Ruang Lingkup Dakwah LANDASAN TEORITIS

2. Pesan Dakwah Pesan message terdiri dari dua aspek, yakni isi atau isi pesan the content of message dan lambang symbol untuk mengekspresikannya. 8 Maddah Dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan Da’I kepada Mad’u. dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi Maddah dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. 9 Keseluruhan materi dakwah pada dasarnya berasal dari dua sumber, yaitu: 10 a. Al-Qur’an dan Al-Hadits. Merupakan sumber utama ajaran Islam. Oleh karena itu materi dakwah Islam tidak dapat terlepas dari dua sumber tersebut, bahkan bila tidak berstandar dari keduanya, seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia dan dilarang oleh syariat Islam. b. Opini Ulama. Islam menganjurkan umatnya untuk berpikir-pikir, berijtihad menemukan hukum-hukum yang sangat operasional sebagai tafsiran dan akwil Al- Qur’an dan hadits. Maka dari hasil pemikiran dan penelitian para ulama ini, bisa dijadikan sumber kedua, dengan kata lain penemuan baru yang tidak bertentangan dengan Al- Qur’an dan Al-Hadits dapat pula dijadikan sebagai sumber materi dakwah. 8 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, Cet. ke-3, hal. 312 9 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 24 10 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, hal. 63 Metode dakwah ada tiga cara, yaitu: 11 1. Al- Hikmah Menurut Prof Thoha Jahja Omar MA, yaitu bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya dan kitalah yang harus berpikir, berusaha menyusun dan mengatur cara-cara dengan menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan. 2. Al- Mauidzatil hasanah Menurut Ki. M.A. Mahfoeld, hasanah dalam dakwah adalah sebagai krida ibadah kepada Allah SWT. Dan didalamnya mengandung: a. Didengar orang, lebih banyak lebih baik suara panggilannya. b. Diturut orang, lebih banyak lebih baik maksud tujuannya, sehingga c. Menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali ke jalan Tuhannya, jalan Allah SWT. 3. Al- Mujadalah allati hiya ahsan Di dalam Tafsir Jalalain di sebutkan: Artinya: Berbantahan yang baik yaitu mengajak ke jalan Allah SWT dengan menggunakan ayat-ayat-Nya dan Hujjah-Nya. Metode dakwah Nabi, ada tiga cara: 12 11 Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 36-38. 1. Metode bi lisanil maqal. Metode dengan menggunakan tutur kata secara lisan dalam menyampaikan pesan dakwahnya. 2. Metode bi lisanil maktub. Metode ini dilaksanakan Nabi Muhammad melalui korespondensi atau penyampaian surat ke berbagai pihak. Dibagi kedalam tiga kategori, yaitu: a. Surat yang berisi seruan masuk Islam kepada non muslim, musyrikin, baik raja, amir, maupun perorangan. b. Surat berisi ajaran Islam. c. Surat berisi tentang hal-hal yang wajib dikerjakan nonmuslim terhadap pemerintah Islam. 3. Metode bi lisanil hal. Metode berdakwah melalui perbuatan dan perilaku konkret yang dilakukan secara langsung oleh Rasulullah . 3. Kategorisasi Pesan Dakwah Pada dasarnya dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun dakawah dapat di kategorisasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu: 12 Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah Ilmu Dakwah dan Penerapannya, Jakarta: PT Bulan Bintang, 2004, h. 108-109. 1. Aqidah Aqidah secara etimologis berarti ikatan, dan angkutan. Secara tekhnis berarti kepercayaan, keyakinan, iman, creed, credo. 13 Aqidah dalam Islam bersifat i’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Menurut bahasa, Aqidah diambil dari kata al-Aqd, yaitu mengikat, menguatkan, teguh, dan mengukuhkan. Menurut istilah, Aqidah ialah iman yang kuat kepada Allah dan apa yang diwajibkan berupa tauhid mengesakan Allah dalam peribadatan, beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul- Nya, Hari Akhir, takdir baik dan buruknya, dan mengimani semua cabang dari pokok-pokok keimanan ini serta hal-hal yang masuk dalam kategorinya berupa prinsip-prinsip agama. 14 Masalah aqidah ini secara garis besar ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, dalam sabdanya: Artinya:“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk”. 