GAMBARAN UMUM NASKAH DRAMA QASIDAH BARZANJI
                                                                                Murrah bin Ka’ab bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudarr bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Nabi Muhammad SAW merupakan keturunan suku Quraisy yang disegani oleh  penduduk  Mekkah  dan  sekitarnya,  bahkan  Bani  Hasyim  termasuk  kalangan
paling  terhormat,  paling  teguh  memegang  kepercayaan  dan  adat  istiadat  nenek moyang dana paling disegani diantara suku-suku lainnya.
Keempat ,  saat  kelahiran  Nabi  Muhammad  tanggal  12  Rabiul  Awwal
tahun  Gajah  bertepatan  dengan  tahun  571  M  di  kota  Mekkah.  Tepat  saat  Nabi SAW  lahir,  muncullah  cahaya  terang  benderang  dari  wajah  Nabi  SAW.  Cahaya
tersebut  sangat  menyilaukan  mata  dan  cahayanya  menerangi  hampir  kesegala arah. Kelahiran Nabi SAW, sebagai penghapus aib dan kufur nista, serta pengusir
bencana di negerinya.
Kelima ,  pada  masa  remaja,  ketika  Nabi  Muhammad  SAW  berusia  12
tahun.  Suatu  ketika,  ia  dibawa  pamanya  berniaga  ke  negeri  syam.  Saat  itu, melewati  sebuah  biara  kecil  di  gurun  pasir  yang  sangat  sunyi  dengan  seorang
pendeta sebagai pengurusnya. Pendeta tersebut bernama Buhaira atau bahira yang melihat  tanda-tanda  kenabian  pada  diri  Nabi  SAW  sesuai  dengan  apa  yang
dipaparkan didalam ketiga kitab suci yang turun sebelumnya. Salah satu tandanya adalah noda, tanda kenabian, yang terdapat antara kedua belahan bahu Nabi SAW.
Disisi  lain,    ada  kejadian  aneh  dan  sangat  menakjubkan  saat  dalam  perjalanan menuju Syam, dimana awan putih selalu membayang-bayangi Nabi SAW kapan,
dimana, dan bagaimanapun Ia berada.
Keenam , pada saat nabi berusia 40 tahun, beliau diangkat menjadi seorang
Rasul. Sejak itulah Nabi memulai dakwah Islamnya selama kurang lebih 23 tahun dengan  dua  periode,  Mekkah,  dan  Madinah  dan  selanjutnya  Nabi  SAW  wafat
pada  usia  63  tahun.  Berbagai  peristiwa  dialami  oleh  Nabi  SAW  termasuk peristiwa Isra mi’raj yang sangat menakjubkan.
Di  dalam  naskah  ini,  juga  memberitahu  bahwa  Nabi  Muhammad  SAW pemberi syafaat di hari Akhir. Naskah ini terjemahan dari Kitab al-Barzanji yang
merupakan salah satu karya sastra ya ng ditulis oleh Syekh Ja’far al-Barzanjiy bin
Abdul karim yang lahir di Madinah tahun 1690 dan wafat pada tahun 1766.
3
B. Sinopsis Naskah Drama Kasidah Barzanji
Suasana  gurun  pasir  serta  dibangun  dengan  suasana  bulan  purnama  yang bermandikan  cahaya.  Untuk  mendukung  suasana  ini    lembaran-lembaran  kain
dengan berbagai warna dibentangkan melajur dibagian tengah panggung. Susunan level, di atasnya tertulis bangunan Ka’bah beratapkan plastik berwarna.
Solo  putri  masuk,  dengan  mengatakan  Ya,  lalu  Koor  putra  mengatakan Ya. Setelah dua kali mengatakan Ya, bunyi  ketukan gendang sebanyak tiga kali.
Suara koor mengalun merdu ditengah keheningan penonton dengan menyuarakan pujian-pujian  kehadiran  Nabi.  Usai  nyanyian  formasi  tetap  ditempat  kemudian
mengucapkan  salam.  Solo  putra  diikuti  koor  putra,  bersahut-sahutan  takbir  dan syahadat.  Semuanya  perlahan-lahan  untuk  duduk  dan  kepala  tunduk,  kecuali
pembawa wahyu ilahi.
3
Wawancara pribadi dengan Edy Haryono.
Selanjutnya  dilantunkan  beberapa  ayat  dari  surat  Yaasin  sebagai  bukti keindahan dari Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Puluhan pemain
melakukan  konfigurasi  gerak  secara  berjamaah  dan  bershaf  sehingga menampakkan  keserasian  dan  sekaligus  kemegahan.  Didukung  cahaya  dari  tata
lampu yang menyiratkan kerinduan makhluk akan penciptanya. Selanjutnya  syair-syair  dilantunkan  secara  bergantian,  koor  putra
–  koor putri
– solo putri – solo putra. Syair-syair itu melukiskan gambaran fisik dan sikap terpuji Rasulullah dalam berbagai sudut tilikan ditengah kehidupan yang jahiliyah.
