Medan Chinese Cultural Museum (Neo-Vernacular Architecture)

(1)

MEDAN CHINESE CULTURAL MUSEUM

(NEO-VERNACULAR ARCHITECTURE)

LAPORAN PERANCANGAN

TKA-490 – STUDIO TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2012/2013

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh:

PIUS SILVANUS 090406042

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(2)

MEDAN CHINESE CULTURAL MUSEUM

(NEO-VERNACULAR ARCHITECTURE)

LAPORAN PERANCANGAN

TKA-490 – STUDIO TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2012/2013

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh:

PIUS SILVANUS 090406042

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(3)

MEDAN CHINESE CULTURAL MUSEUM

(NEO-VERNACULAR ARCHITECTURE)

Oleh:

PIUS SILVANUS 090406042

Medan, Juli 2013

Disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Rudolf Sitorus, M.L.A. Wahyu Abdillah, S.T. NIP : 19580224 198601 1 002 NIP : 19730810 200212 1 001

Ketua Departemen Arsitektur,

Ir. N. Vinky Rahman, M.T. NIP : 19660622 197702 1 001


(4)

(SHP2A)

Nama : Pius Silvanus

NIM : 090406042

Judul Proyek Akhir : Medan Chinese Cultural Museum

Tema Proyek Akhir : Arsitektur Neo-Vernakular

Rekapitulasi Nilai :

Nilai Akhir A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan:

No. Status

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Pembimbing

I

Paraf Pembimbing

II

Koordinator TKA-490

1. Lulus Langsung

2. Lulus Melengkapi

3. Perbaikan Tanpa Sidang

4. Perbaikan Dengan Sidang

5. Tidak Lulus

Medan, Juli 2013

Ketua Departemen Arsitektur, Koordinator TKA-490,

Ir. N. Vinky Rahman, M.T. Ir. Basaria Talarosha, M.T. NIP : 195802241986 01 002 NIP : 19730810 200212 1 00


(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini dalam rangka memenuhi kewajiban penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Departemen Arsitektur USU dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun laporan ini berisikan penjelasan mengenai proyek Tugas Akhir dari penulis yang berjudul Medan Chinese Culutural Museum.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

 Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.L.A. selaku ketua sidang serta dosen pembimbing I atas dukungan yang tiada henti untuk tetap bersemangat, bimbingan, kesabaran, perhatian, dan pinjaman buku yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

 Bapak Wahyu Abdillah, S.T. selaku dosen pembimbing II atas bimbingan yang sangat membangun dan mengarahkan penulis untuk lebih bereksplorasi disertai ide-ide yang sangat mendukung proses perancangan penulis.

 Ibu Beny O. Y. Marpaung, S.T., M.T., Ph.D. selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang sangat bermanfaat sebagai masukan selama proses perancangan.

 Para staf pengajar dan tata usaha Departemen Arsitektur USU yang telah ikut membantu proses pengerjaan tugas akhir penulis.

 Kedua orang tua saya tercinta Anthony Tjuatja, S.H. dan Katarina Laurus yang telah dengan sabar, setia, penuh kasih sayang untuk membimbing, memberi semangat dan terutama dorongan moril maupun materiil. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada saudara-saudara beserta keluarga penulis selama proses penyelesaian tugas ini.

 Teman-teman stambuk 2009, terutama rekan-rekan kelompok seperjuangan, WS, Winner, Rido, Didit, KK, Tomat, Vina, Sendy, Mima, yang telah bersama-sama melalui proses Tugas Akhir ini. Tidak lupa penulis berterima kasih kepada teman-teman yang turut mengikuti Tugas Akhir atas bantuannya, serta abang dan kakak senior dengan adik-adik junior yang telah membantu, serta rekan kerja kantor, Bang Fir, Kak Vivi dan Kak Widya.


(7)

ii  Teman-teman dekat saya, Gar, Fed, Timo, Alvin, Cardo, Angel, Cicit, ViVo, TJ, dll. yang telah memberi dukungan kepada saya dikala suka maupun duka. Tak lupa teman-teman dari FH USU, Gugu, Enik, Yenik, Wika, Febi, Chris, Tasya, Anggik, dll. Terima kasih atas segala bantuan, kesempatan, waktu, dukungan dan saran kritiknya selama penulis mengerjakan Tugas Akhir ini.

Kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan dan melimpahkan kasih dan anugerah-Nya bagi mereka atas segala hal yang membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis sungguh menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Karena itu penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran bagi penyempurnaan Tugas Akhir ini kedepannya. Dan akhirnya penulis berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, Juli 2013

Hormat penulis,

Pius Silvanus 090406042


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANGTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... xi

ABSTRAK... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 1

1.3 Masalah Perancangan ... 2

1.4 Pendekatan ... 2

1.5 Lingkup dan Batasan Masalah ... 2

1.6 Kerangka Berpikir ... 3

1.7 Sistematika Laporan ... 4

BAB II DESKRIPSI PROYEK ... 5

2.1 Terminologi Judul ... 5

2.2 Tinjauan terhadap Museum ... 6

2.2.1 Sejarah dan Perkembangan Museum ... 6

2.2.2 Dasar Hukum Pendirian Museum ... 7

2.2.3 Fungsi Museum ... 8

2.2.4 Tugas Museum ... 8

2.2.4.1 Pengumpulan / Pengadaan ... 8

2.2.4.2 Pemeliharaan ... 8

2.2.4.3 Penelitian ... 9

2.2.4.4 Pendidikan ... 9

2.2.4.5 Rekreasi ... 9

2.2.5 Jenis-Jenis Museum ... 9

2.2.5.1 Berdasarkan Koleksinya ... 9

2.2.5.2 Berdasarkan Penyelenggaraannya... 10


(9)

iv

2.2.6.1 Lokasi ... 10

2.2.6.2 Bangunan ... 11

2.2.6.3 Koleksi ... 11

2.2.6.4 Peralatan ... 12

2.2.6.5 Organisasi dan Ketenagaan ... 12

2.2.6.6 Sumber Dana Tetap ... 13

2.2.7 Sejarah Perkembangan Museum di Indonesia ... 13

2.2.8 Permasalahan Permuseuman di Indonesia ... 15

2.2.8.1 Masalah Umum ... 15

2.2.8.2 Masalah Khusus ... 17

2.2.9 Metode Penyajian dalam Museum ... 21

2.2.10 Prinsip Dasar Museum ... 21

2.2.10.1 Luas ... 21

2.2.10.2 Pencahayaan ... 22

2.2.10.3 Ruang Pameran ... 26

2.2.10.4 Organisasi Ruang ... 29

2.3 Tinjauan terhadap Kebudayaan Tionghoa Indonesia ... 35

2.3.1 Sejarah Kedatangan Tionghoa ke Indonesia ... 35

2.3.2 Kebudayaan Tionghoa Indonesia ... 37

2.3.3 Masuknya Etnis Tionghoa ke Pantai Timur Sumatera ... 38

2.4 Lokasi Proyek ... 39

2.5 Studi Kelayakan... 45

2.6 Studi Banding Arsitektur dengan Fungsi Sejenis ... 48

2.6.1 Hong Kong Heritage Discovery Center, Kowloon, Hong Kong, RRC ... 48

2.6.2 Overseas Chinese Museum, Xiamen, Fujian, RRC ... 50

2.6.3 Chengho Cultural Museum, Melaka, Malaysia ... 52

2.6.4 Xinjiang Uyghur Regional Museum, Ürümqi, Xinjiang, RRC ... 53

BAB III ELABORASI TEMA ... 55

3.1 Asal-Usul Neo-Vernakular ... 55

3.2 Pengertian ... 55

3.3 Interpretasi Tema ... 55

3.4 Keterkaitan Tema dengan Judul ... 56

3.5 Studi Banding Arsitektur dengan Tema Sejenis ... 57


(10)

3.5.1 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang ... 57

3.5.2 Istana Budaya, Kuala Lumpur, Malaysia ... 58

BAB IV ANALISIS ... 61

4.1 Analisis Eksisting ... 61

4.1.1 Analisis Lokasi ... 61

4.1.2 Kondisi Eksisting Lahan ... 62

4.1.3 Tata Guna Lahan ... 62

4.1.4 Ketinggian Bangunan ... 63

4.1.5 Skyline ... 63

4.1.6 Batas Site ... 64

4.1.7 Bangunan Eksisting di Sekitar Site ... 66

4.2 Analisis Potensi dan Kondisi Site... 72

4.2.1 Analisis Sirkulasi dan Pencapaian ... 72

4.2.2 Analisis View ... 73

4.2.3 Analisis Vegetasi dan Matahari ... 74

4.2.4 Analisis Kebisingan ... 75

4.3 Analisis Kegiatan... 75

4.3.1 Skematik Struktur Organisasi Museum ... 75

4.3.2 Pengelompokan Ruang ... 76

4.3.3 Kebutuhan Ruang ... 79

4.4 Skema Arus dan Sirkulasi dalam Museum ... 82

BAB V KONSEP PERANCANGAN ... 83

5.1 Konsep Dasar ... 83

5.2 Konsep Perancangan Tapak ... 84

5.2.1 Konsep Pencapaian Site ... 84

5.2.2 Konsep Sirkulasi dalam Site... 85

5.2.3 Konsep Fasad ... 86

5.2.4 Konsep Ruang Dalam ... 87

BAB VI GAMBAR PERANCANGAN ... 88

6.1 Site Plan ... 88

6.2 Ground Plan ... 89


(11)

vi

6.4 Third Floor Plan ... 91

6.5 Basement Plan ... 92

6.6 Tampak Depan & Belakang ... 93

6.7 Tampak Kiri & Kanan ... 94

6.8 Potongan A –A’ ... 95

6.9 Potongan B –B’ ... 96

6.10 Potongan Aksonometri Prinsip & Detail Prinsip... 97

6.11 Rencana Pondasi ... 98

6.12 Rencana Pembalokan Lt. 1 ... 99

6.13 Rencana Pembalokan Lt. 2 ... 100

6.14 Detail Pembalokan... 101

6.15 Isometri Rencana Ducting ... 102

6.16 Isometri Rencana Elektrikal ... 103

6.17 Isometri Rencana Sanitasi ... 104

6.18 Isometri Rencana Smoke Detector ... 105

6.19 Isometri Rencana Sprinkle ... 106

6.20 Isometri Rencana Telepon ... 107

LAMPIRAN ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 114


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Tabel Perbandingan Museum ... 14

Tabel 2.2: Tabel Standard Luasan Museum ... 21

Tabel 2.3: Tabel Sifat Cahaya ... 25

Tabel 2.4: Tabel Perbandingan Alternatif-Alternatif Site ... 44

Tabel 2.5: Data Pengunjung Museum Negeri Prov. Sumatera Utara sejak 1 Januari s/d 31 Desember 2012 ... 46