13 Endang Syaefudin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, h. 25. 14 Syaikh DR. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin, Cara Mudah Memahami Aqidah: Sesuai al- Qur’an, as-Sunnah dan Pemahaman Salafus Shalih, Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2007, h. 3-4. Di bidang aqidah ini, bukan tertuju pada masalah-masalah yang wajib di imani, akan tetapi, meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik, ingkar dengan adanya Tuhan, dan sebagainya. Pembatal iman atau “nawaqidhul iman” adalah sesuatu yang dapat menghapus iman masuk didalamnya, antara lain: 15 a. Mengingkari rububiyah Allah atau mengaku memiliki sesuatu dari kekhususan tersebut atau membenarkan orang yang mengakuinya. b. Sombong serta menolak beribadah kepada Allah. c. Menjadikan perantara dan penolong yang ia sembah atau ia meminta pertolongan selain Allah. d. Menolak sesuatu yang di tetapkan Allah untuk diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya. e. Mendustakan Rasulullah tentang sesuatu yang beliau bawa. f. Berkeyakinan bahwa petunjuk Rasulullah tidak sempurna atau menolak suatu hukum syara’ yang telah Allah turunkan kepadanya, atau meyakini bahwa selain hukum Allah itu lebih baik, lebih sempurna, dan lebih memenuhi hajat manusia, atau meyakini kesamaan hukum Allah dan Rasul-Nya dengan hukum yang selainnya. g. Tidak mau mengkafirkan orang-orang musyrik, sebab hal itu berarti meragukan apa yang dibawa oleh baginda Rasul. 15 Agus Hasan Bashori, Kitab tauhid 2, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2001, hal. 19-25. h. Mengejek-ngejek Allah atau al-Qur’an atau agama Islam atau pahala dan siksa dan yang sejenisnya, atau mengolok-olok Rasulullah, baik itu gurauan atau sungguhan. i. Membantu orang musyrik untuk memusuhi orang Islam. j. Meyakini bahwa orang-orang tertentu boleh keluar dari ajaran Rasulullah, dan tidak wajib mengikuti ajaran beliau. k. Berpaling dari agama Allah, tidak mau mempelajarinya serta tidak mau mengamalkannya. 2. Akhlak Akhlak atau Budi Pekerti, akhlak dalam aktifitas dakwah merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan dan keislaman, akan tetapi akhlak merupakan penyempurnaan keimanan dan keislaman seseorang. 16 Secara garis besar, akhlak Islam mencakup beberapa hal, yaitu: 17 1. Akhlak manusia terhadap khalik 2. Akhlak manusia terhadap makhluk a. Akhlak terhadap manusia Yaitu: diri sendiri, tetangga, dan masyarakat luas lainnya. b. Akhlak terhadap bukan manusia Yaitu: flora, fauna, dan sebagainya. 16 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Penerbit AMZAH, 2009, hal. 89-92. 17 Endang Syaefudin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, h. 25. 3. Syariah Syariat secara etimologis berarti jalan. Syariat Islam adalah satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, hubungan sesama manusia, serta hubungan antar manusia dalam alam lainnya. 18 Syariah dalam Islam, berhubungan berat dengan amal lahir nyata dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Maksudnya, masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah syariah bukan saja terbatas pada ibadah kepada Allah, akan tetapi masalah- masalah yang berkenaan dengan pergaulan hidup antara sesama manusia, seperti hukum jual-beli, berumah-tangga, kepemimpinan, dan amal-amal saleh lainnya. Demikian juga larangan Allah seperti minum, berzina, mencuri. 19 a. Ibadah Ibadah menurut bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut, dan doa. 20 Ibadah dibagi ke dalam dua kategori yaitu ibadah muqaiyadah dan ibadah mutlaqah. Ibadah muqaiyadah adalah ibadah yang tatacara pelaksanaanya telah diatur secara terinci dalam syarak, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah mutlaqah adalah ibadah yang tatacara pelaksanaannya tidak diatur secara terinci dalam syarak. 18 Endang Syaefudin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, h. 45. 19 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 60-61. 20 M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000, Cet Ke-3, h. 235. b. Muamalah Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan. 21 Jadi, pengertian muamalah adalah hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.

