Prevalensi Ameloblastoma Pada Rahang Yang Dilakukan Terapi Hemimandibulektomi Dan Hemimaksilektomi Di Poli bedah Mulut RSUP H. Adam MAlik Dari Tahun 2007-2008

(1)

PREVALENSI AMELOBLASTOMA PADA RAHANG YANG

DILAKUKAN TERAPI HEMIMANDIBULEKTOMI DAN

HEMIMAKSILEKTOMI DI POLI BEDAH MULUT SMF GIGI

DAN MULUT RSUP H. ADAM MALIK DARI TAHUN

2007-2008

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: IVANA NIM : 050600060

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2009

Ivana

Prevalensi Ameloblastoma pada Rahang yang Dilakukan Terapi Hemimandibulektomi dan Hemimaksilektomi di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik dari Tahun 2007-2008

xii + 52 halaman

Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari sisa-sisa epitel pada masa pembentukan gigi. Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas wajah yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi ameloblastoma, jenis perawatan yang dilakukan pada pasien, rekonstruksi pasca bedah dan keluhan pasien setelah perawatan.

Penelitian dilakukan secara deskriptif di poli bedah mulut SMF gigi dan mulut RSUP H. Adam Malik, Medan. Dari tahun 2007-2008, diperoleh pasien yang menderita ameloblastoma sebanyak 18 kasus dimana 17 kasus berada pada mandibula dan 1 kasus pada maksila. Rasio jenis kelamin 1:1 dan rentang usia 16 sampai 79 tahun dengan angka kejadian paling tinggi pada dekade ketiga. Jenis perawatan yang dilakukan hemimandibulektomi pada 17 kasus dan 1 kasus dilakukan hemimaksilektomi. Rekonstruksi yang dilakukan adalah pemakaian AO plat tanpa diikuti pemasangan protesa pada sebanyak 11 kasus (61,11%), 5 kasus (27,78%) dilakukan rekonstruksi dengan penggunaan plat dan diikuti pemakaian protesa dan 1


(3)

kasus (5,56%) menggunakan protesa obturator dan 1 kasus (5,56%) lagi tidak dilakukan rekonstruksi kembali.

Hasil penelitian untuk keluhan pasca operasi dari 18 orang pasien yang dapat diminta kembali untuk mengisi kuesioner hanya 10 orang. Hasil penelitian untuk keluhan estetis sebanyak 8 orang merasa tidak puas, sedangkan 2 orang merasa cukup puas dari segi estetis. Keluhan fungsional pasca operasi yang paling tinggi adalah dalam hal pengendalian saliva yaitu sebanyak 9 orang dari 10 orang yang berhasil diminta datanya mengalami kesulitan pengendalian saliva. Keluhan pasca operasi yang paling rendah adalah dari segi kenyamanan penggunaan plat atau obturator bedah dimana hanya 2 orang dari 10 pasien yang diminta datanya kembali merasa tidak nyaman dengan plat.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan lebih lanjut mengenai ameloblastoma.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 6 April 2009 Pembimbing : Tanda tangan

1. Olivia Avriyanti Hanafiah,drg.,Sp.BM ……… NIP : 132 206 391

2. Welly Efendy Seba,drg.,Sp.BM ……… NIP : 140 377 491


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah disetujui dan telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 06 April 2009

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Abdullah,drg

Anggota : 1. Suprapti Arnus,drg.,Sp.BM. 2. Indra Basar Siregar,drg.,M.Kes

3. Olivia Avriyanti Hanafiah,drg.,Sp.BM 4. Welly Efendy Seba,drg.,Sp.BM


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Sp. Pros., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumetera Utara Medan.

2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM, selaku ketua Departemen dan seluruh staf pengajar di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan arahan yang diberikan.

3. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM dan Welly Efendy Seba,drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Prof. Trimurni Abidin,drg., M.Kes, Sp.KG(K) yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis berupa pikiran, tenaga dan waktu kepada penulis sehingga penulisan skripsi dapat berjalan dengan baik

5. Siti Bahirrah,drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan.

6. Seluruh staf di RSUP H. Adam Malik Medan terutama di Litbang dan poli gigi dan mulut yang telah memberikan kesempatan, saran dan arahan kepada penulis dalam melakukan penelitian.


(7)

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran gigi USU yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menuntut ilmu.

8. Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis kepada orangtua tercinta, ayahanda Aziz Halim dan Ibunda Alm. Ani yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan dukungan moril dan materil yang tidak akan terbalas oleh penulis.

9. Teman-teman terbaik penulis Trio Novalia dan seniorku Sanny, Wydiavei, Mardi, Julita, Lindawati, Emma, Yose, Jilly, Fernando, Edward, dan seluruh teman-teman angkatan 2005 atas semua dukungannya yang telah memberikan banyak inspirasi, dukungan, semangat dan doa kepada penulis.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini kurang sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, April 2009 Penulis, Ivana


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………....………... i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………... iii

KATA PENGANTAR………....……… iv

DAFTAR ISI……….. vi

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR GAMBAR………....……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1Latar Belakang……….. 1

1.2Tujuan Penelitian.………. 3

1.3Manfaat Penelitian..………...………... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Definisi Ameloblastoma…..……… 4

2.2Etiologi dan Patogenesis..……… 4

2.3Tipe Ameloblastoma..……….. 6

2.3.1 Tipe Solid atau Multikistik……… 6

2.3.2 Tipe Unikistik……… 7

2.3.3 Tipe Ekstraosseus/Periferal... 8

2.4Gambaran Histopatologis..……….. 10

2.4.1 Tipe Folikular... 10

2.4.2 Tipe Pleksiform... 10

2.4.3 Tipe Acanthomatous... 11

2.4.4 Tipe Sel Granular... 12

2.4.5 Tipe Sel Basal... 12

2.5Gambaran Radiologis....………... 13

2.5.1 Multiokular... 13

2.5.2 Uniokular... 14


(9)

2.6.1 Enukleasi... 16

2.6.2 Eksisi Blok... 17

2.6.3 Hemimandibulektomi... 18

2.6.4 Hemimaksilektomi... 20

2.7Rekonstruksi Pasca Bedah... 23

2.7.1 Pemakaian Protesa Obturator... 23

2.7.1.1 Obturator Bedah... 23

2.7.1.2 Obturator Interim... 23

2.7.1.3 Obturator Defenitif... 24

2.7.2 Penggunaan Plat... 25

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian..……….……..………. 27

3.2Populasi………..………..………. 27

3.3Sampel………..………...……….. 27

3.3.1 Kriteria Sampel….………...………. 27

3.3.2 Besar Sampel..……….. 27

3.4Variabel Penelitian….….………. 28

3.4.1 Variabel Bebas... 28

3.4.2 Variabel Terikat... 28

3.5Definisi Operasional...……… 28

3.6Tempat Penelitian………. 30

3.7Alat dan Bahan Penelitian... 30

3.8Cara Pengumpulan Data... 30

3.9Pengolahan Data………... 30

3.10Analisa Data……….... 31

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Prevalensi Ameloblastoma……….. 32

4.2 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Jenis Kelamin... 32

4.3 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Usia... 33

4.4 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Lokasinya... 34

4.5 Perawatan yang Dilakukan pada Pasien Ameloblastoma...…... 34

4.6 Rekonstruksi Pasca Operasi... 35

4.7 Keluhan Pasca Operasi... 35

4.7.1 Keluhan Dari Segi Estetis... 36

4.7.2 Keluhan Dari Segi Fungsional... 36

4.7.2.1 Kenyamanan Pasien... 37

4.7.2.2 Pengendalian Saliva... 37

4.7.2.3 Pengunyahan... 38

4.7.2.4 Pengucapan... 39

4.7.2.5 Kemampuan dalam Melaksanakan Oral Hygiene. 39 4.7.2.6 Rasa Kebas pada Daerah Operasi... 40


(10)