Tabel 4.1: Tabel Pengelompokan Ruang Museum ... 76


(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Teknik Pencahayaan pada Ruang Pameran Museum ... 23

Gambar 2.2: Teknik Pencahayaan pada Objek Pameran 2 Dimensi (Panel)... 24

Gambar 2.3: Teknik Pencahayaan pada Objek Pameran 4 Dimensi ... 25

Gambar 2.4: Teknik Perletakan Objek Pameran ... 26

Gambar 2.5: Susunan Ruang ke Ruang ... 27

Gambar 2.6: Susunan Koridor ke Ruang ... 27

Gambar 2.7: Susunan Lingkaran Terpusat ... 28

Gambar 2.8: Contoh Susunan Ruang Museum ... 28

Gambar 2.9: Organisasi Ruang pada Museum ... 29

Gambar 2.10: Contoh Denah Area Servis Museum ... 35

Gambar 2.11: Provinsi Sumatera Utara ... 39

Gambar 2.12: Kota Medan ... 39

Gambar 2.13: Kecamatan Medan Timur ... 40

Gambar 2.14: Wilayah Pecinan Kota Medan, terdiri dari kawasan perniagaan (Kesawan + Pasar Lama; warna ungu) serta kawasan permukiman (Kel. Gang Buntu, Kel. Pasar Baru, seputaran Pasar Sambas, Kel. Sei Rengas 1 dan sebagian Kel. Pusat Pasar; warna hijau) ... 40

Gambar 2.15: Peta Wilayah Pecinan Kota Medan tahun 1925 ... 41

Gambar 2.16: Peta Alterantif Site 1... 42

Gambar 2.17: Peta Alternatif Site 2... 43

Gambar 2.18: Peta Alternatif Site 3... 43

Gambar 2.19: Frontyard dari Museum HK Heritage Discovery ... 48

Gambar 2.20: Atap Modern Menghadap ke Taman di Depan Museum ... 48

Gambar 2.21: Denah HK Heritage Discovery Centre ... 49

Gambar 2.22: Susasana Interior Display Museum ... 49

Gambar 2.23: Display Unik dari Museum berupa Lantai Kaca Tebal ... 50

Gambar 2.24: Ekterior Overseas Chinese Museum Xiamen ... 50

Gambar 2.25: Denah Museum Xiamen ... 51

Gambar 2.26: Display Interior Museum Xiamen ... 51

Gambar 2.27: Eksterior Museum Kebudayaan Cheng Ho ... 52

Gambar 2.28: Interior Museum Kebudayaan Cheng Ho ... 52


(14)

Gambar 2.29: Denah Museum Kebudayaan Cheng Ho ... 53

Gambar 2.30: Pertunjukan oleh Etnis Xinjiang China ... 53

Gambar 2.31: Eksterior Museum Regional Xinjiang, China ... 54

Gambar 2.32: Interior Void Musuem Regional Xinjiang, China ... 54

Gambar 3.1: Perspektif Burung Bandara Soekarno-Hatta ... 57

Gambar 3.2: Perspektif Burung Bandara Soekarno-Hatta ... 58

Gambar 3.3: Penggunaan Langgam Tradisional pada Bandara Soekarno-Hatta ... 58

Gambar 3.4: Eksterior Istana Budaya KL ... 59

Gambar 3.5: Eksterior Istana Budaya KL ... 59

Gambar 3.6: Interior Gedung Pertunjukan Istana Budaya KL ... 60

Gambar 3.7: Interior Gedung Pertunjukan Istana Budaya KL ... 60

Gambar 4.1: Lokasi Site ... 61

Gambar 4.2: Penginderaan Satelit Lokasi Site ... 62

Gambar 4.3: Peta Tata Guna Lahan Sekitar Site ... 63

Gambar 4.4: Skyline Keempat Sisi Kawasan Site ... 64

Gambar 4.5: Foto Udara Kawasan Menara Air Zaman Kolonial ... 64

Gambar 4.6: Jl. Sutomo ... 65

Gambar 4.7: Jl. Samarinda ... 65

Gambar 4.8: Jl. Amuntai... 65

Gambar 4.9: Peta Bangunan Eksisting dalam Radius 1 Km dari Site ... 66

Gambar 4.10: Rumah-Rumah Tua... 66

Gambar 4.11: Menara Air Tirtanadi ... 67

Gambar 4.12: Vihara Ariya Satyani ... 67

Gambar 4.13: Kolam Renang Paradiso ... 68

Gambar 4.14: Reservoir Tirtanadi ... 68

Gambar 4.15: Vihara Jethavana... 68

Gambar 4.16: SMAN 10 ... 69

Gambar 4.17: Perguruan Widyasama – Utama ... 69

Gambar 4.18: Vihara Vimala Marga ... 69

Gambar 4.19: Pasar Sambas ... 70

Gambar 4.20: Hotel Novotel Soechi... 70

Gambar 4.21: Kuliner Jl. Selat Panjang ... 70

Gambar 4.22: Kuliner Jl. Semarang ... 71


(15)

x

Gambar 4.24: Hotel Citi Inn ... 71

Gambar 4.25: Hotel Wai Yat ... 72

Gambar 4.26: Peta Sirkulasi Kepadatan & Arah Kendaraan Menuju Site ... 72

Gambar 4.27: Peta Penglihatan (View) Keluar Site ... 73

Gambar 4.28: Gambar Penglihatan (View) Keluar Site ... 73

Gambar 4.29: Peta Vegatsi Eksisting & Arah Gerak Matahari ... 74

Gambar 4.30: Peta Asal Arah & Intensitas Kebisingan ... 75

Gambar 5.1: Ruko Lama di Georgetown, Penang ... 83

Gambar 5.2: Pagoda Tianning, Tertinggi di Dunia, Terletak di Changzhou, RRC ... 84

Gambar 5.3: Tampak Timur Laut (Depan) Medan Chinese Cultural Museum... 84

Gambar 5.4: Peta Konsep Pencapaian Medan Chinese Cultural Musuem ... 85

Gambar 5.5: Peta Sirkulasi Lt. 1 Medan Chinese Cultural Musuem ... 86

Gambar 5.6: Peta Sirkulasi Lt. 2 Medan Chinese Cultural Musuem ... 86

Gambar 6.1 Site Plan ... 88

Gambar 6.2 Ground Plan ... 89

Gambar 6.3 Second Floor Plan ... 90

Gambar 6.4 Third Floor Plan ... 91

Gambar 6.5 Basement Plan ... 92

Gambar 6.6 Tampak Depan & Belakang... 93

Gambar 6.7 Tampak Kiri & Kanan ... 94

Gambar 6.8 Potongan A –A’ ... 95

Gambar 6.9 Potongan B –B’... 96

Gambar 6.10 Potongan Aksonometri Prinsip & Detail Prinsip ... 97

Gambar 6.11 Rencana Pondasi ... 98

Gambar 6.12 Rencana Pembalokan Lt. 1 ... 99

Gambar 6.13 Rencana Pembalokan Lt. 2 ... 100

Gambar 6.14 Detail Pembalokan ... 101

Gambar 6.15 Isometri Rencana Ducting ... 102

Gambar 6.16 Isometri Rencana Elektrikal ... 103

Gambar 6.17 Isometri Rencana Sanitasi... 104

Gambar 6.18 Isometri Rencana Smoke Detector ... 105

Gambar 6.19 Isometri Rencana Sprinkle ... 106

Gambar 6.20 Isometri Rencana Telepon ... 107


(16)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1: Kerangka Berpikir ... 3 Diagram 4.1: Struktur Organisasi Museum ... 75 Diagram 4.2: Skema Arus & Sirkulasi Museum ... 82


(17)

(18)

Chinese in Medan City had a long history journey in Medan’s development, so that it needed an effort to perpetuate and preserve them. According to Medan Central Statistic Board 2010, the Chinese were the third largest population in Medan – about 10.65 % after Javanese dan Tobanese. Because of that, the existence of culture riches need to be preserved so that it won’t be forgotten period by period.

As we keep in mind that Medan City was one of the international tourist destination, it needed a museum – as said before – dedicated Medan’s mulitcultural life, especially Chinese people. What is expected by the designing of the museum, it’ll become Medan’s landmark, support local tourism or city center region, and also as a place to documentate in the same manner as the function of cultural museum itself. Besides that, it could enabled the citizen and local or international tourist to know more about Chinese culture in Medan.

Keywords : Chinese ethnic, culture, tourism, landmark, museum, neo-vernacular

Abstrak

Etnis Tionghoa di Medan memiliki perjalanan sejarah yang panjang dalam perkembangan Kota Medan sehingga perlu ada suatu upaya mengabadikan dan melestarikannya. Menurut BPS Medan tahun 2010, etnis Tionghoa menempati urutan ke-3 sebesar 10.65 % setelah Jawa dan Toba. Dengan demikian, eksistensi kekayaan kultur perlu dilestarikan agar tidak dimakan oleh zaman.

Mengingat keberadaan Kota Medan sebagai salah satu kota destinasi pariwisata internasional, maka diperlukan suatu museum – seperti telah disebutkan dalam latar belakang – mendedikasikan keberagaman etnis Kota Medan, khususnya etnis Tionghoa. Diharapkan dengan perancangan museum tersebut, menjadi landmark baru bagi masyarakat Kota Medan, menunjang pariwisata lokal maupun regio Pusat Kota, serta menjadi wahana pendokumentasian sebagaimana hakekat dari suatu museum kebudayaan. Disamping itu, diharapkan menambah wawasan tentang kebudayaan etnis Tionghoa di Kota Medan bagi masyarakatnya sendiri serta wisatawan lokal maupun asing.


(19)

(20)

Chinese in Medan City had a long history journey in Medan’s development, so that it needed an effort to perpetuate and preserve them. According to Medan Central Statistic Board 2010, the Chinese were the third largest population in Medan – about 10.65 % after Javanese dan Tobanese. Because of that, the existence of culture riches need to be preserved so that it won’t be forgotten period by period.

As we keep in mind that Medan City was one of the international tourist destination, it needed a museum – as said before – dedicated Medan’s mulitcultural life, especially Chinese people. What is expected by the designing of the museum, it’ll become Medan’s landmark, support local tourism or city center region, and also as a place to documentate in the same manner as the function of cultural museum itself. Besides that, it could enabled the citizen and local or international tourist to know more about Chinese culture in Medan.

Keywords : Chinese ethnic, culture, tourism, landmark, museum, neo-vernacular

Abstrak

Etnis Tionghoa di Medan memiliki perjalanan sejarah yang panjang dalam perkembangan Kota Medan sehingga perlu ada suatu upaya mengabadikan dan melestarikannya. Menurut BPS Medan tahun 2010, etnis Tionghoa menempati urutan ke-3 sebesar 10.65 % setelah Jawa dan Toba. Dengan demikian, eksistensi kekayaan kultur perlu dilestarikan agar tidak dimakan oleh zaman.

