabel jumlah murid di Sumatera Utara………. 96

Tabel 4.6. : tabel perbandingan siswa yang datang ke museum dan siswa di Sumut…. 97 Tabel 4.7. : tabel jumlah wisatawan di Sumatera Utara………..97

Tabel 4.8. : tabel proyeksi jumlah pengunjung museum Sumatera Utara tahun 2025... 100

Tabel 4.9. : tabel data pengunjung museum di Sumatera Utara………. 101

Tabel 4.10. : tabel perbandingan pengunjung museum di Sumatera Utara……….. 101

Tabel 4.11. : tabel jumlah pengunjung vihara Dharma Shanti Berastagi per minggu….. 102

Tabel 4.12. : tabel hasil pengunjung Museum Buddhis tahun 2025………. 102

Tabel 4.13. : tabel persentase ruang publik pada bangunan………. 106

Tabel 4.14. : tabel luasan untuk objek pameran……… 107

Tabel 4.15. : tabel program ruang area penerima………. 109

Tabel 4.16. : tabel program ruang museum……….. 110

Tabel 4.17. : tabel program ruang perpustakaan………... 110

Tabel 4.18. : tabel program ruang unit pengelola………. 111

Tabel 4.19. : tabel program ruang area servis………... 111

Tabel 4.20. : tabel total luasan bangunan……….. 112


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. : teknik pencahayaan pada ruang pameran museum……….. 25

Gambar 2.2. : teknik pencahayaan terhadap objek pameran 2 dimensi (panel)…………. 26

Gambar 2.3. : teknik pencahayaan terhadap objek pameran 3 dimensi (vitrine)…………27

Gambar 2.4. : teknik peletakan objek pameran……….. 27

Gambar 2.5. : susunan ruang ke ruang………29

Gambar 2.6. : susunan koridor ke ruang………... 29

Gambar 2.7. : susunan lingkaran terpusat………... 29

Gambar 2.8. : susunan ruang museum A……… 30

Gambar 2.9. : susunan ruang museum B………... 30

Gambar 2.10. : susunan ruang museum C……… 30

Gambar 2.11. : susunan ruang museum D……… 30

Gambar 2.12. : susunan ruang museum E……… 30

Gambar 2.13. :organisasi ruang pada museum………. 31

Gambar 2.14. : contoh denah area servis museum………... 36

Gambar 2.15. : Buddha Gautama………..37

Gambar 2.16. : Kelahiran Pangeran Sidharta………... 38

Gambar 2.17. : pangeran Sidharta mencapai kesempurnaan……… 39

Gambar 2.18. : Pemutaran Roda Dharma……… 39

Gambar 2.19. : Sang Buddha Maha Parinibbana……….. 40

Gambar 2.20. : penyebaran Agama Buddha semasa pemerintahan Maharaja Asoka…….. 40

Gambar 2.21. : penyebaran aliran Mahayana antara abad pertama sampai abad ke-10 M.. 42

Gambar 2.22. : peta penyebaran aliran Theravada ke Asia………. 43

Gambar 2.23. : peta pengaruh Sriwijaya abad ke-10 ……….. 45

Gambar 2.24 : peta jejak – jejak kerajaan Mataram……… 45

Gambar 2.25. : peta kekuasaan kerajaan Majapahit………. 46.

Gambar 2.26. : beberapa jenis relik Buddha……….. 48

Gambar 2.27. : koin emas kekaisaran Kushan……….. 48

Gambar 2.28. : contoh kitab suci tripitaka……… 49

Gambar 2.29. : arca / rupang Buddha………... 49


(11)

Gambar 2.31. : delapan simbol kebahagiaan……… 50

Gambar 2.32. : contoh kaligrafi……… 50

Gambar 2.33. : peta komplek vihara Fo Guang Shan……….. 50

Gambar 2.34. : acara yang diselenggarakan oleh BLIA YAD……….… 51

Gambar 2.35. : perpustakaan Buddhis………. 52

Gambar 2.36. : restoran vegetarian……….. 53

Gambar 2.37. : ruang serba guna……….. 53

Gambar 2.38. : outdoor meditation……….. 53

Gambar 2.39. : retail Buddhis……….. 54

Gambar 2.40. : kuti / tempat tinggal……… 54

Gambar 2.41. : Museum Buddhis Indonesia………. 57..

Gambar 2.42. : konsep zoning blok plan……….. 58

Gambar 2.43. : konsep massa bangunan………... 58

Gambar 2.44. : konsep sirkulasi lantai tipikal……….. 58

Gambar 2.45. : Buddhist Museum, Fo Guang Shan Taiwan……… 59

Gambar 2.46. : Moga Buddhist Museum………. 60

Gambar 2.47. : interior dari Moga Buddhist Museum………. 61

Gambar 3.1. : site plan mall di Washington………... 68

Gambar 3.2. : Place de Concorde, Obelisk dan menara Eiffel………... 68

Gambar 3.3. : Pentagon……….. 69

Gambar 3.4. : Piramida………... 69

Gambar 3.5. : warna – warna Bendera Buddhis………. 71

Gambar 3.6. : Dharma Cakra……….. 72

Gambar 3.7. : Pilar Asoka………... 73

Gambar 3.8. : lambang Swastika……… 74

Gambar 3.9. : Stupa……… 74

Gambar 3.10. : lambang Mandala………. 75

Gambar 3.11. : bunga teratai (Lotus)……… 76

Gambar 3.12. : simpul kebahagiaan………..77

Gambar 3.13. : Notre Dame de Haut……… 78

Gambar 3.14. : tampak belakang Notre Dame de Haut……… 78


(12)

Gambar 3.16. : interior Notre Dame de Haut 2……… 79

Gambar 3.17. : interior Notre Dame de Haut 3……… 79

Gambar 3.18. : The Armadillo Auditorium……….. 80

Gambar 3.19. : tampak depan The Armadillo Auditorium……….. 80

Gambar 3.20. : Mercedes Benz Museum………. 81

Gambar 3.21. : interior Mercedes Benz Museum……… 81

Gambar 3.22. : potongan Mercedes Benz Museum………. 81

Gambar 4.1. : peta kawasan site………. 82

Gambar 4.2. : peta site……… 83

Gambar 4.3. : Taman manchester………... 84

Gambar 4.4. : Villa Bukit Indah………. 84

Gambar 4.5. : Berastagi Resort……….. 84

Gambar 4.6. : Jalur kepadaan sedang………. 85

Gambar 4.7. : Jalur kepadatan rendah………. 85

Gambar 4.8. : Jalur dari arah Medan……….. 86

Gambar 4.9. : Jalur dari arah Berastagi……….. 86

Gambar 4.10. : Jalur masuk utama ke Site………... 86

Gambar 4.11. : analisa kebisingan………... 87

Gambar 4.12. : vegetasi dalam site………... 88

Gambar 4.13. : vegetasi pada Vihara Dharma Shanti – Berastagi……… 88

Gambar 4.14. : analisa view………... 89

Gambar 4.15. : lahan paerkir eksisting………. 90

Gambar 4.16. : parkiran mobil………. 90

Gambar 4.17. : zoning tapak………. 91

Gambar 4.18. : tampak depan bangunan……….. 92

Gambar 4.19. : tampak belakang bangunan………. 92

Gambar 4.20. : tampak kanan bangunan……….. 92

Gambar 4.21. : tampak kiri bangunan……….. 92

Gambar 4.22. : denah lantai 1,2, dan 3………. 93

Gambar 4.23. : rupang Buddha ukuran kecil……… 103

Gambar 4.24. : rupang Buddha ukuran besar………... 104


(13)

Gambar 4.26. : kitab suci tripitaka……… 104

Gambar 4.27. : lukisan Buddha……… 105

Gambar 4.28. : kaligrafi……… 105

Gambar 4.29. : foto kegiatan BLIA YAD……… 105

Gambar 4.30. : obejak pameran dari Fo Guang Shan………... 106

Gambar 5.1. : Dharma Cakra……….. 113

Gambar 5.2. : konsep massa………... 114

Gambar 5.3. : layout massa pada sumbu vertical………... 114

Gambar 5.4. : bunga teratai………. 115

Gambar 5.5. : pohon Bodhi………. 115

Gambar 5.6. : pilar Asoka……….. 115

Gambar 5.7. : kolam kura – kura……… 116

Gambar 5.8. : taman seratus arca Buddha………. 116

Gambar 5.9. : massa bangunan………. 117

Gambar 5.10. : zoning ruang………... 117


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Industri pariwisata dan kreatifitas merupakan salah satu industri yang memiliki potesial tinggi untuk dikembangkan pada masa sekarang. Menurut Alvin Toffler dalam bukunya “The Third Waves” (Gelombang ke-tiga) yang diterbitkan tahun 1980 memperkirakan perkembangan dunia yang dibaginya dalam 3 gelombang. Gelombang pertama disebutnya sebagai Agricultural Society, gelombang kedua disebut Industrial Age Society sedangkan untuk gelombang ketiga merupakan post-industrial society meliput i informasi dan teknologi yang sedang terjadi pada masa sekarang. Menurut Herman Bryant Maynard dan Susan E Mehrtens dalam bukunya “Forth Waves; Bussiness in 21st Century” (Gelombang empat; bisnis di abad ke-21) pada tahun 1993 di mana semua Negara bebas bersaing.

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan agama. Keanekaragam seni, budaya dan agama merupakan ciri khas Bangsa Indonesia dan daya tarik bagi bangsa lain untuk berkunjung ke Indonesia. Selain itu, sumber daya alam Indonesia yang masih banyak belum dikelola dan bisa menjadi potensi wisata yang bisa menarik wisatawan asing.

Dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia, Propinsi Sumatera Utara memiliki potensi yang sangat besar salah satunya adalah dalam hal pariwisata. Hal ini terlihat dari makin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Sumatera utara. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) Sumatera Utara, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sumatera utara pada Bulan November 2009 mencapai 13.407 orang. Hal ini mengalami peningkatan 3.21% jika dibandingkan dengan kunjungan wisatawan pada bulan Oktober 2009.

Salah satu tempat wisata yang cukup terkenal di Sumatera utara adalah Kota Berastagi yang hanya berjarak 66 km dari kota Medan dan terletak di ketinggian sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut. Keadaan kota Berastagi yang masih asri merupakan objek wisata pilihan yang banyak didatangi oleh wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara.