4.7.2.7 Rasa Sakit pada TMJ... 41

BAB 5 PEMBAHASAN... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 48

6.1 Kesimpulan... 48

6.2 Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA………... 50


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Distribusi ameloblastoma berdasarkan jenis kelamin di Poli

Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun

2007-2008... 32 2 Distribusi ameloblastoma berdasarkan usia di Poli Bedah

Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun

2007-2008... 33 3 Distribusi Ameloblastoma berdasarkan lokasinya di Poli Bedah

Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun

2007-2008... 34 4 Jenis perawatan yang dilakukan pada pasien ameloblastoma di Poli

Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun

2007-2008... 34 5 Jenis rekonstruksi pasca operasi yang dilakukan pada pasien

ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMFGigi dan Mulut RSUP

H. Adam Malik tahun 2007-2008... 35 6 Keluhan dari segi estetis setelah dilakukan operasi pada penderita

ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP

H. Adam Malik tahun 2007-2008... 36 7 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kenyamanan pasien

dalam menggunakan plat/obturator setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan

Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008... 37 8 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan pengendalian saliva

setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun

2007-2008... 37 9 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan masalah pengunyahan

setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun

2007-2008... 38 10 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan masalah pengucapan


(12)

Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun

2007-2008... 39 11 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kemampuan

melaksanakan oral hygiene setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP

H. Adam Malik tahun 2007-2008... 39 12 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan ada/tidaknya rasa

kebas pada daerah bekas operasi setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut

RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008... 40 13 Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan ada/tidaknya rasa

sakit pada TMJ setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma……… 5

2 Ameloblastoma subtipe klinis………. 6

3 Periferal ameloblastoma……….. 9

4 Ameloblastoma tipe folikular……….. 10

5 Ameloblastoma tipe pleksiform……….. 11

6 Ameloblastoma tipe acanthomatous……… 11

7 Ameloblastoma tipe granular………... 12

8 Ameloblastoma tipe sel basal………... 13

9 Multiokular ameloblastoma………. 14

10 Uniokular ameloblastoma……… 14

11 Eksisi blok……… 18

12 Pola insisi pada hemimandibulektomi………. 19

13 Tipe umum dari reseksi mandibula……….. 20

14 Pola insisi Weber Fergusson……… 21

15 Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi……….. 22

16 Obturator………. 24


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner ”Prevalensi Ameloblastoma Pada Rahang yang Dilakukan Terapi Hemimandibulektomi dan Hemimaksilektomi di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik dari tahun 2007-2008”


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari sisa-sisa epitel pada masa pembentukan gigi. Ameloblastoma dapat tumbuh dari berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar dan tulang. Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas wajah yang besar. Ameloblastoma memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tumor ini tidak dieksisi secara luas dan hati-hati.1

Dari semua pembengkakan yang terjadi pada rongga mulut, 9% merupakan tumor odontogenik dan kira-kira 1% dari lesi tersebut merupakan ameloblastoma. Ameloblastoma terjadi pada maksila sekitar 20% kasus, paling sering terjadi pada region kaninus dan antral. Ameloblastoma terjadi pada mandibula sekitar 80% kasus. Yang mana 70% terjadi di daerah molar atau pada ramus asendens, 20% pada regio premolar dan 10% di regio anterior.

Ameloblastoma biasanya didiagnosa pada pasien yang umurnya antara dekade empat dan dekade lima, kecuali pada kasus tipe unikistik yang biasanya terjadi pada pasien yang berusia antara 20 sampai 30 tahun dengan tidak ada predileksi jenis kelamin. Sekitar 10-15% tumor ini terjadi berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi.2


(16)

Pasien ameloblastoma dapat dirawat dengan berbagai macam cara. Perawatan bervariasi mulai dari enukleasi dan kuretase sampai reseksi. 3 Pembedahan secara radikal merupakan perawatan yang direkomendasikan untuk ameloblastoma multikistik yang melibatkan reseksi pada bagian rahang yang terkena tumor dan mengikutkan sekitar 1 sampai 2 cm dari tulang yang sehat. Perawatan konservatif dengan kuretase atau enukleasi hanya dilakukan pada perawatan ameloblastoma tipe unikistik. Kuretase dan enukleasi dapat menghemat waktu, fungsi dan penampilan pasien sedangkan perawatan secara radikal dapat mengakibatkan kerusakan permanen terhadap regio maksilofasial. 4

Kerugian dari reseksi rahang adalah terjadinya deformitas wajah dan kehilangan fungsi apabila tidak direkonstruksi dengan tepat.3 Defek dari maksila dapat diatasi dengan obturator bedah dan menunjukkan hasil yang memuaskan tetapi defek pada mandibula harus diperbaiki dengan bone graft.5 Defek pada mendibula dapat dilakukan rekonstruksi segera atau ditunda. Defek pada maksila dapat diatasi dengan dua cara: yang pertama dengan bedah apabila defek tidak luas dapat ditutup dengan mukosa bukal dan palatal, sedangkan defek yang sangat luas atau pasien yang memiliki resiko tinggi melakukan operasi dapat menggunakan protesa obturator. 4

Berdasarkan beberapa literatur, tumor odontogenik menunjukkan adanya variasi geografi dalam distribusi dan frekuensinya. Beberapa studi dari berbagai belahan dunia yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang relatif terjadinya tumor odontogenik.6 Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui prevalensi pasien ameloblastoma di kota Medan, khususnya pada RSUP H. Adam Malik.


(17)

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui prevalensi ameloblastoma yang dilakukan hemimandibulektomi dan hemimaksilektomi di poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik dari tahun 2007-2008.

Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui distribusi ameloblastoma berdasarkan jenis kelamin. 2. Mengetahui distribusi ameloblastoma berdasarkan usia pasien. 3. Mengetahui distribusi ameloblastoma berdasarkan lokasinya. 4. Mengetahui jumlah pasien yang mendapat terapi bedah.

5. Mengetahui jumlah pasien yang dilakukan rekonstruksi setelah terapi bedah baik pemasangan plat maupun pemakaian protesa obturator. 6. Mengetahui keluhan yang diderita pasien setelah dilakukan terapi.

1.3Manfaat penelitian

Dengan diketahuinya prevalensi tumor ameloblastoma yang mendapat terapi hemimandibulektomi dan hemimaksilektomi pada RSUP H. Adam Malik dari tahun 2006-2008 diharapkan dapat menjadi:

1. Masukan bagi masyarakat dan khususnya tenaga kesehatan mengenai prevalensi ameloblastoma.

2. Informasi bagi tenaga kesehatan gigi mengenai penatalaksanaan yang lebih baik dan komprehensif dan keluhan pasien sesudah terapi. 3. Dasar penelitian lebih lanjut tentang ameloblastoma.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ameloblastoma

Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten.7 Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak.8

2.2 Etiologi dan Patogenesis

Pada saat ini sebagian penulis mempertimbangkan bahwa tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini belum diketahui.

Tumor ini dapat berasal dari:

 Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupa i retikulum stelata.


(19)

 Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik

 Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.

 Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim oral. 7,9

Gambar 1. Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.

Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology.


(20)

2.3 Tipe Ameloblastoma

Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.1

Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)

2.3.1. Tipe solid atau multikistik

Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior.8

Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh


(21)

lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.8

Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun prognosis. 10

Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.11

Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.10

2.3.2 Tipe unikistik

Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.8 Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi..11


(22)

Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan menyarankan enukleasi simple sebagai perawatannya. Studi menunjukan secara klinis enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.10

2.3.3 Tipe periferal/ekstraosseus

Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular.

