Semakin meningkatnya prevalensi HIVAIDS terutama pada usia produktif menjadi alasan saya untuk meneliti perilaku remaja terhadap penyakit
HIVAIDS.
1.2 . Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut ”Bagaimanakah perilaku remaja terhadap penyakit HIVAIDS? ”
1.3 . Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan umum dan tujuan khusus penelitian sebagai berikut :
1.3.1. Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui perilaku siswa siswi SMA N 2 Medan kelas XI dan XII terhadap penyakit
HIVAIDS tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum penelitian, maka dapat dirinci tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan terhadap penyakit
HIVAIDS. 2.
Mengetahui bagaimana tingkat sikap terhadap penyakit HIVAIDS. 3.
Mengetahui bagaimana tingkat tindakan terhadap penyakit HIVAIDS. 4.
Mengetahui gambaran karakteristik siswasiswi SMA N 2 Medan tahun 2010 berdasarkan umur, kelas, jenis kelamin dan tempat tinggal.
5. Mengetahui apa saja sumber informasi remaja untuk mengetahui tentang
penyakit HIVAIDS.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan umum dan khusus penelitian maka disusun manfaat penelitian sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Hasil penelitian ini sebagai masukan kepada kepala sekolah untuk
mengadakan seminar mengenai pencegahan penyakit HIVAIDS. 2.
Hasil penelitian ini menjadi masukan kepada remaja tentang pentingnya pencegahan penyakit HIVAIDS sehingga diharapkan tingkat penularan
HIVAIDS di Indonesia semakin berkurang. 3.
Hasil penelitian ini menambah wawasan saya mengenai penyakit HIVAIDS.
4. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dan
rujukan untuk penelitian baru sebagai lanjutan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIVAIDS 2.1.1. Pengertian HIVAIDS
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS Aquired
Imuno Deficiency Syndrome. HIV termasuk dalam Lentivirus, grup Retroviridae. Virus grup ini memiliki karakteristik masa hidup yang persisten dalam tubuh host-
nya dan, setelah serokonversi, muncul fase asimtomatik yang panjang sebelum kemunculan gejala klinis. Virus ini menyerang dan merusak sel-sel limfosit T-
CD4
+
sehingga kekebalan penderita rusak dan rentan terhadap berbagai infeksi Harahap, 2000.
Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan
oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV. Itu berarti AIDS bukan penyakit keturunan tetapi gangguan akibat rusaknya sistem tubuh karena
kekebalan tubuh telah dirusak. AIDS bukan suatu penyakit saja, tetapi merupakan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis
mikroorganisme seperti infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita Murtiastutik, 2008.
Awalnya jenis virus HIV yang ditemukan adalah HIV-1. Sekitar tahun 1985 ditemukan Retrovirus yang berbeda dari HIV-1 pada penderita yang berasal
dari Afrika Barat. Virus ini oleh peneliti dari Paris disebut sebagai LAV-2 dan terbaru disebut sebagai HIV-2 yang juga berhubungan dengan AIDS pada
manusia walaupun kurang virulen bila dibandingkan HIV-1 70 individu yang terinfeksi HIV-2 akan terinfeksi oleh HIV-1 Murtiastutik, 2008.
2.1.2. Cara penularan HIVAIDS
Walaupun pengetahuan dan pemahaman tentang transmisi HIV telah diketahui, namun kasus HIV terus meningkat. Penyebab utamanya adalah
Universitas Sumatera Utara
kompleks dan unik pada setiap manusia. Ada beberapa carapenularan yang telah diketahui, yaitu terutama melalui darah, cairan tubuh, dan hubungan seksual.
Beberapa jalur transimisi utama HIV di Asia adalah: 1.
Hubungan seksual yang memungkinkan pemindahan virus dari sperma ke darah.
Jalur penularan AIDS yang relatif lebih luas jangkauannya adalah melalui hubungan seks. Tetapi jalur ini pun tidak seluas jalur penularan
penyakit Menular Seksual PMS lainnya oleh karena AIDS hanya menular jika terjadi perpindahan virus dari sperma ke darah. Jadi hanya
teknik hubungan seks tertentu saja yang merupakan perilaku seksual risiko tinggi. Secara teoretis teknik hubungan seks yang paling rawan untuk
penularan AIDS adalah teknik penis-anal, oleh karena pada teknik inilah paling besar kemungkinan terjadinya perdarahan pada anus.