Sehingga mengemuka bukan superiotas, melainkan sangatlah tegas beliau adalah bersahaja,  menyantumi  yang  yatim.  Beliau  tidak  pernah  meninggikan  diri  atau
lebih  suci  diantara  sesama  manusia.  Itulah  keindahan  yang  tidak  terukur didalamnya. Gambaran semacam itu terangkat oleh bentuk Syair Al-Barzanji dan
pilihan kata oleh Syu’bah Asa, penerjemahnya. Konfigurasi  pemain  yang  terdiri  dari  beragam  koor  menyiratkan  jumlah
penduduk  Indonesia  yang  sangat  besar  dan  beragam.  Begitu  pula  ketika  bunyi musik dari rebana-rebana yang dibunyikan seluruh pemain putra dan putri mampu
mengantar  suasana  lewat  sepertiga  malam,  saat  kekhusyukan  tahajjud.  Disusul kemudian  oleh  suasana  peralihan  malam  ke  pagi.  Suara  beduk  dikejauhan,  lalu
gema  tarkhim  ke  seluruh  sudut  kota.  Suara  adzan,  semua  bangkit,  berjamaah  di subuh hari.
C. Biografi WS Rendra
W.S  Rendra  dikenal  di  Indonesia  dan  luar  negeri  sebagai  penyair  yang sangat  penting.  Dia  lahir  pada  tanggal  7  November  1935  di  Solo,  Jawa  Tengah,
dan  meninggal  6  Agustus  2009  di  Depok,  Jawa  Barat.  Ayahnya,  R.  Cyprianus Sugeng  Brotoatmodjo,  adalah  seorang  guru  Bahasa  Indonesia  dan  Bahasa  Jawa
Kuna  di  SMA  Katolik,  Solo.  Pak  broto  juga  seorang  dramawan  tradisional. Ibunya, Raden Ayu Catharina Ismadillah, adalah seorang penari serimpi di Kraton
Yogyakarta. Mula-mula  ia  beragama  Katolik  dengan  nama  lengkap  Wilibrordus
Surendra  Bawana  Rendra  Broto  seperti  kedua  orangtuanya  yang  beragama Katolik.  Akan  tetapi,  ketika  ia  menikah  dengan  istrinya  yang  kedua,  Sitoresmi
Prabuningrat,  12  Agustus  1970  dia  tercatat  beragama  Islam  dan  namanya  hanya Rendra.  Istrinya  yang  pertama  ialah  Sunarti  Suwandi.  Ia  banyak  memberikan
inspirasi  dalam  puisi  Rendra.  Sunarti  dan  Sitoresmi,  keduanya  pemain  drama dalam group teater Rendra. Istri Rendra yang terakhir, Ken Zuraida, juga pemain
drama. Rendra memulai pendidikannya dari Taman  Kanak-Kanak  1942 sampai
dengan  SMA  1952  di  Sekolah  Katolik,  Solo.  Kemudian  ia  pergi  ke  Jakarta dengan maksud sekolah di Akademi Luar Negeri. Sayang sekali, akademi itu telah
ditutup. Selanjutnya, ia masuk ke Fakultas Sastra Universitas Gajah mada, tetapi dia  tidak  menyelesaikan  pendidikannya.  Setelah  mendapat  Sarjana  Muda
kegiatannya  lebih  banyak  dalam  bidang  seni,  seperti  tulis  menulis,  membaca, bermain drama, dana tari.
Menurut  pendapat  Prof  A.  Teeuw,  di  dalam  bukunya  Sastra  Indonesisa Modern  II  1989,  dalam  sejarah  kesusastraan  Indonesia  Modern,  Rendra  tidak
masuk  ke  dalam  salah  satu  angkatan  atau  kelompok,  seperti  Angkatan  45,
Angkatan  60-an,  atau  Angkatan  70-an.  Dari  karya-karyanya  terlihat  bahwa  ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Rendra  mulai  menulis  sajak,  mengarang,  dan  mementaskan  drama  untuk kegiatan  di  sekolahannya  sejak  di  bangku  SMP  kelas  II.  Tulisannya  meliputi
berbagai  bidang  seni,  yaitu  puisi,  cerita  pendek,  esai,  dan  drama.  Kegiatannya bukan  hanya  menulis,  melainkan  juga  bermain  drama,  dan  terutama  membaca
puisi.  Ia  sangat  terkenal  sebagai  pembaca  puisi.  Di  SMA,  ia  telah  menerbitkan majalah drama sejumlah 500 eksemplar. Sajaknya yang pertama dikirimkannya ke
majalah Siasat pada tahun 1952. Kemudian sajak-sajaknya banyak dimuat dalam berbagai majalah tahun 50-an, seperti Siasat, Seni, basis, Konfrontasi, Siasat baru;
tahun  60-an,  seperti  Budaya,  Indonesia,  Mimbar  Indonesia,  Quadrant,  Selekta, Horison; dan tahun 70-an, seperti Pelopor Yogyakarta.