Vihara Dharma Shanti yang letak geografisnya di berastagi merupakan salah satu tujuan wisata iman di Berastagi bagi umat Buddha. Sejak Vihara Dharma Shanti


(15)

diresmikan pada tahun 2009 hingga sekarang Vihara Dharma Shanti – Berastagi sudah banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik Maupun wisatawan mancanegara baik itu wisatawan Malaysia, Singapura, Taiwan hingga wisatawan Belanda.

Selain merupakan tempat wisata iman bagi umat Buddha, Vihara Dharma Shanti – Berastagi juga merupakan rumah besar bagi organisasi BLIA YAD (Buddha’s Light Young Adult Division). BLIA YAD Indonesia merupakan organisasi Internasional yang berpusat di Los Angles dan memiliki sub-divisi di seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu sub-divisi dari BLIA YAD Internasional. Blia YAD Indonesia diresmikan oleh BLIA YAD Internasionel pada tahun 2005 dibawah bimbingan Ven. Chueh Teng.

Vihara Dharma Shanti – Berastagi yang merupakan rumah besar bagi BLIA YAD Indonesia. dimana kegiatan yang diselenggarakan oleh BLIA YAD Indonesia sebagan besar dilaksanakan di Vihara Dharma Shanti – Berastagi. Kegiatan yang diselenggarakan merupakan kegiatan pengembangan diri yang ditujukan hanya untuk muda – mudi, kegiatan itu antara lain : Harmonize Summer Camp, Independence Day, Old and New Party.

Sejalan dengan visi dari BlIA YAD Indonesia yaitu untuk pendidikan dan penyebaran Buddha Dharma kepada muda – mudi dan perkembagan BLIA YAD yang semakin maju. Sehingga Vihara Dharma Shanti – Berastagi memerlukan pengembangan kearah pendidikan serta tidak keluar dari penyebaran Buddha Dharma. Oleh karena itu, Vihara Dharma Shanti – Berastagi berkeinginan untuk mengembangkan komplek vihara dengan membangun Museum Buddhis dimana fungsi ini dapat menampung kegiatan dari BLIA YAD dan sekaligus dapat menyebarkan Buddha Dharma kepada seluruh kalangan. Selain itu juga ada fungsi tambahan untuk mendukung museum tersebut, seperti area meditasi, cafeteria.

I.2. Maksud dan Tujuan Perancangan I.2.1. Maksud Perancangan

Adapun maksud perancangan Museum Buddhis ini adalah sebagai museum yang dapat dikunjungi oleh seluruh umat beragama dan sekaligus memperkenalkan Buddha Dharma serta sejarah Buddha kepada masyarakat luas.


(16)

I.2.2. Tujuan Perancangan

Tujuan dari perancangan Museum Buddhist di Berastagi yaitu : • Memberikan pengertian yang benar tentang Agama Buddha.

• Menyebarkan Buddha Dharma kepada seluruh lapisan masyarakat, serta menyadarkan umat manusia untuk selalu melalukan perbuatab baik.

• Sebagai alternative tempat wisata bagi wisatawan local, maupun wisatawan internasional karena letak geografisnya di Berastagi yang merupakan objek wisata. • Menyediakan ruang serba guna sebagai tempat berkumpul dan menyelenggarakan

aktivitas baik untuk acara muda-I BLIA YAD maupun acara umum Vihara. • Menambah lingkup desain dari pengembangan Vihara Dharma Shanti – Berastagi. I.3. Masalah Perancangan

A. Arsitektural

• Bagaimana mewujudkan desain bangunan pada judul proyek sehingga sesuai dengan peruntukan fungsi bangunan dan kelayakan studi proyek sesuai dengan kebutuhan pada lokasi proyek.

• Bagaimana menerapkan prinsip – prinsip tema yang dipilih untuk diterapkan dalam desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan prinsip – prinsip estetika dalam teori arsitektur.

• Bagaimana menggabungkan fungsi bangunan yang sudah ada dengan daerah yang akan didesain.

B. Sosial – ekonomi

• Bagaimana menarik minat masyarakat untuk mengunjungi museum dan menghilangkan kesan buruk masyarakat tentang museum

• Bagainama fungsi dalam museum dapat mendidik pengunjung yang dating ke museum.

• Bagaimana mengoptimalkan fungsi museum dengan peran masyarakat, baik masyarakat local maupun masyarakat Sumatera Utara sebagai objek wisata.


(17)

I.4. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang dilakukan selama proses pengembangan konsep perancangan yaitu: • Studi pustaka dan studi literature yang berkaitan dengan kasus maupun judul yang

diangkat dalam proyek ini.

• Studi banding terhadap proyek – proyek sejenis yang dapat memberikan poin – poin permasalahan yang harus dipecahkan maupun kelebihan dari proyek sejenis yang dapat menjadi masukan dalam perancangan

• Studi lapangan mencakup survey dan wawancara dengan instansi yang terkait sehubungan dengan kasus proyek.

• Sintesis, yaitu menggabungkan hasil analisis untuk memperoleh ide perancangan yang akan diterapkan.

I.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Lingkup batasan proyek yang menjadi batasan perancagan pada bangunan ini adalah: • Menyangkut masalah peraturan agama dan peraturan pemerintah daerah yang berlaku

di sekitar site.

• Focus perancangan dikaitkan dengan aspek fisik dan non fisik perancangan yang menyangkut pemakai, pengunjung, kebutuhan ruang, struktur bangunan, sirkulasi dalam dan luar bangunan, perancangan tapak, massa bangunan serta potensii pada lokasi.

• Secara umum akan memadukan nilai religious, edukatif dan rekreatif dalam bangunan.

• Secara khusus bangunan yang dirancang dengan fungsi utama museum yaitu sebagai tempat pameran kreatifitas muda/I BLIA YAD dan tempat bagi aktivitas muda/I BLIA YAD.


(18)

I.6. Kerangka Berpikir

Judul Proyek dan Tema

Judul Proyek : Museum Buddhis Tema Proyek : Arsitektur Simbolik

Latar Belakang Kasus :

• Vihara Dharma Shanti – Berastagi sebagai salah satu objek wisata di Berastagi

• Visi dan Misi dari BLIA YAD untuk menyebarkan Buddha Dharma ke semua orang

• Perlunya sarana pendukung di Vihara Dharma Shanti Berastagi untuk memenuhi kegiatan BLIA YAD yang semakin besar.

Latar Belakang Tema :

• Dalam agama Buddha, dikenal banyak simbol – simbol yang memiliki arti tersendiri.

• Simbol – simbol itu dapat mempresentasikan arti yang terkandung di dalamnya bagi umat Buddha.

Maksud dan Tujuan :

• Memberikan pandangan benar tentang Agama Buddha dan menyebarkan Buddha Dharma kepada masyarakat luar.

• Sebagai alternative wisata di Berastagi bagi wisatawan domestic maupun mancanegara. • Menyediakan ruang untuk menampung kegiatan BLIA YAD.

Permasalahan

• Menggabungkan fungsi yang sudah ada dengan fungsi museum.

• Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran museum untuk pendidikan.

Analisis

• Analisa Lingkungan : Analisa Eksisiting kasawasan, potensi sekitar, karakter lingkungan, dan sirkulasi

• Analisa Tapak : analisa kebisingan, orientasi matahari, angin, view, parker, dan vegetasi • Analisa Fisik Bangunan : analisa pelaku dan kegiatan antar ruang, kebutuhan ruang dan

program ruang

Konsep Perancangan

Berdasaekan hasil analisis dan standar – standar untuk museum.

Pengumpulan Data

Studi Site

• Klasifikasi site • Standar bangunan • Potensi sekitar

Studi Banding

• Fasilitas yang tersedia • Fasilitas pendukung • Kajian tema bangunan


(19)

I.7. Sistematika Laporan

BAB I Pendahuluan

Menceritakan latar belakang dari proyek ini dan tujuan yang ingin dicapai, kemungkinan masalah yang akan dihadapi dalam perancangan, pendekatan – pendekatan, ruang lingkup kajian, kerangka berpikir dan sistematika dari laporan.

BAB II Deskripsi Proyek

Merupakan gambaran umum dan gambaran khusus dari kasus proyek yang diangkat yaitu Museum Buddhis. Dimana secara khusus dijelaskan tentang pengertian, perkembangan hingga karakteristik dari judul yang diangkat adalah , kata “Museum” dan “Buddhis”. Secara umum dijelaskan juga tentang studi kelayakan, karakteristik dan deskripsi dari lokasi proyek ini. Serta studi banding beberapa proyek sejenis untuk dijadikan pembanding.

BAB III Elaborasi Tema

Merupakan gambaran umum tema yang dipilih untuk mendukung proyek ini serta latar belakang pemilihan tema ini. Selanjutnya interpretasi tema terhadap konsep perancangan yang disertakan dengan studi banding tema sejenis.

BAB IV Analisa Perancangan

Pembahasan tentang analisa perancangan yang mencakup tiga aspek utama yaitu : manusia, lingkungan serta bangunan. Dan dibagi dalam empat kategori analisa yaitu, analisa lingkungan, analisa tapak, analisa fisik bangunan, dan analisa fungsional. Dimana tujuan dari analisa ini adalah untuk mencari setiap potensi positif dan negative dari proyek ini. Analisis ini akan menjadi acuan untuk membuat konsep perancangan.

BAB V Konsep Perancangan

Merupakan acuan dasar dalam pembentukan rancangan dengan melihat potensi – potensi yang diperoleh dari hasil analisa. Dan beberapa teori yang dalam BAB II dan BAB III juga menjadi acuan dalam menentukan konsep yang akan dipakai dalam mendesain bangunan.


(20)

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

II.1. Tinjauan Umum II.1.1. Latar Belakang

Proyek yang dipilih adalah proyek dengan status nyata, dengan pemilik proyek adalh Vihara Dharma Shanti – Berastagi. dimana judul dari proyek ini adalah “Museum Buddhist”, yang jika dipisahkan terdiri dari 2 kata yaitu Museum dan Buddhist.

II.1.2. Terminologi Judul II.1.2.1. Museum

A. Pengertian Museum

Pengertian museum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer 664. Museum adalah bagian dari gedung yang diguunakan menyimpan dan merawat benda – benda yang mempunyai nilai – nilai tertentu seperti nilai sejarah, budaya dan lain sebagainya.