Mengingat keberadaan Kota Medan sebagai salah satu kota destinasi pariwisata internasional, maka diperlukan suatu museum – seperti telah disebutkan dalam latar belakang – mendedikasikan keberagaman etnis Kota Medan, khususnya etnis Tionghoa. Diharapkan dengan perancangan museum tersebut, menjadi landmark baru bagi masyarakat Kota Medan, menunjang pariwisata lokal maupun regio Pusat Kota, serta menjadi wahana pendokumentasian sebagaimana hakekat dari suatu museum kebudayaan. Disamping itu, diharapkan menambah wawasan tentang kebudayaan etnis Tionghoa di Kota Medan bagi masyarakatnya sendiri serta wisatawan lokal maupun asing.


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etnis Tionghoa di Medan memiliki perjalanan sejarah yang panjang dalam perkembangan Kota Medan sehingga perlu ada suatu upaya mengabadikan dan melestarikannya. Menurut BPS Medan tahun 2010, etnis Tionghoa menempati urutan ke-3 sebesar 10.65 % setelah Jawa dan Toba. Dengan demikian, eksistensi kekayaan kultur perlu dilestarikan agar tidak dimakan oleh zaman.

Dikenal sebagai negara dengan jumlah etnis paling beragam, Indonesia tidak bisa terlepas dari pengaruh kebudayaan Tionghoa, bagi dari zaman kerajaan-kerajaan Nusantara, era kolonial, masa perjuangan kemerdekaan, hingga saat ini. Peran serta kebudayaan Tionghoa dalam memperkaya khasanah nasional, telah menjadi hal yang dapat dikategorikan sebagai suatu inkulturasi yang signifikan.

Etnis Tionghoa Indonesia adalah Tionghoa Perantauan yang terbesar kedua di dunia dengan jumlah sekitar 8.8 juta jiwa setelah Thailand. Dengan dominasi perantauan dari China Selatan, Medan merupakan salah satu kota yang menjadi konsentrasi penduduk etnis Tionghoa di Indonesia.

1.2 Maksud dan Tujuan

Mengingat keberadaan Kota Medan sebagai salah satu kota destinasi pariwisata internasional, maka diperlukan suatu museum – seperti telah disebutkan dalam latar belakang – mendedikasikan keberagaman etnis Kota Medan, khususnya etnis Tionghoa. Diharapkan dengan perancangan museum tersebut, menjadi landmark

baru bagi masyarakat Kota Medan, menunjang pariwisata lokal maupun regio Pusat Kota, serta menjadi wahana pendokumentasian sebagaimana hakekat dari suatu museum kebudayaan.

Disamping itu, diharapkan menambah wawasan tentang kebudayaan etnis Tionghoa di Kota Medan bagi masyarakatnya sendiri serta wisatawan lokal maupun asing.


(22)

1.3 Masalah Perancangan

 Bagaimana menciptakan sebuah rancangan lingkungan dan bangunan yang sesuai dengan judul yang diangkat dan maksud tujuan yang hendak dicapai demi menunjang keberadaan fungsi bangunan sesuai dengan kasus proyek.  Bagaimana meningkatkan citra dan potensi lingkungan setempat sebagai

kontribusi dari sebuah fasilitas Medan Chinese Cultural Museum.

 Bagaimana memahami maksud dari wisata budaya berdasarkan tujuan dari perpaduan konsep edukatif, rekreatif dengan kebudayaan yang ada dan perwujudannya dalam sebuah proses perancangan.

 Bagaimana menjadikan Medan Chinese Cultural Museum menjadi pusat pendokumentasian maupun pengarsipan dan pengembangan kebudayaan daerah sekaligus menjadi tempat umum (public space) di wilayah perancangannya.

1.4 Pendekatan

Adapun pendekatan-pendekatan dalam menyelesaikan masalah pada perancangan dilakukan dengan berbagai cara seperti:

 Pengumpulan data, baik melalui studi literatur yang berkaitan langsung dengan judul dan tema yang diangkat untuk mendapatkan informasi dan data sesuai dengan materi laporan, yang berguna untuk memperkuat fakta secara ilmiah.  Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan melakukan pendekatan

perancangan dengan mencari data pada keadaan yang telah ada, sumber berupa buku, majalah, internet, koran, dan sumber-sumber yang dianggap penting.  Melakukan studi lapangan mengenai kondisi sekitar lahan studi dan lingkungan

fisik serta menganalisis potensi dan permasalahan yang ada pada lingkungan sekitar.

1.5 Lingkup & Batasan Masalah

Lingkup dan batasan proyek terbatas perancangan bangunan utama dan serta fasilitas-fasilitas lainnya. Kajian kasus ini melingkupi perpaduan perancangan dan perencanaan museum kebudayaan serta pengolaan ruang dan tata letak bangunan sebagai suatu kesatuan.


(23)

3

1.6 Kerangka Berpikir

MASALAH PERANCANGAN

Bagaimana meningkatkan citra dan potensi lingkungan setempat sebagai kontribusi dari sebuah fasilitas Medan Chinese Cultural Museum.

Bagaimana memahami maksud dari wisata budaya berdasarkan tujuan dari perpaduan konsep edukatif, rekreatif dengan kebudayaan yang ada dan perwujudannya dalam sebuah proses perancangan.

Bagaimana menjadikan Medan Chinese Cultural Museum menjadi pusat pendokumentasian maupun pengarsipan dan pengembangan kebudayaan daerah sekaligus menjadi tempat umum (public space) di wilayah perancangannya.

PENGUMPULAN DATA

 Studi literatur

 Studi lapangan o Kondisi site o Data eksisting site

 Studi banding o Kajian tema

o Perbandingan fungsi sejenis

KONSEP

 Konsep dasar

 Konsep massa & tapak

 Konsep sirkulasi ANALISIS

 Analisis kondisi tapak (site)

 Analisis fungsional

RANCANGAN

feedback

JUDUL PROYEK MEDAN CULTURAL MUSEUM

LATAR BELAKANG

 Medan dikenal sebagai kota representatif akan ke-multikultur-an Indonesia, secara lokal di Kampung Keling.

 Perlu adanya museum yang mengabadikan / mendokumentasikan keanekaragaman hal ini.

MAKSUD & TUJUAN

 Menyediakan suatu fasilitas yang mampu menyelenggarakan event-event bertaraf nasional maupun internasional.

 memberikan image yang lebih baik bagi Indonesia di mata dunia International

 mencipatakan lapangan pekerjaan.

 dan diharapkan mampu berperan sebagai

icon baru Kota Medan / Indonesia nantinya.

Diagram 1.1 Kerangka Berpikir


(24)

1.7 Sistematika Laporan BAB I: PENDAHULUAN

Berisi tentang kajian latar belakang, maksud dan tujuan, perumusan masalah dan batasan, pendekatan, asumsi-asumsi, kerangka berpikir, dan sistematika laporan.

BAB II: DESKRIPSI PROYEK

Berisi tentang deskripsi proyek, tinjauan lokasi proyek, serta studi banding proyek sejenis, tinjauan umum, pengertian secara umum maupun khusus, serta faktor pendukung proyek secara umum.

BAB III: ELABORASI TEMA

Berisi tentang kajian mengenai pengertian, interpretasi, dan keterkaitan tema dengan judul serta studi banding terhadap banguna-bangunan yang menerapkan tema yang sejenis.

BAB IV: ANALISIS

Berisi tentang kajian analisis terhadap lokasi tapak perancangan, masalah, potensi, prospek dan kondisi lingkungan, pemakai dan aktivitasnya. Juga berisi tentang dasar-dasar pemrograman fasilitas yang direncanakan, meliputi kebutuhan ruang, besaran dan persyaratan ruang, dan hubungan antar ruang.

BAB V: KONSEP PERANCANGAN

Berisi tentang konsep gubahan massa, konsep struktur, serta penzoningan baik luar maupun dalam.

BAB VI: HASIL PERANCANGAN

Berisi gambar hasil perancangan berupa gambar kerja.

LAMPIRAN

Berisi lampiran berupa data eksisting bangunan dan foto maket serta perspektif suasana.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi pustaka-pustaka maupun sumber lainnya yang digunakan sebagai literatur selama proses perencanaan dan perancangan.


(25)

(26)

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

2.1 Terminologi Judul

Medan Chinese Cultural Museum terdiri dari empat kata dengan makna masing-masing:

Medan1  ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ke-empat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, dan Bandung, dengan luas 265,10 km² atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara yang terdiri dari 21 Kecamatan. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut yang mengakibatkan Medan memiliki iklim tropis.

Chinese2  suatu etnis penduduk asli di Asia Timur, mendominasi 92% populasi RRC sebagai tanah leluhurnya.Istilah yang paling tepat sebenarnya adalah merujuk etnis Han dengan sejarah sudah ada sekitar tahun 3000 SM. Merupakan etnis terbesar di dunia, dengan suku yang tercakup di dalamnya memiliki keberagaman genetis, linguistis, budaya dan sosial masing-masing. Dalam Bahasa Indonesia, dikenal sebagai etnis Tionghoa.

Cultural3  dalam Bahasa Indonesia berarti “kebudayaan”, dengan kata dasar “budaya”, yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunaan, dan karya seni. Sedangkan kebudayaan dari beberapa definisi ahli (Melville J. Herskovits, Bronislaw Malinowski, Andreas Eppink, Edward Burnett Tylor, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi) merupakan sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem

1 http://en.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan 2 http://en.wikipedia.org/wiki/Han_Chinese 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya


(27)

6 ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Museum4 mengacu kepada Encyclopedia Americana, kata 'museum' berasal dari bahasa Yunani kuno, 'museion', yang artinya "kuil untuk melakukan

pemujaan terhadap 9 Dewi Muse. Kesembilan dewi tersebut (Calliope, Clio, Erato, Euterpe, Thalia, Melpomene, Polyhimnia, Terpsichore, dan Urama)

merupakan putri-putri dari Dewa Zeus dan Mnemosyne yaitu dewa tertinggi dalam pantheon Yunani kuno. Mereka dipuja dalam suatu acara ritual untuk melengkapi pengabdian masyarakat pada Zeus Dalam mitologi klasik, Muse adalah dewi-dewi literature (terutama puisi), musik, tarian, dan semua yang berkaitan dengan keindahan, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan. Museum, berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums (ICOM), adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengkomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif di masa depan. Museum menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Medan Chinese Cultural Museum adalah gedung yang digunakan untuk melakukan pameran atau pemaparan kebudayaan etnis Tionghoa yang ada di Medan.