Tumor ini diyakini mewakili 2 % sampai 10% dari seluruh kasus ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1.


(23)

70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa penulis lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma daripada neoplasma dan tumor ini biasnya bersifat jinak, tidak mengalami rekurensi setelah eksisi simpel komplit.10,11

Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin inferior harus diikutkan periosteoum untuk menyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.1

Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and

Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,


(24)

2.4. Gambaran Histopatologis

Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi bergantung pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal.12

2.4.1 Tipe Folikular

Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal dengan adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista. 12

Gambar 4 : Ameloblastoma tipe follikular (www. pathologyOutlines.com)

2.4.2 Tipe Pleksiform

Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma


(25)

terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami degenerasi kistik. 12

Gambar 5: Ameloblastoma tipe pleksiform (Shklar

G.Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia;

W.B.SaundersCompany, 1984: 253)

2.4.3 Tipe Acanthomatous

Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan padat. 12

Gambar 6: Tipe acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)


(26)

2.4.4 Tipe Sel Granular

Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga memberikan gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan periferal sel kolumnar dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari ameloblastoma tipe sel granular dan menekankan bahwa tipe sel granular ini cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.13

Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.4.5 Tipe Sel Basal

Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai.13


(27)

Gambar 8: Tipe sel basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.5. GambaranRadiologis

Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi yang multiokular atau uniokular. 12

2.5.1 Multiokular

Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor.7 Gambaran multiokular ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.1


(28)

Gambar 9: Multiokular ameloblastoma ameloblastoma/)

2.5.2 Uniokular

Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat dari gambaran roentgen.7

Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and

Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri :


(29)

2.6Perawatan

Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.3

Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy. Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi paska operasi ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus dilakukan secara rutin.14 Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat radiosensitif tapi Andra (1949) melaporkan bahwa terapi dengan X-ray dan Radium mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi ini 9

Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma yang kecil, sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun reseksi sebagian untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang pertama kali melakukan operasi kasus ameloblastoma memiliki kesempatan terbaik untuk mengobati pasien. Byars dan Sarnat (1945) menyimpulkan bahwa


(30)

ameloblastoma harus dienukleasi bila uniokular, dikauterisasi dengan panas atau bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan mengikutkan sedikit tulang yang normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau ulang 29 kasus ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak 91% jika dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan reseksi (18 kasus). 5

Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati ameloblastoma antara lain:

2.6.1 Enukleasi

Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder (1950) pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor.5

Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan


(31)

perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.15

2.6.2 Eksisi Blok

Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan apabila ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, dengan bur leher panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa merusak border tulang. Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.5


(32)

Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V. Mosby Company,1969: 993)

2.6.3 Hemimandibulektomi

Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan ” Andy Gump Deformity”.16

Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah. 17 Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi pendarahan karena adanya neurovascular.


(33)

Gambar 12: Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA.

Atlas of Oral and Maxillofacial

Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder

Company, 1992: 243).

Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan mendiseksi mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus depressor labii inferior, depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi dengan margin yang cukup.18 Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi


(34)

temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung. 17

Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus B.Tanpa pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial

Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 244)

2.6.4. Hemimaksilektomi

Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid.


(35)

Gambar 14: Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431)

Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan oscillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan mengunakan chisel dan gunting Mayo dan kemudian dilakukan pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.10


(36)

Gambar 15: Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007 :432)

Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang tepat dapat membantu ahli prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang tajam dihaluskan. Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin lateral defek yang akan menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka. Flap yang ada pada mukosa dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft kemudian dijahit ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan dibawah flap pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura semuanya ditutup. Graft dipertahankan dengan packing iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing yang cukup digunakan untuk mengisi kembali kontur pipi. Obturator bedah yang sudah dibuat oleh ahli prostodonsi direline dengan soft denture reliner sehingga dapat mendukung packing dan menutup defek. Obturator dapat dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung kondisi individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan dan menutup lapisan. 17


(37)

2.7 Rekontruksi pasca bedah

2.7.1 Pemakaian protesa obturator

Pemasangan protesa palatal secara imidiate telah menjadi perawatan standard setelah dilakukan maksilektomi atau palatektomi, kecuali digunakan rekonstruksi free flap. Cacat bedah dapat memberikan efek samping terhadap kesehatan fungsional dan psikologis pasien. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mengembalikan fungsi bicara, fungsi pencernaan, menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan membangun kembali proyeksi midfacial. 19

Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase masng-masing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung kesembuhan pasien. Ketiga obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator interim, dan obturator definitif.20

2.7.1.1 Obturator Bedah

Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah yang mana dimasukkan pada waktu bedah untuk membantu mempertahankan packing, mencegah kontaminasi oral dari luka bedah dan skin graft dan memungkinkan pasien untuk berbicara dan menelan selama periode postoperasi inisial.21 Protesa ini akan digunakan kira-kira 5 sampai 10 hari. 20

2.7.1.2 Obturator Interim

Obturator bedah akan dikonversi menjadi obturator interim dengan penambahan bahan-bahan lining untuk adaptasi terhadap defek. Protesa interim ini secara periodik akan direadaptasi dan direline kembali untuk menyesuaikan terhadap perubahan dimensional selama proses penyembuhan jaringan defek. Proses ini akan


(38)

meningkatkan kenyamanan dan fungsional pasien.21 Tujuan dari obturator ini adalah mengembalikan fungsi bicara dengan mengembalikan kontur palatal. Protesa ini akan digunakan sekitar dua sampai enam bulan. 20

2.7.1.3 Obturator Defenitif

Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan kontraksi telah selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil memerlukan penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian terhadap bagian perifer protesa. 20

Gambar 16: Obturator A. Defek palatal, B. Obturator bedah, C. Obturator interim, D.Obturator defenitif (Shklar G. Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1984: 219)


(39)

2.7.2 Pengunaan plat

Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena proses patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila dilakukan mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak. Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak membutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula akan menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat untuk melakukan rekonstruksi masih diperdebatkan.22

Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan untuk mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada rekonstruksi mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium aluminat, kalsium apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat, proplas dan teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari stainless steel, AO Plates (Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan titanium (titorp plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose plat, kehilangan sekrup, dan fraktur plat.22

Plat rekonstruksi mandibula memiliki keuntungan dari segi:

 Tidak membutuhkan donor


(40)

 Kontur yang baik

 Kemampuan untuk membentuk kondilus.22

Gambar 17. Plat AO reconstruction,plating)


(41)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Penelitian dilakukan secara deskriptif .

3.2 Populasi

Populasi pada penelitian ini ialah seluruh pasien yang mengunjungi poli bedah mulut SMF gigi dan mulut RSUP H. Adam Malik selama tahun 2007-2008 yang didiagnosa menderita ameloblastoma yaitu berjumlah 18 orang.

3.3 Sampel

3.3.1 Kriteria sampel

 Pasien yang didiagnosa menderita ameloblastoma.

 Pasien menjalani terapi hemimandibulektomi atau hemimaksilektomi di RSUP H. Adam Malik Medan.

 Pasien yang diwawancarai minimal 1 bulan post operasi. 3.3.2 Besar sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi pada penelitian yang memenuhi kriteria sampel sebanyak 10 orang.


