persediaan ini. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pengendalian intern atas persediaan yang dilakukan perusahaan belum optimal, sehingga sering terjadi
kecurangan pada perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai masalah ini pada PT. Indoteras Sumatera Medan dan
menuliskannya dalam sebuah skripsi yang berjudul “Pengendalian Intern Atas Persediaan pada PT. Indoteras Sumatera Medan.”
B. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah pengendalian intern atas persediaan yang dibahas meliputi metode penilaian persediaan, pengawasan fisik
dan pengawasan akuntansi.
C. Perumusan Masalah
Untuk dapat mengarahkan dan memudahkan dalam penelitian yang terfokus dan sistematis, penulis mencoba merumuskan masalah yang akan dibahas
dalam penulisan skripsi ini, sebagai berikut: “Apakah pengendalian intern atas persediaan yang diterapkan perusahaan dapat mencegah terjadinya kecurangan.?”
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis melakukan penelitian adalah untuk menganalisis pengendalian intern atas persediaan yang diterapkan perusahaan
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian ini adalah : a.
Bagi penulis, untuk lebih memahami pengendalian intern persediaan yang baik pada perusahaan.
b. Bagi perusahaan, yakni sebagai bahan pertimbangan atau masukan atas
kekurangan yang terdapat pada perusahaan dalam pengendalian intern atas persediaan.
c. Bagi pendidikan, yakni sebagai bahan referensi bagi calon peneliti berikutnya
yang berminat melakukan penelitian menyangkut masalah yang dibahas ini.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Persediaan
Menurut Astuti dan Purwantini 2003:58, persediaan merupakan “semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu dengan tujuan
untuk dijual atau dikonsumsikan dalam siklus operasi normal perusahaan.” Pendapat dari Skousen 2004:653, kata persediaan ditujukan untuk
“barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk barang
dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi. “ Persediaan dapat disimpulkan sebagai suatu aktiva yang dibeli
perusahaan dengan maksud untuk dijual untuk memperoleh laba atau persediaan barang–barang yang masih dalam pengerjaanproses produksi,
ataupun persediaan bahan baku yang menunggu pengunaaannya dalam suatu proses produksi. Jadi persediaan merupakan bahan–bahan, parts yang
disediakan dan bahan–bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang–barang jadi atau produk yang
disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu.
Tujuan mengadakan persediaan antara lain memenuhi kebutuhan normal, memenuhi kebutuhan mendadak dan memungkinkan pembelian atas
dasar jumlah ekonomis. Persediaan memungkinkan produk–produk dihasilkan pada tempat yang jauh dari pelanggan atau sumber bahan
mentah. Dengan adanya persediaan, produksi tidak perlu dilakukan khusus
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
buat konsumsi atau sebaliknya tidak perlu konsumsi didesak supaya sesuai dengan kepentingan produksi.
Menurut Indrajit dan Djokopranoto 2003:8, barang persediaan dapat dibagi atas beberapa jenisklasifikasi yaitu:
1. Bahan baku raw materials
Bahan mentah yang belum diolah, yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang
bersangkutan.
2. Bahan setengah jadi semi finished products
Hasil olahan bahan mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi dan
sebagian kadang-kadang dijual seperti apa adanya untuk menjadi bahan baku perusahaan lain.
3. Barang jadi finished products
Barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah yang merupakan hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap
untuk dipasarkandijual.
4. Barang umum dan suku cadang general materials and
spareparts Segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk
operasi menjalankan perusahaanpabrik dan untuk memelihara peralatan yang digunakan. Sering kali persediaan jenis ini disebut
juga barang pemeliharaan, perbaikan dan operasi atau MRO materials maintenance, repair and operation.
5. Barang untuk proyek work in progress
Barang-barang yang ditumpuk menunggu pemasangan dalam suatu proyek baru.
6. Barang dagangan commodities
Barang yang dibeli sudah merupakan barang jadi dan disimpan di gudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan
tertentu.
Pendapat dari Indrajit dan Djokopranoto 2003:12, dalam manajemen persediaan, barang-barang dapat dibagi menurut beberapa sudut
pandangpendekatan antara lain: 1.
Menurut jenis a.
Barang umum general materials Barang jenis ini biasanya macamnya cukup banyak,
pemakaiannya tidak tergantung dari peralatan, harganya relatif lebih kecil dan penentuan kebutuhannya relatif lebih
gampang.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
b. Suku cadang spareparts
Barang jenis ini macamnya sangat banyak, pemakaiannya tergantung dari peralatan, harganya biasanya lebih mahal dan
penentuan kebutuhannya lebih sulit.