Museum adalah institusi permanen dalam hal melayani dan mengembangkan masyarakat, terbuka untuk umum yang mempelajari, mengawetkan, melakukan penelitian, melakukan penyampaian kepada masyarakat dan pameran untuk tujuan pembelajaran, pendidikan, rekreasi, dan memberikan tahukan asset-aset barang berharga yang nyata dan “tidak nyata” tentang lingkungannya kepada masyarakat.

Menurut Association of Museum (1998) definisi tentang museum adalah Museum membolehkan orang untuk melakukan penelitian untuk inspirasi, pembelajaran, dan kesenangan. Museum adalah badan yang mengumpulkan, menyelamatkan dan menerima artefak dan specimen dari orang yang dipercaya oleh badan museum.

Definisi yang terdahulu menurut Association of Museum “Museum merupakan sebuah badan yang mengumpulkan, mendokumentasikan, melindungi, memamerkan dan menunjukkan materi bukti dan memberikan informasi demi kepentingan umum.” 1

1


(21)

Secara Etimologi kata museum berasal dari bahasa latin yaitu “museum” (“musea”). Aslinya dari bahasa Yunani mouseion yang merupakan kuil yang dipersembahkan untuk Muses (dewa seni dalam mitologi Yunani), dan merupakan bangunan tempat pendidikan dan kesenian, khususnya institut untuk filosofi dan penelitian pada perpustakaan di Alexandria yang didirikan oleh Ptolomy I Soter 280 SM.2

Museum mengumpulkan dan merawat benda-benda ilmu pengetahuan alam, benda-benda seni, dan benda-benda yang memiliki sejarah penting agar tampak bernilai dan untuk dipamerkan kepada masyarakat umum melalui pameran permanen atau temporer. Museum besar tereletak di kota besar dan museum lokal berada di kota kecil. Kebanyakan museum menawarkan program dan kegiatan yang menjangkau seluruh pengunjung, termasuk orang dewasa, anak-anak, seluruh keluarga, dan tingkat profesi lainnya. Program untuk umum terdiri dari perkuliahan atau pelatihan dengan staf pengajar, orang-orang yang ahli, dengan film, musik atau pertunjukan tarian, dan demontrasi dengan teknologi.

Museum memiliki berbagai tipe dilihat dari jenis koleksi yang dimilikinya. Kategorinya meliputi barang-barang kesenian (seni lukis, patung) , arkeologi, antropologi, etnologi, sejarah, sejarah militer,spesialisasi, virtual, numismatis, botani, zoology, prangko. Juga ada museum dengan kategori khusus seperti museum seni modern, museum sejarah lokal, museum penerbangan, pertanian, atau geologi.

Dalam kongres majelis umum ICOM (International Council of Museums) sebuah organisasi internasional di bawah UNESCO, menetapkan definisi museum sebagai berikut: “Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan dalam melayani masyarakat, terbuka untuk umum, memperoleh, mengawetkan, mengkomunikasikan dan memamerkan barang-barang pembuktian manusia dan lingkungan untuk tujuan pendidikan, pengkajian dan hiburan.”

2


(22)

B. Kriteria dan jenis – jenis Museum

Jenis-jenis museum berdasarkan jenis koleksi yang dimilikinya antara lain :

Museum Seni

juga dikenal sebagai sebuah galeri seni , merupakan sebuah ruang untuk pameran seni , biasanya merupakan seni visual , dan biasanya terdiri dari lukisan , ilustrasi , dan patung . Koleksi dari lukisan dan dokumen lama biasanya tidak dipamerkan didinding , akan tetapi diletakkan di ruang khusus.

Museum Sejarah

merupakan museum yang memberikan edukasi terhadap sejarah dan relevansinya terhadap msa sekarang dan masa lalu. Beberapa museum sejarah menyimpan aspek kuratorial tertentu dari sejarah dari daerah lokal tertentu. Museum jenis ini memiliki koleksi yang beragam termasuk dokumen, artefak.

Museum Maritim

merupakan museum yang menspesialisasi terhadap objek yang berhubungan dengan kapal , dan perjalanan di laut dan danau .

Museum Otomotif

merupakan museum yang memamerkan kenderaan . • Museum sejarah alam

merupakan museum yang memamerkan dunia alam yang memiliki fokus di alam dan budaya . Pada umumnya memberi edukasi yang berfokus pada dinosaurus , sejarah kuno , dan antropologi .

Museum Open Air

merupakan museum yang mengkoleksi dan membangun kembali bangunan tua di daerah terbuka luar . Biasanya bertujuan untuk menciptakan kembali bangunan dan suasana lansekap masa lalu.

Science Museum

merupakan museum yang membahas tentang seputar masalah scientific , dan sejarahnya . Untuk menjelaskan penemuan-penemuan yang kompleks , pada umumnya digunakan media visual . Museum jenis ini memmungkinkan


(23)

Museum Spesialisasi

merupakan museum yang menspesialisasikan pada topik tertentu . Contoh museum ini adalah museum musik , museum anak , museum gelas , dsb .Museum ini pada umumnya memberi edukasi dan pengalaman yang berbeda dibandingkan museum lainnya .

Museum Virtual

merupakan museum yang berada di dunia maya berupa internet dimana tidak memiliki fisik museum dan isinya hanya berupa data .

C. Jenis dan Kedudukan Museum di Indonesia

Kedudukan museum di Indonesia sekarang di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Berdasarkan jenis koleksi, museum terbagi atas: • Museum Umum

Koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan lingkungannya yang berkaitan dengan seni, disiplin ilmu dan teknologi.

• Museum Khusus

Koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan lingkungannya yang berkaitan dengan salah satu cabang disiplin ilmu dan teknologi.

Berdasarkan Kedudukannya, museum terbagi atas: • Museum Nasional

Koleksinya terdiri atas kumpulan benda yang mewakili seluruh wilayah Indonesia.

• Museum Provinsi

Koleksinya terdiri atas kumpulan benda yang mewakili dalam satu provinsi. • Museum Lokal

Koleksinya terdiri atas kumpulan benda yang mewakili dalam satu wilayah kabupaten atau kotamadya.


(24)

Berdasarkan Pengelolanya, museum terbagi atas: • Museum Pemerintah

Museum yang dikelola oleh pemerintah • Museum Swasta

Museum yang dikelola oleh pihak swasta.

Menurut Direktorat Pemuseuman dalam rangka pembinaan dan pengembangan, museum dikelompokan sebagai berikut:

 Berdasarkan status hukumnya, dibagi atas museum swasta dan museum negri.

 Berdasarkan jenis koleksinya, dibagi atas museum umum dan museum khusus.

 Berdasarkan ruang lingkup wilayah tugasnya dan status hokum penyelenggaraannya, dibagi atas museum nasional, museum local, dan museum lapangan terbuka.

Berdasarkan pengunjung yang berkunjung ke museum, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

• Menurut tujuan pengunjungnya dapat dibedakan atas pengunjung studi, pengunjung rekreasi, pengunjung dengan tujuan tertentu.

• Menurut jumlah pengunjungnya, dibedakan atas pengunjung rombongan, dan pengunjung perorangan

• Menurut media kedatangan pengunjung, dibedakan atas pengunjung kendaraan pribadi, pengunjung kendaraan umum, dan pengunjung pejalan kaki.

D. Sejarah Perkembangan Museum di Indonesia

Berdirinya suatu museum di Indonesia dimulai tahun 1778 dengan didirikannya Museum Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Westenschappen di Batavia (sekarang Jakarta). Karena mulai dilakukannya penelitian benda-benda warisan budaya di Indonesia yang telah dikumpulkan. Pada tahun 1915 didirikannya Museum Sono Budoyo di Yogyakarta. Jumlah museum yang terdapat di Indonesia kurang lebih 30 buah sampai akhir Perang Dunia II.


(25)

Jumlah itu terus bertambah setelah kemerdekaan Indonesia dan tujuan pendiriannya berubah dari tujuan untuk kepentingan pemerintah penjajah menjadi untuk kepentingan masyarakat dalam usaha pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pada tahun 1964 urusan museum ditingkatkan menjadi Lembaga museum Nasional, kemudian pada tahun 1966 Lembaga Museum-museum Nasional diganti menjadi Direktorat Museum dalam lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Dalam rangka pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia maka:

• Pada tahun 1971 Direktorat Permuseuman mengelompokan museum-museum menurut jenis koleksinya menjadi tiga jenis yaitu Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Lokal.

• Pada tahun 1975 pengelompokan itu diubah menjadi Museum Umum, dan Museum Khusus, dan Museum Pendidikan.

• Pada tahun 1980 pengelompokan itu disederhanakan menjadi Museum Umum, dan Museum Khusus.

Berdasarkan tingkat kedudukan Direktorat Permuseuman mengelompokan Museum Umum dan Museum Khusus menjadi Museum tingkat Nasional, Museum Regional (propinsi) dan Museum tingkat Lokal (kodya/kabupaten). Menurut catatan, pada tahun 1981 di Indonesia terdapat 135 buah museum.

Dalam era pembangunan program pengembangan permuseuman dilakukan melalui:

• PELITA I dengan proyek rehabilitasi dan perluasan museum pada museum pusat (Museum Nasional) dan Museum Bali (Denpasar).

• PELITA II sampai tahun kedua (1975/1976) program proyek dilanjutkan pada sebelas lokasi dan sampai tahun kelima mencapai 26 lokasi (propinsi). • Pada PELITA II proyek rehabilitasi dan perluasan diganti menjadi proyek


(26)

membina dan mengembangkan museum yang dikelola oleh swasta dan museum pemerintah daerah.

Pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia Khususnya museum dilingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan meliputi bidang kolekasi, fisik bangunan, ketenagaan, sarana penunjang, fungsionalisasi dan peranan museum sebagai museum pembinan museum daerah dan swasta.