(42)

3.4 Variabel penelitian

3.4.1 Variabel bebas:

Pasien ameloblastoma yang menjalani terapi bedah dengan karakteristik responden:

- Umur

- Lokasi ameloblastoma - Jenis kelamin

3.4.2 Variabel terikat

1. Prosedur bedah yang dilakukan: a. Hemimaksilektomi

b. Hemimandibulektomi 2. Terapi sesudah tindakan bedah a. Pemakaian protesa obturator b. Pemakaian plat

3. Ada tidaknya keluhan saat ini a. Keluhan fungsional

b. Keluhan estetis

3.5. Definisi operasional

1. Penderita ameloblastoma ialah pasien pada poli bedah mulut SMF gigi dan mulut RSUP H Adam Malik selama tahun 2007-2008 yang didiagnosa menderita ameloblastoma.


(43)

2. Terapi yang dilakukan pada penderita ameloblastoma berupa tindakan bedah yang dilakukan oleh poli bedah mulut RSUP H. Adam Malik hemimaksilektomi ataupun hemimandibulektomi.

3. Hemimaksilektomi ialah terapi bedah yang dilakukan pada pasien yang melibatkan pembuangan jaringan tumor dan sebagian maksila.

4. Hemimandibulektomi ialah terapi bedah yang dilakukan pasien yang melibatkan pembuangan jaringan tumor dan separuh bagian mandibula.

5. Terapi sesudah tindakan bedah ialah pemakaian protesa obturator bagi pasien yang menjalani hemimaksilektomi dan pemakaian plat pada pasien yang menjalani hemimandibulektomi.

6. Pemakaian protesa obturator ialah rehabilitasi yang dilakukan dengan memakai protesa setelah menjalani hemimaksilektomi untuk mengatasi defek pada maksila.

7. Penggunaan plat ialah rehabilitasi yang dilakukan setelah menjalani hemimandibulektomi berupa pemasangan plat AO pada mandibula.

8. Keluhan saat ini adalah hasil penilaian pasien terhadap terapi yang telah dijalani meliputi penilaiannya secara estetis dan fungsional yang dikategorikan menjadi puas atau tidak puas.

9. Keluhan estetis ialah keluhan yang dirasakan oleh pasien meliputi ada atau tidak bentuk wajah yang asimetris.

10. Keluhan fungsional ialah keluhan yang dirasakan pasien meliputi fungsi bicara, fungsi mengunyah, kemampuan mengontrol saliva, parastesi dan rasa sakit pada sendi.


(44)

3.6. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di poli bedah mulut SMF gigi dan mulut Rumah sakit umum pusat Haji Adam Malik.

3.7.Alat dan Bahan penelitian

a. Kartu Status Pasien b. Alat tulis

c. Kuesioner

3.8 Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan pada poli bedah mulut SMF gigi dan mulut RSUP H. Adam Malik, diambil data-data pasien yang didiagnosa menderita ameloblastoma. Kemudian dari data-data pasien yang ada dicatat dan diseleksi. Selain itu, dicatat data-data yang diinginkan melalui rekam medik pasien seperti: umur, jenis kelamin, lokasi ameloblastoma, dan terapi yang dilakukan. Setelah itu, pasien yang memenuhi kriteria akan dihubungi kembali dengan telefon untuk dilakukan wawancara dengan kuesioner yang sudah disusun terlebih dahulu. Dari wawancara akan diperoleh data-data yang diperlukan seperti keluhan pasien saat ini.

3.9 Pengolahan Data

Data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(45)

3.10 Analisa Data

 Dihitung prevalensi amelolastoma dan distribusinya dalam umur, jenis kelamin dan lokasi.

 Dihitung dalam jumlah presentase pasien yang menjalani terapi bedah.

 Dihitung dalam presentase pasien yang menjalani rekonstruksi pasca bedah dengan mengunakan plat maupun dengan obturator.


(46)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Prevalensi Ameloblastoma.

Dari data-data yang diperoleh dari pada Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, diperoleh jumlah pasien yang didiagnosa menderita ameloblastoma selama tahun 2007-2008 sejumlah 18 orang.

4.2 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Jenis Kelamin.

Dari 18 orang yang menderita ameloblastoma diperoleh persentase ameloblastoma yang terjadi pada laki-laki sebesar 50% dan pada perempuan sebesar 50 %. Diperoleh rasio terjadinya ameloblastoma pada laki-laki dan wanita sebesar 1:1.

Tabel 1: Distribusi ameloblastoma berdasarkan jenis kelamin di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Jenis Kelamin Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Laki-laki 9 50%

Perempuan 9 50%


(47)

4.3 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Usia.

Dari 18 kasus yang diperoleh persentase ameloblastoma tertinggi terjadi pada usia 21-30 tahun sebanyak 44,44%, pada usia 31-40 tahun sebanyak 22,22%, pada usia 11-20 tahun sebanyak 11,11% , pada usia 50-60 tahun sebanyak 11,11% kemudian persentase terendah pada usia 40-50 tahun sebesar 5,56 % dan pada usia 70-80 tahun sebesar 5,56% juga. Ameloblastoma dijumpai pada usia paling muda yaitu 16 tahun dan paling tua pada usia 79 tahun.

Tabel 2: Distribusi ameloblastoma berdasarkan usia di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Usia (tahun)

Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

11-20 2 11,11%

21-30 8 44,44%

31-40 4 22,22%

41-50 1 5,56%

51-60 2 11,11%

61-70 0 0

71-80 1 5,56%


(48)

4.4 Distribusi Ameloblastoma Berdasarkan Lokasinya.

Dari 18 kasus diperoleh persentase Ameloblastoma yang terjadi pada mandibula sebesar 94,44% sedangkan yang terjadi pada maksila sebesar 5,56%.

Tabel 3: Distribusi Ameloblastoma berdasarkan lokasinya di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Lokasi Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Mandibula 17 94,4%

Maksila 1 5,56%

Total 18 100%

4.5 Perawatan yang Dilakukan pada Pasien Ameloblastoma

Dari 18 kasus ameloblastoma, sebanyak 17 kasus (94,4%) dilakukan hemimandibulektomi sedangkan 1 kasus (5,56%) dilakukan hemimaksilektomi.

Tabel 4: Jenis perawatan yang dilakukan pada pasien ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Jenis Perawatan Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Hemimandibulektomi 17 94,4%

Hemimaksilektomi 1 5,56%


(49)

4.6 Rekonstruksi Pasca Operasi

Dari 18 kasus ameloblastoma, sebanyak 11kasus (61,11%) dilakukan rekonstruksi dengan penggunaan AO plat, 5 kasus (27,78%) dilakukan rekonstruksi dengan penggunaan plat dan diikuti pemakaian protesa dan 1 kasus (5,56%) menggunakan protesa obturator dan 1 kasus (5,56%) lagi tidak dilakukan rekonstruksi kembali.

Tabel 5: Jenis rekonstruksi pasca operasi yang dilakukan pada pasien ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Jenis Rekonstruksi Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

AO Plat Tanpa Protesa 11 61,11%

AO Plat dan Protesa 5 27,78%

Protesa Obturator 1 5,56%

Tidak Dilakukan Rekonstruksi 1 5,56%

Total 18 100%

4.7 Keluhan Pasca Operasi

Keluhan pasca operasi yang diambil datanya mencakup keluhan dari segi estetis dan keluhan dari segi fungsional yang dirasakan oleh pasien. Dari 18 pasien ameloblastoma hanya 10 pasien yang dapat kembali untuk diambil datanya.


(50)

4.7.1 Keluhan Dari Segi Estetis

Dari 10 pasien yang kembali untuk diambil datanya, 2 pasien (11,11%) merasa puas dari segi estetis dan 8 pasien (44,44%) merasa tidak puas. Sisanya 8 orang (44,44%) tidak kembali untuk diambil datanya.