2. Menurut harga
a. Barang berharga tinggi high value items
Barang ini biasanya berjumlah sekitar hanya 10 dari jumlah item persediaan, namun jumlah nilainya mewakili sekitar
70 dari seluruh nilai persediaan, dan oleh sebab itu memerlukan tingkat pengawasan yang sangat tinggi.
b. Barang berharga menengah medium value items
Barang ini biasanya berjumlah kira-kira 20 dari jumlah item persediaan, dan jumlah nilainya juga sekitar 20 dari
jumlah nilai persediaan, sehingga memerlukan tingkat pengawasan yang cukup saja.
c. Barang berharga rendah low value items
Berlawanan dengan barang berharga tinggi, jenis barang ini biasanya berjumlah kira-kira 70 dari seluruh pos
persediaan, namun nilai harganya hanya mewakili 10 saja dari seluruh nilai barang persediaan, sehingga hanya
memerlukan tingkat pengawasan rendah.
3. Menurut frekuensi penggunaan
a. Barang yang cepat pemakaiannya atau pergerakannya fast
moving items Barang ini frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun lebih dari
sekian bulan tertentu, misalnya lebih dari 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan
pemesanan kembali yang lebih sering.
b. Barang lambat pemakaiannya atau pergerakannya slow
moving items Barang yang frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun kurang
dari sekian bulan tertentu, misalnya dibawah 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan frekuensi perhitungan
pemesanan kembali yang tidak sering.
4. Menurut tujuan penggunaan
a. Barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi MRO
materials Barang ini sifatnya habis pakai, digunakan untuk keperluan
pemeliharaan, perbaikan, atau reparasi dan operasi, dan kalau pada suatu saat persediaan habis, operasi masih dapat
berjalan sementara.
b. Barang program program materials
Barang ini sifatnya juga habis pakai, jumlah kebutuhannya sesuai dengan tingkat produksikegiatan perusahaan yang
bersangkutan dan kalau pada suatu saat persediaan habis, kegiatan perusahaan akan langsung berhenti.
5. Menurut jenis anggaran
a. Barang operasi
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Barang yang digunakan untuk keperluan operasi biasa, yang dianggarkan dalam anggaran operasi, dan apabila digunakan
akan dibukukan sebagai biaya, dan proses persetujuan anggaran biasanya lebih cepat dan sederhana.
b. Barang investasi capital materials
Barang yang biasanya berbentuk peralatan dan digunakan untuk penambahan, perluasan, atau pembangunan proyek,
atau sebagai aset perusahaan, dianggarkan dalam anggaran investasi, bukan dalam anggaran produksi, dan dibukukan
dalam akun aset perusahaan, sedangkan biayanya dihitung dengan metode penyusutan sesuai dengan metode
perhitungan yang telah ditentukan, dan proses persetujuan anggaran biasanya lebih sulit dan lama.
6. Menurut cara pembukuan perusahaan
a. Barang persediaan stock items
Jenis barang dimana setibanya barang dibukukan dalam akun “persediaan barang perusahaan” dan barangnya sendiri
disimpan di gudang persediaan. Setelah barang tersebut digunakan oleh suatu bagian, baru dibebankan pada akun
bagian yang bersangkutan. Penggunaan barang ini berulang- ulang, sehingga memang perlu disediakan di gudang.
b. Barang dibebankan langsung direct charged materials
Jenis barang yang setelah dibeli langsung dikirimkan dan dibebankan ke bagian yang akan menggunakannya. Barang
jenis ini memang biasanya tidak disediakan dalam persediaan, karena jarang sekali digunakan.
7. Menurut hubungannya dengan produksi
a. Barang langsung direct marterials
Jenis barang yang langsung digunakan dalam produksi, yang akan menjadi bagian dari produk akhir. Jadi, bahan mentah,
bahan penolong, bahan setengah jadi, barang jadi dan barang komoditas termasuk dalam kategori ini.
b. Barang tidak langsung indirect marterials
Jenis barang yang tidak ada hubungannya dengan proses produksi, namun diperlukan untuk memelihara mesin dan
fasilitas yang digunakan untuk proses produksi. Yang masuk dalam kategori ini adalah barang MRO suku cadang dan
barang umum dan barang proyek.