2.2 Tinjauan terhadap Museum

2.2.1 Sejarah dan Perkembangan Museum

Secara etimologis, museum berasal dari Bahasa Yunani, mouseion, yang merujuk kepada nama kuil pemujaan terhadap Muses, dewa yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan dan seni. Bangunan lain yang

4

http://en.wikipedia.org/wiki/Museum


(28)

berhubungan dengan sejarah museum adalah bagian kompleks perpustakaan yang dibangun khusus untuk seni dan sains, terutama filosofi dan riset di Alexandria oleh Ptolomeus I Soler tahun 280 SM. Kemudian pada abad ke-6 sampai ke-12 merupakan tempat penyimpanan koleksi pribadi dari para bangsawan dan raja-raja dalam bentuk galeri atau selasar. Dengan semakin meningkatnya jumlah koleksi, maka barang-barang koleksi tersebut dimasukkan ke dalam ruangan dengan courtyard terbuka dan kolom-kolom portico di sekelilingnya.

Pada abad ke-17, setelah Revolusi Prancis meletus – timbulnya liberalisme dan nasionalisme – para hartawan dan bangsawan memamerkan koleksi mereka kepada umum. Museum menjadi bersifat terbuka untuk masyarakat dengan ekspresi keangkeran dan keangkuhan dalam gaya-gaya bangunan Eropa Klasik dan pilar-pilar vertikal. Di Indonesia, museum yang pertama kali dibangun adalah Museum Radya Pustaka. Selain itu dikenal pula Museum Gajah yang memiliki koleksi terlengkap di Indoensia.

2.2.2 Dasar Hukum Pendirian Museum5

Pendirian sebuah museum memiliki acuan hukum, yaitu:  UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya,

 PP No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1992.  PP No. 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan

Benda Cagar Budaya di Museum,

 Kep. Menbudpar No. KM.33/PL.303/MKP/2004 tentang Museum. Museum dalam menjalankan aktivitasnya, mengutamakan dan mementingkan penampilan koleksi yang diimilikinya. Pengutamaan kepada koleksi inilah yang membedakan museum dengan lembaga-lembaga lainnya. Setiap koleksi merupakan bagian integral dari kebudayaan dan sumber ilmiah, hal itu juga mencakup informasi mengenai objek yang ditempatkan pada tempat yang tepat, tetapi memberikan arti dan tanpa kehilangan arti dari objek itu sendiri. Penyimpanan informasi dalam bentuk susunan yang teratur rapi dan pembaharuan dalam prosedur, serta cara dan penganganan koleksi.

5


(29)

8 Museum dapat didirikan oleh Instansi Pemerintah, Yayasan, atau Badan Usaha yang dibentuk berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, maka harus memiliki dasar hukum seperti SK bagi museum pemerintah dan akte notarsi bagi museum yang diselenggarakan oleh swasta. Bila perseorangan berkeinginan untuk mendirikan museum, maka dia harus membentuk yayasan terlebih dahulu.

2.2.3 Fungsi Museum

Fungsi museum menurut ICOM adalah sebagai wadah untuk:  Pengumpulan dan pengamanan warisan alam budaya,  Dokumentasi dan penelitian ilmiah,

 Konservasi dan preservasi,

 Penyebaran dan penataan ilmu untuk umum,  Pengenalan kebudayaan antar-daerah dan bangsa,  Visualisasi warisan alam budaya,

 Cermin pertumbuhan peradaban manusia,  Pengenalan dan penghayatan kesenian. 2.2.4 Tugas Museum

2.2.4.1 Pengumpulan / Pengadaan

Tidak semua benda padat dimasukkan ke dalam koleksi museum, hanyalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni:

 Harus punya nilai budaya, ilmiah dan estetika,

 Harus dapat mengidentifikasi mengenai wujud, asal, tipe, gaya dsb,  Harus dapat dianggap sebagai dokumen.

2.2.4.2 Pemeliharaan

Tugas pemeliharaan ada 2 aspek, yakni:

 Aspek teknis  benda-benda materi koleksi harus dipelihara dan diawetkan serta dipertahankan tetap awet dan tercegah dari kemungkinan kerusakan.


(30)

 Aspek administrasi  benda-benda materi koleksi harus mempunyai keterangan tertulis yang menjadikannya bersifat monumental.

 Konservasi  usaha pemeliharaan, perawatan, perbaikan, pencegahan dan penjagaan benda-benda koleksi dari penyebab kerusakan.

2.2.4.3 Penelitian

Bentuk penelitian ada dua macam, yaitu:

 Penelitan intern  dilakukan kurator untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan museum yang bersangkutan.  Penelitian ekstern  dilakukan oleh peneliti dari luar, seperti

mahasiswa, pelajar, umum, dll untuk kepentingan karya ilmiah.

2.2.4.4 Pendidikan

Kegiatan disini lebih ditekankan pada pengenalan benda-benda materi koleksi yang dipamerkan, antara lain:

 Pendidikan formal  seminar, diskusi, ceramah, dsb.

 Pendidikan non-formal  pameran, pemutaran film atau slide, dsb. 2.2.4.5 Rekreasi

Sifat pameran mengandung arti untuk dinikmati dan dihayati, yang mana merupakan kegiatan rekreasi yang segar, tidak diperlukan konsentrasi yang akan menimbulkan keletihan dan kebosanan.

2.2.5 Jenis-Jenis Museum

2.2.5.1Berdasarkan Koleksinya

Menurut SK Menteri P & K No. 79 Tahun 1975, bab XLVI, pasal 728, museum dibagi menjadi tiga tipe umum, yaitu:

 Museum umum  koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi.


(31)

10  Museum khusus  koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, ilmu pengetahuan ataupun beragam disiplin ilmu, ditentukan oleh objek koleksi yang terdapat di dalamnya.  Museum pendidikan  bagian dari museum khusus, tetapi di

Indonesia terdapat pembedaan terhadap jenis-jenis museum pendidikan, baik untuk tingkat universitas, sekolah dasar ataupun sekolah tingkat lanjut.

2.2.5.2Berdasarkan Penyelenggarannya

Menurut penyelenggaranya, museum dapat dibagi atas:

 Museum pemerintah  diselenggarakan dan dikelola pemerintah, dibagi lagi oleh pengelolanya yaitu Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

 Museum swasta  diselenggarakan dan dikelola swasta.

Berdasarkan tipologi di atas, maka Medan Chinese Cultural Museum

merupakan museum khusus, karena terbatas pada satu kebudayaan yaitu kebudayaan etnis Tionghoa Indonesia (khususnya Tionghoa Medan) dan diselenggarakan serta dikelola oleh pihak pemerintah yaitu Pemerintah Kota Medan.

2.2.6 Persyaratan Pendirian Museum 2.2.6.1Lokasi

Museum didirikan bukan untuk kepentingan pendirinya, tetapi untuk kepentingan masyarakat umum. Atas dasar kepentingan publik, maka lokasi museum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Lokasi museum harus strategis, tidak berarti harus di pusat kota, melainkan tempat yang mudah dijangkau oleh umum.

 Lokasi museum harus sehat, bukan di daerah industri yang banyak pengotoran udaranya, kondisi tanah baik dan memiliki kualitas udara yang baik dengan kelembapan udara antara 55% - 60%.


(32)

2.2.6.2Bangunan

Dalam pembuatan pra-desain gedung museum, harus sudah dipikirkan pembagian ruang, jumlah ruang, ukuran ruang, faktor elemen iklim, sirkulasi udara yang baik, juga masalah sistem penggunaan cahaya. Persyaratan minimal bangunan terdiri dari dua komponen yaitu bangunan pokok dan penunjang. Secara umum gedung museum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

 Bangunan dikelompokkan berdasarkan fungsi dan aktivitasnya, ketenangan dan keramaian serta keamanan.

 Pintu masuk dibedakan atas pintu masuk utama dan pintu masuk khusus.

 Area publik terdiri dari bangunan umum (pameran tetap dan temporer) serta bangunan auditorium meliputi seluruh ruang pendukungnya.

 Area semi publik terdiri dari bangunan adminsitrasi (perpustakaan dan ruang rapat).

 Area privat terdiri dari laboratorium, studio serta daerah servis lainnya.

2.2.6.3Koleksi

Dalam perencanaan museum, tidak bisa terpisahkan antara perencanaan gedung dan koleksi, sebab serasi atau tidaknya suatu museum terletak pula dalam keseimbangan antara besar kecil bangunan dan volume koleksi yang akan mengisinya. Jenis benda materi koleksi:

 Benda Asli

Yakni benda koleksi yang memenuhi persyaratan: - Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan estetika.

- Harus dapat diidentifikasikan mengenai wujud, asal, tipe, gaya, dsb.

- Harus dapat dianggap sebagai dokumen.  Benda Reproduksi


(33)

12 Benda buatan baru dengan cara meniru benda asli menurut cara tertentu, meliputi:

- Replika  benda tiruan yang memiliki sifat dari benda yang ditiru.

- Miniatur  benda tiruan yang diproduksi dengan memiliki bentuk, warna, dan cara pembuatan yang sama namun dengan ukuran yang lebih kecil.

- Referensi  yang diperoleh dari rekaman atau fotokopi suatu buku mengenai etnografi, sejarah, dll.

 Benda Penting

Berupa foto yang dipotret dari dokumen / mikrofilm yang sukar dimiliki.

 Benda Penunjang

Benda yang dapat dijadikan pelengkap pameran untuk memperjelas informasi / pesan yang akan disampaikan, misalnya lukisan, foto dan contoh bahan.

2.2.6.4Peralatan

Peralatan di museum adalah sebagai sarana penunjang yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaraan museum. Dibedakan menjadi:

 Peralatan kantor  setiap alat / benda bergerak yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan adminstratif perkantoran museum.

 Peralatan teknis  setiap alat / benda bergerak yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan teknis museum.

2.2.6.5Organisasi dan Ketenagaan

Pendirian museum sebaiknya ditetapkan secara hukum. Museum harus memiliki organisasi dan ketenagaan di museum, yang sekurang-kurangnya terdiri dari kepala museum, bagian adminsitrasi, pengelola koleksi (kurator), bagian konservasi


(34)

(perawatan), bagian penyajian (preparasi), bagian pelayanan masyarakat dan bimbingan edukasi, serta pengelola perpustakaan.

2.2.6.6Sumber Dana Tetap

Museum harus memiliki sumber dana tetap dalam penyelenggaraan dan pengelolaan museum.

2.2.7 Sejarah Perkembangan Museum di Indonesia

Berdirinya suatu museum di Indonesia dimulai tahun 1778 dengan didirikannya Museum Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Westenschappen di Batavia (sekarang Jakarta). Karena mulai

dilakukannya penelitian benda-benda warisan budaya di Indonesia yang telah dikumpulkan. Pada tahun 1915 didirikannya Museum Sono Budoyo di Yogyakarta. Jumlah museum yang terdapat di Indonesia kurang lebih 30 buah sampai akhir Perang Dunia II.

Jumlah itu terus bertambah setelah kemerdekaan Indonesia dan tujuan pendiriannya berubah dari tujuan untuk kepentingan pemerintah penjajah menjadi untuk kepentingan masyarakat dalam usaha pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada tahun 1964 urusan museum ditingkatkan menjadi Lembaga Museum-museum Nasional, kemudian pada tahun 1966 Lembaga Museum-museum Nasional diganti menjadi Direktorat Museum dalam lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Dalam rangka pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia maka:

• pada tahun 1971 Direktorat Permuseuman mengelompokan museum-museum menurut jenis koleksinya menjadi tiga jenis yaitu Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Lokal.