Sarwono,1992. HIV juga sangat erat hubunganannya dengan pekerja seks. Pekerja
seks wanita dan kliennya adalah grup mayor yang berisiko mendapatkan dan menyebarkan HIV. Diberbagai negara berkembang, seks komersial
merupakan faktor penting dalam transmisi HIV. Misalnya di Afrika timur, infeksi HIV dalam area urban dan sepanjang jalan besar yang dilalui truk
dan jalur perdagangan memiliki keterlibatan tidak langsung melalui para pekerja seksualnya dalam menyebarkan HIV STD, 2008.
2. Pemindahan darah yang mengandung kuman AIDS
Pemindahan darah yang mengandung virus AIDS dapat terjadi melalui transfusi darah dan melalui penggunaan jarum bekas pakai yang
tidak disterilkan terlebih dahulu misalnya jarum suntik, jarum akupuntur, jarum tindik, jarum tato, dan peralatan lain yang sudah terlebih dahulu
dipakai oleh yang terinfeksi HIV. Peningkatan infeksi HIV semakin nyata pada pengguna narkotika, dimana saat ini pengguna narkotika paling
menonjol karena pengaruh teman sebaya peer group. Padahal sebagian besar pengguna narkotika adalah remaja dan dewasa muda yang
merupakan usia produktif. Pengguna narkotik memiliki risiko tinggi
Universitas Sumatera Utara
tertular karena penggunaan jarum secara bersamaan dan berulang yang lazim dilakukan sebagian besar pemakai narkotika Djoerban,2007.
3. Penularan kepada janin dari ibu penderita AIDS
Seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkan kepada bayi yang dikandungnya. Itu tidak berarti HIVAIDS merupakan penyakit
keturunan, karena HIV menular saat darah atau cairan ibu membuat kontak dengan cairan atau darah anaknya. Penularan HIV pada neonatus
selama proses kelahiran terjadi melalui infeksi membran fetus dan cairan amnion dari vagina atau serviks yang berada dibawahnya, melalui
masuknya darah ibu penderita HIV pada bayinya saat persalinan dan melalui kontak langsung kulit dan mukosa membran bayi dengan sekresi
genital dan darah ibu yang menderita HIV saat persalinan berlangsung. HIV tidak menular melalui air ketuban atau nutrisi pertumbuhan yang
diterima bayi selama dikandungan melalui umbilicus Harahap, 2000. Virus HIV ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan sperma dan darah,
sedangkan dalam air ludah, air mata, air susu ibu, air kencing, cairan cerebrospinal maupun tinja penderita, ditemukan dalam jumlah sangat sedikit dan
belum pernah dilaporkan sebagai sumber penularan. Bersalaman, berpelukan kontak kulit, memakai peralatan makan dan minum penderita, mandi dalam satu
kolam renang yang sama dengan penderita, dan gigitan serangga yang telah menggigit penderita tidak akan menularkan HIV. Dan kuman HIV tidak akan
menular melalui udara, pakaian, maupun air kotor Siregar, 2005. Berdasarkan cara penularan HIV tersebut , maka kelompok resiko tinggi tertular
HIVAIDS adalah : -
Pasangan seksual pengidap HIV -
Pecandu narkotika suntik dan pasangannya -
Wanita pekerja seks WPS dan pelanggannya, serta pasangan pelanggannya
- Waria sebagai pekerja seks dan pelanggannya serta pasangan
pelanggannya
Universitas Sumatera Utara
- Petugas kesehatan yang berhubungan dengan darah dan sekret penderita
infeksi HIV -
Penerima transfusi darah dan produk darah -
Janin yang dikandung oleh ibu pengidap HIV Sarwono,1992
2.1.3. Patogenesis HIVAIDS
Setelah memasuki sel, HIV melepaskan selubungnya uncoated, virus ini mampu mengkode enzim khusus, reverse transcriptase, yang memungkinkan
DNA ditranskripsi dari RNA. Sehingga HIV dapat menggandakan gen mereka sendiri. DNA virus bergabung dengan DNA host-nya dan ini adalah dasar dari
infeksi kronis HIV. Sasaran utama virus HIV adalah subset limfosit yang berasal dari thymus, yaitu sel helperinducer. Pada permukaan sel ini terdapat molekul
glikoprotein disebut CD4, yang diketahui berikatan dengan glikoprotein envelope HIV. Kerusakan CD4 pada limfosit ini merupakan salah satu penyebab terjadinya
efek imunosupresif oleh virus. HIV yang telah masuk kedalam sel limfosit CD4 tersebut akan mengadakan multiplikasi dengan cara menumpang dalam proses
pertumbuhan sel inangnya, mengadakan replikasi dan merusak sel tersebutMurtiastutik, 2008.