C. Ruang Lingkup Drama

1. Pengertian Drama dan Naskah Drama Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra. Kata drama berasal dari bahasa Yunani “dramoi” yang artinya adalah berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan menirukan. 22 Dalam bahasa Inggris disebut drama, dan dalam bahasa Prancis disebut piece de theatre. Drama adalah suatu jenis sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukan. 23 Dari pengertian diatas, penulis menyimpulkan drama adalah karya yang memiliki dua dimensi, yaitu sebagai teks sastra dan sebagai seni pertunjukkan. Pengertian drama yang hanya diarahkan kepada seni pertunjukan atau seni lakon, ternyata memberikan citra yang kurang baik terhadap drama, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan kenyataanya memang drama sebagai suatu pengertian lebih difokuskan kepada dimensi genre sastranya. Sebagai sebuah genre sastra, drama memungkinkan ditulis dalam bahasa yang memikat dan 21 Abdul Madjid, Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum kebendaan dalam Islam, Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1986, h.1. 22 Sihabudi, dkw, Bahasa Indonesia 2 Edisi Pertama, Surabaya: Amanah Pustaka, 2009, h. 7. 23 Hasanuddin M. Hum, Ensiklopedi Sastra Indonesia, Bandung: Penerbit Titian Ilmu Bandung, 2004, h. 229. mengesankan. Drama dapat ditulis oleh pengarangnya dengan mempergunakan bahasa sebagaimana sebuah sajak. Adapun di antara para ahli yang memberikan definisi kata drama antara lain: Aristoteles mendefinisikan drama sebagai tiruan manusia dalam gerak- gerik. Moulton mendefinisikannya sebagai kehidupan yang dilukiskan dengan gerak. Menurut Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Sedangkan Ferdinand Brunetierre mendefinisikan drama sebagai kehendak manusia yang diungkapkan dengan action. Sedangkan Alvin B. Kernan menjelaskan bahwa drama berasal dari kata “dran” yang berarti berbuat to do atau to act. 24 Sebagai sastra, drama adalah cerita yang unik. Ia bukan untuk dibaca saja, melainkan untuk dipertunjukkan sebagai tontonan. Drama bisa juga diartikan sebagai seni yang mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata. Mengapresiasi drama berarti melakukan pembacaan terhadap naskah drama dengan menampilkan tanggapan dan reaksinya terhadap bacaan dan mempribadikan serta mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap alur cerita drama yang dibacanya secara bebas. Naskah berasal dari istilah bahasa Inggris manuscript dan bahasa Prancis manuscrit. Karangan yang ditulis tangan atau diketik, yang dipergunakan sebagai dasar untuk mencetaknya. 25 Naskah pada umumnya berupa buku atau tulisan 24 Sihabudi, dkw, Bahasa Indonesia 2 Edisi Pertama, Surabaya: Amanah Pustaka, 2009, h. 8. 25 Hasanuddin M. Hum, Ensiklopedi Sastra Indonesia, Bandung: Penerbit Titian Ilmu Bandung, 2004, h. 532. tangan, dan naskah ceritanya lebih panjang karena memuat cerita yang lengkap. Naskah drama merupakan penuangan ide cerita kedalam alur cerita dan susunan peran. Naskah drama juga bisa diartikan sebagai suatu cerita drama dalam bentuk dialog atau dalam bentuk tanya jawab antar pelaku. Naskah drama itu beragam coraknya, ada naskah yang ringan, berbobot, dan ada pula yang rumit. Naskah yang berbobot baik ialah naskah drama yang bersifat naratif dan konflik karaktor, kerena mudah dimengerti baik sebagai karya sastra maupun sebagai karya teater. Suatu naskah yang baik adalah naskah yang memiliki persyaratan, yaitu: memiliki nilai dramatik dan teatrikal, memberikan rasa senang, tidak mengandung masalah atau pertanyaan yang sulit ditemukan jawabannya, dialognya menggunakan bahasa lisan formal, tema yang diungkapkan menyangkut persoalan kehidupan. Naskah yang rumit, yaitu naskah yang alur ceritanya sulit ditangkap, naskah yang plotnya anti plot, dan temanya anti tema, sehingga penonton atau pembaca harus menangkap sendiri apa yang tersembunyi di balik dialog, adegan, tokoh dan situasi. Sifat-sifat naskah, yaitu: 26 1. Estetis : mencerminkan dan memupuk rasa keindahan. 2. Etis : membimbing ke arah peradaban dan kesusilaan bangsa dan manusia. 3. Edukatif : membawa ke arah kemajuan bersifat mendidik. 4. Konsultatif : memberikan penerangan atau penyuluhan atas problema- problema dalam masyarakat. 26 Tjokroatmojo dan kawan-kawan, Pendidikian Seni Drama Suatu Pengantar, Surabaya: Usaha Nasional, 1985, h. 49.