Tabel 6: Keluhan dari segi estetis setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Keluhan Dari Segi Estetis Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Merasa Puas 2 11,11%

Tidak Puas 8 44,44%

Tidak Kembali 8 44,44%

Total 18 100%

4.7.2 Keluhan Dari Segi Fungsional

Dari segi fungsional ada beberapa hal yang didata mencakup: kemampuan dalam kenyamanan pasien, pengendalian saliva, pengunyahan, pengucapan, kemampuan melaksanakan oral hygeine, ada/tidaknya rasa kebas pada daerah operasi dan ada/tidaknya rasa sakit pada sendi TMJ.


(51)

4.7.2.1 Kenyamanan Pasien

Dari 10 pasien yang kembali diambil datanya, sebanyak 8 orang (44,44%) merasa nyaman dalam menggunakan plat/obturator dan 2 orang (11,11%) yang merasa kurang nyaman dalam menggunakan plat/obturator.

Tabel 7: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kenyamanan pasien dalam menggunakan plat/obturator setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Kenyamanan Penggunaan plat/obturator

Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Merasa Nyaman 8 44,44%

Tidak Nyaman 2 11,11%

Tidak Kembali 8 44,44%

Total 18 100%

4.7.2.2Pengendalian Saliva

Dari 10 pasien yang berhasil diambil datanya kembali, sebanyak 9 orang pasien (50%) merasa sulit dalam mengendalikan saliva dan 1 orang (5,55%) yang tidak mengalami kesulitan dalam pengendalian saliva.

Tabel 8: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan pengendalian saliva setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.


(52)

Pengendalian saliva Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Mengalami Kesulitan 9 50%

Tidak Ada Kesulitan 1 5,55%

Tidak Kembali 8 44,44%

Total 18 100%

4.7.2.3 Pengunyahan

Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 4 orang (22,22%) tidak mengalami kesulitan dalam mengunyah dan sebanyak 6 orang (33,33%) mengalami kesulitan dalam mengunyah.

Tabel 9: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan masalah pengunyahan setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008

Pengunyahan Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Mengalami Kesulitan 6 33,33%

Tidak Ada Kesulitan 4 22,22%

Tidak Kembali 8 44,44%


(53)

4.7.2.4 Pengucapan

Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 4 orang (22,22%) tidak mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata dan sebanyak 6 orang (33,33%) mengalami kesulitan dalam pengucapan.

Tabel 10: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan masalah pengucapan setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Pengucapan Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Mengalami Kesulitan 6 33,33%

Tidak Ada Kesulitan 4 22,22%

Tidak Kembali 8 44,44%

Total 18 100%

4.7.2.5 Kemampuan Dalam Melaksanakan Oral Hygiene

Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 7 orang (38,88%) tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan oral hygiene dan sebanyak 3 orang (16,66%) mengalami kesulitan.

Tabel 11: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan kemampuan melaksanakan oral hygiene setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.


(54)

Kemampuan melaksanakan oral hygiene

Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Mengalami Kesulitan 3 16,66%

Tidak Ada Kesulitan 7 38,88%

Tidak Kembali 8 44,44%

Total 18 100%

4.7.2.6 Rasa Kebas Pada Daerah Operasi

Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 7 orang (38,88%) mengalami rasa kebas pada daerah bekas operasi dan sebanyak 3 orang (16,66%) mengalami tidak mengalami rasa kebas.

Tabel 12: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan ada/tidaknya rasa kebas pada daerah bekas operasi setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Rasa Kebas Pada Daerah Operasi

Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Ada 7 38,88%

Tidak Ada 3 16,66%

Tidak Kembali 8 44,44%


(55)

4.7.2.7 Rasa Sakit pada TMJ

Dari 10 orang yang diambil datanya kembali, sebanyak 6 orang (33,33%) mengalami rasa sakit pada TMJ dan sebanyak 4 orang (22,22%) mengalami tidak mengalami rasa sakit pada TMJ.

Tabel 13: Keluhan dari segi fungsional berkaitan dengan ada/tidaknya rasa sakit pada TMJ setelah dilakukan operasi pada penderita ameloblastoma di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik tahun 2007-2008.

Rasa Sakit Pada TMJ Penderita Ameloblastoma

Jumlah (orang) Persentase

Ada 6 33,33%

Tidak Ada 4 22,22%

Tidak Kembali 8 44,44%


(56)

BAB 5

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi ameloblastoma pada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada poli bedah mulut SMF gigi dan mulut selama tahun 2007-2008 diperoleh 18 orang pasien.

Dari tabel 1 dapat dilihat distribusi ameloblastoma berdasarkan jenis kelamin dimana didapatkan rasio terjadinya ameloblastoma pada laki-laki dan perempuan adalah sama yaitu 1:1. Tidak dijumpai adanya predileksi ameloblastoma terhadap jenis kelamin. Hasil yang diperoleh agak berbeda dengan hasil penelitian Hatada dkk, hasil penelitian Gueressi dkk di Argentina dan juga hasil penelitian Farzad P dkk. Hasil penelitian Hatada dkk diperoleh rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 1,6: 1. Pada penelitian Gueressi dkk di Argentina diperoleh rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Sedangkan pada penelitian Farzad P di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial di Universitas Huddinge di Stockholm diperoleh rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 1,7 : 1. Dari beberapa penelitian yang dilaporkan (Robinson,1937; Small & Waldron,1955; Smith,1968; Daramola et al., 1975; Pinstole et al.,1995) ameloblastoma terjadi dalam frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan.11,23,24

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa ameloblastoma terjadi hampir pada seluruh rentang usia dari yang paling muda yaitu 16 tahun dan yang paling tua 79 tahun dan usia rata-rata 34,1. Ameloblastoma juga dijumpai paling tinggi frekuensinya pada


(57)

dekade ketiga dari kehidupan. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Farzad P dkk ameloblastoma terjadi paling tinggi pada dekade ketiga dan keempat kehidupan yang juga ditemukan sama dengan beberapa penelitian lainnya (Small,1955; Podtar,1969; Mehlisch et al.,1978; Kameyama et al.,1987). Pada penelitian Hatada dkk 63,2% ameloblastoma ditemukan pada pasien usia 10 sampai 30 tahun dengan usia rata-rata 34,7. Hasil yang diperoleh agak berbeda dengan hasil penelitian Lagares di rumah sakit Virgen del Rocio dimana rata-rata usia pasiennya 42,3 tahun. Ameloblastoma terjadi paling tinggi pada dekade ketiga berhubungan dengan impaksi molar ketiga dan pada akhir dekade ketiga merupakan masa akhir erupsi gigi. 2,11,24

Dari tabel 3, lokasi yang paling sering ditemukan ameloblastoma adalah pada rahang bawah yaitu 17 kasus (94,4%). Hasil ini hampir sama dengan penelitian di Jepang oleh Ueno dkk.(1986) sebesar 95% pada rahang bawah dan penelitian di Nigeria oleh Adekeye (1980) yaitu sebesar 99,1%. Pada penelitian Hatada dkk dari 190 kasus ameloblastoma, 176 kasus (92,63%) ditemukan pada rahang bawah dan 14 kasus (7,37%) yang ditemukan pada rahang atas. Tetapi hasil penelitian yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Faryad P dkk dimana dari 8 kasus ameloblastoma sekitar 7 kasus (87,5%) ditemukan pada rahang bawah. Ameloblastoma lebih banyak dijumpai pada mandibula berhubungan karena gigi molar impaksi lebih banyak terjadi pada mandibula dan struktur tulang pada mandibula lebih kompak. 11,24

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa 17 kasus (94,4%) dilakukan hemimandibulektomi dan 1 kasus (5,56%) pada rahang atas dilakukan hemimaksilektomi. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Hatada dkk dimana