Pada jenis barang MRO, sifatnya adalah habis pakai consumables,
artinya sekali pakai biasanya akan dipakai terus sampai rusak dan perlu diganti lagi dengan yang baru. Barang bekasnya tidak dapat dipakai lagi,
kecuali dapat diperbaiki dan dipakai untuk fungsi yang lebih rendahringan, jadi bukan berfungsi seperti barang baru seperti semula.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk mengadakan persediaan ini
dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh sebab itu setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu
jumlah persediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat serta
dengan biaya yang serendah–rendahnya.. Perencanaan persediaan perusahaan merupakan salah satu fungsi yang
penting dalam suatu perusahaan pabrik untuk memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuannya yaitu untuk kelangsungan hidup kontinuitas perusahaan dan
berkembang. Pelaksanaan fungsi ini berhubungan dengan seluruh bagian yang bertujuan agar usaha–usaha penjualan dapat insentif serta produksi pabrik dan
penggunaan tenaga dapat semaksimum mungkin. Untuk melaksanakan fungsi ini, maka pada setiap perusahaan pabrik terdapat satu atau beberapa orang yang
merupakan atau membentuk suatu bagian perencanaan persediaan yang diberi tanggung jawab dalam pelaksanaan tersebut. Walaupun demikian tidak ada satu
ketentuan yang dapat diberikan karena hal ini tergantung pada besar dan jenis perusahaan. Dalam manajemen persediaan, kebutuhan perdana adalah perhitungan
kebutuhan barang umum atau suku cadang yang pertama kali dilakukan, sejak suatu peralatan dibeli atau suatu fasilitas atau pabrik dibangun. Sedangkan
pemesanan perdana adalah pemesanan untuk pembelian yang pertama kali dilakukan sebagai akibat dari kebutuhan perdana tersebut. Pemesanan perdana ini
meliputi tiga kelompok barang yang meliputi pula tiga jenis kebutuhan perdana yaitu barang persiapan commissioning materials, barang perdana initial
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
materials dan barang untuk operasi normal normal operation materials.Selanjutnya, sesudah dilakukan pemesanan perdana, maka perlu
dilakukan pemesanan untuk mengisi persediaan kembali, karena sebagian dari persediaan sudah digunakan untuk mengganti barang yang rusak.
Pengisian kembali atau pemesanan kembali ini tetap harus memperhatikan prinsip pengendalian persediaan yaitu penentuan jumlah dan jenis barang
yang disimpan dalam persediaan haruslah sedemikian rupa sehingga operasi perusahaan tidak terganggu, tetapi di lain pihak sekaligus harus selalu
menjaga agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang tersebut seminimal mungkin.
Untuk menentukan pemesanan kembali barang, dapat menggunakan sistem tinjauan terus menerus perpetual review system, sistem tinjauan periodik
periodic review system, sistem jumlah tetap dan sistem tepat waktu. Sistem tinjauan terus menerus adalah peninjauan dilakukan secara terus menerus yang
berarti setiap kali perlu dipesan, maka harus dipesan. Perhitungan kapan perlu dipesan adalah apabila adalah jumlah persediaan sudah mencapai jumlahtingkat
tertentu. Jumlah tertentu ini disebut titik pemesanan kembali atau reorder point. Namun, pendekatan dengan menggunakan titik pemesanan kembali ini tidak
hanya digunakan dalam sistem ini, tetapi juga digunakan dalam sistem jumlah tetap. Dalam sistem ini, yang bersifat tetap adalah “titik pemesanan kembali”
tersebut. Sistem tinjauan periodik adalah tinjuan pemesanan kembali dilakukan setiap waktu, misalnya setiap 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau
setiap periode waktu tertentu yang ditetapkan. Penentuan ini didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti jenis barang, frekuensi penggunaan
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
barang, kepentingan barang tersebut dalam perusahaan dan sebagainya. Tidak peduli persediaan masih banyak atau tidak, setiap waktu tertentu
harus dihitung kembali. Proses perhitungan pemesanan kembali ini tidak berarti harus memesan kembali, tetapi menghitung kembali. Jadi ada 3
kemungkinan yaitu memesan kembali, tidak memesan lagi karena persediaan masih banyak, atau membatalkan pesanan yang masih berjalan
karena persediaan masih banyak. Dalam sistem jumlah tetap, yang menonjol adalah bahwa setiap kali memesan, jumlah yang dipesan selalu sama, dana
apabila harga satuannya sama, maka harga yang dipesan juga sama. Sedangkan dalam sistem tepat waktu, andalannya pada konsep tepat waktu,
yang merupakan bagian dari manajemen tepat waktu, yang diberlakukan pada semua kegiatan yang berhubungan dengan produksi, yaitu tepat waktu
pemesanan, tepat waktu pembelian, tepat waktu kedatangan barang, tepat waktu produksi, tepat waktu pengiriman penjualan, dan sebagainya.