Sel limfosit CD4 berperan sebagai pengatur utama respon imun. Ketika sel ini diaktifkan oleh kontak dengan antigen, mereka akan berespon melalui
pembelahan sel dan menghasilkan limfokin seperti interferon, interleukin dan tumour necrosing factor. Limfokin ini berfungsi sebagai hormon lokal yang
mengendalikan pertumbuhan dan maturasi sel limfosit tipe lainnya, terutama sel sitotoxicsupressor CD8 dan limfosit B penghasil antibodi. Awal setelah
terinfeksi HIV, respon antibodi belum terganggu, sehingga timbul respon antibodi terhadap envelope dan protein core virus yang merupakan bukti prinsip adanya
infeksi HIV Murtiastutik, 2008. Selama replikasi virus, protein struktural diproduksi, dua dari antibodi untuk melawan virus digunakan secara ekstensif
untuk mendiagnosa infeksi HIV-1,yaitu core protein p24 dan glikoprotein envelope gp41. Sedangkan HIV-2 bisa dibedakan dari HIV-1 dengan melihat
glikoprotein envelope gp36-nya Arthur,1998.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap lebih lanjut akibat gangguan produksi limfokin oleh limfosit CD4, fungsi sel-sel lainnya seperti monosit, makrofag dan sel Natural killer juga
ikut terganggu. Infeksi progresif HIV akhirnya akan menyebabkan penurunan imunitas yang progresif Murtiastutik, 2008.
2.1.4. Klasifikasi dan Gejala Klinis HIVAIDS
Klasifikasi HIV pada orang dewasa menurut CDC Center for Disease Control berdasarkan gejala klinis dan diagnosis laboratoriumnya dibagi menjadi
empat grup: 1.
Infeksi akut HIV Keadaan ini disebut sebagai infeksi primer HIV atau sindrom
serokonversi akut. Waktu dari paparan virus sampai timbulnya keluhan antara 2-4 minggu. Infeksi akut biasanya asimtomatis, tapi beberapa akan
menunjukkan keluhan seperti demam pada influenza. Pada masa ini, diagnosa jarang dapat ditegakkan, salah satunya karena tes serologi
standar untuk antibodi terhadap HIV masih memberikan hasil negatif window periode.
2. Infeksi seropositif HIV asimtomatis
Pada orang dewasa terdapat periode laten infeksi HIV yang bervariasi dan lama untuk timbulnya penyakit yang terkait HIVAIDS.
Periode asimtomatisnya bisa panjang mulai dari beberapa bulan hingga 10 tahun atau lebih. Pada masa ini, biarpun penderita tidak nampak keluhan
apa-apa, tetapi bila diperiksa darahnya akan menunjukkan seropositif antibodi p24 dan gp41. Hal ini akan sangat berbahaya dan berpotensi
tinggi menularkan infeksi HIV pada orang lain. 3.
Persisten generalised lymphadenopaty PGL Pada masa ini ditemukan pembesaran nodus limfe yang meliputi
sedikitnya dua tempat selain inguinal, dan tidak ada penyakit lain atau pengobatan yang menyebabkan pembesaran nodus limfe minimal selama
tiga bulan. Antibodi yaitu p24 dan g41 biasanya terdeteksi. Beberapa penderita mengalami diare kronis dengan penurunan berat badan, sering
diketahui sebagai “slim disease”.