(58)

hampir 80% dilakukan enukleasi dari tahun 1966-1969, sedangkan pada tahun 1990-1994 dilakukan reseksi parsial pada 16 kasus dari 27 kasus. Terdapat perbedaan metode operasi seiring berjalannya waktu dan tidak ditemukan adanya kasus rekurensi pada regio maksila. Lokasi yang paling sering terjadi rekurensi adalah pada bagian gigi molar mandibula. Sekitar 25% dari kasus terjadi rekurensi setelah dilakukan prosedur enukleasi dari tahun 1966-1969. Sedangkan dari 16 kasus yang dilakukan reseksi dari tahun 1990-1994 tidak dijumpai terjadi rekurensi. Perbedaan hasil yang diperoleh disebabkan adanya perbedaan metode operasi seiring perkembangan waktu karena prevalensi terjadinya rekurensi pada ameloblastoma ini cukup tinggi apabila tidak dilakukan perawatan yang efektif. Penelitian Adekeye dan Lavery pada 21 kasus rekurensi ameloblastoma dijumpai rekurensi 19 kasus pada mandibula dan 2 kasus pada maksila. Metode operasi yang digunakan enukleasi pada 5 pasien, kuretase pada 8 pasien, reseksi blok pada 3 pasien dan mandibulektomi atau maksilektomi pada 5 pasien. Semua kasus rekurensi yang terjadi dirawat dengan pembedahan secara radikal. Dari hasil penelitian Adekeye dan Lavery dapat dilihat apabila tidak dilakukan reseksi secara radikal maka kemungkinan besar dapat terjadi rekurensi. Jadi metode operasi yang dilakukan bersifat radikal dengan tujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya rekurensi. 11,24

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rekonstruksi yang dilakukan setelah hemimandibulektomi dan hemimaksilektomi adalah pengunaan AO plat sebesar 88,89% kasus, penggunaan obturator protesa sebesar 5,56% dan tidak dilakukan rekonstruksi sebesar 5,56%. Diperoleh hasil rekonstruksi dengan menggunakan plat paling tinggi berhubung karena lebih banyak ditemukan kasus ameloblastoma pada


(59)

rahang bawah sedangkan satu-satunya kasus ameloblastoma pada rahang atas direkonstruksi dengan menggunakan protesa obturator. Selain itu, pasien direkonstruksi lebih banyak hanya memakai plat tanpa protesa hal ini disebabkan karena pasien mengalami kesulitan dalam hal waktu, biaya dan juga jarak.

Hasil penelitian untuk keluhan pasca operasi dari 18 orang pasien yang dapat diminta kembali untuk mengisi kuesioner hanya 10 orang. Hal ini disebabkan karena banyaknya nomor telepon pasien yang tidak dapat dihubungi kembali dan alamat yang ada pada rekam medik tidak jelas. Selain itu, pasien memiliki kesibukan masing-masing dan juga mengalami kesulitan dalam transportasi karena kebanyakan pasien berada di luar kota.

Dari tabel 6, dapat dilihat hasil penelitian untuk keluhan estetis sebanyak 8 orang merasa tidak puas, sedangkan 2 orang merasa cukup puas dari segi estetis. Keluhan ini disebabkan pasien merasa wajahnya tidak simetris antara kiri dan kanan. Hal ini disebabkan penggunaan plat AO tidak sepenuhnya menggantikan seluruh kuantitas dan kualitas tulang yang hilang. Pada reseksi yang luas melewati midline maka asimetris wajah yang terjadi semakin besar. Selain itu, banyaknya pasien yang belum menggunakan protesa sehingga hal ini memperngaruhi asimetris wajah.

Dari tabel 7, keluhan fungsional pasca operasi yang paling rendah adalah dari segi kenyamanan penggunaan plat atau obturator bedah dimana hanya 2 orang dari 10 pasien yang diminta datanya kembali merasa tidak nyaman dengan plat. Ketidaknyamanan pasien disebabkan karena dukungan tulang rahang yang berkurang.

Dari tabel 8 dapat dilihat keluhan fungsional pasca operasi yang paling tinggi adalah dalam hal pengendalian saliva yaitu sebanyak 9 orang dari 10 orang yang


(60)

berhasil diminta datanya mengalami kesulitan pengendalian saliva. Tetapi hal ini hanya berlangsung rata-rata 3 bulan. Pengendalian saliva pada pasien hemimandibulektomi dapat terpengaruh biasanya sebagai kompensasi terhadap kehilangan inervasi saraf sensori dan motorik yakni saraf lingualis dan saraf mentalis yang diangkat pada sisi yang terlibat tumor. Sedangkan pada pasien yang dilakukan hemimaksilektomi tidak dijumpai adanya kesulitan dalam pengendalian saliva.25

Dari tabel 9 dapat dilihat sebanyak 6 orang (33,33%) mengalami kesulitan dalam mengunyah. Kebanyakan kesulitan ini disebabkan karena dukungan tulang rahang berkurang dan pasien belum memasang protesa sehingga menimbulkan kesulitan dalam pengunyahan. Mastikasi merupakan aktivitas neuromuskular yang kompleks yang sangat tergantung pada integritas struktur dan neural mandibula, lidah, otot-otot pengunyahan, gigi geligi, palatum lunak dan keras, bibir, pipi dan aliran saliva yang cukup. Derajat disfungsi yang terjadi bergantung pada lokasi dan ukuran tumor, volume yang direseksi dan metode rekonstruksi yang dilakukan. Pada umumnya reseksi yang melibatkan lidah dan mandibula yang menyebabkan kehilangan kontinuitas mandibula biasanya menunjukan ketidakmampuan dalam melakukan mastikasi yang signifikan. Dengan pemasangan gigi tiruan diharapkan dapat mengurangi kesulitan pasien dalam pengunyahan25

Dari tabel 10, sebanyak 6 orang (33,33%) mengalami kesulitan dalam pengucapan. Kesulitan yang dirasakan pasien terutama adalah dalam pengucapan huruf S dan R. Suara dihasilkan tergantung dari kemampuan mengontrol udara dari paru-paru, laring, hipofaring dan rongga mulut. Untuk menghasilkan suara dari huruf tertentu sangat bergantung pada struktur dan bentuk yang dilalui oleh udara. Pada


(61)

rongga mulut, lidah, palatum lunak, dental alveolar kompleks, otot buccinator dan bibir merupakan komponen yang penting dalam mengontrol bentuk dan volume rongga mulut dalam pengucapan. Pasien mandibulektomi sering menunjukan kesulitan dalam artikulasi pengucapan huruf-huruf linguodental seperti ”T”, ”D”, ”S” dan ”Z”. Pada umumnya pengucapan pasien mandibulektomi masih dapat dimengerti. Derajat keparahan juga tergantung dari kondisi fungsi lidah. Dengan penempatan protesa pada mandibular dan maksila dapat mengkompensasi artikulasi pada beberapa pasien yang mengalami defek. Kesulitan juga dialami pasien karena setelah operasi terbentuk jaringan fibrous sehingga lidah mengalami kesulitan dalam mencapai palatal akibatnya pasien mengalami kesulitan dalam pengucapan.25

Dari tabel 11, diketahui hanya 3 orang (16,66%) mengalami kesulitan dalam melakukan prosedur oral hygiene (menggosok gigi). Hal ini terutama disebabkan karena kesulitan dalam membuka mulut.