Pada manajemen persediaan, sistem yang dikembangkan untuk pengisian kembali persediaan didasarkan atas berbagai kondisi
kebutuhan atau permintaan barang. Persediaan dapat disajikan sebesar biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan
persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang
digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Persediaan dapat disajikan sebesar biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi biaya
langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang
terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan. Persediaan dapat disajikan sebesar nilai wajar, apabila diperoleh
dengan cara lainnya seperti donasirampasan. Harganilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang
memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar. Di dalam manajemen persediaan, harga pokok persediaan bisa turun karena beberapa hal
seperti rusakketinggalan zaman, penurunan harga dan hilang. Persediaan bahan baku atau barang dagangan yang dibeli dari supplier belum tentu langsung
digunakan atau dijual habis. Bahanbarang belum terpakaiterjual tersebut disimpan dalam gudang. Selama masa menunggu untuk digunakan atau dijual,
bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya rusak atau penurunan harga jual untuk barang dagangan. Hal ini menimbulkan kerugian bagi
perusahaan. Kerugian yang diakibatkan persediaan barang dagangan diukur dengan selisih antara harga perolehan dengan taksiran nilai bersih yang bisa
direalisasi. Taksiran nilai bersih yang bisa direalisasi adalah taksiran harga jual dikurangi biaya untuk menjual barang dagangan tersebut termasuk biaya reparasi
untuk menjual barang tersebut. Misalnya, sebuah toko baju terdapat beberapa baju yang kancing bajunya lepas atau ada baju yang rusak. Pada kondisi normal harga
perolehan baju tersebut adalah Rp. 30.000, tetapi karena cacat, baju tersebut dijual dengan harga Rp. 20.000. Setelah diperbaiki, biaya untuk memperbaiki adalah Rp.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
5.000. Nilai bersih yang bisa direalisasi adalah harga jual Rp. 20.000 dikurangi biaya perbaikan Rp. 5.000 hasilnya sama dengan Rp. 15.000. Dengan demikian
perusahaan akan menderita kerugian sebesar Rp. 15.000. Rp. 30.000- Rp. 15.000. Penurunan harga bisa juga terjadi karena stok di pasaran melimpah, daya
beli masyarakat turun dan karena adanya model baru yang lebih baru. Contoh konkrit penurunan harga adalah pada produk elektronik dan alat komunikasi
handphone. Jika ada model baru, maka model lama ditinggalkantidak lagi diminati. Hal ini menimbulkan penurunan harga.
Pada manajemen persediaan, terdapat prinsip pengelolaan yang harus dianut yaitu penentuan jumlah dan jenis barang yang disimpan
dalam persediaan haruslah sedemikian rupa sehingga produksi dan operasi perusahaan tidak terganggu, tetapi di lain pihak sekaligus harus dijaga
agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan barang tersebut seminimal mungkin. Prinsip ini memang selaras dengan prinsip ekonomi
yaitu menghasilkan keluaran tertentu dengan biaya seminimal mungkin atau dengan biaya tertentu menghasilkan keluaran semaksimal mungkin,
maka jelas diperlukan perpaduan antara dua hal yang sangat bertolak belakang. Cara yang paling mudah untuk menjaga agar operasi terjamin
adalah dengan mengisi persediaan barang sebanyak-banyaknya biasanya ini kemauan pemakai barang, sedangkan yang paling mudah untuk
menjaga agar biaya investasi seminimal mungkin adalah dengan mengusahakan persediaan mencapai nol biasanya ini dikehendaki oleh
fungsi keuangan. Disinilah letak fungsi manajemen persediaan, yaitu menjembatani dua kepentingan yang bertolak belakang tersebut. Prinsip
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
ini menandakan pula bahwa pengelolaan persediaan haruslah berdaya guna efisien dan berhasil guna efektif. Menjamin kelangsungan jalannya
operasi perusahaan adalah soal efektivitas, sedangkan menekan persediaan sampai ke tingkat minimum adalah soal efisiensi.