Universitas Sumatera Utara
4. Gejala yang berkaitan dengan HIVAIDs
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, jika tidak diterapi, akan berkembang menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan dengan
HIVAIDS. Progresivitas infeksi tergantung pada karakteristik virus dan hospes. Karakter virus meliputi HIV-1 dan HIV-2, sedangkan karakter
hospes meliputi usia 5 tahun atau 40 tahun, infeksi yang menyertai- nya, dan faktor genetik.Yang utama dari grup ini adalah turunnya jumlah
limfosit CD4
+
, biasanya dibawah 100mm
3.
Stadium ini kadang dikenal sebagai “full blown AIDS ”.
Pasien dengan gejala bisa dibagi lagi menjadi subgrup berdasarkan gejala klinisnya.
a. Gejala Konstitusi
Kelompok ini sering disebut sebagai AIDS related complex . Penderita paling sedikit mengalami dua gejala klinis yang menetap selama 3 bulan atau
lebih. Gejala ini berupa: •
Demam terus menerus lebih dari 37 °C. •
Kehilangan berat badan 10 atau lebih HIV wasting syndrome •
Radang kelenjar getah bening yang meliputi 2 atau lebih kelenjar getah bening di luar daerah inguinal
• Diare yang tidak dapat di jelaskan sebabnya
• Berkeringat banyak pada malam hari yang terus menerus
b. Gejala Neurologis
Pada stadium ini dapat terlihat gejala neurologis yang beranekaragam seperti kelemahan otot¸ kesulitan berbicara, gangguan keseimbangan,
disorientasi, halusinasi, mudah lupa, psikosis dan dapat sampai koma gejala radang otak.
c. Gejala Infeksi
Infeksi oportunistik merupakan kondisi di mana daya tahan tubuh penderita sudah sangat lemah sehingga tidak mampu melawan infeksi bahkan
terhadap patogen yang normal pada tubuh manusia. Infeksi yang paling sering ditemuka n:
Universitas Sumatera Utara
• Pneumocystic carinii pneumonia PCP
Ini adalah infeksi yang paling banyak ditemukan pada penderita AIDS 80. Disebabkan parasit sejenis protozoa yang pada keadaan tanpa infeksi
HIV tidak menimbulkan sakit berat. Pada penderita AIDS, Protozoa ini berkembang pesat sampai menyerang paru-paru menyebabkan terjadinya
pneumonia. Gejala yang ditimbulkannaya adalah batuk kering, demam dan sesak nafas. Gejala ini menjadi berat setelah 2-6 minggu, 30 disertai dengan
pleuritis dengan gejala nyeri dada di bagian tengah disertai pernafasan dangkal. Roentgen foto toraks kadang terlihat hilangnya gambaran pembuluh darah
bronkus, infiltrate interstitial difuse, dan kadang dilihat gambaran pneumonia yang jelas. Diagnosa ditegakkan dengan bronkoskopi dengan ditemukannya P.
carinii. •
Tuberkulosis Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada penderita AIDS sering
mengalami perluasan sampai keluar paru-paru. Gambaran klinis HIV tidak khas seperti penderita TBC pada umumnya. Diagnosa ditegakkan dengan hasil
biakan. •
Toksoplasmosis Penyebab ensefalitis fokal pada penderita AIDS adalah reaktivasi
Toxoplasma gondii, yang sebelumnya merupakan infeksi laten. Gejalanya dapat berupa sakit kepala dan demam sampai kejang dan koma. CT-scan
kepala sangat membantu diagnosa, namun diagnosa pasti dengan pemeriksaan histopatologis biopsi otak.
• Infeksi mukokutan
Karena menurunnya sistem imun, pasien HIV positif memiliki lesi per- kutan yang multipel, yang mungkin karena infeksi, noninfeksi, atau karena
keganasan. Kelainan pada mukosa dan kulit sangat sering, mungkin muncul dini, berat, dan tidak biasa sebagai manifestasi yang atipikal dalam perjalanan
infeksi HIV Jindal, 2008. Penyakit kulit biasanya selalu menjadi presentasi klinis pertama dari
infeksi HIVAIDS. Lebih dari 90 pasien dengan HIVAIDS akan mengalami
Universitas Sumatera Utara
satu atau lebih penyakit kulit selama perjalanan penyakit mereka Grayson, 2007.
Infeksi mukokutan yang terjadi bisa satu atau lebih. Sifat kelainan mukokutan ini persisten dan respon terhadap pengobatan lambat sehingga
sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaanya. Pasien-pasien yang menderita AIDS mengalami peningkatan resiko terjadinya sejumlah kelainan
mukokutan,yaitu: - Kandidiasis mulut yang meluas ke dalam esofagus.