• pada tahun 1975 pengelompokan itu diubah menjadi Museum Umum, dan Museum Khusus, dan Museum Pendidikan.

• pada tahun 1980 pengelompokan itu disederhanakan menjadi Museum Umum, dan Museum Khusus.


(35)

14 Berdasarkan tingkat kedudukan Direktorat Permuseuman mengelompokan Museum Umum dan Museum Khusus menjadi Museum tingkat Nasional, Museum Regional (propinsi) dan Museum tingkat Lokal (kodya/kabupaten). Menurut catatan, pada tahun 1981 di Indonesia terdapat 135 buah museum.

Dalam era pembangunan program pengembangan permuseuman dilakukan melalui:

 PELITA I dengan proyek rehabilitasi dan perluasan museum pada museum pusat (Museum Nasional) dan Museum Bali (Denpasar).

 PELITA II sampai tahun kedua (1975/1976) program proyek dilanjutkan pada sebelas lokasi dan sampai tahun kelima mencapai 26 lokasi (provinsi).

 PELITA III proyek rehabilitasi dan perluasan diganti menjadi proyek pengembangan permuseuman dengan tugas yang lebih luas yaitu selain membina dan mengembangkan museum yang dikelola oleh swasta dan museum pemerintah daerah.

Pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia Khususnya museum dilingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan meliputi bidang kolekasi, fisik bangunan, ketenagaan, sarana penunjang, fungsionalisasi dan peranan museum sebagai museum pembinan museum daerah dan swasta.

Tabel 2.1: Tabel Perbandingan Museum

No. Pra-Kemerdekaan Pasca-Kemerdekaan

1. Didirikan untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang menunjang.

Didirikan untuk kepentingan pelestarian

warisan budaya dalam rangka pembinaan dan

pengembangan.

2. Pelaksanaan politik kolonial dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Kebudayaan bangsa dan sebagai sarana pendidikan nonformal.


(36)

3.

Beberapa museum mempunyai jumlah koleksi yang cukup besar, sebagian dipamerkan berorientasi pada tata letak pameran museum di

Eropa.

Jumlah koleksi masih terbatas.

4.

Sebagian besar bangunan tidak direncanakan untuk suatu museum, pada umumnya sudah tua dan tidak lagi memenuhi persyaratan bangunan

modern.

Bangunan museum pada umumnya sudah

direncanakan khusus untuk suatu museum dan mencerminkan suatu gaya arsitektur

tradisional daerah tertentu.

5.

Sebagian dari museum-museum ini tidak memiliki tenaga ilmiah yang berpengalaman, namun jumlahnya

tidak memadai.

Pada umumnya masih kekurangan tenaga

ahli.

6.

Sebagian sudah mempunyai bagian yang melayani bimbingan edukatif

yang tidak terdapat pada zaman kolonial sarana penunjang belum

memadai.

Struktur organisasi disesuaikan dengan

kebutuhan.

2.2.8 Permasalahan Permuseuman di Indonesia 2.2.8.1Masalah Umum

Koleksi

Berdasarkan kerangka pembagian koleksi serta kerangka jenis dan bentuk benda yang dijadikan koleksi museum maka dapat disimpulkan bahwa museum yang didirikan sebelum kemerdekaan dihadapkan pada masalah dibidang sistem administrasi dan bahasa yang digunakan (Bahasa Belanda) di samping itu masalah kondisi koleksi yang sebelumnya mendapatkan perhatian dalam perawatan. Museum yang telah


(37)

16 ada dan didirikan pada masa era pembangunan ini menghadapi masalah dalam pengadaan koleksi. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengertian berbagai pihak dalam hal mempelancar pengadaan koleksi sehingga menghambat usaha pengamanan warisan budaya dari kepentingan lain yang merugikan yang berjalan cukup pesat.

Fisik Bangunan

Pada umunya bangunan museum yang didirikan sebelum kemerdekaan telah dinyatakan sebagai monumen bersejarah yang dilindungi Monumenten Ordonantie. Kondisi konstruksi bangunanya memerlukan perawatan secara khusus. Di samping itu juga kurang tersedianya areal tanah yang memungkinkan pengembangannya.

Museum yang telah dan akan didirikan pada masa pembangunan pada garis besarnya banyak menghadapi masalah prosedur pengadaan tanah dan kesulitan mendapatkan arsitek dibidang permuseuman pada waktu pembangunannya.

Ketenagaan

Berdasarkan persyaratan pendidikan dan banyaknya pegawai serta persyaratan pendidikan untuk jabatan pimpinan museum umum negeri maka dapat disimpulkan bahwa masalah umum di bidang ketenagaan adalah kesulitan untuk mendapatkan tenaga yang berkualifikasi pendidikan yang relevan dengan permuseuman. Khususnya bagi daerah-daerah yang jauh dari pusat-pusat pendidikan tinggi. Masalah tersebut ditambah dengan kesulitan mendapatkan latihan yang diperlukan untuk kegiatan permuseuman di daerah yang bersangkutan.

Sarana Penunjang

Sarana penunjang ini meliputi kantor dan peralatan teknis dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hamper setiap museum di Indonesia belum mempunyai peralatan kantor dan


(38)

peralatan teknis yang sesuai dengan standarisasi permuseuman yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan adanya hambatan procedural dan tidak tersedianya di pasaran jenis peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.

Fungsionalisasi Museum

Pada umumnya permuseuman di Indonesia masih kurang memiliki tenaga professional, di samping itu kurangnya peralatan, perlengkapan, dan dana yang memadai, menyebabkan hambatan pelaksanaan fungsi setiap museum.

Museum Pembina

Perbandingan antara museum yang dipandang mampu sebagai museum pembinan belum atau tidak sebanding dengan jumlah yang perlu dibina. Di samping itu museum Pembina dan yang dibina letaknya berjauhan sehingga menambah hambatan pelaksanaan pembinaan. Juga museum belum mencapai kemantapan yang ideal.

2.2.8.2Masalah Khusus Koleksi

a) Jumlah jenis dan harga koleksi dalam rencana pengadaan koleksi tidak dapat ditentukan, karena koleksi yang ditawarkan kepada museum tidak dapat diperhitungkan sebelumnya, sehingga menurut prosedur, rencana pengadaan koleksi harus mencantumkan jumlahnya, jenis serta harga satuan koleksi, sehingga mengakibatkan kurang lancarnya pengadaan koleksi.

b) Sistem administrasi koleksi sebagai museum yang bertaraf nasional belum memadai, sehingga pelayanan informasi yang diperlukan kurang lancar.

c) Setiap jenis koleksi terdaftar dalam buku inventaris tersendiri yang terpisah satu sama lain, karena belum mempunyai buku inventarsi koleksi yang memuat semua jenis-jenis koleksi.


(39)

18 d) Penulisan deskripsi atau identitas koleksi yang hampir seluruhnya dalam Bahasa Belanda sehingga menimbulkan kesulitan bagi sebagian besar pemakai koleksi.

e) Katalog koleksi yang memuat uraian latar belakang suatu fungsi koleksi dan merupakan referensi untuk penelitian lebih lanjut belum tersedia sehingga katalog sebagai sumber informasi belum dapat disediakan.

f) Kondisi fisik koleksi yang berjumlah lebih kurang 80.000 ribu buah memerlukan perawatan dan pengamanan untuk pelestarian sehingga membutuhkan tenaga yang berkemampuan dan fasilitas yang memadai yang segera harus dipenuhi.

g) Harga benda yang dapat dijadikan koleksi terus meningkat, sedangkan dana yang diperoleh untuk pengadaan koleksi sangat terbatas, sehingga jumlah koleksi yang diperoleh relatif sedikit. Meskipun demikian, masih diperlukan adanya pengembangan dalam menerapkan sistem bimbingan agar lebih mantap.

Fisik Bangunan

a) Bangunan induk museum yang didirikan pada tahun 1862 merupakan bangunan bersejarah yang dilindungi oleh

Monumenten Ordonantie 1931, telah peka terhadap

kelembapan udara, sehingga iklim mikro di ruang pameran dan gudang koleksi dapat mempercepat proses-proses kerusakan koleksi.

b) Besarnya jumlah dan terbatasnya volume ruang pameran serta fasilitas ruang penunjang pameran menimbulkan kesulitan dalam pengembangan tata penyajian koleksi yang berguna sebagai sarana pendidikan non-formal dan pembinaan kepribadian bangsa.

c) Luas gudang koleksi tidak mampu menampung penyajian koleksi sehingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai tempat studi koleksi dan tempat pelestariannya.


(40)

d) Luas ruangan laboratorium konservasi, bengkel restorasi dan preparasi pameran tidak mungkin ditambah karena terbatasnya lahan museum padahal ruang yang sempit dapat menghambat kelancaran kerja dan kurang menjamin kesehatan maupun keamanan kerja.

e) Bangunan museum terletak pada lahan yang sempit berbatasan dengan bangunan permanen lainnya menyebabkan tidak mungkin dilaksanakannya pengembangan gudang tempat penyimpanan koleksi dan ruang kerja karyawan. f) Letak tanah dan lingkungan bangunan museum pada saat ini

berada di bawah permukaan jalan dan disekitarnya pada waktu hujan terjadi genangan air yang terpusat di pekarangan museum. Hal ini menyebabkan bertambah lembapnya udara di dalam ruang pameran dan gudang koleksi dan memungkinkan berkembangbiaknya rayap yang dapat merusak banguan museum maupun koleksinya.

Ketenagaan

a) Jumlah koleksi yang cukup banyak, dengan volume ruang kerja dan ruang pameran serta ruang penyimpanan koleksi yang sulit diperluas menyebabkan terhambatnya penambahan tenaga teknis permuseuman yang pada umumnya membutuhkan ruang kerja yang layak.

b) Tenaga teknis yang dibutuhkan banyak kurang berminat untuk bekerja di museum sehingga untuk mendapatkan tenaga yang berkualitas pendidikan yang relevan dan memiliki kemampuan serta terampil.

c) Belum adanya bidang studi permuseuman di perguruan tinggi, terbatasnya tempat latihan teknis permuseuman, sukarnya mendapatkan tenaga pelatih yang dapat memenuhi kebutuhan museum, sangat sedikitnya buku referensi mengenai teknis permuseuman dan tidak tersedianya dana pembelian buku ke luar negeri, sehingga menyebabkan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan kemampuan dan keterampilan di bidang teknik permuseuman.


(41)

20 d) Prosedur pengadaan ketenagaan yang terkait dengan peraturan yang kurang fleksibel menyebabkan tidak cukupnya jumlah tenaga yang diperlukan sehingga mengurangi kemampuan mencapai hasil yang diharapkan.