Tabel 2.1 : Tabel Perbandingan Museum Sebelum dan Sesudah kemerdekaan

Museum Sebelum Kemerdekaan Museum Setelah Kemerdekaan

Didirikan untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang menunjang

• Didirikan untuk kepentingan pelestarian warisan budaya dalam rangka pembinaan dan pengembangan • Pelaksaan politik kolonial dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan

• Kebudayaan bangsa dan sebagai sarana pendidikan non formal

Beberapa museum mempunyai jumlah koleksi yang cukup besar, sebagian dipamerkan yang beroriantasi pada tata pameran museum-museum di Eropa

• Jumlah kolekasi masih terbatas

Sebagian besar bangunan tidak direncanakan untuk suatau museum, pada umumnya sudah tua dan tidak lagi memenuhi persyaratan bangunan modern

• Bangunan museum pada umumnya sudah direncanakan khusus untuk suatu museum dan mencerminkan suatu gaya arsitektur tradisional daerah tertentu

Sebagian dari museum-museum ini tidak memiliki tenaga ilmiah yang berpengalaman, namun jumlahnya tidak memadai

• Pada umunya masih kekurangan tenaga ahli

Sebagian sudah mempunyai bagian yang melayani bimbingan edukatif yang tidak terdapat pada zaman kolonial, sarana penunjang belum memadai

• Struktur organisasai disesuaikan dengan kebutuhan


(27)

E. Permasalahan Umum Permuseuman Di Indonesia

Masalah umum permuseuman di Indonesia pada umumnya meliputi: • Koleksi

Berdasarkan kerangka pembagian koleksi serta kerangka jenis dan bentuk benda yang dijadikan koleksi museum maka dapat disimpulkan bahwa museum yang didirikan sebelum kemerdekaan dihadapkan pada masalah dibidang sistem administrasi dan bahasa yang digunakan (Bahasa Belanda) di samping itu masalah kondisi koleksi yang sebelumnya mendapatkan perhatian dalam perawatan. Museum yang telah ada dan didirikan pada masa era pembangunan ini menghadapi masalah dalam pengadaan koleksi. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengertian berbagai pihak dalam hal mempelancar pengadaan koleksi sehingga menghambat usaha pengamanan warisan budaya dari kepentingan lain yang merugikan yang berjalan cukup pesat.

• Fisik Bangunan

Pada umunya bangunan museum yang didirikan sebelum kemerdekaan telah dinyatakan sebagai monumen bersejarah yang dilindungi Monumenten Ordonantie. Kondisi konstruksi bangunanya memerlukan perawatan secara khusus. Di samping itu juga kurang tersedianya areal tanah yang memungkinkan pengembangannya.

Museum yang telah dan akan didirikan pada masa pembangunan pada garis besarnya banyak menghadapi masalah prosedur pengadaan tanah dan kesulitan mendapatkan arsitek dibidang permuseuman pada waktu pembangunannya. • Ketenagaan

Berdasarkan persyaratan pendidikan dan banyaknya pegawai serta persyaratan pendidikan untuk jabatan pimpinan museum umum negeri maka dapat disimpulkan bahwa masalah umum di bidang ketenagaan adalah kesulitan untuk mendapatkan tenaga yang berkualifikasi pendidikan yang relevan dengan permuseuman. Khususnya bagi daerah-daerah yang jauh dari pusat-pusat pendidikan tinggi. Masalah tersebut ditambah dengan kesulitan


(28)

mendapatkan latihan yang diperlukan untuk kegiatan permuseuman di daerah yang bersangkutan.

• Sarana Penunjang

Sarana penunjang ini meliputi kantor dan peralatan teknis dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hamper setiap museum di Indonesia belum mempunyai peralatan kantor dan peralatan teknis yang sesuai dengan standarisasi permuseuman yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan adanya hambatan procedural dan tidak tersedianya di pasaran jenis peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.

• Fungsionalisasi Museum

Pada umumnya permuseuman di Indonesia masih kurang memiliki tenaga professional, di samping itu kurangnya peralatan, perlengkapan, dan dana yang memadai, menyebabkan hambatan pelaksanaan fungsi setiap museum.

• Museum Pembina

Perbandingan antara museum yang dipandang mampu sebagai museum pembinan belum atau tidak sebanding dengan jumlah yang perlu dibina. Di samping itu museum Pembina dan yang dibina letaknya berjauhan sehingga menambah hambatan pelaksanaan pembinaan. Juga museum belum mencapai kemantapan yang ideal.

Museum mempunyai peranan sebagai berikut: • Pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah

• Pusat penyaluran ilmu dan umum • Pusat peningkatan apresiasi budaya

• Pusat perkenalan kebudayaan antara daerah dan antara bangsa • Sumber inspirasi

• Objek pariwisata

• Media Pembina pendidikan sejarah alam, ilmu pengetahuan dan budaya • Suaka alam dan suaka budaya


(29)

F. Permasalahan Khusus Museum Nasional

Beberapa masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan museum adalah sebagai berikut :

Koleksi

• Jumlah jenis dan harga koleksi dalam rencana pengadaan koleksi tidak dapat ditentukan, karena koleksi yang ditawarkan kepada museum tidak dapat diperhitungkan sebelumnya, sehingga menurut prosedur, rencana pengadaan koleksi harus mencantumkan jumlahnya, jenis serta harga satuan koleksi, sehingga mengakibatkan kurang lancarnya pengadaan koleksi.

• Sistem administrasi koleksi sebagai museum yang bertaraf nasional belum memadai, sehingga pelayanan informasi yang diperlukan kurang lancer.

• Setiap jenis koleksi terdaftar dalam buku inventari tersendiri yang terpisah satu sama lain, karena belum mempunyai buku inventaris koleksi yang memuat semua jenis jenis koleksi.

• Penulisan deskripsi atau identitas koleksi yang hamper seluruhnya dalam Bahasa Belanda, sehingga menimbulkan kesulitan bagi sebagian besar pemakai koleksi.

• Katalog koleksi yang memuat uraian latar belakang suatu fungsi koleksi dan merupakan referensi untuk penelitian lebih lanjut belum tersedia sehingga katalog sebagai sumber informasi belum dapat disediakan.

• Kondisi fisik koleksi yang berjumlah lebih kurang 80.000 ribu buah memerlukan perawatan dan pengamanan untuk pelestarian sehingga membutuhkan tenaga yang berkemampuan dan fasilitas yang memadai yang segera harus dipenuhi.

• Harga benda yang dapat dijadikan koleksi terus meningkat, sedangkan dana yang diperoleh untuk pengadaan koleksi sangat terbatas, sehingga jumlah koleksi yang diperoleh relative sedikit. Meskipun demikian, masih diperlukan adanya pengembangan dalam menerapkan sistem bimbingan agar lebih mantap.


(30)

Fisik Bangunan

• Bangunan induk museum yang didirikan pada tahun 1862 merupakan bangunan bersejarah yang dilindungi oleh Monumenten Ordonantie 1931, telah peka terhadap kelembaban udara, sehingga iklim mikro di ruang pameran dan gudang koleksi dapat mempercepat proses proses kerusakan koleksi. • Besarnya jumlah dan terbatasnya volume ruang pameran serta fasilitas ruang penunjang pameran menimbulkan kesulitan dalam pengembangan tata penyajian koleksi yang berguna sebagai sarana pendidikan non-formal dan pembinaan kepribadian bangsa.

• Luas gudang koleksi tidak mampu menampung penyajian koleksi sehingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai tempat studi koleksi dan tempat pelestariannya.

• Luas ruang laboratorium konservasi, bengkel restorasi dan preparasi pameran tidak mungkin ditambah karena terbatasnya lahan museum padahal ruang yang sempit dapat menghambat kelancaran kerja dan kurang menjamin kesehatan maupun keamanan kerja.

• Bangunan museum terletak pada lahan yang sempit berbatasan dengan bangunan permanent lainnya menyebabkan tidak mungkin dilaksanakannya pengembangan gudang tempat penyimpanan koleksi dan ruang kerja karyawan.

• Letak tanah dan lingkungan bangunan museum pada saat ini berada di bawah permukaan jalan dan disekitarnya pada waktu hujan terjadi genangan air yang terpusat di pekarangan museum. Hal ini menyebabkan bertambah lembabnya udara di dalam ruang pameran dan gudang koleksi dan memungkinkan berkembang biaknya rayat yang dapat merusak bangunan museum maupun koleksinya.


(31)

Ketenagaan

• Jumlah koleksi yang cukup banyak volume ruang kerja dan ruang pameran serta ruang penyimpanan koleksi yang sulit diperluas menyebabkan terhambatnya penambahan tenaga teknis permuseuman yang pada umumnya membutuhkan ruang kerja yang layak.

• Tenaga teknis yang dibutuhkan banyak kurang berminat untuk bekerja di museum sehingga untuk mendapatkan tenaga yang berkualitas pendidikan yang relevan dan memiliki kemampuan serta terampil.

• Belum adanya bidang studi permuseuman di perguruan tinggi, terbatasnya tempat latihan teknis permuseuman, sukarnya mendapatkan tenaga pelatih yang dapat memenuhi kebutuhan museum sangat sedikitnya buku refrensi mengenai teknis permuseuman dan tidak tersedianya dana pembelian buku ke luar negeri, sehingga menyebabkan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan kemampuan dann keterampilan dibidang teknis permuseuman.

• Prosedur pengadaan ketenagaan yang terkait dengan peraturan yang kurang fleksibel menyebabkan tidak cukupnya jumlah tenaga yang diperlukan sehingga mengurangi kemampuan mencapai hasil yang diharapkan.

Sarana Penunjang

Sarana penunjang untuk museum sukar diperoleh karena terbatasnya dana yang tersedia prosedur pengadaan yang kurang baik sehingga tata penyajian koleksi sebagai museum yang bertaraf nasional kurang memadai.

Fungsionalisasi

• Ruang pameran tetap dan pameran temporer kurang luas, dana yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan sehingga sarana penunjang yang diperlukan dalam teknis pameran kurang memadai menunjang penampilan dan bobot penyajian koleksi yang dipamerkan.

• Penggunaan metode dalam bimbingan edukatif cultural yang dilaksanakan di museum masih kurang efektif sehingga hasilnya kurang apresiasif dan inspiratif.

• Penyajian dalam bentuk penerbitan hasil penelitian koleksi dalam rangka menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kebudayaan masih


(32)

kurang memadai jumlahnya sehingga masyarakat kurang mengetahui makna kebudayaan material yang dipamerkan di museum.

• Kerja sama museum dengan instansi dibadan swasta lainnya masih belum memenuhi harapan sehingga partisipasi masyarakat belum memadai jumlahnya.