Dari tabel 12, diketahui sebanyak 7 orang (38,88%) mengalami rasa kebas pada daerah bekas operasi. Rasa kebas ini dialami sewaktu-waktu disebabkan karena saraf alveolar inferior dan saraf mentalis yang telah diambil ketika dilakukan reseksi sehingga sering timbul efek samping berupa rasa kebas pada daerah mental, bibir bawah dan gigi pada daerah yang terlibat.26

Dari tabel 13, diketahui keluhan rasa sakit pada TMJ sebanyak 6 orang (33,33%) mengalami rasa sakit. Rasa sakit pada TMJ ini bisa terjadi karena TMJ pada pasien yang telah dihemimandibulektomi sehingga beban pengunyahan yang terjadi berlebihan dan menyebabkan rasa sakit pada TMJ.


(62)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Prevalensi terjadinya ameloblastoma yang ditemukan di Poli Bedah Mulut SMF Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik selama tahun 2007-2008 sebesar 18 orang.

2. Ameloblastoma tidak memiliki predileksi terhadap jenis kelamin tertentu dimana distribusinya adalah sama pada laki-laki dan perempuan.

3. Ameloblastoma dapat saja terjadi pada semua rentang usia dengan angka kejadian yang paling tinggi terjadi pada rentang usia 21-30 tahun sebesar 44,44%.

4. Lokasi yang paling sering ditemukan ameloblastoma adalah pada mandibula sebesar 94,44% dan pada maksila sebesar 5,56%.

5. Metode perawatan yang paling banyak dilakukan adalah

hemimandibulektomi yaitu sebesar 94,44%. Hal ini berkaitan dengan lokasi ameloblastoma yang paling sering ditemukan pada mandibula. Dan dengan dilakukannya pembedahan secara radikal diharapkan tidak terjadi rekurensi.

6. Metode rekonstruksi yang paling banyak dilakukan adalah dengan penggunaan AO plat tanpa penggunaan protesa sebesar 61,11%. Hal ini disebabkan karena lokasi tumor yang terjadi lebih banyak pada mandibula. Pada maksila rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan protesa obturator.


(63)

7. Dari segi estetis sebanyak 8 orang dari 10 pasien yang dapat dihubungi kembali merasa tidak puas. Keluhan fungsional pasca operasi yang paling tinggi adalah dalam hal pengendalian saliva sebesar 50% sedangkan keluhan yang paling rendah adalah dari segi kenyamanan penggunaan plat atau protesa obturator sebesar 11,11%.

6.2 Saran

Saran penulis dalam penelitian ini:

1. Sebaiknya data demografis pasien dicatat dengan lengkap pada rekam medik sehingga apabila kita ingin melakukan penelitian ataupun follow up kembali pasien dapat dengan mudah dihubungi.

2. Perlunya peningkatan kesadaran dan pengetahuan bagi pasien akan pentingnya kesehatan sehingga pasien bersedia untuk dilakukan follow up kembali mengingat angka rekurensi ameloblastoma yang tinggi.

3. Pada penelitian yang lebih lanjut diharapkan menggunakan sampel yang lebih banyak dan waktu melakukan follow up yang lebih panjang sehingga dapat memperkecil bias dalam penelitian.

4. Agar pasien bisa memiliki kualitas hidup yang lebih baik, perawatan yang dilakukan harus secara komprehensif mulai dari pembedahan sampai rekonstruksi untuk mengembalikan fungsi estetis dan fungsional pasien. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang baik antara dokter bedah mulut dengan dokter gigi spesialis prostodonsia dalam menentukan rencana perawatan pasien.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.

2. Lagares DT, Cossio PI, Guisado JMH, Perez JLG. Mandibular Ameloblastoma a review of the literature and presentation of six cases. J Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2005; 10: 231-8.

3. Montoro JRdMC, Tavares MG, Melo DH et al. Mandibular Ameloblastoma Treateed by Bone Resection and Imediate Reconstruction. Brazillian Journal of Otorhinolaryngology 2008;74 (1);155-7.

4. Peterson LJ. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. St Louis: CV Mocby, 2003: 498.

5. Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed. Saint Louis; The C.V. Mosby Company,1969: 991-1002.

6. Santos JN, Pinto LP, Figueredo CRLVD, Souza LBD. Odontogenic Tumos: analysis of 127 cases. Pesqui Odontol Brass 2001; 15: 308-313.

7. Shafer WG, Hine MK, Levy BM, Tomich CE. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. Philadelphia; WB Saunders Company, 1983:276.

8. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd Ed. Philadelphia; Saunders,2004: 611-2,616.

9. Farmer ED, Lawton FE. Stone’s Oral and Dental Diseases. 5th ed. Great Britain; E & S Livingstone Ltd, 1966:890.


(65)

10.Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed.Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007:426-34,492-5,1466-8.

11.Farzad P. Ameloblastoma of the Jaws.

Agustus 2008>.

12.Ishikawa G, Waldron CA.Color Atlas of Oral Pathology. 1st Ed. Delhi; A.I.T.B.S Publisher & Distributors,1999: 146-7.

13.Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. Ed 1. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC,2003: 153.

14.Archer WH. A Manual of Oral Surgery. 1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1952: 313.

15.Shklar G. Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1984: 264-71.

16.Riden K. Key Topic in Oral and Maxillofacial Surgery. Oxford; BIOS Scientific Publisher Ltd,1998: 238-9.

17.Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 242-55.

18.Balasubramanian T. Hemimandibulectomy. http:

19. Har-El G, Bhaya M. Intraoperative Fabrication of Palatal Prótesis for Maxillary Resection. Archives of Otolaringology Head and Neck Surgery 2001; 127: 843-6. 20.Zarb GA, Bolender CL. Prosthodontic Treatments for Edentolous Patients.


(66)

21.Oh WH, Roumanas E. Alternate Technique for Fabrication of a Custom Impression Tray for Defenitive Obturator Construction. The Journal of Prosthetic Dentistry 2006 ;l 95 (6); 473-5.

22.Lyos AT. Mandibular Reconstruction. 18 Februari 1993.

23.Gueressi M, Piloni MJ, Keszier A. Odontogenic Tumor in children and adolescents A15 year Retrospective Study in Argentina. J Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2001;12:E180-5.

24.Hatada K, Noma H, Katakura A et al. Clinicostatical Study of Ameloblastoma Treatment. Journal of Japan Society for Oral Tumors 1999;11:143-50.

25.Beumer J, Curtis TA, Manurick MT. Maxillofacial Rehabilitation Prosthodontic and Surgical Considerations. St. Louis; Ishiyaku EuroAmerica Inc, 1996: 153-81. 26.Tingchun W, Zhe C, Fengchen T, Quanziang T, Citing Y. Ameloblastoma of the

Mandible Treated by Resection, Preservation of the Inferior Alveolar Nerve and Bone Grafting. J Oral and Maxillofacial Surgery 1984: 42 (2);93-6.


(67)

Lampiran 1

Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

Prevalensi Ameloblastoma Pada Rahang yang Dilakukan Terapi Hemimandibulektomi dan Hemimaksilektomi di Poli Bedah Mulut SMF Gigi

dan Mulut RSUP H. Adam Malik dari tahun 2007-2008

KUESIONER

1. Nama : ………..

Umur : ………..

Alamat : ………..

Suku : ………..

Pendidikan : ... Pekerjaan : ...