B. Metode Penilaian dan Pencatatan Persediaan
Metode penilaian persediaan barang menyangkut tentang bagaimana menentukan nilaiharga dari suatu barang yang menjadi persediaan
perusahaan. Atau dengan kata lain, penilaian persediaan barang dimaksudkan untuk menetapkan berapa nilai persediaan yang harus dicantumkan dalam
laporan keuangan. Pada umumnya penilaian persediaan dilakukan berdasarkan harga perolehannya. Persediaan harus diukur berdasarkan biaya
atau realisasi bersih, mana yang lebih rendah dimana biaya persediaan itu sendiri akan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain
yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi siap untuk dijual atau dipakai. Meskipun demikian, dalam beberapa hal tertentu persediaan itu
dapat pula berdasarkan nilai yang lain, misalnya nilai taksiran. Menurut Astuti dan Purwantini 2003:62, terdapat beberapa metode
penilaian persediaan barang yang sering digunakan yaitu: 1.
Metode rata-rata Average 2.
FIFO First In First Out 3.
LIFO Last In First Out Metode rata-rata didasarkan pada anggapan bahwa barang yang
tersedia untuk dijual seolah-olah homogen. Dalam metode ini, harga dari
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
barang-barang ditentukan berdasarkan harga rata-ratanya. Harga rata-rata dihitung dengan membagi nilai semua barang yang ada dengan unit
banyaknya barang tersebut. Pada metode FIFO dianggap barang yang dibeli pertama kali dijual
terlebih dahulu. Hal ini berarti harga perolehan barang yang dijual adalah harga perolehan yang pertama dibeli. Jadi harga dari barang yang menjadi
persediaan di awal periode ditambah dengan barang-barang yang terdahulu dibeli akan dibebankan menjadi harga pokok penjualan. Selanjutnya, tentu
harga dari barang yang tinggal pada akhir periode akan terdiri dari harga dari barang-barang yang belakangan dibeli.
Metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO. Metode ini beranggapan bahwa barang yang dibeli terakhir akan dijual atau dikeluarkan
terlebih dahulu. Sebagai akibatnya, harga dari barang-barang yang belakangan dibeli akan merupakan bagian utama dari harga pokok penjualan,
sedangkan barang-barang yang pertama sekali dibeli akan tinggal sebagai persediaan pada akhir periode tersebut dan tentu saja nilai dari persediaan
akhir ini didasarkan kepada harga dari barang-barang yang paling duluan dibeli. Persediaan akhir menggunakan harga pokok barang yang dibeli
terlebih dahulu. Metode ini sering disebut masuk terakhir keluar pertama. Menurut Skousen 2004:669:
Metode rata-rata membebankan biaya rata-rata yang untuk setiap unit dengan asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan
dengan biaya rata-rata yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga. Metode FIFO didasarkan pada asumsi bahwa
unit yang terjual adalah unit yang lebih dahulu masuk dan metode LIFO didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang
terjual.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Tujuan metode penilaian persediaan adalah untuk mengalokasikan total biaya persediaan ke harga pokok penjualan dan persediaan. Penggunaan
metode FIFO dalam periode di mana terjadi kenaikan harga mengaitkan persediaan paling lama yang berbiaya rendah dengan harga jual yang
meningkat, sehingga memperbesar margin laba kotor. Di periode di mana terjadi penurunan harga, persediaan paling lama yang berbiaya tinggi
dikaitkan dengan harga jual yang menurun, sehingga memperkecil margin laba kotor.
Dengan menggunakan metode rata-rata, margin laba kotor cenderung mengikuti pola yang serupa seperti respons terhadap perubahan harga. Di sisi
lain, penggunaan metode LIFO dalam periode di mana terjadi kenaikan harga mengaitkan biaya tinggi saat ini dalam perolehan barang-barang dengan
harga jual yang meningkat. Dengan demikian, metode LIFO cenderung memberikan pengaruh yang stabil terhadap margin laba kotor.
Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih metode penilaian persediaan adalah pengaruhnya terhadap laba rugi dan
pencatatannya. Penggunaan metode LIFO akan menguntungkan pada masa inflasi karena pada masa itu, akan menghasilkan nilai persediaan yang lebih
mencerminkan harga yang berlaku pada tanggal neraca. Harga perolehan dari pembelian lebih akhir akan dialokasikan pada persediaan sehingga harga
perolehan akhir yang terdapat dalam neraca akan mendekati harga pada saat itu. Sebaliknya, harga perolehan persediaan akhir dengan metode LIFO akan
didasarkan pada barang yang dibeli lebih awal. Sebagai akibatnya, pada tanggal neraca harga perolehan tidak mencerminkan keadaan yang
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
sesungguhnya sehingga aktiva lancar dan total aktiva akan dilaporkan lebih rendah dari harga perolehan yang tercatat pada tanggal neraca. Pada masa
inflasi, metode FIFO akan menghasilkan laba yang paling tinggi dibandingkan dengan metode lain. Bagi manajemen, hal ini merupakan
sesuatu yang menguntungkan karena pihak luar akan mempunyai pandangan yang positif terhadap perusahaan. Selain itu, jika bonus manajemen
ditentukan atas dasar laba bersih, maka bonus akan diterima manajemen semakin tinggi. Namun demikian, ada pendapat lain bahwa pemakaian
metode FIFO pada masa inflasi akan menciptakan laba semu atau laba di atas kertas belaka.
Dalam sistem pencatatan persediaan akan diatur dan diberikan pedoman tentang bagaimana cara perusahaan mencatat persediaan dan
mutasi-mutasinya, baik yang menyangkut transaksi pembelian maupun transaksi penjualan. Bila terjadi transaksi pembelian yang mengakibatkan
pertambahan persediaan, apakah pertambahan itu akan dicatatkan ke perkiraan persediaan atau tidak. Hal ini tergantung pada sistem pencatatan
yang digunakan perusahaan. Menurut Astuti dan Purwantini 2003:67, sistem pencatatan
persediaan barang dagangan terdiri dari 2 jenis yaitu: 1.
Sistem Persediaan Periodik Sistem persediaan periodik ini biasanya digunakan dalam
perusahaan dagang yang menjual barang dagangan yang harganya murah dan frekuensi pembeliannya tinggi. Ciri-ciri dari sistem
adalah: a.
Pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebit rekening pembelian.
b. Harga Pokok Penjualan dihitung pada akhir periode akuntansi
dan dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
mengkredit persediaan dan pembelian. Selanjutnya mendebitkan persediaan dan mengkreditkan harga pokok penjualan.
2. Sistem Persediaan Perpetual
Sistem perpetual berbeda dengan sistem persediaan periodik. Sistem perpetual biasanya digunakan pada perusahaan yang menjual barang
dagangan yang mahal harganya seperti TV, mobil, mebel, dan lain sebagainya. Ciri-ciri metode ini adalah:
a.
Pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebit rekening persediaan.
b. Harga perolehan dihitung untuk setiap penjualan dan dicatat
dengan mendebit harga pokok penjualan dan mengkredit rekening persediaan.
c. Persediaan merupakan rekening kontrol dan dilengkapi dengan
buku pembantu persediaan yang berisi catatan untuk tiap jenis persediaan. Buku pembantu persediaan menunjukkan kuantitas
dan harga perolehan untuk setiap jenis barang yang ada dalam perusahaan.
Pada sistem persediaan perpetual, semua mutasi yang terjadi atas persediaan secara terus-menerus akan diikuti oleh catatan-catatan sehingga
semua penambahan dan pengurangan yang terjadi atas persediaan akan terlihat di dalam catatan. Pembelian persediaan akan langsung menambah
jumlah persediaan. Sedangkan penjualan persediaan langsung mengurangi jumlah persediaan. untuk metode perpetual, pada waktu membeli barang
dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng- kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang
mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan
yang ada di gudang. Jika menggunakan metode periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di
bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai atau harga
belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai atau dijual, persediaan