Museum Pembina

Museum Nasional dapat dijadikan museum Pembina karena mempunyai tenaga ahli yang mampu dan terampil dibidang teknis permuseuman yang dapat membina dan megembangkan Museum Umum Propinsi dan lokal dapat menerima tenaga dari museum lainnya untuk diberi bimbingan magang di museum. Walaupun demikian, Museum Nasional masih memerlukan pengembangan sistem pembinaan dan peraturan magang.

G. Garis Besar Kebijakan Permuseuman di Indonesia 1984-1989

Rencana induk permuseuman di Indonesia adalah perwujudan hasil pemikiran dibidang pembinaan dan pengembvangan permuseuman secara garis besar sebagai landasan dan pedoman pengembangan Museum nasional, Museum Umum, dan Museum Khusus di Indonesia.

Rencana induk permuseuman ini mencakup kebijaksanaan program-program pegembangan Museum Nasional, Museum Umum, dan Museum Khusus dengan penekanan pada REPELITA IV, dan dengan berpedoman kepada sasaran yang ingin dicapai pada akhir REPELITA V, yaitu kesiapan “tinggal landas”.

Pengembangan permuseuman di Indonesia pada kurun waktu REPELITA IV pada dasarnya merupakan kelanjutan dan peningkatan usaha penekanan pada pembinaan REPELITA sebelumnya dan memberi tekanan pada pembinaan dan pengembangan suatu sistem permuseuman nasional yang dijiwai falsafah Pancasila dan berdasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945.

Kebijakan permuseuman mencakup kebijaksanaan pengembangan Museum Nasional, Museum Umum, dan Museum Khusus dalam bidang-bidang koleksi, fisik, ketenagaan, sarana penunjang, dan fungsionalisasi.


(33)

Untuk Museum Nasional dan Museum Propinsi dikembangkan pula peranannya sebagai museum pembina.

Kebijakan pengembangan permuseuman Indonesia juga berpegang kepada rumusan ICOM mengenai fungsi museum yaitu:

• Mengumpulkan dan pengamanan warisan alam dan budaya • Dokumentasi dan penelitian ilmiah

• Konservasi dan preservasi

• Penyebaran dan pemerataan ilmu umtuk umum • Pengenalan dan penghayatan kesenian

• Pengenalan kebudayaan antar daerah dan bangsa • Visualisasi warisan alam dan budaya

• Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia

• Pembangkit rasa bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Fungsi di atas menunjukan bahwa warisan sejarah budaya dan warisan sejarah alam perlu dipelihara dan diselamatkan dengan demikian dapat dibina nilai-nilai budaya nasional yang dapat memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal harga diri dan kebanggaan nasional serta memperkokoh kesatuan nasional.

Landasan Kebijaksanaan • Landasan Idial

Landasan Idial permuseuman adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari landasan idial pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional yaitu Landasan idial Pancasila, yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. “….dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social….”

• Landasan Konstitusional

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31:

(1). Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran

(2). Pemerintahan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur oleh undang-undang.


(34)

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32:

“Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”

hal ini mengandung arti seperti disebut dalam penjelasan pasal tersebut. • Landasan Operasional

Sejalan dengan Garis-Garis Besar haluan Negara (Ketetapan MPR No.II/MPR/1983) landasan operasional pembinaan dan pengembangan kebudayaan termasuk pembinaan penghayatan Kepercayaan Terhadap Yang Maha Esa, antara lain menyebutkan.

1. Nilai budaya Indonesia yang mencerminkan nilai tukar bangsa harus dibina dan dikembangkan guna memperkuat penghayatan dan pengamalan pancasila, memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebangsaan nasional serta memperkokoh jiwa persatuan.

2. Kebudayaan nasional terus dibina dan diarahkan pada penerapan nilai-nilai kepribadian bangsa yang berlandaskan pancasila.

3. Dengan tumbuhnya kebudayaan yang berkeribadian nasional maka sekaligus dapat dicegah dengan nilai-nilai social budaya yang bersifat feudal dan kedaerahan yang sempit serta ditanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negative sedang dilain pihak ditimbulkan kemampuan masyarakat untuk menunjang dan menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan memang dalam pembaharuan dalam proses pembangunan.


(35)

Tugas Kepala museum:

• Membuat program kegiatan meseum secara rutin/ khusus • Menyediakan sarana/ fasilitas material untuk kegiatan museum • Mengkoordinasikan karyawa-karyawan museum

• Mengusahakan peneyediaan dana/ sumber dana Tugas Bagian Pengelola Koleksi/ Kuratorial:

• Mengumpulkan, mendata, meneliti, dan mempelejari koleksi serta menyiapkan konsepsi yang berhubungan dengan presentasi/ tulisan ilmiah • Preparasi: Mempersiapkan penyajian koleksi dan pameran.

• Reproduksi: Memproduksi karya-karya seni dan kerajinan. • Konservasi: Merawat dan mencegahkerusakan koleksi.

• Pengadaan, penelitian, dan regristrasi (mengumpulkan materi pameran, meneliti, dan mencatat koleksi materi.

Tugas Bagian Pendidikan:

• Mengadakan penjelasan bagi rombongan anak-anak/ pelajar dan kelompok-kelompok.

• Memberikan bimbingan untuk pengenalan, menanamkan daya apresiasi dan penghayatan nilai koleksi.

Tugas Bagian Pengelolaan Umum:

• Mengurus urusan rumah tangga museum, urusan administrasi, keamanaan, dan mengurus personalia.


(36)

I. Prinsip Dasar Museum . Luas

Museum merupakan bangunan publik . Oleh karena itu luasan museum diukur dari banyaknya penduduk lokal daerah tersebut . Walupun begitu , juga terdapat beberapa museum yang luas di daerah dengan penduduk yang sedikit , begitu juga sebaliknya . Pendistribusian luas areal museum baru harus sesuai dengan pembagian yang merata , dimana luas areal untuk kuratorial ditambah administrasi dan servis harus seluas areal pameran.

Tabel 2.2. : Tabel Standar Luasan Museum Berdasarkan Jumlah Penduduk Lokal

Populasi Total luas areal museum

10.000 jiwa 650m2 - 1300m2

25.000 jiwa 1115m2 - 2230m2

50.000 jiwa 1800m2 – 3600m2

100.000 jiwa 2700m2 – 5500m2

250.000 jiwa 4830m2 – 9800m2

500.000 jiwa 7600m2 – 15000m2 >1.000.000 jiwa 12000m2 – 23500m2

SUMBER : Buku “Museum Buildings” By Laurence Vail Coleman

Pencahayaan .

Pencahayaan pada bangunan museum pada umumnya sama dengan bangunan lainnya kecuali pada areal pameran . Pada areal pameran , pada umumnya pencahayaan terdistribusi secara tidak merata . Pada umumnya pencahayaan menggunakan pencampuran antara cahaya buatan dan cahaya matahari . Akan tetapi pada museum science hanya menggunakan pencahayaan buatan . Hal ini dikarenakan pencahayaan buatan dapat lebih memberikan efek yang lebih bagus pada benda yang dipamerkan dibandingkan pencahayaan alami. Akan tetapi , seorang manusia pada umumnya lebih memilih keberadaan cahaya alami walaupun sedikit . Hal ini dikarenakan efek cahaya matahari yang berkesan hidup dibandingkan cahaya buatan yang berkesan mati .


(37)

Seorang arsitek diharapkan dapat mendesain bangunan museum dengan pencampuran antara cahaya buatan dan cahaya alami . Hal ini dikarenakan untuk keseimbangan antara penglihatan dan perasaan dalam suatu bangunan . Pencampuran pencahayaan tersebut diharapkan dapat mengurangi kerugian masing-masing pencahayaan . Permasalahan tersebut adalah seperti : “The natural partner in the combination varies widely in chromaticity and quantity, from day to day , and season to season , and frequently will change in both color and quanity in matter of minutes .”3

3

Illuminating Engineering , Jan.,1945, page 20.

Warna pencahayaan , merupakan faktor yang sangat penting .Menurut penelitian , pencahayaan dalam bangunan exhibisi diperlukan dua jenis cahaya . Ruangan dapat diterangi secara tidak langsung dengan cahaya fluorescent 4500o . Objek yang dipamerkan mendapat pencahayaan dengan cahaya lampu incandescent tanpa filter dengan suhu 2800o – 3100o memberi pencahayaan spot pada objek individual , maupun pencahayaan flood di lokasi tertentu .

Pencahayaan ruangan diharapkan tidak melebihi terangnya pencahayaaan terhadap objek . Akan tetapi pencahayaan ruangan juga tidak diharapkan terlalu gelap sehingga objek yang dipamerkan terlalu kontrast .

Perletakan pencahayaan harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah efek silau , dan pantulan dari silau . Usaha untuk mencegah efek silau ini dilakukan dengan memberikan lapisan kaca difusi .Oleh karena itu pada umumnya dilakukan pencahayaan secara tidak langsung pada areal pameran di dalam sebuah museum. Pemanfaatan skylight cukup membantu dalam hal ini . Penggunaan refleksi cahaya juga mendapat peran yang cukup penting dalam hal ini.


(38)

Gambar 2.1. : teknik pencahayaan pada ruang pameran Museum


(39)

Gambar 2.2. : teknik pencahayaan terhadap objek pameran 2 dimensi (panel)

Rekomendasi tingkat pencahayaan untuk ruangan dalam museum • Ruang kantor : 500 lux dan 300 lux

• Ruang serba guna : area duduk 300 lux, panggung 600 lux

• Ruang pameran : 500 lux, 300 lux, 100 lux tergantung keperluan

Tabel 2.3. : Tabel sifat cahaya

Cahaya fokus Cahaya tidak fokus

Cahaya alami

Bagian selatan

Cahaya siang, cirinya: • hangat

• kontras • cerah

Bagian utara

Cahaya sore/ mendung, cirinya: • dingin

• Bayangannya datar dan lembut • Kontras lebih rendah

Cahaya buatan

Lampu pijar, cirinya : Hangat (> dingin)

Kontras dan berbayangan Pencahayaan langsung

Lampu neon, cirinya : Dingin (> hangat) Kurang kontras Cahaya menyebar


(40)

Gambar 2.3. : teknik pencahayaan terhadap objek pameran 4 dimensi


(41)

Ruang Pameran

Ruang Pameran didalam sebuah museum pada umumnya terbagi atas dua jenis , yakni ruang pamer tetap , dan ruang pamer tidak tetap . Didalam ruang pameran terdapat ketentuan dalam pembuatan partisi sebagai pembatas tempat pameran dan tempat untuk meletakkan benda untuk dipamerkan. Pada umumnya ruang pameran disarankan menggunakan partisi yang fleksibel , dan dapat dipindah-pindah . Perubahan dinding pada ruang pameran diharapkan tidak mengganggu struktur utama bangunan dan menggunakan biaya yang sedikit.