Sarana Penunjang

Saran penunjang untuk museum sukar diperoleh karena terbatasnya dana yang tersedia prosedur pengadaan yang kurang baik sehingga tata penyajiannya koleksi sebagai museum yang bertaraf nasional kurang memadai.

Fungsionalisasi Museum

a) Ruang pameran tetap dan pameran temporer kurang luas, dana yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan sehingga sarana penunjang yang diperlukan dalam teknis pameran kurang memadai menunjang penampilan dan bobot penyajian koleksi yang dipamerkan.

b) Penggunaan metode dalam bimbingan edukatif kulutral yang dilaksanakan di museum masih kurang efektif sehingga hasilnya kurang apresiasif dan inspiratif.

c) Penyajian dalam bentuk penerbitan hasil penelitan koleksi dalam rangka menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kebudayaan masih kurang memadai jumlahnya sehingga masyarakat kurang mengetahui makna kebudayaan material yang dipamerkan di museum.

d) Kerja sama museum dengan instansi di badan swasta lainnya masih belum memenuhi harapan sehingga partisipasi masyarakat belum memadai jumlahnya.

Museum Pembina

Museum Nasional dapat dijadikan museum pembina karena mempunyai tenaga ahli yang mampu dan terampil dibidang teknis permuseuman yang dapat membina dan mengembangkan Museum Umum Provinsi dan lokal yang dapat menerima tenaga dari museum lainnya untuk diberi bimbingan magang di museum.


(42)

2.2.9 Metode Penyajian dalam Museum

Museum harus dapat memamerkan benda-bendanya untuk dapat menarik perhatian pengunjung sehingga tujuannya sebagai sumber ilmu pengetahuan tersampaikan. Untuk itu, metoda penyajiannya terbagi atas:

 Penyajian artistik  memamerkan benda-benda yang banyak mengandung nilai keindahan.

 Penyajian intelektual / edukatif  memamerkan tidak hanya benda-bendanya saja tapi semua segi yang bersangkutan dengan benda tersebut, seperti urutan proses terjadinya sampai cara penggunaan dan fungsinya.

 Penyajian romantik / evokatif  memamerkan benda-benda disertai semua unsur lingkungannya.

2.2.10 Prinsip Dasar Museum 2.2.10.1 Luas

Museum merupakan bangunan publik. Oleh karena itu luasan museum diukur dari banyaknya penduduk lokal daerah tersebut. Pendistribusian luas areal museum baru harus sesuai dengan pembagian yang merata, dimana luas areal untuk kuratorial ditambah administrasi dan servis harus seluas areal pameran.

Tabel 2.2: Tabel Standard Luasan Museum Populasi

(jiwa)

Total Luas Areal Museum (m2)

10.000 650 – 1300 25.000 1115 – 2230 50.000 1800 – 3600 100.000 2700 – 5500 250.000 4830 – 9800 500.000 7600 – 15.000 > 1.000.000 12.000 – 23.500


(43)

22 2.2.10.2 Pencahayaan

Pencahayaan pada bangunan museum pada umumnya sama dengan bangunan lainnya kecuali pada areal pameran. Pada areal pameran, pada umumnya pencahayaan terdistribusi secara tidak merata. Pada umumnya pencahayaan menggunakan pencampuran antara cahaya buatan dan cahaya matahari. Akan tetapi pada museum science hanya menggunakan pencahayaan buatan. Hal ini dikarenakan pencahayaan buatan dapat lebih memberikan efek yang lebih bagus pada benda yang dipamerkan dibandingkan pencahayaan alami. Akan tetapi, seorang manusia pada umumnya lebih memilih keberadaan cahaya alami walaupun sedikit. Hal ini dikarenakan efek cahaya matahari yang berkesan hidup dibandingkan cahaya buatan yang berkesan mati.

Seorang arsitek diharapkan dapat mendesain bangunan museum dengan pencampuran antara cahaya buatan dan cahaya alami. Hal ini dikarenakan untuk keseimbangan antara penglihatan dan perasaan dalam suatu bangunan. Pencampuran pencahayaan tersebut diharapkan dapat mengurangi kerugian masing-masing pencahayaan. Permasalahan tersebut adalah seperti : “The natural partner in the combination varies widely in chromaticity and quantity, from day to day , and season to season, and frequently will change in both color and quanity in matter of minutes.”6

Warna pencahayaan, merupakan faktor yang sangat penting. Menurut penelitian, pencahayaan dalam bangunan exhibisi diperlukan dua jenis cahaya. Ruangan dapat diterangi secara tidak langsung dengan cahaya fluorescent 4500o. Objek yang dipamerkan mendapat pencahayaan dengan cahaya lampu incandescent tanpa filter dengan suhu 2800o – 3100o memberi pencahayaan spot pada objek individual, maupun

6

Illuminating Engineeering, halaman 20.


(44)

pencahayaan flood di lokasi tertentu .

Pencahayaan ruangan diharapkan tidak melebihi terangnya pencahayaaan terhadap objek. Akan tetapi pencahayaan ruangan juga tidak diharapkan terlalu gelap sehingga objek yang dipamerkan terlalu kontras.

Perletakan pencahayaan harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah efek silau, dan pantulan dari silau. Usaha untuk mencegah efek silau ini dilakuka n dengan memberikan lapisan kaca difusi. Oleh karena itu pada umumnya dilakukan pencahayaan secara tidak langsung pada areal pameran di dalam sebuah museum. Pemanfaatan skylight cukup membantu dalam hal ini. Penggunaan refleksi cahaya juga mendapat peran yang cukup penting dalam hal ini.


(45)

24 Gambar 2.1: Teknik Pencahayaan pada Ruang Pameran Museum

Gambar 2.2: Teknik Pencahayaan pada Objek Pameran 2 Dimensi (Panel)

Rekomendasi tingkat pencahayaan untuk ruangan dalam museum antara lain ruang kantor (300 dan 500 lux); ruang serba guna (area duduk 300 lux, panggung 600 lux); dan ruang pameran (100, 300 dan 500 lux tergantung keperluan).


(46)

Tabel 2.3: Tabel Sifat Cahaya

Cahaya Fokus Cahaya Tidak Fokus

Cahaya Alami

Bagian Selatan

Cahaya siang, cirinya:

 Hangat,

 Kontras,

 Cerah.

Bagian Utara

Cahaya sore / mendung, cirinya:

 Dingin,

 Bayangan datar dan lembut,

 Kontras lebih rendah. Cahaya

Buatan

Lampu Pijar, cirinya:

 Hangat (lebih dingin),

 Kontras dan berbayang,

 Pencahyaan langsung.

Lampu Neon, cirinya:

 Dingin (lebih hangat),

 Kurang kontras,

 Cahaya menyebar. Sumber: Architects’ Handbook.

Gambar 2.3: Teknik Pencahayaan pada Objek Pameran 4 Dimensi


(47)

26 Gambar 2.4: Teknik Peletakan Objek Pameran

2.2.10.3 Ruang Pameran

Ruang Pameran didalam sebuah museum pada umumnya terbagi atas dua jenis , yakni ruang pamer tetap , dan ruang pamer tidak tetap . Didalam ruang pameran terdapat ketentuan dalam pembuatan partisi sebagai pembatas tempat pameran dan tempat untuk meletakkan benda untuk dipamerkan. Pada umumnya ruang pameran disarankan menggunakan partisi yang fleksibel , dan dapat dipindah-pindah .

Perubahan dinding pada ruang pameran diharapkan tidak mengganggu struktur utama bangunan dan menggunakan biaya yang sedikit. Ukuran dan proporsi ruang pameran pada masa modern diciptakan lebih intimate dibandingkan bangunan lama yang mengandalkan hall yang besar . Pada umumnya tinggi langit-langit ruang pameran telah berkurang antara 17 hingga 25 kaki dibandingkan ruang pameran bangunan lama yang mencapai 34 kaki .

Terdapat Pengelompokan ruang dalam areal pameran . Terdapat beberapa susunan yang cukup familiar dalam pengelompokan ruang yakni :

Susunan ruang ke ruang merupakan susunan dengan ruang yang terletak pada kamar yang saling berhubungan


(48)

secara menerus . Pada umumnya terdapat pada bangunan dengan ruang pameran satu lantai dan bersebalahan dengan ruang lobi. Keuntungan dari susunan ini adalah pengelompokannya yang simpel , dan ruang yang cukup ekonomi. Kelemahan dari susunan ini adalah memungkinkannya terdapat satu ruangan yang tidak dilalui walaupun dikelilingi oleh ruang lainnya .

Gambar 2.5 : Susunan Ruang ke Ruang

Susunan koridor ke ruang sering disebut sebagai susunan ruang dan koridor merupakan susunan dimana setiap ruang dapat diakses melalui sebuah koridor. Keuntungan dari susunan ini adalah setiap ruang dapat diakses secara langsung, oleh karena itu dapat ditutup tanpa memberikan pengaruh pada ruangan lainnya. Kelemahan dari susunan ini adalah hilangnya ruang sebagai ruang koridor, walaupun dapat diminimalisir dengan menjadikan ruang koridor sebagai ruang pameran juga.


(49)

28

Susunan lingkaran pusat merupakan susunan yang berpusat pada suatu ruangan dengan terdapat ruang-ruang kecil disekelilingnya. Keuntungan dari susunan ini adalah susunanya yang paling fleksibel. Kekurangan dari susunan ini adalah ruang kecil yang berada di sekeliling ruang utama menjadi tidak terlalu sering dikunjungi ataupun terlalu ekslusif.

Gambar 2.7 : Susunan Lingkaran Terpusat

Sirkulasi dalam ruang pameran memiliki peran yang sangat penting. Sirkulasi ini biasanya tercipta sesuai dengan bentuk layout bangunan. Pengarahan terhadap sirkulasi dapat

dilakukan agar kegiatan pameran dapat berjalan lebih menarik. Pengkontrolan pada susunan koridor ke ruang, dan susunan lingkaran terpusat dapat lebih baik dibandingkan susunan ruang ke ruang. Contoh-contoh susunan partisi yang mempengaruhi jalur sirkuasi pengunjung :


(50)

Gambar 2.8 : Contoh Susunan Ruang Museum

2.2.10.4 Organisasi Ruang

Gambar 2.9 : Organisasi Ruang pada Museum

Ruang-ruang yang diperlukan di dalam sebuah museum haruslah tersususn dengan baik agar memudahkan penggunaannya oleh publik. Ruang-ruang yang dibutuhkan oleh museum diantaranya:


(51)

30

• Ruang Lobby dan Ruang Umum

o Ruang Vestibule merupakan ruang yang pertama

kali ditemui oleh pengunjung yang berfungsi sebagai ruang transisi dari ruang luar menuju lobby utama. Pada bangunan yang tidak memiliki ruang Vestibule disarankan penggunaan revolving door. Akan tetapi penggunaan revolving door cukup menyusahkan bagi

orang tua. Oleh karena itu penggunaan penggunaannya mulai dikurangi.

o Ruang Lobby merupakan ruang kontrol terhadap

pengunjung museum. Ruang lobby harus luas, atraktif, memiliki pencahayaan yang bagus, dan memiliki penghawaan yang baik. Ruang Lobby harus mampu menampung jumlah pengunjung dan memiliki tempat duduk bagi pengunjung. Ruang lobby harus menjadi ruang untuk mengkontrol ruang kantor, ruang edukasi, ruang auditorium, ruang pameran, ruang perpustakaan, dan ruang kuratorial, serta ruang untuk menjual aksesories.

o Ruang Toilet dibutuhkan dengan besaran yang

proporsional terhadap ukuran bangunan. Ruang toilet disarankan berhubungan langsung dengan ruang lobby agar dapat melayani kebutuhan publik. Serta harus tersedia toilet bagi orang yang memiliki kemampuan terbatas.

o Ruang Kafetaria pada umumnya ditemukan pada

bangunan museum yang cukup luas. Ruang kafetaria pada umumnya berhubungan langsung dengan ruang lobby.