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
yang pernah ada persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal
penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua
didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar
Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode. Untuk memudahkan pemahaman tentang sistem pencatatan persediaan
dan metode penilaian persediaan, maka akan dibuat suatu contoh yaitu: Tabel 2.1. Contoh Data Transaksi
Pembelian Kredit Penjualan Kredit
Tanggal Unit Harga Unit Harga
03 Maret 2008 500
Rp 10 07 Maret 2008
1.500 Rp 12
16 Maret 2008 800
Rp 20 21 Maret 2008
400 Rp 15
28 Maret 2008 600
Rp 16 30 Maret 2008
1.000 Rp 25
Sumber : Penulis
Penilaian persediaan metode FIFO dengan sistem pencatatan perpetual seperti pada Tabel 2.2. berikut:
Tabel 2.2. Sistem Perpetual FIFO
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Jurnal pencatatan dalam bentuk jurnal umum untuk transaksi di atas adalah:
FIFO 03 Maret
Pembelian Rp. 5.000
Hutang Dagang Rp. 5.000
07 Maret Pembelian
Rp. 18.000 Hutang Dagang
Rp. 18.000 16 Maret
Piutang Dagang Rp. 16.000
HPP Rp. 8.600
Penjualan Rp. 16.000
Persediaan Rp. 8.600
21 Maret Pembelian
Rp. 6.000 Hutang Dagang
Rp. 6.000 28 Maret
Pembelian Rp. 9.600
Hutang Dagang Rp. 9.600
30 Maret Piutang Dagang
Rp. 25.000 HPP
Rp. 12.000 Penjualan
Rp. 25.000 Persediaan
Rp. 12.000
Pada penilaian persediaan metode FIFO di atas, terdiri dari transaksi pembelian kredit dan penjualan kredit. Pada tanggal 03 Maret dan 07 Maret
dicatat transaksi pembelian kredit dengan mendebetkan pembelian dan mengkreditkan hutang dagang. Pada tanggal 16 Maret dicatat transaksi
penjualan dengan mendebetkan piutang dagang dan harga pokok penjualan serta mengkreditkan penjualan dan persediaan. Pada tanggal 21 Maret dan 28
Maret dicatat transaksi pembelian kredit dengan mendebetkan pembelian dan mengkreditkan hutang dagang. Pada tanggal 30 Maret dicatat transaksi
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
penjualan dengan mendebetkan piutang dagang dan harga pokok penjualan serta mengkreditkan penjualan dan persediaan.
Penilaian persediaan metode LIFO dengan sistem pencatatan perpetual seperti pada Tabel 2.3. berikut:
Tabel 2.3. Sistem Perpetual LIFO
Sumber : Penulis Jurnal pencatatan dalam bentuk jurnal umum untuk transaksi di atas
adalah : LIFO
03 Maret Pembelian Rp. 5.000
Hutang Dagang Rp. 5.000
07 Maret Pembelian Rp. 18.000
Hutang Dagang Rp. 18.000
16 Maret Piutang Dagang Rp. 16.000
HPP Rp. 9.600
Penjualan Rp. 16.000
Persediaan Rp. 9.600
21 Maret Pembelian Rp. 6.000
Hutang Dagang Rp. 6.000
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
28 Maret Pembelian Rp. 9.600
Hutang Dagang Rp. 9.600
30 Maret Piutang Dagang Rp. 25.000
HPP Rp. 15.600
Penjualan Rp. 25.000
Persediaan Rp. 15.600
Pencatatan jurnal di atas sama dengan penjelasan jurnal FIFO, perbedaannya terletak pada penentuan harga pokok penjualan dan persediaan.
Penilaian persediaan metode Average dengan sistem pencatatan perpetual seperti pada Tabel 2.4. berikut:
Tabel 2.4. Sistem Perpetual Average
Sumber : Penulis Jurnal pencatatan dalam bentuk jurnal umum untuk transaksi di atas
adalah: AVERAGE
03 Maret Pembelian Rp. 5.000
Hutang Dagang Rp. 5.000
07 Maret Pembelian Rp. 18.000
Hutang Dagang Rp. 18.000
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
16 Maret Piutang Dagang Rp. 16.000
HPP Rp. 9.200
Penjualan Rp. 16.000
Persediaan Rp. 9.200
21 Maret Pembelian Rp. 6.000
Hutang Dagang Rp. 6.000
28 Maret Pembelian Rp. 9.600
Hutang Dagang Rp. 9.600
30 Maret Piutang Dagang Rp. 25.000
HPP Rp. 13.360
Penjualan Rp. 25.000
Persediaan Rp. 13.360
Pencatatan jurnal di atas sama dengan penjelasan jurnal FIFO dan LIFO, perbedaannya adalah pada penilaian persediaan metode Average akan
membebankan biaya rata-rata untuk setiap unit. Berikut ini akan diuraikan metode penilaian persediaan dengan sistem
pencatatan periodik. Barang tersedia untuk dijual
Rp. 3.000 Penjualan
1.800 - Persediaan akhir
Rp. 1.200 1.