.

Ukuran dan proporsi ruang pameran pada masa modern diciptakan lebih intimate dibandingkan bangunan lama yang mengandalkan hall yang besar . Pada umumnya tinggi langit-langit ruang pameran telah berkurang antara 17 hingga 25 kaki dibandingkan ruang pameran bangunan lama yang mencapai 34 kaki .

Terdapat Pengelompokan ruang dalam areal pameran . Terdapat beberapa susunan yang cukup familiar dalam pengelompokan ruang yakni : • Susunan ruang ke ruang merupakan susunan dengan ruang yang terletak

pada kamar yang saling berhubungan secara menerus . Pada umumnya terdapat pada bangunan dengan ruang pameran satu lantai dan bersebalahan dengan ruang lobby . Keuntungan dari susunan ini adalah pengelompokannya yang simpel , dan ruang yang cukup ekonomis . Kelemahan dari susunan ini adalah memungkinkannya terdapat satu ruangan yang tidak dilalui walaupun dikelilingi oleh ruang lainnya .

Susunan koridor ke ruang sering disebut sebagai susunan ruang dan koridor merupakan susunan dimana setiap ruang dapat diakses melalui sebuah koridor .Keuntungan dari susunan ini adalah setiap ruang dapat diakses secara langsung , oleh karena itu dapat ditutup tanpa memberikan pengaruh pada ruangan lainnya . Kelemahan dari susunan ini adalah hilangnya ruang sebagai ruang koridor , walaupun dapat diminimalisir dengan menjadikan ruang koridor sebagai ruang pameran juga.


(42)

Gambar 2.5. : Susunan Ruang ke Ruang Gambar 2.6. : Susunan Koridor ke Ruang

Gambar 2.7. : Susunan Lingkaran Terpusat

Susunan lingkaran pusat merupakan susunan yang berpusat pada suatu ruangan dengan terdapat ruang-ruang kecil disekelilingnya . Keuntungan dari susunan ini adalah susunanya yang paling fleksibel . Kekurangan dari susunan ini adalah ruang kecil yang berada di sekeliling ruang utama menjadi tidak terlalu sering dikunjungi ataupun terlalu exclusive .

Sirkulasi dalam ruang pameran memiliki peran yang sangat penting . Sirkulasi ini biasanya tercipta sesuai dengan bentuk layout bangunan . Pengarahan terhadap sirkulasi dapat dilakukan agar kegiatan pameran dapat berjalan lebih menarik .Pengkontrolan pada susunan koridor ke ruang , dan susunan lingkaran terpusat dapat lebih baik dibandingkan susunan ruang ke ruang . Contoh-contoh susunan partisi yang mempengaruhi jalur sirkuasi pengunjung :


(43)

Gambar2.8. : Susunan Ruang museum A

Gambar 2.9. : Susunan Ruang museum B

Gambar 2.10. : Susunan Ruang museum C

Gambar 2.12. : Susunan Ruang museum E

Gambar 2.11. : Susunan Ruang museum D

Pada gambar A dan B memiliki cakupan sirkulasi yang kurang . Pada gambar C memilik cakupan sirkulasi yang maksimal , akan tetapi memiliki pergerakan yang terlalu banyak .Pada gambar D dan E memiliki sirkulasi dan cakupan yang baik .


(44)

Gambar 2.12. : Organisasi ruang pada museum Organisasi Ruang .

Ruang-ruang yang diperlukan didalam sebuah museum haruslah tersusun dengan baik agar memudahkan penggunaannya oleh publik . Ruang-ruang yang dibutuhkan oleh museum diantaranya :

Ruang Lobby dan ruang umum .

o Ruang Vestibule merupakan ruang yang pertama kali ditemui oleh pengunjung yang berfungsi sebagai ruang transisi dari ruang luar menuju lobby utama . Pada bangunan yang tidak memiliki ruang Vestibule disarankan penggunaan revolving door . Akan tetapi penggunaan revolving door cukup menyusahkan bagi orang tua . Oleh karena itu penggunaan rolling door mulai dikurangi .

o Ruang Lobby merupakan ruang kontrol terhadap pengunjung museum . Ruang lobby harus luas , atraktif , memiliki pencahayaan yang bagus , dan memiliki penghawaan yang baik . Ruang Lobby harus mampu menampung jumlah pengunjung dan memiliki tempat duduk bagi pengunjung . Ruang lobby harus menjadi ruang untuk mengkontrol ruang kanor , ruang edukasi , ruang auditorium , ruang pameran , ruang perpustakaan , dan ruang kuratorial , serta ruang untuk menjual aksesories .


(45)

o Ruang Toilet dibutuhkan dengan besaran yang proporsional terhadap ukuran bangunan . Ruang toilet disarankan berhubungan langsung dengan ruang lobby agar dapat melayani kebutuhan publik. Serta harus tersedia toilet bagi orang yang memiliki kemampuan terbatas.

o Ruang kafetaria pada umumnya ditemukan pada bangunan museum yang cukup luas . ruang kafetaria pada umumnya berhubungan langsung dengan ruang lobby .

Ruang Pameran

o Ruang Pameran Temporer biasanya digunakan pada bangunan museum seni yang mayoritas benda yang dipamerkan berupa lukisan . Pada museum science dan sejarah , jarang sekali memamerkan bendanya yang bersifat temporer. Akan tetapi kadang kala juga terdapat pameran temporer untuk menarik minat pengunjung pada event tertentu . Posisi yang tepat untuk ruang pamer temporer biasanya berada pada lantai pertama , dan terpisah dari lobby . Ruangan ini disusun dengan terpisah dari bagian museum lainnya . Disarankan tidak terdapat batasan yang permanen antara bagian ini dengan bagian lain yang berhubungan .

o Ruang Pameran Permanent lebih baik memiliki pemisahan antara jenis pameran yang dipamerkan untuk publik , dan untuk pelajar . Pada bangunan museum zaman sekarang , pameran untuk publik diletakkan dekat dengan lobby .Hal ini dimaksudkan agar pameran yang bertujuan untuk publik diletakkan pada posisi yang lebih strategis , dan pameran untuk pendidikan ataupun penelitian diletakkan lebih tidak strategis .

Ruang pendidikan .

o Ruang Perpustakaan merupakan ruang yang disarankan untuk memenuhi kenyamanan publik maupun staff museum . Perpustakaan disarankan terletak tidak terlalu jauh dari pintu masuk , dan mendapat pengawalan dari lobby . Akan tetapi karena untuk memenuhi


(46)

terganggu . Oleh karena itu , pada museum yang cukup besar, biasanya terdapat perpustakaan terpisah bagi staff. Ruang-ruang yang termasuk dalam bagian ruang perpustakaan adalah ruang membaca , meja penjaga perpustakaan , tempat bekerja , dan tempat menyimpan buku . o Ruang Membaca pada umumnya dapat mengikuti standar perpustakaan umum , dimana diberikan areal minimal 25 kaki persegi untuk setiap satu orang pembaca . Ruang baca haruslah sepi tanpa banyak ganguan suara . Oleh karena itu biasanya material lantai dari ruang baca biasanya terbuat dari linoleum , maupun karet .

o Stacks (Ruang tempat buku) harus mengikuti standar desain perpustakaan umum . Pada perpustakaan yang kecil , ruang ini dapat menjadi bagia dari ruang baca , dan pada umumnya lemari buku terbuat dari besi dengan tinggi 7,5 kaki.

Ruang berkumpul.

o Ruang Auditorium ataupun ruang untuk mengajar ,harus dirancang dengan memperhatikan faktor akustik . Biasanya permasalahan dari auditorium adalah letak , perlatan , dan desain interior dir ruang tersebut . Hal yang perlu diperhatikan dari posisi auditorium , adalah letak dari auditorium disarankan berhubungan langsung dengan lobby utama ,agar dapat digunakan terpisah dari ruang pameran .

o Ruang untuk musik tidak mengharuskan berada di dalam sebuah auditorium , akan tetapi dapat berada di ruang terbuka berupa taman terbuka , maupun amphitheatre.

Divisi Pendidikan .

o Ruang kelas dan studio biasanya muncul apabila museum merupakan cabang dari institusi tertentu .Biasanya dilakukan pemisahan antara ruang kelas anak-anak , dan ruang kelas orang dewasa .

o Ruang museum untuk anak-anak merupakan bagian untuk menerima pelajar yang datang bersama guru , dan berkelompok berdasarkan sekolahnya.


(47)

Ruang Kuratorial.

o Gudang penyimpanan sering juga disebut sebagai penyimpanan untuk pembelajaran . Hal ini dikarenakan penyimpanannya yang dapat digunakan sebagai reverensi pekerjaan , dan penelitian yang penting untuk perkembangan museum .

o Rangkaian kamar Kurator terdiri dari ruang belajar , ruang kerja kurator , dan gudang penyimpanan . Ruang pameran juga merupakan bagian dari ruang kuratorial , oleh karena itu perlu adanya hubungan antara ruang pameran dan ruang kuratorial . Sebaiknya ruang kuratorial berada di dekat ruang lobby utama agar mudah diakses .

Ruang Administrasi

o Ruang Kantor sebaiknya berdekatan dengan lobby , Hal ini diakarenakan agar pengunjung yang bertujuan untuk urusan bisnis masuk melalui pintu utama ,menuju ke lobby , dan menuju ke kantor dengan pengawalan khusus , tanpa harus mengelilingi seluruh museum. o Ruang rapat biasanya disediakan untuk rapat, akan tetapi pada perpustakaan besar disarankan perletakannya berada di ruang kantor direktur . Walaupun terpisah dari ruang direktur , disarankan ruang ini memiliki akses langsung terhadap ruang direktur

o Ruang kantor direktur memiliki standar yang sama dengan bangunan perkantoran.