- Leukoplakia berambut, dimulut terdapat kerutan putih pada bagian tepi lidah yang disebabkan oleh virus Epstein-barr.
- Dermatitis seboroik, seringkali bersifat berat, dan hal ini mungkin ada kaitannya dengan perubahan respon hospes terhadap ragi
Malassezia. - Folikulitis yang gatal.
- Infeksi stafilokokus, herpes zoster, moluskum kontangiosum, dan infeksi jamur dermatofit lebih mudah timbul pada pasien AIDS.
- Kutil perianal yang cenderung lebih merah dan sulit diobati. - Psoriasis yang sudah ada sebelumnya dapat menjadi lebih hebat,
dan sebagainya. d.
Gejala Tumor Tumor yang sering terjadi pada penderita AIDS adalah sarkoma Kaposi
dan limfoma maligna non-hodkin. Yang paling sering terjadi diantara kedua ini adalah sarkoma Kaposi . Gambaran klinis sarkoma Kaposi berupa bercak
merah coklat, ungu atau kebiruan pada kulit yang pada awalnya hanya berdiameter beberapa milimeter namun berkembang sampai beberapa senti
meter. Kelainan kulit meluas sampai keseluruh tubuh dan bercak dengan diameter yang lebih luas disertai dengan rasa nyeri. Bercak-bercak ini dapat
meluas ke selaput lendir mulut, faring, esofagus, dan paru-paru dengan perjalanan yang bersifat progresif. Akibat daya tahan tubuh yang rendah
disertai dengan infeksi oportunistik yang lain, sarkoma Kaposi ini dapat juga menyebabkan kematian.
Universitas Sumatera Utara
Adapun kriteria gejala pada dewasa menurut WHO : Gejala mayor:
- Penurunan berat badan 10 berat badan
- Diare kronis lebih dari 1 bulan
- Demam lebih dari 1 bulan
Gejala minor: -
Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan -
Pruritus dermatitis menyeluruh -
Infeksi umum yang rekuren misalnya herpes zoster -
Kandidiasis orofaringeal -
Infeksi herpes simplek kronis progresif atau yang meluas -
Limfadenopati generalisata Klasifikasi infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, klasifikasi
tersebut berdasarkan gejala dan beratnya imunosupresi yang terjadi pada anak. Klasifikasi ini sendiri penting untuk mengetahui derajat beratnya penyakit HIV
anak. Adapun kriteria gejala menurut WHO untuk anak:
Gejala mayor: -
Berat badan turun atau pertumbuhan lambat yang abnormal -
Diare kronis 1 bulan -
Demam 1 bulan Gejala minor:
- Limfadenopati generalisata
- Kandidiasis orofaringeal
- Infeksi umum yang rekuren
- Batuk-batuk selama lebih dari 1 bulan
- Ruam kulit yang menyeluruh
Konfirmasi Infeksi HIV pada ibunya dihitung sebagai kriteria minor.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Diagnosa HIVAIDS
Karena banyak negara berkembang yang belum memiliki fasilitas pemeriksaan serologi maupun antigen HIV yang memadai, maka WHO
menetapkan kriteria diagnosis:
- Untuk dewasa paling sedikit 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan tidak
terdapat sebab-sebab penekanan imun yang lain yang diketahui, seperti kanker, malnutrisi berat, atau sebab-sebab lain. Adanya sarkoma kaposi
meluas atau Meningitis cryptococcal sudah cukup untuk menegakkan AIDS.
- Untuk anak definisi kasus AIDS terpenuhi bila ada sedikitnya 2 tanda
mayor dan 2 tanda minor dan tidak terdapat sebab-sebab penekanan imun yang lain yang diketahui, seperti kanker, malnutrisi berat, atau sebab-sebab
lain Murtiastutik, 2008. Pada daerah dimana tersedia laboratorium pemeriksaan, penegakkan
diagnosa dilakukan melalui pemeriksaan serum. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk memastikan HIV. Sebagai penyaring biasanya
digunakan teknik ELISA enzym-linked immunosorbent assay, aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Metode yang biasanya digunakan di Indonesia
adalah ELISA. Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan
adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot WB. Pada pemeriksaan ini akan didapat pita presipitasi yang
terjadi melalui proses elektroforesis dari antigen dan antibodi HIV, sehingga dapat diketahui apakah semua komponen virus dan antibodinya sudah sesuai.