• Ruang Pendidikan

o Ruang Perpustakaan merupakan ruang yang

disarankan untuk memenuhi kenyamanan publik maupun staff museum. Perpustakaan disarankan terletak


(52)

tidak terlalu jauh dari pintu masuk, dan mendapat pengawalan dari lobby. Akan tetapi karena untuk memenuhi kenyamanan publik, kadang-kadang kenyamanan staf sedikit terganggu. Oleh karena itu, pada museum yang cukup besar, biasanya terdapat perpustakaan terpisah bagi staf. Ruang-ruang yang termasuk dalam bagian ruang perpustakaan adalah ruang membaca, meja penjaga perpustakaan, tempat bekerja, dan tempat menyimpan buku.

o Ruang Membaca pada umumnya dapat mengikuti

standar perpustakaan umum, dimana diberikan areal minimal 25 kaki persegi untuk setiap satu orang pembaca. Ruang baca haruslah sepi tanpa banyak gangguan suara. Oleh karena itu biasanya material lantai dari ruang baca biasanya terbuat dari linoleum, maupun karet.

o Ruang Tempat Buku harus mengikuti standar desain

perpustakaan umum . Pada perpustakaan yang kecil , ruang ini dapat menjadi bagia dari ruang baca , dan pada umumnya lemari buku terbuat dari besi dengan tinggi 7,5 kaki.

• Ruang Pendidikan

o Ruang Auditorium ataupun ruang untuk mengajar,

harus dirancang dengan memperhatikan faktor akustik. Biasanya permasalahan dari auditorium adalah letak, perlatan, dan desain interior di ruang tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dari posisi auditorium, adalah letak dari auditorium disarankan berhubungan langsung dengan lobby utama, agar dapat digunakan terpisah dari ruang pameran.

o Ruang untuk Musik tidak mengharuskan berada di

dalam sebuah auditorium , akan tetapi dapat berada di ruang terbuka berupa taman terbuka, maupun


(53)

32 amphitheatre.

• Divisi Pendidikan

o Ruang Kelas dan Studio biasanya muncul apabila

museum merupakan cabang dari institusi tertentu. Biasanya dilakukan pemisahan antara ruang kelas anak-anak dan orang dewasa.

o Ruang Museum untuk Anak-Anak merupakan bagian

untuk menerima pelajar yang datang bersama guru, dan berkelompok berdasarkan sekolahnya.

• Ruang Kuratorial

o Gudang Penyimpanan sering juga disebut sebagai

penyimpanan untuk pembelajaran. Hal ini dikarenakan penyimpanannya yang dapat digunakan sebagai reverensi pekerjaan, dan penelitian yang penting untuk perkembangan museum.

o Kurator terdiri dari ruang belajar, ruang kerja kurator,

dan gudang penyimpanan. Ruang pameran juga merupakan bagian dari ruang kuratorial, oleh karena itu perlu adanya hubungan antara ruang pameran dan ruang kuratorial. Sebaiknya ruang kuratorial berada di dekat ruang lobby utama agar mudah diakses.

• Ruang Administrasi

o Ruang Kantor sebaiknya berdekatan dengan lobby ,

Hal ini diakarenakan agar pengunjung yang bertujuan untuk urusan bisnis masuk melalui pintu utama, menuju ke lobby, dan menuju ke kantor dengan pengawalan khusus, tanpa harus mengelilingi seluruh museum.

o Ruang Rapat biasanya disediakan untuk rapat, akan

tetapi pada perpustakaan besar disarankan perletakannya berada di ruang kantor direktur. Walaupun terpisah dari ruang direktur, disarankan ruang ini memiliki akses langsung terhadap ruang


(54)

direktur.

o Ruang Kantor Direktur memiliki standar yang

sama dengan bangunan perkantoran.

• Bagian Servis

o Pintu Masuk Servis harus langsung menuju keruang

penerimaan dengan area packing dan unpacking .Ruang servis biasanya dilalui oleh pekerja, pengantar barang, dsb. Ruang servis harus memiliki loading dock yang

mampu menampung truk besar.

o Ruang Penerimaan merupakan areal vokal dimana

semua kiriman barang datang, maupun keluar dari bangunan. Ruang penerimaan dan lift barang disarankan untuk berdekatan agar mempermudah pendistriusian barang di dalam bangunan.

o Ruang Pengawas berada didekat pintu masuk servis,

dan merupakn ruang kontrol dari segala sesuatu yg terjadi di sini. Biasanya berada di ruang tertentu dengan terdapat kaca yang dapat melihat keluar tanpa orang dapat melihat ke dalam ruangan.

o Lift Barang memiliki posisi yang terbaik berada pas

di samping ruang penerimaan, harusah berukuran besar, pelan, dan dioperasikan dengan tombol. Lift barang harus dapat mencapai semua tingkatan dimana barang yang diangkut akan dibawa menuju kesana.

o Bilik Registrasi merupaknn tempat membuat arsip

barang milik museum yang dipinjamkan maupun yang dipinjam. Begitu juga dengan barang yang akan dipamerkan dari ruang peyimpanan. Ruang ini juga berfungsi untuk mengarsipkan barang yang keluar masuk dari areal pameran, dan ruang kuratorial. Ruang ini harus dapat berkomunikasi secara bebas dengan ruang penerimaan, dan harus dirancang dengan memiliki pengamanan yang baik.


(55)

34

o Koridor Servis merupakan pusat sirkulasi dari

manusia pada basement. Koridor ini haruslah bebas hambatan, dan harus memiliki jalur distribusi ke seluruh bagian bangunan.

o Ruang Kerja Fotografi biasanya diletakkan di

basement agar pekerjaan fotografi dapat diawasi dengan baik dengan cahaya buatan. Ruang ini harus memiliki penghawaan yang baik dan bebas dari getaran.

o Ruang Kerja merupakan ruang yang dibutuhkan di

setiap museum. Ruang ini harus memiliki pencahayaan alami yang baik, dan penghawaan yang baik. Ruang kerja ini merupakan tempat dimana pekerja museum mempersiapkan sebuah pameran, baik dekorasi, sistem elektrikal, dsb.

o Ruang Preparasi & Restorasi merupakan ruang kerja

bagi para ahli untuk memperbaiki artefak, maupun merestorasi benda-benda seni. Ruangan ini harus memiliki pencahayaan alami yang bagus, dan pencahayaan buatan yang memadai.

o Printing Shop merupakan ruang yang berfungsi

untuk membuat label pada benda yang akan dipamerkan.

o Ruang Penyimpanan Servis merupakan tempat

menyimpan alat kerja. Lebih baik ruang ini dipisahkan menurut benda yang disimpan, seperti peralatan kebersihan, peralatan dapur, peralatan kantor, dan peralatan pameran.

o Ruang Pekerja pada umumnya dipisah menurut

bidangnya masing-masing.

o Garasi merupakan ruang tambahan yang biasanya

digunakan untuk menyimpanan mobil truk museum, maupun mobil karyawan museum.


(56)

Contoh susunan areal servis:

Gambar 2.10: Contoh Denah Area Servis Museum

2.3 Tinjauan terhadap Kebudayaan Tionghoa Indonesia 2.3.1 Sejarah Kedatangan Tionghoa ke Indonesia

Orang dari China Daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami kepulauan Nusantara. Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa ("To lo mo") dan I Ching ingin datang

ke India untuk mempelajari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sanskerta. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra.

Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran Tiongkok pun mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa Timur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-orang Tionghoa yang tinggal di sana.


(57)

36 Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga mendapat pengaruh dari motif-motif kain sutera Tiongkok7.

Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedisi Cheng Ho, menyebut secara jelas bahwa pedagang Cina muslim menghuni ibukota dan kota-kota bandar Majapahit (abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen penduduk kerajaan itu8. Ekspedisi Cheng Ho juga meninggalkan jejak di Semarang, ketika orang keduanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari Kota Semarang). Wang kemudian menetap karena tidak mampu mengikuti ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi salah satu cikal-bakal warga Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"), serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. Di komplek ini Wang juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang”9.

Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, memiliki darah Tiongkok selain keturunan Majapahit. Beberapa wali penyebar agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok, meskipun mereka memeluk Islam dan tidak lagi secara aktif mempraktekkan kultur Tionghoa10.

Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, pada masa daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa.

Di masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapa pemimpin komunitas dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa di antara mereka ternyata juga telah berjasa bagi masyarakat umum, misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang membangun kanal di Batavia. Di Batavia, Mohamad Djafar menjadi kapten Tionghoa muslim yang terakhir

7

Rustopo. 2008. Jawa Sejati – Otobiografi Go Tik Swan. Penerbit Ombak Yogyakarta

8

Arsimunandar, A. 2007. Kerajaan Majapahit Abad XIV dan XV. Artikel pada laman Majapahit Kingdom.

9

Zulkifli, AA. Laksamana Cheng Ho Pernah Singgah di Surabaya.

10

Muljana, Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Nusantara.


(58)

(kedua). Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi Bupati Yogyakarta11.

Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis Jawa, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743. Di Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam "Republik" Lanfang berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX.

Dalam perjalanan sejarah pra-kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 1825-1830. Pembantaian di Batavia12 tersebut melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan wijkenstelsel ini menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.

2.3.2 Kebudayaan Tionghoa Indonesia13

Sejarawan Denys Lombard, melalui magnum opus-nya Nusa Jawa Silang Budaya, memandang penting pengaruh komunitas Tionghoa di negeri ini.

Pengaruh kebudayaan itu tersebar mulai gaya bangunan, pakaian, bahasa, hingga makanan. Sebegitu dekatnya hingga tanpa disadari warisan budaya itu pun melekat erat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Seperti tak ada lagi batas. Kekayaan budaya Tionghoa adalah juga kekayaan negeri ini.

Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi Sin Po– koran pertama Nusantara

yang mempergunakan istilah “Indonesia” – dalam prasarannya tentang sumbangsih orang Tionghoa terhadap kebudayaan Indonesia secara plastis

mengatakan “Ketika leluhur orang Tionghoa datang ke Indonesia, mereka bukan bawa agama sebagai orang Arab atau orang Barat, tetapi mereka membawa makanan yang lambat laun menjadi makanan rakyat Indonesia

jelata.” Selain makaann, ada banyak pengaruh budaya Tionghoa yang,

11

Setiono, Benny G. "Tionghoa Dalam Pusaran Politik" 12

http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/chinezenengels.htm 13


(59)

38 karena inkulturasi tanpa paksaan, meresap dan menjadi bagian dalam kebudayaan Indonesia: dari makanan hingga bahasa, dari arsitektur hingga olahraga.

2.3.3 Masuknya Etnis Tionghoa ke Pantai Timur Sumatera14

Masuknya bangsa Cina di daerah ini tidak terlepas dari peranan para pengusaha-pengusaha bangsa Eropa yang ingin membuka perkebunan baru di Sumatera. Karena kerugian yang dialami para pengusaha kolonial di tanah Jawa secara terus-menerus membuat para pengusaha tersebut mencari solusi lain untuk mengembangkan kembali perdagangan mereka yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Pembukaan perkebunan tembakau di daerah Deli merupakan ide yang dikemukan oleh Said Abdullah ketika menemani J. Nienhuys dan J. F. Van Leeuwen Co. melakukan perjalanan ke tanah Deli.

Melakukan perjalanan ke daerah Labuhan Deli untuk pertama kalinya membuat Nienhuys sangat terkesan. Di saat itu beliau memperkirakan penduduk kampung berjumlah lebih kurang 1000 jiwa, 20 orang Cina, 100 orang India, dan selebihnya penduduk setempat (Pelzer, 1985: 51). Untuk menyambut kedatangan Nienhuys dan Said Abdullah, Sultan Deli memberikan rumah beratap rumbia dari orang Melayu untuk disewakan, yang terletak tidak jauh dari istana Kesultanan Deli.

Untuk tahap pertama, perkebunan dibuka dengan masa kontrak 20 tahun. Masalah buruh kemudian muncul ketika pelabuhan yang sangat luas itu mulai dikerjakan. Untuk menarik para buruh dari Pulau Jawa sangatlah tidak efesien, melihat jarak tempuh yang sangat jauh. Untuk mengatasi itu T. J. Cremer yang pada saat itu menjabat sebagai Manajer Maskapai Deli (1871-1873) memprakarsai pengimporan buruh dari Penang. Para buruh yang berasal dari Penang merupakan orang-orang Cina yang sudah lama menetap dan tinggal di sana yang disebut “Laukeh”. Untuk tahap pertama pemasukan buruh Cina sebanyak 88 orang, selanjutnya 200 orang dan kian bertambah seterusnya. Ide Cremer yang sangat cemerlang menyebabkan mudahnya para buruh dari Penang ke perkebunan di Sumatera Timur.

14

Jufrida. Masuknya Bangsa Cina ke Pantai Sumatera Timur. Jur al Historis e edisi No. / tahu XI / Ja uari 7.


(60)

Onghokham mengemukakan bahwa ada perbedaan antara proses imigrasi etnis Tionghoa yang di Jawa dengan Sumatera maupun Kalimantan. Di Jawa, yang datang secara perorangan atau dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga interaksi dengan penduduk yang padat sangat besar, mereka kehilangan bahasa setelah satu dua generasi. Di Sumatera Utara, etnis Tionghoa didatangkan per-komunitas seperti bedol desa dari

China, sehingga interaksi yang kuat meski terjadi tapi masih tetap dapat menjaga penggunaan bahasa leluhur yang dibawa mereka15.

2.4 Lokasi Proyek

1. Kriteria Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi proyek harus didasarkan pada beberapa pemikiran yaitu lokasi harus strategis berada di wilayah pengembangan BWK Pusat kota, berada pada area pariwisata, memiliki jalur akses yang baik, serta representatif bagi Kota Medan. Untuk mendukung lokasi site yang berada di sekitar kawasan Pecinan, maka site dirasakan memiliki nilai tambah apabila terletak di sana.

Gambar 2.11: Provinsi Sumatera Utara Gambar 2.12: Kota Medan

15


(61)

40 Gambar 2.13: Kecamatan Medan Timur

Gambar 2.14: Wilayah Pecinan Kota Medan, terdiri dari kawasan perniagaan (Kesawan + Pasar Lama; warna ungu) serta kawasan permukiman (Kel. Gang Buntu, Kel. Pasar Baru, seputaran Pasar Sambas, Kel. Sei Rengas 1 dan sebagian Kel. Pusat Pasar; warna hijau)


(62)

Gambar 2.15: Peta Wilayah Pecinan Kota Medan tahun 1925

Sesuai dengan Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2030, Kecamatan Medan Kota ditetapkan sebagai kawasan pendidikan beserta Kecamatan Medan Baru. Disamping itu, Chinatown atau pecinan yang ada

di Kota Medan sejak zaman kolonial sudah menetapkan berada di sekitar wilayah Menara Air Tirtanadi. Atas dasar ini lah, maka itu dipilih suatu site yang terletak dalam kawasan Pecinan Kota Medan. Site yang dimaksud dengan beberapa alternatif antara lain:

 Alternatif 1

Lokasi : Jl. Sawahlunto, Kec. Medan Kota Luas : ± 2.67 Ha

Batas :

o U : Rel Kereta Api o T : Jl. Sutomo o S : Jl. Samarinda o B : Jl. Amuntai


(63)

42 Gambar 2.16: Peta Alternatif Site 1

 Alternatif 2

Lokasi : Persimpangan Jl. Sutomo dengan Jl. Asia Luas : ± 2.18 Ha

Batas :

o U : Jl. Asia

o T : Jl. Sun Yat Sen o S : Jl. Gandhi o B : Jl. Sutomo


(64)

Gambar 2.17: Peta Alternatif Site 2

 Alternatif 3

Lokasi : Persimpangan Jl. Sun Yat Sen dengan Jl. Tilak Luas : ± 1.60 Ha

Batas :

o U : Jl. Jose Rizal o T : Jl. Thamrin o S : Jl. Tilak

o B : Jl. Sun Yat Sen


(65)

44 Penilaian alternatif lokasi proyek dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4: Tabel Perbandingan Alternatif-Alternatif Site

Kriteria Lokasi

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Luas Lahan 2.67 Ha (3) 2.18 Ha (2) 1.60 Ha (1)

Tingkatan Jalan Lokal Sekunder, jarang macet (3)

Arteri Sekunder, sering macet (2)

Lokal Sekunder, sering macet (1) Pencapaian Sedang (2) Mudah (3) Mudah (3)

Jangkauan Struktur Kota

BWK Pusat Kota (3) BWK Medan Area (2) BWK Medan Area (2) Kepadatan

Penduduk Padat (3) Padat (3) Padat (3)

Bangunan / Objek Pendukung Sekitar (Wisata, Jasa, Pendidikan) Vihara Ariya Satyani, 3 Rumah Tua, Menara Air, Pasar Sambas, Kolam Paradiso, Reservoir, Kuliner Selat Panjang, Kuliner Semarang, FK UISU, Perg. Hang Kesturi (3)

Vihara Vimala Marga, Perg. Tribukit, Pelatihan Wushu, Kuliner Simp. Kutacane (2) Vihara Jetavana, Vihara Tathagatha, SMA Negeri 10, Hotel Citi Inn (1)

Akses

Pedestrian Bagus (3)

Bagus, namun dipakai untuk berdagang (2)

Tidak Ada (1)

Kontur Rata (3) Rata (3) Rata (3)

Tipe Kawasan Beragam (3) Perdagangan (2) Permukiman (1) Utilitas Sedang (2) Bagus (3) Bagus (3) Kepemilikan

Lahan

Pribadi & PT

KAI (2) Pribadi (3) Pribadi (3)


(66)

KDB 60% (3) 70% (3) 70% (3) KLB 10 x KDB (3) 4 x KDB (2) 4 x KDB (2) Arahan

Ketinggian 6 Lantai (3) 3 Lantai (2) 3 Lantai (2)

JUMLAH 39 34 29

PERINGKAT 1 2 3

Kesimpulan: Diantara ketiga alternatif tersebut, site 1 berdasarkan tabel penilaian adalah yang paling sesuai.

2.5 Studi Kelayakan

Berdasarkan data Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, jumlah pengunjung pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:


(67)

46 Tabel 2.5 Data Pengunjung Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara

Sejak 1 Januari s/d 31 Desember 2012

BULAN TK SD SMP SMA MAHASISWA UMUM WISMAN WISNU JUMLAH

Romb Jlh Romb Jlh Romb Jlh Romb Jlh

JANUARI 4 246 11 745 14 1564 6 1081 269 402 64 97 4503

FEBRUARI 8 414 25 2629 29 3070 8 995 164 477 64 10 7893

MARET 10 276 50 4753 15 1835 30 2472 417 742 250 20 10870

APRIL 6 492 21 2742 25 2235 23 2226 527 1835 252 20 10404

MEI 14 827 65 5357 16 2645 15 2329 582 1210 91 32 13201

JUNI 12 752 63 4856 13 2325 12 2051 572 1155 70 28 11909

JULI 6 198 13 1315 20 2138 17 2020 181 773 150 120 6951

AGUSTUS 8 207 20 2524 17 1923 11 1057 152 1010 105 184 7218

SEPTEMBER 9 355 144 3792 22 3788 12 2105 503 1269 62 171 12232

OKTOBER 10 511 17 3824 41 5765 15 2154 747 1992 217 176 15469

NOVEMBER 8 344 17 3347 31 3667 24 3009 86 233 219 118 11103

DESEMBER 6 395 20 1887 9 2235 16 1947 236 147 86 60 7044

TOTAL 101 5017 466 37789 252 33190 189 23446 4436 11245 1630 1036 118797

Sumber: Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara


(68)

Menurut data BAPPENAS tahun 2008, jumlah pengunjung Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara sebesar 46.700 orang. Maka rasio geometris pertambahan pengunjung dapat menggunakan rumus:

sehingga:

P2012 = P2008 (1 + r)2012-2008 118.797 = 46.700 (1 + r)4 2.5438 = (1 + r)4

log 2.5438 = log (1 + r)4 0.40548 = 4 log (1 + r)

0.10137 = log (1 + r) 100.10137 = 1 + r

r = 1.2629 – 1 = 0.2629 %

Dengan nilai rasio pertumbuhan sebesar 0.2629 %, menggunakan rumus prediksi geometris, maka kita dapat memprediksi jumlah pengunjung yang datang untuk periode 50 tahun ke depannya.

P2062 = P2012 (1 + r)2062-2012 = 118.797 (1 + 0.2629)50 = 118.797 (1.02629)50 = 118.797 x 3.6602


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)