Bagian Servis.

o Pintu masuk servis harus langsung menuju keruang penerimaan dengan area packing dan unpacking .Ruang servis biasanya dilalui oleh pekerja , pengantar barang , dsb . Ruang servis harus memiliki loading dock yang mampu menampung truk besar .

o Ruang penerimaan merupakan areal vokal dimana semua kiriman barang datang , maupun keluar dari bangunan. Ruang penerimaan dan lift barang disarankan untuk berdekatan agar mempermudah pendistriusian barang di dalam bangunan .

o Ruang pengawas berada didekat pintu masuk servis ,dan merupakn ruang kontrol dari segala sesuatu yg terjadi di sini . Biasanya


(48)

beradadi ruang tertentu dengan terdapat kaca yang dapat melihat keluar tanpa orang dapat melihat ke dalam ruangan .

o Lift barang memiliki posisi yang terbaik berada pas di samping ruang penerimaan ,harusah berukuran besar ,pelan , dan dioperasikan dengan tombol .Lift barang harus dapat mencapai semua tingkatan dimana barang yang diangkut akan dibawa menuju kesana

o Bilik Registrasi merupaknn tempat membuat arsip barang milik museum yang dipinjamkan maupun yang dipinjam.Begitu juga dengan barang yang akan dipamerkan dari ruang peyimpanan .Ruang ini juga berfungsi untuk mengarsipkan barang yang keluar masuk dari areal pameran , dan ruang kuratorial . Ruang ini harus dapat berkomunikasi secara bebas dengan ruang penerimaan , dan harus dirancang dengan memiliki pengamanan yang baik.

o Koridor servis merupakan pusat sirkulasi dari manusia pada basement . Koridor ini haruslah bebas hambatan , dan harus memiliki jalur distribusi ke seluruh bagian bangunan .

o Ruang kerja fotografi biasanya diletakkan di basement agar pekerjaan fotografi dapat diawasi dengan baik dengan cahaya buatan . Ruang ini harus memiliki penghawaan yang baik dan bebas dari getaran.

o Ruang kerja(shops) merupakan ruang yang dibutuhkan di setiap museum . Ruang ini harus memiliki pencahayaan alami yang baik ,dan penghawaan yang baik .Ruang kerja ini merupakan tempat dimana pekerja museum mempersiapkan sebuah pameran ,baik dekorasi , sistem elektrikal , dsb.

o Ruang preparasi ,dan ruang restorasi merupakan ruang kerja bagi para ahli untuk memperbaiki artefak , maupun mengrestorasi benda-benda seni .Ruangan ini harus memiliki pencahayaan alami yang bagus , dan pencahayaan buatan yang memadai.

o Printing Shop merupakan ruang yang berfungsi untuk membuatlabel pada benda yang akan dipamerkan .


(49)

Gambar 2.14. : Contoh denah area servis museum

o Ruang penyimpanan servis merupaakn tempat menyimpan alat kerja . Lebih baik ruang ini dipisahkan menurut benda yang disimpan , seperti peralatan kebersiahan , peralatan dapur ,peralatan kantor , dan peralatan pameran .

o Ruang pekerja pada umumnya dipisah menurut bidangnya masing-masing seperti pengamanan , kebersihan , dsb .

o Garasi merupakan ruang tambahan yang biasanya digunakan untuk menyimpan mobil truk museum , maupun mobil karyawan museum .


(50)

II.1.2.2. Pengertian Buddhis

Buddhis kata dasanya adalah kata “Buddha”. Buddha

berarti. Mereka yang Sadar, Yang mencapai pencerahan sejati. dari perkataan Sansekerta: "Budh", untuk mengetahui) merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan

kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk dan pendiri penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.

Penganut Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma at yang sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk tidak mahir ditinggalkan. Pencapaia adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada kualitas dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya.

Tiga jenis golongan Buddha adalah:

Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran penuh tanpa guru, hanya dengan usaha sendiri

Pacceka-Buddha atau Pratyeka-Buddha yang menyerupai Samma-Sambuddha, tetapi senantiasa diam dan menyimpan pencapaian Dharma pada diri sendiri.

Savaka-Buddha yang merupakan

mencapai tahap Kesadaran dengan mendengar Dhamma. Gambar 2.15 : Buddha Gautama


(51)

Gambar 2.16 : Kelahiran Pangeran

A. Riwayat Hidup Buddha Gautama

Ayah dari Pangeran Sidharta Gautama adalah Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya adalah Sri Ratu Dewi Mahamaya. Pangeran Sidharta lahir pada tahun 623 SM (Sebelum Masehi) di Taman Lumbini. Ibunda Ratu Dewi Mahamaya meninggal dunia setelah tujuh hari melahirkan Sang Pangeran. Sejak itu Pangeran Sidharta dirawat oleh bibinya Mahapajapati yang kemudian menjadi ibu tirinya dan istri Raja Suddhodana.

Untuk merayakan kelahiran Sang Pangeran, Raja Suddhodana mengundang lima pertapa suci. Salah satu dari pertapa, Asita Kaladewala meramalkan kelak Sang Pangeran akan menjadi Raja yang termansyur atau menjadi seorang yang tercerahkan (Buddha). Mendengar ramalan itu, Raja Suddhodana menjadi cemas. Pertapa Asita menjelaskan kepada Raja Suddhodana bahwa Pangeran Sidharta akan melepas kehidupan keduniawaian jika melihat empat peristiwa duniawi. Empat macam peristiwa itu antara lain : orang tua, orang sakit, orang mati dan pertapa.

Sejak kecil Pangeran Siddharta tumbuh dalam istana yang megah dan dilayani olehh adayang – dayang yang muda dan cantik. Ketika usianya 16 tahun Pangeran menikah dengan Putri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan sanyembar. Selain itu, Pangeran juga dihadiakan tiga istana dengan tiga musim serta kemewahan yang melimpah.

Dibalik semua kemewahan yang didapatnya, Pangeran merasa bosan dan ingin melihat ke luar istana. Pangeran Sidharta memohon kepada Raja Suddhodana agar mengijinkan Pangeran untuk jalan – jalan ke luar istana, dengan beat hati Raja Suddhodana mengijinkan pangeran untuk meninggalkan istana. Dalam perjalanannya ke luar istana, ramalan dari pertapa Asita menjadi kenyataan, peristiwa yang pertama dilihat adalah orang tua, kemudian orang sakit dan orang mati. Melihat ketiga peristwa tersebut Sang Pangeran menjadi


(52)

Gambar 2.17 : Pangeran Sidharta mencapai kesempurnaan

Gambar 2.18 : Pemutaran Roda Dharma

murung dan merenungkan hal tersebut di taman istana. Di taman istana inilah, Pangeran melihat peristiwa terakhir yaitu seorang pertama yang telah melepas kehidupan keduniawian.

Pada usia 29 tahun, putra Pangeran Sidharta lahir dan diberi nama Rahula (artinya belenggu). Setelah kelahiran putranya, Pangeran Sidharta bertekad untuk meninggalkan kehidupan keduniawian untuk mencari kebijaksanaan dan melepaskan umat manusia dari segala bentuk penderitaan.

Setelah meninggalkan keluarga dan segala kemewahan duniawi, Beliau meditasi di bawah pohon Bodhi di hutan Ghaya dengan menghadap kea rah timur. Selama pertapaan, Pertapa Sidharta berjuang untuk melawan nafsu duniawi dan gangguan Mara. Setelah berhasil melewatinya, Pertapa Gautama melewati beberapa tahapan kebijaksanaan, yaitu kebijaksanaan untuk mengetahui kelahiran – kelahiran terdahulu, kebijaksaan untuk melihat kematian dan lahir kembalinya semua

makhluk sesuai dengan karma mereka, dan kebijaksanaan menyingkirkan semua Asava atau kekotoran batin. Dengan pencapaian ini beliau telah mengerti arti kehidupan dan penderitaan serta cara mengatasinya.

Pertapan-Nya memakan waktu enam tahun, di usia yang ke 35 Pertapa Sidharta mencapai Penerangan Sempurna (Nibbana) dan menjadi Buddha (Budh artinya ia yang telah sadar). Sang

Buddha mengajarkan Dharma pertamanya kepada lima orang pertapa yaitu: Kondanna, Bodhiya, Vappa, Mahanama, dan Assaji. Khotbah pertama Sang Buddha kepada kelima orang pertapa dikenal sebagai Khotbah Pemutaran Roda Dharma (Dhamma Cakka Pavattana Sutta).


(53)

Gambar 2.19 : Sang Buddha Maha Parinibbana

Gambar 2.20 : Penyebaran Agama Buddha Semasa Pemerintahan Maharaja Asoka (260-218 Selama 45 tahun Sangg Buddha mengajarkan ajaran-Nya kepada umat manusia dan para dewa. Pada usia yang ke-80 Sang Buddha Maha Parrinibbana (meninggal dunia) di Kusinara di bawah pohon sala Kembar.

B. Perkembangan Agama Buddha

- Perkembangan Agama Buddha di Dunia

Dunia Helenistik dan Baktria

Beberapa prasasti Asoka menulis tentang usaha – usaha yang telah dilaksanakan oleh Raja Asoka untuk menyebarkan Agama Buddha di Helenistik (Yunani), kala itu wilayahnya terbentang dari India sampai Yunani. Prasasti – prasasti Asoka menunjukan sistim politik negri Helenistik dan lokasi raja raja Yunani.

Kemudian menurut beberapa sumber dalam bahasa Pali, beberapa utusan Asoka adalah Bhiksu – bhiksu Yunani, yang menunjukan eratnya pertukaran agama antara kedua budaya ini.

Mulai dari tahun 100 SM, symbol bintang di tengah mahkota atau cakra berruji delapan yang kemungkinan dipengaruhi desain Dharmacakra Buddha. Koin yang bergambarkan cakra yang berisikan


(54)

delapan ruji muncul pada masa pemerintahan Raja Alexander Yaneus (103 - 76 SM).

Di wilayah barat anak benua india, kerajaan Yunani sudah ada di Baktria (sekarang Afganistan utara) semenjak penaklukan oleh Alexander yang Agung (326 SM). Raja Baktria Yunani, Demetrius I, menginvasi India pada tahun 180 SM untuk menunjukan dukungan mereka terhadap Kekaisaran Maurya dan melindungi para penganut Buddha dari penindasan kaun Sungga (185 – 73 SM). Salah seorang raja Yunani India yang termanyur adalah Raja Menander I.