Pemeriksaan pada anak 18 bulan sebaiknya menggunakan tes virologi p24, PCR DNA atau RNA karena belum terdeteksi anti HIV nya, sedangkan
anak usia 18 bulan bisa dengan syarat sudah lepas menyusui dari ibunya selama 6 minggu Murtiastutik, 2008.
2.1.6.Penatalaksanaan HIVAIDS
Bila dahulu pengobatan HIVAIDS sangat tidak memberikan banyak harapan, pada saat ini sudah mulai ada harapan, khususnya pada penderita HIV
Universitas Sumatera Utara
dan awal tingkat klinis AIDS. Walaupun sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Tujuan pengobatan anti-retroviral ARV :
- Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat
- Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV
- Memperbaiki kualitas hidup penderita HIVAIDS
- Memulihkan danatau memelihara fungsi kekebalan tubuh
- Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus-menerus
Murtiastutik, 2008 Secara umum penatalaksanaan odha orang dengan HIVAIDS terdiri atas
beberapa jenis : a.
Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat ARV mislanya indinavir, retrovir, dan lamivudin yang diberikan secara
kombinasi. b.
Pengobatan yang digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai HIVAIDS, seperti jamur, tuberkulosis,
hepatitis, toksoplsma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks c.
Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperri dukungan psikososial dan
dukungan agama serta tidur yang cukup dan menjaga kesehatan. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan,
harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat kurang.
2.1.7. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan HIVAIDS
Belum ditemukannya obat yang dapat menyembuhkan AIDS ataupun vaksin untuk mencegah penyakit AIDS menyebabkan upaya pencegahan
merupakan satu-satunya cara untuk menangkal penyakit HIVAIDS. Misalnya penyuluhan harus menekankan bahwa resiko terinfeksi HIV meningkat pada
orang yang memiliki banyak mitra seksual, dan pada penggunaan jarum suntik bersamaHermawan, 2006.
Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa negara dan amat dianjurkan oleh WHO untuk dilaksanakan secara sekaligus,
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
- Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda
- Program penyuluhan sebaya peer group education untuk berbagai
kelompok sasaran. -
Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik -
Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk program pengadaan jarum suntik steril
- Program pendidikan agama
- Program layanan pengobatan Infeksi Menular Seksual IMS
- Program promosi kondom di lokalisasi pelacuran dan panti pijat
- Pelatihan keterampilan hidup
- Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling
- Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak
- Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan
dukungan untuk ODHA -
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV.
Sebagian besar program ini sudah dijalankan di Indonesia. Hanya sayangnya program-program tersebut belum dilaksanakan secara
berkesinambungan dan belum merata di seluruh Indonesia Djoerban, 2007.
2.2. Konsep Perilaku Kesehatan
Secara biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, secara biologis semua makhluk hidup
mempunyai perilaku karena masing-masing mempunyai aktivitas sendiri-sendiri. Menurut Skiner 1938 dalam Notoadmojo 2005, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar, sehingga disebut teori ”S-O-R” stimulus-organisme-respon.
Universitas Sumatera Utara
Konsep S-O-R dikutip dari buku promosi kesehatan teori dan aplikasi, Notoadmojo, 2005
Berdasarkan teori ini, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup covert behavior
Terjadi bila respon terhadap stimulus masih belum dapat diamati oleh orang lain. Terbatas hanya dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan
sikap terhadap stimulus. Pengetahuan dan sikap merupakan bentuk perilaku tertutup yang dapat diukur.
b. Perilaku terbuka overt behavior
Terjadi bila respon terhadap stimulus berupa tindakan atau praktik dan dapat diamati orang lain dari luar observable behavior. Perilaku ini berbentuk
tindakan nyata dan praktik. Dari penelitian yang ada, faktor eksternal dari luar diri yang paling besar
perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya, sedangkan faktor internal adalah perhatian, pengamatan,persepsi, motivasi,
fantasi,sugesti,dan sebagainya.
2.3. Domain Perilaku Kesehatan