FIFO Persediaan Akhir:1.200 unit:600 unit x Rp. 16
= Rp. 9.600 400 unit x Rp. 15
= 6.000 200 unit x Rp. 12
= 2.400 + =
Rp.18.000 Harga Pokok Penjualan:
1.800 unit:500 unit x Rp. 10 = Rp. 5.000 1.300 unit x Rp. 12 = 15.600 +
= Rp. 20.600
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Pada metode FIFO di atas, jumlah persediaan akhir adalah sebesar Rp. 18.000 dan harga pokok penjualan adalah sebesar Rp. 15.600.
2. LIFO
Persediaan Akhir:1.200 unit:500 unit x Rp. 10 = Rp. 5.000
700 unit x Rp. 12 = 8.400 +
= Rp.
13.400 Harga Pokok Penjualan:
1.800 unit:600 unit x Rp. 16 = Rp. 9.600 400 unit x Rp. 15 = 6.000
800 unit x Rp. 12 = 9.600 + = Rp. 25.200
Pada metode LIFO di atas, jumlah persediaan akhir adalah sebesar Rp. 13.400 dan harga pokok penjualan adalah sebesar Rp. 25.200.
3. Average
Tabel 2.5. Sistem Periodik Average Unit Harga
Total 500 10
5.000 2.000 11,5
23.000 1.200 11,5
13.800 1.600 12,375
19.800 2.200 13,36
29.400 1.200 13,36
16.040 Sumber : Penulis
Harga rata-rata average = Total AkhirUnit
= Rp.
16.0401.200 unit
Rp. 13,36
Persediaan Akhir = Rp.1.200 x 13,36 unit
Rp. 16.040
Harga Pokok Penjualan = Rp.1.800 x 13,36 unit
Rp. 24.048
Pada metode Average di atas, jumlah persediaan akhir adalah sebesar Rp. 16.040 dan harga pokok penjualan adalah sebesar Rp. 24.048.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Berdasarkan contoh di atas, jumlah persediaan akhir pada metode FIFO adalah sebesar Rp. 18.000, metode LIFO sebesar Rp. 13.400 dan metode
Average sebesar Rp. 16.040. Penggunaan metode penilaian persediaan dengan sistem pencatatan
perpetual dapat diperoleh rugi laba seperti pada Tabel 2.6. berikut:
Tabel 2.6. Perhitungan Rugi Laba Dengan Sistem Perpetual Periode Maret 2008 Keterangan
FIFO LIFO
AVERAGE
Penjualan 1.800 unit Rp. 41.000 Rp. 41.000
Rp. 41.000 Harga Pokok Penjualan:
- Persediaan Awal
- -
- -
Pembelian Rp. 38.600 Rp. 38.600 Rp. 38.600
- Barang yang tersedia
Rp. 38.600 Rp. 38.600 Rp. 38.600
- Persediaan Akhir
Rp. 18.000 - Rp. 13.400 - Rp. 16.040 -
Total HPP Rp. 20.600 - Rp. 25.200 - Rp. 22.560 -
Laba Kotor Rp. 20.400 Rp. 15.800
Rp. 18.440
Sumber : Penulis
Penggunaan metode penilaian persediaan dengan sistem pencatatan periodik dapat diperoleh rugi laba seperti pada Tabel 2.7. berikut:
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Tabel 2.7. Perhitungan Rugi Laba Dengan Sistem Periodik Periode Maret 2008
Keterangan FIFO
LIFO AVERAGE
Penjualan 1.800 unit Rp. 41.000 Rp. 41.000
Rp. 41.000 Harga Pokok Penjualan:
- Persediaan Awal
- -
- -
Pembelian Rp. 38.600 Rp. 38.600 Rp. 38.600
- Barang yang tersedia
Rp. 38.600 Rp. 38.600 Rp. 38.600
- Persediaan Akhir
Rp. 18.000 - Rp. 13.400 - Rp. 16.040 -
Total HPP Rp. 20.600 - Rp. 25.200 - Rp. 22.560 -
Laba Kotor Rp. 20.400 Rp. 15.800
Rp. 18.440
Sumber : Penulis Sistem pencatatan perpetual pada metode penilaian persediaan FIFO,
LIFO dan Average menghasilkan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan dan laba kotor yang sama dengan sistem pencatatan periodik pada
metode penilaian persediaan FIFO, LIFO dan Average. Akan tetapi perolehan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan dan laba kotor berbeda untuk
masing-masing metode FIFO, LIFO dan Average baik dengan sistem pencatatan perpetual maupun periodik.
C. Pengertian Pengendalian Intern