Ekspansi ke Asia.

Di daerah – daerah sebelah timur, Myanmar. Budaya India banyak mempengaruhi suku bangsa Mon. dikatakan suku Mon mulai masuk agama Buddha sekitar tahun 200 SM berkat perintah Raja Asoka dari India, sebelum terjadi pemisahan antara aliran Theravada dan Mahayana.

Agama Buddha konon dibawa ke Sri Lanka oleh putra Asoka, Mahinda pada abad ke-2 SM. Mereka berhasil menarik Raja Devanampiva Tissa untuk masuk agama Buddha. Bahasa Pali mulai ditulis di Sri Lanka semasa kekuasaan Raja Vittagamani (29 - 27 SM), dan tradisi Theravada mulai berkembang di sana. Meski aliran Mahayana kemudian mendapat pengaruh waktu itu, tetapi akhirnya aliran Theravada yang Berjaya dan Sri Lanka menjadi benteng terakhir aliran Theravada, di mana aliran ini akan disebarkan lagi ke Asia Tenggara mulai abad ke-11.

Dinasti Sungga (185 – 73 SM) didirikan kurang llebih 50 tahun setelah meninggalnya Raja Asoka. Setelah membunuh raja terakhir dinasti Maurya, hulubalang tentara Pusyamitra Sungga naik takhta. Ia adalah seorang Brahma, dan Sungga dikenal karena kebenciannya dan penindasannya terhadap kaum – kaum Buddha. Dicatat ia telah merusak Vihara, Stupa Buddha dan sejumlah besar Vihara diubah menjadi Kuil Hindu.


(55)

Gambar 2.21 : Penyebaran aliran Mahayana antara abad pertama sampai abad ke-10 M

Berkembangnya Aliran Mahayana (abad ke-1 SM sampai abad ke-2)

Berkembangnya agama Buddha Mahayana dari diiringi dengan perubahan kompleks politik di India barat laut. Kerajaan-kerajaan Yunani-India ini secara bertahap dikalahkan dan diasimilasi oleh kaum noma Schytia India, dan lalu kau

Kaum Kushan menunjang agama Buddha dan konsili keempat Buddha kemudian dibuka oleh maharaja diasosiasikan dengan munculnya aliran pecahnya aliran ini dengan alira mengakui keabsahan konsili ini dan seringkali menyebutnya "konsili rahib bidaah".

Konon Kanishka mengumpulkan dikepalai oleh Vasumitra, untuk menyunti komentar. Maka konon pada konsili ini telah dihasilkan 300.000 bait dan lebih dari 9 juta dalil-dalil. Karya ini memerlukan waktu 12 tahun untuk diselesaikan.

Konsili ini tidak berdasarkan kano Sebaliknya, sekelompok teks-teks suci diabsahkan dan juga prinsip-prinsip dasar doktrin Mahayana disusun. Teks-teks suci yang baru ini, biasanya dalam bahasa ulang dalam


(56)

Gambar 2.22 : Peta penyebaran aliran Theravada ke Asia

banyak pakar hal ini merupakan titik balik penting dalam penyebaran pemikiran Buddha.

Wujud baru Buddhisme ini ditandai dengan pelakuan Buddha yang mirip dilakukan bagaikan Dewa atau bahkan Tuhan. Gagasan yang berada di belakangnya ialah bahwa semua makhluk hidup memiliki alam dasar Buddha dan seyogyanya bercita-cita meraih "Kebuddhaan". Ada pula sinkretisme keagamaan terjadi karena pengaruh banyak kebudayaan yang berada di India bagian barat laut dan Kekaisaran Kushan.

Kelahiran Kembali Theravada ke-11 sampai sekarang.

Mulai abad ke-11, hancurnya agama Buddha di anak benua India oleh Serbuan Islam dan menyebabkan kemunduran aliran Mahayana di Asia Tenggara. Rute daratan lewat anak benua India menjadi bahaya, maka arah perjalanan laut langsung di antara Timur Tengah lewat Sri Lanka dan ke China terjadi, menyebabkan dipeluknya kembali aliran Theravada. Pali kanon lalu diperkenalkan ke daerah sekitarnya sekitar abah ke-11. Raja Anawrahta (1044 -1077), pendiri sejarah kekaisaran Birma, mempersatukan Negara dan memeluk aliran Theravada. Ini memulai membangun ribuan candi Buddha Pangan (antara abad 11 - 13 M) dan sekitar 2.000 candi di antaranya masih berdiri, kekuasaan orang Birma surut dengan kenaikan orang Thai, dan dengan ditaklukannya ibu kota Pangan oleh orang Mongolia pada 1287, tetapi aliran Buddha Theravada masih merupakan kepercayaan utama rakyat Myanmar sampai sekarang.


(57)

Di daratan Asia Tenggara, Theravada harus menyebar ke Laos dan Kamboja pada abad ke-13. Tetapi, mulai abad ke-14, di daerah – daerah ujung pesisir dan kepulauan Asia Tenggara, pengaruh Islam ternyata lebih kuat, mengembang ke Malaysia, Indonesia, hingga ke selatan Filipina. Kerajaan Khmer (abad 9 – 13 M)

Dari abad ke-9 sampai abad ke-13, aliran Mahayana dan kerajaan Khemer Hindu menguasai bagian terbesar semenanjung Asia Tenggara. Di bawah Khmer, lebih dari 900 candi dibangun di Kamboja dan di Negara tetangga Thailand. Angkor dengan komplek candid an pengaturan perkotaan dapat menyangga sekitar satu juta orang penduduk perkotaan. Raja Khmer yang istimewa, Jayavarman VII (1181 – 1219), membangun bangunan terbesar Buddha di Bayon dan Angkor Thom. Mengikuti hancurnya Buddhisme di India daratan selama abad ke-11, Mahayana ditolak di Asia Tenggara, diganti dengan Theravada dari Sri Lanka.

- Perkembangan Agama Buddha dI Indonesia Awal Mula Agama Buddha Masuk ke Indonesia

Cerita rakyat Aji Saka melawan Dewata Cengkar, menceritakan bahwa perang dasyat Dharma melawan kejahatan. Dalam bahasa Kawi, Aji Sakya berarti ilmu kitab suci Sakya dan Dewata Cengkar berarti Dewa Jahat. Cerita rakyat ini telah merakyat di Jawa Tengah.

Penanggalan tahun Saka (tahun Jawa) dimulai tanggal 0001 (Nir Wuk Tanpa Jalu : kosong-tidak jadi-tanpa-1) di mana penaggalan ini sama dengan tanggal 14 Maret 78 masehi. Sehingga banyak yang mengatakan bahwa kedatangan Aji Saka merupakan awal masuknya Agama Buddha di Indonesia yaitu abad I jauh sebelum candi Borobudur didirikan.


(58)

Gambar 2.23 : Peta pengaruh Sriwijaya di abad ke-10

Gambar 2.24. : peta jejak – jejak kerajaan Mataram Zaman Sriwijaya

Sriwijaya berada di pulau Sumatera dan didirikan sekitar abad ke-7 dan dapat bertahan lama hingga tahun 1377. Sriwijaya bukan saja termansyur karena kekuatan angkatan perangnya, melainkan juga karena merupakan pusat ilmu dan kebudayaan Buddha. Di sana

terdapat banyak vihara yang dihuni oleh ribuan bhikkhu. Pada perguruan tinggi agama Buddha di Sriwijaya orang dapat mengikuti kuliah selain Agama Buddha, juga kuliah tentang bahasa Sansekerta dan bahasa Indonesia kuno. Pada waktu itu Sriwijaya merupakan mercusuar Agama Buddha di Asia Tenggara. Tentang Agama Buddha di Sriwijaya juga banyak diceritakan oleh I-Tsing, seorang sarjana asal tiongkok. Tahun 672 ia bertolak untuk berziarah ke tempat – tempat suci Agama Buddha di India. Waktu pulang dalam tahun 685 ia singgah di Sriwijaya dan tinggal di sana sampai 10 tahun lamanya untuk mempelajari dan menyalin buku – buku suci Agama Buddha dalam bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Tionghoa.

Zaman Mataram

Pada tahun 775 hingga tahun 850 di Yogyakarta berkuasa raja – raja dari Wangsa Syailendra yang memeluk Agama Buddha. Zaman ini adalah zaman ilmu pengetahuan dan kesenian Agama Buddha mencapai

taraf mutu yang sangat tinggi terutama seni pahat. Ini terbukti dari catatan – catatan Fa – Hien asal Tiongkok yang dating ke pulau Jawa. Pada waktu itu seniman – seniman bangsa


(59)

Gambar 2.25. : Peta kekuasaan Kerajaan Majapahit

Indonesia menghasilkan karya – karya yang mengagumkan. Hingga sekarang pun masih dapat kita saksikan bertapa indahnya candi – candi yang mereka bangun sebagai persembahan kepada Buddha, misalnya : candi Borobudur, Candi Kalasan, Candi Sewu, Candi Pawon, dan Candi Mendut

.

Zaman Majapahit

Di dalam masa pemerintahan raja – raja Majapahit (tahun 1292 – 1476). Agama Buddha berkembang dengan baik bersama – sama dengan Agama Hindu. Toleransi (saling menghargai) di bidang keagamaan dijaga dengan baik, sehingga pertentangan agama tidak pernah terjadi. Di waktu pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Seorang pujangga terkenal, Mpu Tantular menulis sebuah buku yang berjudul Sutasoma, dimana di dalamnya terdapat kalimat Bhinneka Tunggal Ika yang kini dijadikan slogan Negara Repubrik Indonesia yang mengartikan meskipun berbeda – beda tetapi tetap satu kesatuan. Setelah majapahit runtuh pada tahun 1478, maka berangsur – angsur Agama Buddha dan Agama Hindu digeser kedudukannya oleh Agama Islam.


(1)

121


(2)

122


(3)

123


(4)

124


(5)

125


(6)

126

DAFTAR PUSTAKA

Neufert Ernest. Data arsitek jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta Neufert Ernest. Data arsitek jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta

De Chaiara. Joseph, and John Calender. 1981. Time Saver Standart for Building Type. Mcgraw Hill Book Company, New York

diunduh tanggal 10 Januari 2010