2. Jenis Kelamin :

□ Pria □ Wanita

3. Kapan anda menjalani operasi hemimaksilektomi atau hemimandibulektomi? ……….

4. Apakah anda merasa nyaman dengan memakai protesa obturator atau plat?

□ Ya □ Tidak

5. Apakah anda memiliki kesulitan sewaktu makan?

□ Ya, alasannya... □ Tidak


(68)

6. Apakah anda mengalami kesulitan untuk mengucapkan kata-kata?

□ Ya, huruf-huruf apa saja ... □ Tidak

7. Apakah anda sering merasa mulut anda terasa penuh dengan air liur?

□ Ya □ Tidak

8. Kalau iya, berapa lama setelah operasi anda mampu mengendalikan air liur? ...

9. Apakah anda merasa bentuk wajah anda tidak sama bentuknya (simetris) antara kiri dan kanan?

□ Ya □ Tidak

10. Apakah anda sering merasa kebas (mati rasa) pada daerah yang dioperasi?

□ Ya □ Tidak

11. Apakah anda merasa kesulitan dalam membersihkan gigi dan mulut?

□ Ya, alasannya... □ Tidak

12. Apakah anda merasa kesulitan dalam membuka dan menutup mulut anda?

□ Ya □ Tidak

13. Apakah anda merasa sakit pada sendi sewaktu membuka dan menutup mulut?

□ Ya □ Tidak

14. Keluhan-keluhan lain yang anda rasakan setelah operasi?

a. ... b. ... c. ...


(69)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

NAMA : IVANA

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : MEDAN/ 27 FEBRUARI 1987

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

KEBANGSAAN : INDONESIA

AGAMA : BUDHA

ALAMAT : JL. HELVETIA BY PASS NO.773

MEDAN

PENDIDIKAN

1. TAMATAN TK SUTOMO 2 TAHUN 1993.

2. TAMATAN SD SUTOMO 2 TAHUN 1999.

3. TAMATAN SMP SUTOMO 2 TAHUN 2002.

4. TAMATAN SMA SUTOMO 2 TAHUN 2005.

5. MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA ANGKATAN 2005.

MEDAN, APRIL 2009

IVANA NIM. 050600060


(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.

2. Lagares DT, Cossio PI, Guisado JMH, Perez JLG. Mandibular Ameloblastoma a review of the literature and presentation of six cases. J Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2005; 10: 231-8.

3. Montoro JRdMC, Tavares MG, Melo DH et al. Mandibular Ameloblastoma Treateed by Bone Resection and Imediate Reconstruction. Brazillian Journal of Otorhinolaryngology 2008;74 (1);155-7.

4. Peterson LJ. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. St Louis: CV Mocby, 2003: 498.

5. Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed. Saint Louis; The C.V. Mosby Company,1969: 991-1002.

6. Santos JN, Pinto LP, Figueredo CRLVD, Souza LBD. Odontogenic Tumos: analysis of 127 cases. Pesqui Odontol Brass 2001; 15: 308-313.

7. Shafer WG, Hine MK, Levy BM, Tomich CE. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. Philadelphia; WB Saunders Company, 1983:276.

8. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd Ed. Philadelphia; Saunders,2004: 611-2,616.

9. Farmer ED, Lawton FE. Stone’s Oral and Dental Diseases. 5th ed. Great Britain; E & S Livingstone Ltd, 1966:890.


(2)

10.Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed.Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007:426-34,492-5,1466-8.

11.Farzad P. Ameloblastoma of the Jaws.

Agustus 2008>.

12.Ishikawa G, Waldron CA.Color Atlas of Oral Pathology. 1st Ed. Delhi; A.I.T.B.S Publisher & Distributors,1999: 146-7.

13.Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. Ed 1. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC,2003: 153.

14.Archer WH. A Manual of Oral Surgery. 1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1952: 313.

15.Shklar G. Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1984: 264-71.

16.Riden K. Key Topic in Oral and Maxillofacial Surgery. Oxford; BIOS Scientific Publisher Ltd,1998: 238-9.

17.Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 242-55.

18.Balasubramanian T. Hemimandibulectomy. http:

19. Har-El G, Bhaya M. Intraoperative Fabrication of Palatal Prótesis for Maxillary Resection. Archives of Otolaringology Head and Neck Surgery 2001; 127: 843-6. 20.Zarb GA, Bolender CL. Prosthodontic Treatments for Edentolous Patients.


(3)

21.Oh WH, Roumanas E. Alternate Technique for Fabrication of a Custom Impression Tray for Defenitive Obturator Construction. The Journal of Prosthetic Dentistry 2006 ;l 95 (6); 473-5.

22.Lyos AT. Mandibular Reconstruction. 18 Februari 1993.

23.Gueressi M, Piloni MJ, Keszier A. Odontogenic Tumor in children and adolescents A15 year Retrospective Study in Argentina. J Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2001;12:E180-5.

24.Hatada K, Noma H, Katakura A et al. Clinicostatical Study of Ameloblastoma Treatment. Journal of Japan Society for Oral Tumors 1999;11:143-50.

25.Beumer J, Curtis TA, Manurick MT. Maxillofacial Rehabilitation Prosthodontic and Surgical Considerations. St. Louis; Ishiyaku EuroAmerica Inc, 1996: 153-81. 26.Tingchun W, Zhe C, Fengchen T, Quanziang T, Citing Y. Ameloblastoma of the

Mandible Treated by Resection, Preservation of the Inferior Alveolar Nerve and Bone Grafting. J Oral and Maxillofacial Surgery 1984: 42 (2);93-6.


(4)

Lampiran 1

Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

Prevalensi Ameloblastoma Pada Rahang yang Dilakukan Terapi Hemimandibulektomi dan Hemimaksilektomi di Poli Bedah Mulut SMF Gigi

dan Mulut RSUP H. Adam Malik dari tahun 2007-2008

KUESIONER

1. Nama : ………..

Umur : ………..

Alamat : ………..

Suku : ………..

Pendidikan : ... Pekerjaan : ...

2. Jenis Kelamin :

□ Pria □ Wanita

3. Kapan anda menjalani operasi hemimaksilektomi atau hemimandibulektomi? ……….

4. Apakah anda merasa nyaman dengan memakai protesa obturator atau plat?

□ Ya □ Tidak

5. Apakah anda memiliki kesulitan sewaktu makan?

□ Ya, alasannya... □ Tidak


(5)

6. Apakah anda mengalami kesulitan untuk mengucapkan kata-kata?

□ Ya, huruf-huruf apa saja ... □ Tidak

7. Apakah anda sering merasa mulut anda terasa penuh dengan air liur? □ Ya □ Tidak

8. Kalau iya, berapa lama setelah operasi anda mampu mengendalikan air liur? ...

9. Apakah anda merasa bentuk wajah anda tidak sama bentuknya (simetris) antara kiri dan kanan?

□ Ya □ Tidak

10. Apakah anda sering merasa kebas (mati rasa) pada daerah yang dioperasi? □ Ya □ Tidak

11. Apakah anda merasa kesulitan dalam membersihkan gigi dan mulut?

□ Ya, alasannya... □ Tidak

12. Apakah anda merasa kesulitan dalam membuka dan menutup mulut anda? □ Ya □ Tidak

13. Apakah anda merasa sakit pada sendi sewaktu membuka dan menutup mulut? □ Ya □ Tidak

14. Keluhan-keluhan lain yang anda rasakan setelah operasi?

a. ... b. ... c. ...


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

NAMA : IVANA

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : MEDAN/ 27 FEBRUARI 1987

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

KEBANGSAAN : INDONESIA

AGAMA : BUDHA

ALAMAT : JL. HELVETIA BY PASS NO.773

MEDAN

PENDIDIKAN

1. TAMATAN TK SUTOMO 2 TAHUN 1993. 2. TAMATAN SD SUTOMO 2 TAHUN 1999. 3. TAMATAN SMP SUTOMO 2 TAHUN 2002. 4. TAMATAN SMA SUTOMO 2 TAHUN 2005.

5. MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2005.

MEDAN, APRIL 2009

IVANA NIM. 050600060