Ia  sangat  aktif  dalam  drama.  Ia  telah  menulis  beberapa  drama  dan menyutradarai  karyanya  sendiri  dan  karya  orang  lain  dalam  rangkaian  kegiatan
“Tunas Muda” di Jawa Tengah. Tulisannya yang pertama tentang drama berjudul “Kaki  Palsu”.  Drama  itu  dipertunjukkan  dalam  kegiatan  sekolahnya.  Ketika  ia
duduk di SMA, ia juga menulis drama berjudul “Orang-orang di Tikungan Jalan”. Untuk  drama  ini  Rendra  mendapat  hadiah  pertama  dari  kantor  Wilayah
Departemen  Pendidikan  dan  Kebudayaan,  Yogyakarta.  Penghargaan  ini membuatnya sangat bergairah dalam menulis.
Drama-drama  Rendra  ini  dapat  dibagi  dalam  dua  kelompok,  yaitu kelompok drama karya asli dan kelompok drama karya terjemahan. Daftar semua
karya  Rendra  itu  daapat  dibaca  pada  akhir  tulisan  ini.  Salah  satu  karya  aslinya,
“Bib Bop” sangat terkenal. Pertama kali drama itu dipentaskan pada tahun 1968 dan  dianggap  sebagai  tonggak  Teater  Modern  Indonesia.  Dua  puluh  tahun
kemudian diolah lagi dan dipentaskan di New York. Banyak orang Indonesia yang tertarik  pada  karya  panggung  yang  otentik  ini.  Oleh  karena  itu  pada  tahun  1988
drama  itu  dipentaskan  lagi  di  Taman  Ismail  Marzuki,  Jakarta.  Drama  ini menampilkan  warna  daerah  melalui  latar  dan  tokoh-tokohnya.  Nama  lain  untuk
drama ini adalah “Drama Mini Kata”. Disebut demikian karena drama ini hanya berupa gerak dan lagu. Drama terjemahan Rendra yang terkenal adalah “Oedipus
Sang Raja” dan Kasidah Barzanji”. Cerita  p
endeknya,  “Ia  Punya  Leher  Yang  Indah”.  Ditulis  pada  saat bergairah mengaarang. Cerita pendek ini dimuat dalam majalah Kisah pada tahun
1956  dan  untuk  itu  dia  telah  mendapat  hadiah  dari  majalah  ini.  Ia  telah menerbitkan  cerita  pendeknya  dalam  sebuah  antalogi  berjudul  Ia  Sudah
Berpulang.  Dia  menganggap  itu  sebagai  upah  semangat  dan  gairahnya  yang sangat besar itu.
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia ssangat besar perhatiannya
pada kesusastraan
Indonesia, telah
membicarakan dan
menerjemahkan  beberapa  bagian  sajak  Rendra  dalam  tulisannya  berjudul  “A Thematic  History  of  Indonesia  Poetry:1920  to  1974”.  Karya  Rendra  juga
dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle. Beberapa  pakar  sastra  dari  Indonesia  juga  telah  membicarakan  karya  Rendra.
Salah  seorang  dari  mereka  adalah  H.B.  Jassin  di  dalam  bukunya  Kesusastraan Indonesia  Modern  dalam  Kritik  dan  Esei.  Prof.  A.  Teeuw,  seorang  pakar  sastra
dari Belanda, juga telah menulis tentang Rendra bahwa ia seorang penyair muda dalam masa pertengahan di antara mereka Teeuw, 1989.
Rendra  adalah  seorang  seniman.  Dia  memulai  pekerjaannya  di  atas panggung.  Tahun  1964,  dia  di  undang  Pemerintah  Amerika  Serikat  untuk
menghadiri  seminar  tentang  kesusastraan  di  Harvard  University.  Lalu  ia memperoleh  beasiswa  belajar  di  The  American  Academy  of  Dramatic  Arts.
Ketika  ia  kembali  ke  Indonesia,  tahun  1967,  mendirikan  grup  teater  di Yogyakarta,  dinamai  Bengkel  Teater.  Lalu  tahun  1986  ketika  berpindah  ke
Depok,  Jawa  Barat,  menjadi  Bengkel  Teater  Rendra.  Sampai  sekarang  bengkel Teater Rendra terus aktif di Indonesia, menjadi basis kegiatan keseniannya. Grup
ini  telah  dianggap  telah  memberi  suasana  baru  dalam  kehidupan  teater  di Indonesia. Karya-karya Rendra berikut ini:
                